• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II BADAN HUKUM PERSEROAN TERBATAS

B. Organ Perseroan Terbatas

3. Dewan Komisaris

Dari ketiga organ tersebut Direksi merupakan satu-satunya organ dalam Perseroan yang melaksanakan fungsi pengurusan Perseroan di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Dewan Komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi, bilamana perlu. Sedangkan Rapat Umum Pemegang Saham hanya melaksanakan seluruh tugas dan fungsi Perseroan yang tidak diserahkan kepada Direksi dan Dewan Komisaris.

Selain teori organ, dikenal juga teori tentang perwakilan. Teori perwakilan menyatakan bahwa badan hukum bertindak melalui suatu sistem perwakilan yang ada pada tangan para pengurusnya (dalam hal ini Direksi di bawah pengawasan Dewan Komisaris).111

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

Karakteristik dari suatu PT adalah adanya pemisahan antara pemilikan (saham) dalam Perseroan dan pengurusan PT. Walaupun demikian, pada umumnya pemegang saham tetap menginginkan suatu kontrol atau pengawasan terhadap jalannya Perseroan, sehingga para pendiri atau pemegang saham, dewasa ini, seringkali tidak menjadi pengurus atau pengelola dari PT yang didirikan. Adanya kontrol tersebut adalah untuk memastikan atau menjamin bahwa harta kekayaan para pemegang saham yang telah diasosiasikan dalam wadah PT tersebut tidak diganggu gugat sehubungan dengan kegiatan usaha yang dilaksanakan oleh PT tersebut. Dalam konteks ini, tanggung jawab yang terbatas dari para pemegang saham menjadi penting, sebab dengan tanggung jawab yang tersebut, para pemegang saham hanya akan menanggung kerugian yang tidak lebih dari bagian penyertaan yang telah disetujuinya untuk diambil bagian, guna penyelenggaraan dan pengelolaan jalannya Perseroan dengan baik, kecuali dalam hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU PT112 dan Pasal 6 ayat (6) UU PT.113

111

Gunawan Widjaja. Hak Individu & Kolektif Para Pemegang Saham. Jakarta: Forum Sahabat. 2008. Hlm. 80.

112

Tanggung jawab yang terbatas tersebut juga mengurangi peran dan keterlibatan pemegang saham dalam operasional PT. Adanya tanggung jawab yang terbatas tersebut menyebabkan tidak setiap kegiatan dari pengurus PT harus diketahui atau disetujui oleh pemegang saham, bahkan juga mengurangi pengawasan terus menerus terhadap jalannya kegiatan pengelolaan PT secara langsung.

Peran pemegang saham ini kemudian disederhanakan menjadi peran yang diletakkan dalam suatu Rapat Umum Pemegang Saham pada setiap tahunnya dalam bentuk RUPS Tahunan. Dalam hal tertentu, yang diperkirakan membawa akibat bagi finansial atau kebijakan yang luas dan besar bagi Perseroan, keterlibatan pemegang saham dapat juga dimintakan dalam bentuk penyelenggaraan RUPS Luar Biasa.

Para pemegang saham sebagai perseorangan bukanlah merupakan alat atau organ dari Perseroan, melainkan yang menjadi alat/organ adalah RUPS.114 Selanjutnya, Simanungkalit menyatakan bahwa:

(1) Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas

nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku apabila:

a. persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;

b. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad

buruk memanfaatkan Perseroan untuk kepentingan pribadi;

c. pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan

oleh Perseroan; atau

d. pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan

hukum menggunakan kekayaan Perseroan, yang mengakibatkan kekayaan Perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang Perseroan.

113

Pasal 6 ayat (6) UU PT menentukan bahwa "Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah dilampaui, pemegang saham tetap kurang dari 2 (dua) orang, pemegang saham bertanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan dan kerugian Perseroan, dan atas permohonan pihak yang berkepentingan, pengadilan negeri dapat membubarkan Perseroan tersebut".

114

Parasian Simanungkalit. RUPS Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Direksi Pada Perseroan Terbatas. Jakarta: Wajar Hidup. 2006. Hlm. 35.

"RUPS adalah rapat umum yang dihadiri oleh para pemegang saham secara bersama-sama. Rapat umum ini menurut hukum dianggap mewakili atau mencetuskan kehendak dari Perseroan, sehingga keputusan yang diambil dalam rapat ini dianggap sebagai keputusan-keputusan itu sendiri. Keputusan ini tidak dapat ditentang oleh siapa pun, kecuali jika keputusan tersebut bertentangan dengan undang-undang, atau maksud dan tujuan Perseroan yang dimuat dalam anggaran dasar".115

Sebagai upaya untuk tetap dapat mempertahankan konsep monitoring atau pengawasan dari para pendiri atau pemegang saham terhadap kebijakan pengurusan dan pengelolan Perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, kepada para pendiri atau pemegang saham diberikan saham-saham yang merefleksikan sampai seberapa jauh pemegang saham tersebut dapat melakukan pengawasan dan/atau memengaruhi kebijakan pengurusan dan pengelolaan Perseroan sesuai dan maksud dan tujuan Perseroan melalui RUPS. Semakin besar jumlah saham yang dimiliki, semakin besar pula kewenangan yang dimilikinya dalam RUPS.

Pasal 1 angka 4 UU PT menentukan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham adalah organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Definisi tersebut mengartikan bahwa Direksi dan Dewan Komisaris memiliki kewenangan yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban dan wewenang dari setiap organ, termasuk RUPS, sudah diatur secara mandiri (otonom) dalam UU PT.

Kontroversi dalam UU PT yang lama, yaitu mengatakan bahwa RUPS merupakan organ Perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam Perseroan

115

telah dihapuskan. UU PT yang baru tidak lagi menggunakan kata "tertinggi" tersebut karena hal tersebut dianggap menyesatkan.116 Sehubungan dengan hal tersebut, Tumbuan mengatakan bahwa ketiga organ Perseroan, yaitu RUPS, Direksi dan Dewan Komisaris adalah sejajar dan bukan yang satu membawahi yang lain, melainkan masing-masing organ mempunyai tugas dan kewenangannya sendiri menurut dan dalam batas yang diatur dalam undang-undang dan anggaran dasar.117

Kemandirian tugas, kewajiban dan wewenang setiap organ Perseroan tersebut menimbulkan kebebasan bergerak bagi semua organ Perseroan demi kepentingan Perseroan. Kebebasan bergerak tersebut sangat penting guna memanfaatkan peluang ekonomi demi keuntungan Perseroan. Selama Direksi telah menjalankan wewenangnya dalam batas ketentuan undang-undang dan/atau anggaran dasar, ia berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lain baik dari Dewan Komisaris maupun daru RUPS.118 Sehubungan dengan hal tersebut, Budiarto mengatakan bahwa:

"Instruksi dari RUPS dapat saja tidak dipenuhi oleh Direksi, meskipun Direksi diangkat oleh RUPS, sebab pengangkatan Direksi oleh RUPS tidak berarti

116

Arif Djohan T. Aspek Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Harvarindo. 2008. Hlm. 325. Konsep RUPS sebagai organ tertinggi dipengaruhi oleh adanya hak RUPS untuk mengangkat Direksi dan Dewan Komisaris Perseroan, sehingga Direksi dan Dewan Komisaris mendapat pendelegasian wewenang dari RUPS, atas nama Perseroan, untuk melaksanakan tugas-tugasnya terhadap Perseroan. Konsep ini dianggap menyesatkan karena kedudukan RUPS menjadi membawahi Direksi dan Dewan Komisaris. Hal ini dapat menimbulkan peluang bagi RUPS untuk mengendalikan jalannya Perseroan, di mana Direksi akan mengurus Perseroan untuk kepentingan para pemegang saham. Hal tersebut jelas bertentangan dengan prinsip fiduciary duty Direksi. Berdasarkan UU PT yang baru, tidak ada lagi organ tertinggi yang dikenal dalam PT, namun tetap saja RUPS yang mengangkat Direksi dan Dewan Komisaris, tetapi hanya sebagai hak yang melekat pada RUPS berdasarkan UU PT, bukan hak yang melekat pada pemegang saham.

117

Fred B. G. Tumbuan dalam Rachmadi Usman. Op. Cit. Hlm. 26.

118

bahwa wewenang yang dimiliki Direksi merupakan pemberian kuasa atau bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS kepada Direksi, melainkan wewenang yang ada pada Direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. Oleh karena itu, RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan Perseroan sehari-hari yang dilakukan Direksi, sebab tindakan Direksi semata-mata adalah untuk kepentingan Perseroan, bukan untuk RUPS".119

Kemandirian tugas, kewajiban dan wewenang tersebut menggambarkan suatu paham baru yang dikenal sebagai paham institusional. Berdasarkan paham institusional tersebut, Prasetya mengatakan bahwa:

"Ketiga organ PT masing-masing mempunyai kedudukan yang otonom dengan kewenangannya sendiri-sendiri, sebagaimana yang diberikan oleh dan menurut undang-undang dan anggaran dasar, tanpa wewenang organ yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lain. Selama pengurus menjalankan wewenangnya dalam batas-batas ketentuan undang-undang dan anggaran dasar, pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah-perintah atau instruksi-instruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS. Menurut paham tersebut, wewenang yang ada pada organ-organ bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS, melainkan bersumber dari ketentuan undang- undang dan anggaran dasar".120

Pasal 52 ayat (1) UU PT menentukan bahwa saham memberikan hak kepada pemiliknya untuk:

a. menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS;

b. menerima pembayaran dividen dan sisa kekayaan hasil likuidasi; c. menjalankan hak lainnya berdasarkan UU PT.

119

Agus Budiarto. Op. Cit. Hlm. 57-58.

Sebagai perbandingan adalah sebuah yurisprudensi dari Belanda, yang dikenal dengan nama forumbankarrest tertanggal 21 Januari 1955. Yurisprudensi ini menegaskan bahwa selama Direksi telah melakukan kewajibannya menurut undang-undang dan anggaran dasar, maka Direksi tidak perlu tunduk kepada instruksi RUPS, Dewan Komisaris ataupun instansi manapun. Hendra Setiawan Boen. Tanggung Jawab Direksi Untuk Memanggil dan Menyelenggarakan RUPS. Op. Cit.

120

Emmy Pangaribuan. Interaksi Fungsi Organ Perseroan Terbatas dan Perlindungannya Kepada Pemegang Saham dan Kreditur Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Makalah Seminar Nasional. Yogyakarta: UGM. 1995. Hlm. 32.

Pelaksanaan hak-hak tersebut hanya dapat dilakukan setelah nama pemegang saham dicatat dalam daftar pemegang saham121. Perseroan juga dapat mengeluarkan lebih dari satu jenis klasifikasi saham122, dimana hak-hak pemegang saham yang ada untuk tiap-tiap klasifikasi dapat dibaca dalam Anggaran Dasar Perseroan.

Untuk mendapatkan hak-haknya tersebut, pemegang saham dapat melakukan pengontrolan terhadap Perseroan melalui organ RUPS. Dalam hal ini yang

121

Pasal 50 UU PT menentukan bahwa:

(1) Direksi Perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang memuat

sekurang-kurangnya:

a. nama dan alamat pemegang saham;

b. jumlah, nomor, tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya

dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi saham;

c. jumlah yang disetor atas setiap saham;

d. nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas

saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;

e. keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34

ayat (2).

(2) Selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi Perseroan wajib

mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris beserta keluarganya dalam Perseroan dan/atau pada Perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.

(3) Dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dicatat juga setiap perubahan kepemilikan saham.

(4) Daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

disediakan di tempat kedudukan Perseroan agar dapat dilihat oleh para pemegang saham.

(5) Dalam hal peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal tidak mengatur lain, ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (3), dan ayat (4) berlaku juga bagi Perseroan Terbuka.

122

Pasal 53 ayat (4) menentukan bahwa Klasifikasi saham dimaksud antara lain:

a. saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

b. saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan

Komisaris;

c. saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham

lain;

d. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari

pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif;

e. saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang

mempunyai hak mengontrol adalah RUPS sebagai organ Perseroan, bukan sebagai pemegang saham. Pemegang saham hanya dapat bertindak melalui mekanisme RUPS.

Hak yang melekat pada setiap lembar saham adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi lagi. Hak tersebut bersifat individuil. Hak individuil, yang melekat pada diri pemegang saham pribadi, dapat dibagi lagi ke dalam hak yang melekat pada penyelenggaraan atau pelaksanaan suatu RUPS, seperti hak untuk meminta diselenggarakannnya RUPS, hak untuk memanggil RUPS123, hak untuk hadir dan mengeluarkan suara dalam RUPS, serta hak yang tidak berkaitan sama sekali dengan penyelenggaraan atau pelaksanaan RUPS, antara lain hak untuk memperoleh dividen.

2. Direksi

Direksi atau disebut juga pengurus Perseroan adalah alat perlengkapan Perseroan yang melakukan semua kegiatan Perseroan dan mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan, sehingga ruang lingkup tugas Direksi ialah mengurus Perseroan.124 Keberadaan Direksi dalam PT adalah sangat penting, yaitu ibarat nyawa bagi Perseroan, dimana tidak mungkin suatu Perseroan tanpa adanya Direksi, dan sebaliknya Direksi tidak mungkin ada tanpa adanya Perseroan.

PT sebagai badan hukum (legal entity) memiliki kepentingan yang pencapaiannya dilakukan dengan perantaraan Direksi. Keberadaan Direksi adalah untuk mengurus Perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Pengurusan

123

Dalam hal Direksi atau Dewan Komisaris tidak melakukan pemanggilan RUPS. Lihat Pasal 80 ayat (1) UU PT.

124

tersebut merupakan suatu pendelegasian wewenang dari Perseroan kepada Direksi untuk mengurus serta mewakili Perseroan atas dasar fiduciary duty. Dengan pendelegasian tersebut, segala tindakan pengurusan yang dilakukan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab merupakan tanggung jawab Perseroan, meskipun timbul kerugian pada Perseroan. Sebaliknya, segala tindakan pengurusan yang dilakukan tidak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab merupakan tanggung jawab pribadi Direksi, terutama dalam hal timbul kerugian pada Perseroan.

Filosofi PT sebagai badan hukum yang mandiri menjadikan pihak luar yang tidak memiliki andil (saham) dalam PT tersebut tidak dapat turut campur, dan pengurus (Direksi) mempunyai kebebasan dalam mengelola PT asalkan dalam koridor manajemen yang benar. Kebebasan tersebut diberikan agar Direksi tidak dilingkupi dengan rasa takut atau ragu-ragu dalam membuat kebijakan bisnis, sehingga dapat menghasilkan kebijakan bisnis yang tepat. Namun, jika terbukti pengurus PT tidak menjalankan manajemen yang benar sehingga PT merugi, ia bertanggung jawab secara pribadi.125

Dalam peta bisnis modern, posisi Direksi tidak selamanya dipegang oleh pemilik perusahaan, melainkan dipegang oleh para profesional di bidangnya. Dengan dikelolanya suatu badan usaha secara profesional, kemungkinan terjadinya konflik kepentingan dalam mengelola perusahaan dapat dicegah sedini mungkin.126

125

Bismar Nasution. "Kemandirian Badan Hukum". Jurnal Sosok & Sketsa. JurnalNasional: Kamis, 01 Februari 2007.

126

Sentosa Sembiring. Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Nuansa Aulia. 2006. Hlm. 43.

Berbagai macam tindakan Direksi dalam mengurus Perseroan tidak hanya berdasarkan ketentuan UU PT dan/atau anggaran dasar, tetapi juga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan. Demikian juga, tindakan Direksi tersebut semakin beragam oleh karena kewenangan Direksi yang bersumber dari anggaran dasar dapat berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya.

Anggota Direksi diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Direksi dapat diangkat dari pemegang saham atau bukan pemegang saham, bahkan pemegang jabatan Direksi sekaligus sebagai pemegang saham hanyalah suatu kebetulan, karena di dalam praktik sering dijumpai Direksi PT adalah bukan pemegang saham.127 Pada umumnya, jabatan Direksi ditetapkan untuk jangka waktu tertentu paling lama lima tahun dengan hak untuk dipilih dan diangkat kembali berdasarkan keputusan RUPS.128

Menyadari begitu besarnya peran Direksi di dalam menentukan keberhasilan Perseroan, UU PT juga secara umum menentukan syarat-syarat untuk menjadi Direksi yang dapat dilihat pada Pasal 93 ayat (1). Dalam menjalankan tugasnya Direksi dituntut untuk profesional dan independen, baik terhadap pihak di luar Perseroan

127

Agus Budiarto. Op. Cit. Hlm. 62.

128

Penjelasan Pasal 94 ayat (3) UU PT menyebutkan bahwa persyaratan pengangkatan anggota Direksi untuk “jangka waktu tertentu”, dimaksudkan anggota Direksi yang telah berakhir masa jabatannya tidak dengan sendirinya meneruskan jabatannya semula, kecuali dengan pengangkatan kembali berdasarkan keputusan RUPS.

maupun di dalam Perseroan, termasuk terhadap anggota Direksi lainnya, serta memiliki tanggung jawab yang sama di hadapan hukum.129

Orang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

a. dinyatakan pailit;

b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau

c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.

Pengangkatan anggota Direksi yang tidak memenuhi persyaratan tersebut batal karena hukum sejak saat anggota Direksi lainnya atau Dewan Komisaris mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut.

Direksi Perseroan terdiri atas 1 (satu) orang anggota Direksi atau lebih. Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS atau Keputusan Direksi. Dalam hal ini, kerja sama di antara anggota Direksi dalam mengelola Perseroan berdasarkan tanggung jawab kolegial, independen, dan tanggung renteng, tetap dibutuhkan, sehingga fit and proper test mutlak harus dilakukan sebelum anggota Direksi diangkat. Proses fit and proper test harus

129

Rudi Dogar Harahap. "UU PT dan Tanggung Jawab Direksi". Opini. Harian Waspada: Rabu, 27 Februari 2008.

dilakukan oleh lembaga yang berkompeten, pakar yang ahli di bidangnya serta dilaksanakan secara jujur dan independen. Dengan proses ini akan dapat dinilai tingkat kompetensi, integritas dan team work Direksi, sehingga independensi masing- masing anggota Direksi dapat dijaga sejak dini.130

Untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian. Anggaran dasar mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS.

Pasal 105 UU PT131 memungkinkan anggota Direksi diberhentikan sewaktu- waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan menyebutkan alasannya, namun tetap

130

Ibid.

131

Pasal 105 UU PT menentukan bahwa

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan sewaktu-waktu berdasarkan keputusan RUPS dengan

menyebutkan alasannya.

(2) Keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diambil

setelah yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS.

(3) Dalam hal keputusan untuk memberhentikan anggota Direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan dengan keputusan di luar RUPS sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, anggota Direksi yang bersangkutan diberi tahu terlebih dahulu tentang rencana pemberhentian dan diberikan kesempatan untuk membela diri sebelum diambil keputusan pemberhentian.

(4) Pemberian kesempatan untuk membela diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diperlukan

diberikan hak untuk membela diri. Demikian juga halnya dengan Pasal 106 UU PT132 memungkinkan anggota Direksi diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan alasannya, dengan tetap diberi kesempatan untuk membela diri. Namun bagi tata cara pengunduran diri Direksi dan tata cara pengisian jabatan anggota Direksi yang lowong, UU PT menyerahkan pengaturannya pada anggaran dasar masing-masing Perseroan.

3. Dewan Komisaris

Sebelum keluarnya undang-undang yang khusus mengatur mengenai PT, keberadaan organ komisaris pada PT tidak merupakan suatu keharusan atau tidak mutlak harus ada atau bersifat fakultatif. Ada tidaknya komisaris biasanya ditentukan

(5) Pemberhentian anggota Direksi berlaku sejak:

a. ditutupnya RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); b. tanggal keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3);

c. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1); atau d. tanggal lain yang ditetapkan dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

132

Pasal 106 UU PT menentukan bahwa:

(1) Anggota Direksi dapat diberhentikan untuk sementara oleh Dewan Komisaris dengan menyebutkan

alasannya.

(2) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis

kepada anggota Direksi yang bersangkutan.

(3) Anggota Direksi yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

berwenang melakukan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1) dan Pasal 98 ayat (1).

(4) Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah tanggal pemberhentian sementara

harus diselenggarakan RUPS.

(5) Dalam RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) anggota Direksi yang bersangkutan diberi

kesempatan untuk membela diri.

(6) RUPS mencabut atau menguatkan keputusan pemberhentian sementara tersebut.

(7) Dalam hal RUPS menguatkan keputusan pemberhentian sementara, anggota Direksi yang

bersangkutan diberhentikan untuk seterusnya.

(8) Dalam hal jangka waktu 30 (tiga puluh) hari telah lewat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat

(4) tidak diselenggarakan, atau RUPS tidak dapat mengambil keputusan, pemberhentian sementara

tersebut menjadi batal.

(9) Bagi Perseroan Terbuka penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (8)

dalam anggaran dasar PT yang bersangkutan.133 Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 44 ayat 1 KUHD134. Namun sejak dikeluarkannya UU PT lama pada tahun 1995 dan kemudian diganti dengan UU PT tahun 2007, keberadaan komisaris tidak bersifat fakultatif lagi, bahkan sudah merupakan suatu keharusan.

Pasal 1 angka 6 UU PT menentukan bahwa Dewan Komisaris adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi. Bahkan, Perseroan yang