DAFTAR LAMPIRAN
3) Estimasi Discount rate
5.6 Analisis Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap Di Pesisir Kota Ambon
5.6.3 Dimensi Sosial
Masyarakat Pesisir adalah sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas yang terkait dengan ketergantungannya pada sumberdaya pesisir (Satria 2004). Selain itu Indonesia memiliki keragaman kebudayaan yang berdampak pada keragaman lingkungan sosial. Keragaman lingkungan sosial ini dapat terbentuk karena adanya dinamika masyarakat yang berbeda, kondisi geografis dan ragam ekosistem (Purba, 2002). Keragaman lingkungan sosial di Indonesia dapat dilihat berdasarkan lokalitas/geografis, berdasarkan bentuk mata pencaharian serta berdasarkan administratif.
Terkait keberlanjutan perikanan tangkap, khususnya perikanan pelagis kecil, perlu diperhatikan dimensi sosial. Dimensi ini mampu mengatur tatanan kehidupan masyarakat pesisir, khususnya para nelayan yang hidupnya di daratan yang dekat dengan laut dan yang paling sering memanfaatkan sumberdaya di daerah pesisir maupun lautan. Terkait kondisi itu masyarakat nelayan dianggap sebagai masyarakat yang paling banyak memanfaatkan hasil laut, potensi lingkungan perairan dan pesisir untuk kelangsungan hidupnya.
Kajian dimensi sosial difokuskan pada hal-hal yang terkait dengan keberlanjutan perikanan tangkap ikan pelagis kecil yang menggunakan purse seine di Pesisir Kota Ambon. Hal ini perlu dilakukan untuk menggambarkan kehidupan nelayan sebagai manusia yang harus beradaptasi dengan lingkungan sosial dan sumberdaya perikanan sebagai sumber kehidupannya. Semua hal yang selama ini terabaikan yang berhubungan erat dengan dimensi sosial perlu mendapat perhatian, dalam hal ini beberapa atribut antara lain tingkat pendidikan nelayan (pendidikan formal); pengetahuan (tingkat pengetahuan nelayan mengenai isu-isu lingkungan seperti illegal fishing, pencemaran, kerusakan terumbu karang, dsb); status dan frekuensi konflik (ada atau tidaknya konflik pemanfaatan ruang atau perebutan daerah penangkapan ikan, baik antar nelayan maupun dengan sektor lain, misal: perhubungan laut); partisipasi keluarga dalam pemanfaatan hasil sumberdaya perikanan (memproses dan menjual), frekuensi pertemuan antar warga berkaitan pengelolaan sumberdaya perikanan, frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan, pertumbuhan pekerja atau RTP
107 pengeksploitasi sumberdaya ikan (5-10 tahun terakhir), serta pengaruh nelayan (keterkaitan nelayan dalam proses penyusunan regulasi pengelolaan perikanan). Atribut tingkat pendidikan nelayan (pendidikan formal)
Pendidikan merupakan kunci berkualitasnya sumberdaya manusia. Rendahnya tingkat pendidikan yang dienyam oleh masyarakat nelayan berdampak kepada perilaku, cara berpikir dan produktivitas. Ini merupakan masalah yang cukup krusial sehingga perlu diperhatikan dengan baik. Namun hal ini jarang sekali terjadi pada nelayan purse seine di Pesisir Kota Ambon. Nelayan purse seine di Pesisir Kota Ambon pada umumnya memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik mulai dari lulusan SMU sampai pada Perguruan tinggi. Skor penilaian yang diberikan terhadap atribut ini adalah 1, berarti tingkat pendidikan nelayan jaring purse seine di Kota Ambon cukup atau dapat mengimbangi penduduk yang lain.
Atribut pengetahuan (tingkat pengetahuan nelayan mengenai isu-isu lingkungan seperti illegal fishing, pencemaran, kerusakan terumbu karang, dsb)
Secara ekologis manusia adalah bagian dari lingkungan hidup. Lingkungan hidup inilah yang menyediakan berbagai sumberdaya untuk dieksploitasi dan dimanfaatkan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, maka segala sesuatu yang terjadi di lingkungan ini merupakan tanggung jawab umat manusia. Salah satunya adalah kondisi lingkungan laut yang perlu diketahui dan diperhatikan oleh masyarakat pesisir yang didalamnya termasuk para nelayan, apalagi hal hal yang sangat berkaitan dengan mata pencahariannya. Hingga saat ini masyarakat nelayan cukup peka terhadap berbagai isu dan masalah yang terjadi di perairan tempat dimana mereka mencari nafkah. Skor yang diberikan adalah 1, berarti nelayan memilki pengetahuan yang cukup tentang berbagai isu dan masalah lingkungan Pesisir di Kota Ambon.
108
Atribut status dan frekuensi konflik (ada atau tidaknya konflik pemanfaatan ruang/perebutan Daerah Penangkapan Ikan (DPI) baik antar nelayan maupun dengan sektor lain)
Akar permasalahan status dan frekuensi konflik pemanfaatan ruang atau berbagai pertikaian perebutan wilayah tangkap tersebut lebih didominasi oleh semakin menurunnya sumberdaya ikan di wilayah perairan dan belum terkendalinya jumlah kapal dan nelayan kecil di perairan. Penilaian terhadap atribut ini adalah 0 yang berarti tidak ada konflik pemanfaatan ruang dan perebutan daerah penangkapan ikan. Hal ini dapat terjadi karena di Kota Ambon ada aturan-aturan pemanfaatan sumberdaya yang merupakan budaya masyarakat yang masih dijunjung tinggi nilainya.
Atribut partisipasi keluarga dalam pemanfaatan hasil sumberdaya perikanan (memproses/ menjual)
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mengisyaratkan untuk perlunya pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap perempuan nelayan karena mereka telah berkontribusi lebih dari 48% untuk menopang kebutuhan ekonomi keluarga. Peran penting perempuan nelayan dalam proses pengolahan dan pemasaran, perempuan nelayan berperan sebagai penyedia dan pelestari pangan, serta pengusaha dalam kegiatan pengolahan ikan. Hal ini pun terjadi di Kota Ambon, hanya kegiatan penangkapan ikan saja yang tidak dilakukan oleh perempuan, namun untuk pemasaran dan pengolahan dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak lain mereka adalah jibu-jibu yang di dalamnya ada istri nelayan, ibu nelayan, anak nelayan ataupun wanita papalele ikan yang tidak bertalian darah dengan para nelayan penangkap ikan pelagis kecil dengan menggunakan jaring purse seine. Skor yang diberikan untuk atribut ini adalah 1, berarti ada keluarga nelayan purse seine yang berpartisipasi dalam kegiatan memasarkan dan mengolah ikan pelagis kecil hasil tangkapan di Pesisir Kota Ambon.
Atribut frekuensi pertemuan antar warga berkaitan pengelolaan sumberdaya perikanan
Pengertian manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang
109 diinginkan dengan dirinya sendiri, karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaannya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial. Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan. Hal ini berlaku untuk seluruh lapisan masyarakat baik berdasarkan letak geografis, mata pencaharian bahkan pendidikan dan jenis kelaminnya. Salah satunya adalah nelayan purse seine di Pesisir Kota Ambon. Skor yang diberikan untuk atribut ini adalah 2, berarti lebih dari sekali dalam setahun ada pertemuan antar warga, baik formal maupun non formal untuk membicarakan tentang pengelolaan sumberdaya perikanan di Pesisir Kota Ambon.
Atribut frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk nelayan
Rendahnya tingkat pendidikan yang berdampak pada kualitas SDM yang kompeten dapat diatasi dengan kegiatan pembinaan dan penyuluhan serta pelatihan yang tepat sasaran, sehingga apa yang disuluhkan bermanfaat dan bisa diaplikasikan yang hasilnya berdampak langsung bagi kesejahteraan nelayan. Skor yang diberikan untuk atribut ini adalah 2 yang berarti pelatihan dan penyuluhan utuk nelayan selalu dilakukan dengan frekuensi 1 sampai 5 kali dalam setahun.
Atribut pertumbuhan pekerja atau Rumah Tangga Perikanan pengeksploitasi sumberdaya ikan (5-10 tahun terkahir)
Menurut Charles (2001), pengertian dari rumah tangga perikanan yaitu terdapat paling tidak satu anggota yang dilibatkan dalam kegiatan perikanan. Pertumbuhan RTP di Kota Ambon dapat dilihat pada Tabel 40.
110
Tabel 40. Pertumbuhan RTP di Kota Ambon tahun 1999-2006
Tahun RTP 1999 4.012 2000 4.117 2001 4.236 2002 3.289 2003 3.311 2004 3.359 2005 3.369 2006 3.378
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Ambon, 2011
Dalam konteks ini, rumah tangga perikanan yaitu semua masyarakat yang berada di sekitar pesisir dan hidupnya tergantung dengan sumberdaya perikanan dan laut. Di dalam kehidupan baik sosial, ekonomi dan budaya, rumah tangga perikanan sendiri memiliki sifat dan karakteristik yang unik. Berdasarkan data statistik kota Ambon pada Tabel 40, pertumbuhan RTP di Kota Ambon menurun pada tahun 1999-2001 dan meningkat lagi pada tahun 2002-2006. Penilaian yang diberikan untuk atribut ini adalah 0 yang berarti pertumbuhan RTP dari tahun ke tahun sebesar 10%
Atribut pengaruh nelayan (keterkaitan nelayan dalam proses penyusunan regulasi pengelolaan perikanan).
Perikanan di Indonesia melibatkan berbagai lapisan masyarakat, mulai dari para pengambil kebijakan sampai kepada nelayan. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam penyusunan dan penetapan regulasi pengelolaan perikanan perlu melibatkan seluruh lapisan masyarakat terutama nelayan. di Kota Ambon khususnya nelayan yang melaksanakan usaha perikanan tangkap dengan menggunakan purse seine mengaku bahwa seringkali pendapat mereka ditanyakan namun dalam penyusunan dan penetapan regulasi pengelolaan perikanan program pemerintah belum memihak kepada nelayan, kebijakan pemerintah yang tidak memihak masyarakat miskin, banyak kebijakan terkait penanggulangan kemiskinan bersifat top down dan selalu menjadikan masyarakat sebagai objek, bukan subjek. Kebijakan yang pro nelayan mutlak diperlukan, yakni sebuah kebijakan sosial yang akan mensejahterakan masyarakat dan kehidupan nelayan. Penilaian yang diberikan terhadap atribut
111 ini adalah 1 yang berarti dalam penyusunan dan penetapan regulasi pengelolaan perikanan ada keterlibatan nelayan purse seine.
Hasil penilaian terhadap 8 atribut dimensi sosial disajikan dalam Tabel 41. Nilai skor pada dimensi sosial ini dianalisis menggunakan MDS dan Teknik Rapfish (Lampiran 17).
Tabel 41. Hasil penilaian atribut dalam dimensi sosial.
No Atribut Pilihan Skor Baik (Good) Buruk (Bad) Nilai Skor Keterangan
1 Tingkat pendidikan nelayan (pendidikan
formal) 0;1;2 2 0 1 Nilai Modus
2
Pengetahuan (tingkat pengetahuan nelayan mengenai isu-isu lingkungan, seperti Ilegal fishing, pencemaran, kerusakan terumbu karang, dsb )
0;1;2 2 0 1 Nilai Modus
3
Status dan frekuensi konflik (ada atau tidaknya konflik pemanfaatan ruang/ perebutan DPI baik antar nelayan maupun dengan sektor lain, misal :perhubungan laut)
0;1 0 1 0 Nilai Modus
4
Partisipasi keluarga dalam pemanfaatan hasil sumberdaya perikanan (memproses/ menjual)
0;1 1 0 1 Nilai Modus
5 Frekuensi pertemuan antarwarga berkaitan
pengelolaan sumberdaya perikanan 0;1;2 2 0 2 Nilai Modus 6 Frekuensi penyuluhan dan pelatihan untuk
nelayan 0;1;2;3 3 0 2 Nilai Modus 7 Pertumbuhan pekerja/RTP pengeksploitasi
SDI (5-10 tahun terkahir) 0;1;2 2 0 0
Data Statistik
8
Pengaruh nelayan (keterkaitan nelayan dalam proses penyusunan regulasi pengelolaan perikanan)
0;1 1 0 1 Nilai Modus
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai stress yang diperoleh untuk dimensi sosial ini adalah 13,57%. Menurut prosedur multidimensional scaling (MDS) diacu dalam Fauzi dan Anna (2004), jika nilai stress yang dilambangkan dengan S semakin rendah artinya menunjukkan good fit, sementara nilai S yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Nilai stress (S) sudah memenuhi kondisi fit (goodness of fit), karena S < 25%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai indeks keberlanjutan perikanan tangkap secara sosial sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 25.
112
Gambar 25 Hasil analisis MDS dengan menggunakan teknik Rapfish untuk dimensi sosial sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon
Nilai statistik yang diperoleh dari MDS dalam Rapfish pada dimensi sosial dapat dilihat pada Tabel 42 sebagai berikut.
Tabel 42. Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish pada dimensi sosial
No Atribut Statistik Nilai Statistik Persentase (%)
1 Stress 0,1357 13,57
2 R2 0,9477 94,77
3 Jumlah Iterasi 2
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Tabel 42 menunjukkan Nilai koefisien determinasi (selang kepercayaan) atau R2 sebesar 94,77%. Hasil simulasi Monte Carlo untuk dimensi sosial menunjukkan bahwa kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis kecil di Kota Ambon dengan alat tangkap Purse seine tidak banyak mengalami gangguan (perturbation). Hal ini ditunjukkan oleh plot yang memusat atau kurang menyebar dan dapat dilihat dalam Gambar 26.
Gambar 26. Kestabilan nilai ordinasi hasil Rapfish dengan Monte Carlo pada dimensi sosial sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon
113 Analisis sensitivitas pada dimensi sosial dengan metode analisis leverage pada Rapfish dapat dilihat pada Gambar 27 sebagai berikut.
Gambar 27. Analisis distribusi sensitivitas atribut pada dimensi sosial sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon Analisis sensitivitas pada dimensi sosial dengan metode analisis leverage pada Rapfish memperlihatkan bahwa Atribut Partisipasi keluarga dalam pemanfaatan hasil sumberdaya perikanan (memproses/menjual) dan frekuensi pertemuan antar warga berkaitan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan atribut yang sangat berpengaruh terhadap keberlanjutan perikanan purse seine di Pesisir Kota Ambon. Perubahan sedikit saja pada atribut ini akan berdampak besar terhadap status keberlanjutan pada dimensi sosial. Hal ini dapat dilihat dari nilai root mean square change (Gambar 27), angka dari kedua atribut tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan atribut-atribut lainnya.