• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pareto optimal adalah tingkatan kesejahteraan ekuilibrium positif. Artinya tingkat kesejahteraan tidak bisa ditingkatkan lagi untuk seluruh anggota masyarakat tanpa mengorbankan kesejateraan sekaligus masyarakat lainnya. Disebut ekuilibrium positif karena tidak mempersoalkan kesejahteraan rendah dengan kesejahteraan dengan kesejahteraan tinggi sebagai pilihan baik atau tidak, sedangkan kriteria Kaldor-Hicks menyatakan bahwa kesejahteraan yang tinggi pada pareto optimal dapat dikorbankan untuk meningkatkan kesejahteraan yang

rendah apabila jumlah penduduk dengan kesejahteraan rendah lebih banyak (komunikasi personal Sahat Simanjuntak 2010).

Kesejahteraan adalah suatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Konsep tentang kesejahteraan juga berkaitan dengan konsep tentang kemiskinan. Sedangkan menurut Sukirno (1985) kesejahteraan adalah sesuatu yang bersifat subjektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berberbeda-beda pula terhadap faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan. Biro Pusat Statistik (1991) juga menyatakan bahwa kesejahteraan bersifat subjektif, sehingga ukuran kesejahteraan bagi setiap individu atau keluarga berbeda satu sama lain, namun pada prinsipnya kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Jika kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga sudah dipenuhi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan individu atau keluarga tersebut sudah tercapai.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1994 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa, kesejahteraan sosial adalah suatu kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual, yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

Menurut BKKBN (1996) diacu dalam Supriatna (2000) yang disebut keluarga sejahtera adalah (a) keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan anggotanya, baik kebutuhan sandang, pangan, perumahan, sosial maupun agama; (b) keluarga yang mempunyai keseimbangan antara penghasilan keluarga dengan jumlah anggota keluarganya, dan (c) keluaarga yang dapat memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga, berkehidupan bersama dengan masyarakat sekitar, beribadah khusuk, di samping terpenuhi kebutuhan pokoknya.

2.5.1 Klasifikasi dalam tingkat Kesejahteraan.

Menurut Sayogvo (1977) klasifikasi tingkat kesejahteraan (kemiskinan) didasarkan pada nilai pengeluaran perkapita pertahun yang diukur dengan nilai beras setempat yaitu:

a. Miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan setara 320 kg beras untuk pedesaan dan 480 kg untuk daerah kota.

b. Miskin sekali, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan setara 240 kg beras untuk pedesaan dan 360 kg untuk daerah kota.

c. Paling miskin, apabila pengeluaran per kapita per tahun lebih rendah dan setara 180 kg beras untuk pedesaan dan 270 kg beras untuk daerah kota.

Tingkat kesejahteraan keluarga menurut BKKBN (1996) diacu dalam Primayudha (2002) adalah sebagai berikut:

a. Keluarga Pra Sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.

b. Keluarga Sejahtera tahap I (S-I) adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keluarga Berencana (KB).

c. Keluarga Sejahtera tahap II (S2) adalah keluarga di samping telah memenuhi kebutuhan dasar juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti menabung dan memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera Tahap III (S-3) adalah keluarga yang dapat memenuhi kebutuhan dasar, psikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif dimasyarakat dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga dan pendidikan.

e. Keluarga Sejahtera tahap III plus (S-3+) yaitu keluarga yang dapat memenuhi seluruh kebutuhannya baik yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah memberikan sumbangan yang berkelanjutan bagi masyarakat.

Tingkat kesejahteraan keluarga menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana nasional (1996) diacu dalarn Primayudha (2002) adalah sebagai berikut:

a. Keluarga Pra sejahtera (PS), yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara minimal serta kebutuhan pangan, sandang, papan dan kesehatan.

b. Keluarga Sejahtera tahap I (S-I) adalah keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasarnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya seperti pendidikan, Keiuarga Berencana (KB). c. Keluarga Sejahtera tahap II (S2) adalah keluarga disamping telah memenuhi

kebutuhan dasar juga telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, akan tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan pengembangannya seperti menabung dan memperoleh informasi.

d. Keluarga Sejahtera Tahap III (S-3) adalah keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, psikologis dan pengembangannya akan tetapi belum dapat memberikan sumbangan untuk masyarakat, berperan secara aktif dimasyarakat dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan atau yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olah raga, pendidikan dan sebagainya.

e. Keluarga Sejahtera tahap III plus (S-3+) yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kehutuhannva balk yang bersifat dasar, sosial psikologis, maupun yang bersifat pengembangan serta telah pula member ikan sumbangan yang berkelanjutan bagi masyarakat.

2.5.2 Indikator Tingkat Kesejahteraan

Menurut BPS (1993) ada beberapa hal yang merupakan komponen utama yang digunakan dalam mengambarkan tingkat kesejahteraan atau taraf hidup masyarakat antara lain:

a. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan sering dijadikan sebagai indikator kemajuan suatu bangsa dan indikator dalam usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendidikan dalam kehidupan dewasa ini sudah dianggap sebagai kebutuhan

dasar yang tidak dapat ditunda pemenuhannya. Variabel yang menjadi ukuran dalam pendidikan adalah tingkat buta/melek huruf, jumlah anak yang putus sekolah dan jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah (BPS 2007). b. Tingkat Kesehatan

Tingkat kesehatan juga dapat dipakai sebagai ukuran kesejahteraan seseorang. Faktor yang mempengaruhi kesehatan masyarakat antara lain konsumsi makan yang bergizi, karena hal ini berhubungan dengan tingkat harapan hidup masyarakat. Jumlah kematian bayi dan ibu hamil adalah bagian dari variabel tingkat kesehatan (BPS 2007).

c. Kondisi Fasilitas tempat tinggal yang dimiliki.

Perumahan adalah salah satu dasar yang penting selain makanan dan pakaian untuk mencapai kehidupan yang layak. Rumah pada saat ini bukan hanya berfungsi sebagai tempat berteduh, tetapi sudah mencerminkan kehidupan rumah tangga masyarakat. Oleh karena itu, harus ditangani secara serius baik instansi swasta berkepentingan maupun pemerintah karena masih banyak masyarakat ekonomi lemah yang belum memiliki rumah memadai. Program yang dilaksanakan tertuang dalam program penyehatan lingkungan yang bertujuan menjaga, menciptakan serta melestarikan keadaan lingkungan sehat, bersih dan aman (BPS 1993).

d. Tingkat Daya beli

Indikator yang digunakan untuk melihat Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat berdasarkan tingkat daya beli masyarakat adalah tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat konsumsi. Menurut BPS (1998) pendapatan dan penerimaan keluarga adalah seluruh pendapatan dan penerimaan yang diterima oleh seluruh anggota rumah tangga ekonomi. Pendapatan itu sendiri terdiri dan atas: (1) Pendapatan dan upah gaji yang mencakup upah gaji yang diterima seluruh anggota rumah tangga ekonomi yang bekerja sebagai buruh dan merupakan imbalan bagi pekerjaan yang dilakukan untuk suatu perusahaan berupa uang maupun barang dan jasa., (2) Pendapatan dan hasil usaha seluruh anggota rumah tangga yang berupa pendapatan kotor yaitu selisih jual barang dan jasa yang diproduksi dengan biaya produksinya. (3) Pendapatan lainnya yaitu pendapatan diluar gaji/upah

yang menyangkut: (i) perkiraan sewa rumah milik sendiri, (ii) bunga, deviden, royalti, paten, sewa, kontrak, lahan, rumah, gedung, bangunan, peralatan, (iii) buah hasil usaha (hasil sampingan yang dijual), (vi) pensiunan dan klaim asuransi jiwa, (v) kiriman famili/pihak lain secara rutin, ikatan dinas dan beasiswa.

Konsumsi terhadap makanan, minuman dan tembakau, kelompok padi-padian, ikan daging. telur, susu, sayur-sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, dan lemak, bahan minuman, bumbu-bumbuan, konsumsi lainnya serta makanan dan minuman jadi. Selain itu Konsumsi untuk barang-barang bukan makanan terdiri dan perumahan, bahan bakar, penerangan, air, barang, jasa, pakaian, alas kaki, serta barang tahan lama.