• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Peneliti menentukan lima pasangan (suami- istri) pernikahan campuran suku

Batak Toba-Tionghoa di kota Medan sebagai subjek penelitian/informan. Jika

diperlukan, peneliti juga akan mewawancarai anggota keluarga pasangan, pemuka

agama dan pemuka adat sebagai pelengkap hasil penelitian. Pelaksanaan dan

pengumpulan data (pendekatan subjek) dilakukan dengan cara wawancara mendalam,

observasi/pengamatan, dan penelitian dokumenter. Penelitian ini berlangsung dari

bulan Desember 2011 hingga Februari 2012.

Setelah mendapatkan persetujuan judul skripsi ini, maka pada awal Oktober

2011 peneliti terlebih dahulu melakukan pra penelitian. Peneliti mencari informan

yang sesuai dengan kriteria masalah yang ingin diteliti. Setelah peneliti menemukan

informan yang diinginkan, peneliti meminta kesediaan informan untuk diteliti.

Awalnya peneliti hanya memperoleh tiga pasangan saja. Hasil pra penelitian tersebut

telah diseminarkan oleh peneliti. Untuk semakin memperkuat hasil penelitian, peneliti

kembali mencari informasi dan memperoleh informan sebanyak dua pasangan lagi

melalui informasi di lapangan.

Selama bulan November 2011 hingga awal Desember 2011, peneliti mulai

mengerjakan bab I hingga bab III dibimbing oleh dosen pembimbing peneliti. Setelah

dilakukan perbaikan pada isi dari beberapa bab tersebut, maka pada pertengahan

dengan observasi/pengamatan. Peneliti mengamati bagaimana kehidupan sehari-hari

informan. Setelah diobservasi, peneliti mulai mengakrabkan diri dengan informan

agar mereka merasa nyaman dengan kehadiran peneliti. Setelah timbul rasa nyaman,

peneliti mulai melakukan wawancara dengan informan.

Tanggal 5 Januari 2012, wawancara pertama dilakukan pada pasangan Bapak

Akiet dan Ibu N. Tambunan. Pasangan ini menikah sejak tahun 1990 dan sudah

dikaruniai dua orang anak. Anak pertama (laki-laki) sedang menuntut ilmu di salah

satu perguruan tinggi negeri di kota Medan. Sedangkan anak kedua (perempuan) baru

saja lulus SMA. Pasangan Akiet/N. Tambunan tinggal di Jalan Rela, Medan.

Pekerjaan suami adalah wiraswasta dan istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Berhubung suami sudah meninggal, maka peneliti hanya mewawancarai istri saja

yaitu Ibu N. Tambunan. Untuk menjalin rasa nyaman dengan subjek penelitian, maka

peneliti mewawancarai Ibu N. Tambunan dengan bahasa informal. Seluruh rangkaian

pertanyaan dari peneliti dapat dijawab secara lugas oleh Ibu Tambunan. Selama

wawancara dengan Ibu N. Tambunan, diketahui bahwa pasangan ini menggunakan

pola budaya suku Batak Toba dan Tionghoa dalam mendidik anak-anaknya. Untuk

mengetahui pengaruh pola budaya pasangan suami-istri ini terhadap anak-anaknya,

maka peneliti melanjutkan wawancara dengan salah satu anggota keluarga, yaitu anak

Ibu N. Tambunan yang bernama Arifin. Arifin adalah anak pertama pasangan

Akiet/N. Tambunan. Peneliti ingin melihat pengaruh pernikahan campuran

orangtuanya terhadap pola pikir dan kehidupan si anak. Wawancara dengan Arifin

Setelah wawancara selesai, peneliti meminta beberapa foto milik informan sebagai

bahan dokumentasi skripsi.

Tanggal 10 Januari 2012 peneliti melanjutkan wawancara dengan informan

yang lain. Karena sudah diobservasi terlebih dahulu, peneliti lebih mudah untuk

menjalin hubungan akrab dengan informan. Pasangan suami-istri yang kedua adalah

pasangan Pak Simangunsong dan Ibu Nining Aw Yang/Simanjuntak. Pasangan ini

menikah sejak tahun 1992 dan sudah dikaruniai dua orang anak. Anak pertama (laki-

laki) sudah lulus sekolah dan anak yang kedua (perempuan) masih duduk di bangku

SMA. Pekerjaan pasangan ini adalah wiraswasta (pedagang di pasar). Mereka tinggal

di Jalan Cahaya Gg. Sekata, Medan. Respon dari informan sangat baik dan

bersahabat. Setelah terjalin hubungan yang akrab, peneliti mulai melakukan

wawancara. Wawancara dengan mereka dilakukan pada sore hari karena mereka

sibuk bekerja seharian. Seluruh pertanyaan peneliti dapat dijawab dengan baik.

Setelah itu, peneliti memotret pasangan sebagai bahan dokumentasi.

Pada tanggal yang sama, 10 Januari 2012, peneliti melanjutkan wawancara

dengan pemuka agama dan pemuka adat. Wawancara dengan pemuka agama dan

pemuka adat dilakukan peneliti untuk mengetahui pandangan mereka terhadap

pernikahan campuran, dimana terdapat perbedaan suku maupun agama diantara

pasangan suami-istri. Wawancara ini dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian

yang telah diperoleh peneliti. Wawancara dilakukan dengan pemuka agama Kristen

dan pemuka adat Batak Toba karena lokasi rumah mereka yang berdekatan. Pemuka

agama Kristen yang diwawancarai peneliti adalah seorang guru huria (wakil pendeta)

Reynold menjabat sebagai guru huria HKBP Saroha sejak tahun 2008. Setelah

mewawancarai beliau, peneliti meminta foto beliau sebagai bahan dokumentasi.

Namun beliau tidak bersedia karena tidak ingin dipublikasikan. Kemudian, peneliti

segera melanjutkan perjalanan ke rumah pemuka adat (B. Simamora) yang tidak jauh

dari rumah Bapak Reynold. Bapak B. Simamora merupakan pemuka adat Batak Toba

dari Parsadaan Toga Debata Raja Dohot Boruna (Patota) sekotamadya Medan. Beliau

adalah ketua dari perkumpulan tersebut. Selama wawancara berlangsung, Bapak B.

Simamora cenderung menggunakan bahasa Batak Toba. Namun, hal ini tidak menjadi

hambatan bagi peneliti karena peneliti cukup mengerti dengan bahasa Batak Toba.

Tanggal 13 Januari 2012, peneliti kembali melanjutkan wawancara dengan

pasangan suami-istri ketiga, yaitu Bapak JH dan Ibu ET (boru Manalu). Berhubung

pasangan ini tidak ingin namanya dipublikasikan, maka peneliti menyamarkan

identitas mereka. Mereka tinggal di Jalan. Madio Santoso, Medan. Pasangan ini

menikah sejak 1983 dan dikaruniai satu orang anak yang bernama AH. AH adalah

anak tunggal pasangan JH/ ET. Saat ini AH sedang menuntut ilmu di salah satu

perguruan tinggi swasta di kota Medan. Pekerjaan suami adalah pengajar musik dan

istri bekerja sebagai ibu rumah tangga. Karena sebelumnya sudah dilakukan pra

penelitian dan observasi, hubungan keakraban sudah terjalin dengan informan dan

peneliti dapat melakukan wawancara secara akrab. Setelah mewawancarai Ibu ET,

peneliti mewawancarai suaminya yang bernama JH. Selesai wawancara, peneliti

meminta beberapa foto mereka sebagai bahan dokumentasi.

Untuk semakin memperkuat hasil penelitian, maka selama rentang tanggal 14

yang sesuai kriteria penelitian. Setelah mendapat informasi dari seorang kenalan

peneliti, peneliti segera meluncur ke kediaman informan. Terlebih dahulu peneliti

berkenalan dengan informan dan mulai menjalin keakraban dengan informan untuk

mengobservasi kehidupan mereka. Setelah observasi dilakukan, maka pada tanggal

26 Januari 2012 peneliti mewawancarai informan. Mereka adalah Bapak J. Sinaga/ A

Kiem (Mariana Silalahi). Pekerjaan Bapak J. Sinaga adalah seorang polisi dan Ibu

Maria seorang ibu rumah tangga. Pasangan suami-istri ini tinggal di Jalan Lorong

Karto, Medan. Mereka menikah sejak tahun 1993 dan sudah dikaruniai tiga orang

anak. Berhubung suami bekerja (dinas) di luar kota, maka peneliti hanya

mewawancarai istri saja.

Selanjutnya selama satu minggu, peneliti kembali mencari informan lain yang

dibutuhkan peneliti. Tanggal 4 Februari 2012, peneliti mendapat alamat informan

yang akan diteliti. Maka pada tanggal 6 Februari 2012, peneliti berkunjung ke rumah

informan untuk mengamati kehidupan mereka. Saat itu pasangan suami-istri sedang

tidak di rumah dan peneliti hanya bertemu dengan anggota keluarga pasangan ini.

Peneliti kemudian menelepon pasangan ini dan mereka membuat janji untuk

wawancara pada tanggal 13 februari 2012. Maka pada tanggal 13 Februari 2012,

peneliti mewawancarai kedua informan. Mereka adalah pasangan suami-istri Bapak

Marlin Hutajulu/Mery Lie Chun Man (Pangaribuan). Pekerjaan Bapak M. Hutajulu

adalah seorang pendeta (pemuka agama) dan Ibu Mery seorang ibu rumah tangga.

Pasangan suami-istri ini tinggal di Jalan Tempuling No. 21, Medan. Mereka menikah

Dokumen terkait