• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

5. Dimensi Ekonom

2.6 Kebijakan Perikanan

Kebijakan atau policy (Kusumastanto et al 2009) adalah keputusan- keputusan yang dibuat oleh policy makers (power = memiliki kekuasaan), demi kepentingan publik guna meningkatkan kesejahteraan (social-well being). Menurut Parson (2001), kebijakan adalah seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan.

Menurut Simatupang (2001), kebijakan pada dasarnya dibagi menjadi dua, yaitu kebijakan privat dan kebijakan publik. Kebijakan privat adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga swasta dan tidak bersifat memaksa kepada orang atau lembaga lain. Kebijakan publik adalah tindakan kolektif yang diwujudkan melalui kewenangan pemerintah yang legitimate untuk mendorong, menghambat, melarang atau mengatur tindakan privat. Hogwood dan Gunn (1986) diacu dalam Suyasa (2007) menambahkan bahwa, ciri-ciri kebijakan publik yaitu:

35 1) Dibuat atau diproses oleh lembaga pemerintah atau berdasarkan prosedur

yang ditetapkan pemerintah.

2) Bersifat memaksa, berpengaruh terhadap tindakan privat (masyarakat luas atau publik)

Dari uraian di atas, maka kebijakan perikanan adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh policy makers dalam pembangunan kelautan atau ocean development secara bijaksana untuk kepentingan publik dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau social-well being.

Kebijakan pembangunan perikanan dapat dikelompokkan ke dalam kebijakan publik, yaitu suatu keputusan dan tindakan pemerintah untuk mengarahkan, mendorong, mengendalikan dan mengatur pembangunan perikanan, guna mewujudkan pembangunan nasional.

Pola pikir Penyusunan Kebijakan Kelautan Indonesia (KKI), dibuat berlandaskan pada UUD 1945 sebagai konstitusi negara dan UNCLOS 1982 sebagai acuan hukum internasional tentang laut (International Constitution for the Oceans) yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia melalui UU No.17 tahun 1985. Selain itu UU tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) adalah dasar hukum yang juga penting dalam

Kondisi Yang diinginkan Kebijakan / Strategi Analisis kebijakan Konsep Kebijakan Kondisi

Saat ini Kebijakan Kelautan Indonesia

Landasan Kebijakan UUD 1945 UNCLOS 1982

Lingkungan Strategis

Global Regional Nasional

Gambar 8. Proses Penyusunan Kebijakan Kelautan Indonesia (Kusumastanto et al. 2009)

36

pembangunan kelautan Indonesia dengan telah menetapkan visi pembangunan Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan Nasional. Penyusunan kebijakan mempertimbangkan kondisi saat ini dalam rangka mewujudkan kondisi perikanan dan kelautan yang diinginkan, maka kebijakan di setiap kawasan di seluruh Indonesia, mengacu dari konsep Kebijakan Kelautan Indonesia, yang dapat digambarkan pada Gambar 8.

Siry (2010) dalam Simposium Nasional Pembangunan Sektor Kelautan dan Perikanan Kawasan Timur Indonesia mengemukakan Kawasan Timur Indonesia merupakan representasi terbaik dari kawasan yang memiliki potensi besar sektor kelautan dan perikanan untuk menopang perekonomian dan pembangunan. Kawasan ini mencakup beberapa provinsi kepulauan seperti Maluku dan Maluku Utara dengan geografi wilayah terdiri dari ribuan pulau kecil yang dihubungkan dengan badan-badan air yang luasnya jauh melebihi wilayah daratan serta memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Kelimpahan sumberdaya alam perairan, yang terkait dengan karakteristik dan letak geografis Kawasan Timur Indonesia diperkirakan tidak hanya mampu mendorong perkembangan ekonomi lokal, melainkan juga memiliki peluang untuk menopang kekuatan perekonomian nasional. Kenyataan menunjukkan bahwa sampai saat ini Kawasan Timur Indonesia relatif tertinggal dalam capaian pembangunannya dibanding Kawasan Barat Indonesia walaupun memiliki potensi yang besar. Pendapatan per kapita kawasan timur jauh lebih kecil dibanding kawasan barat. Dalam konteks kelautan dan perikanan, data menunjukkan bahwa potensi sumberdaya yang ada belum dimanfaatkan serta dikelola secara optimal. Untuk itu diperlukan upaya akselarasi pemanfaatan potensi kelautan dan perikanan.

Perumusan kebijakan kelautan menurut Kusumastanto (2002) meliputi tiga tingkatan, yaitu tingkatan politik, organisasi dan implementasi. Tingkatan politis (kebijakan) terdiri atas lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Tingkatan organisasi (institusi, aturan main) terdiri atas lembaga departemen dan non departemen yang memiliki tugas dan fungsi, keterkaitan koordinatif dan saling mendukung. Tingkatan implementasi (evaluasi, umpan balik) terdiri atas unsur nelayan, petani, pengusaha dan sebagainya yang berperan dalam implementasi kebijakan pemerintah dalam bidang perikanan dan kelautan.

37 2.7 Analisis Kebijakan

Dunn (2000) mengemukakan bahwa analisis kebijakan adalah suatu disiplin ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan, sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam rangka memecahkan masalah-masalah kebijakan. Amara Raksasatya diacu dalam Islamy (2002) mengemukakan bahwa kebijaksanaan adalah suatu taktik atau strategi tertentu dalam mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijaksanaan memuat 3 (tiga) elemen, yaitu 1) Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai; 2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan; dan 3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.

Pendapat tersebut dipertegas oleh Patton dan Savicky diacu dalam Nugroho (2004), bahwa:“Analisa kebijakan adalah tindakan yang diperlukan untuk dibuatnya sebuah kebijakan, baik kebijakan yang baru sama sekali, atau kebijakan yang baru sebagai konsekuensi dari kebijakan yang sudah ada.”

Prosedur umum yang harus dilalui dalam analisis kebijakan dikemukakan oleh Dunn diacu dalam Darwin (2003), yaitu :

1) Peliputan (deskripsi), untuk menghasilkan informasi mengenai sebab dan akibat kebijakan di masa lalu;

2) Peramalan (prediksi), untuk menghasilkan informasi mengenai akibat kebijakan di masa mendatang;

3) Evaluasi (evaluasi), adalah pembuatan informasi mengenai nilai atau harga dari kebijakan di masa lalu dan di masa mendatang;

4) Rekomendasi (preskripsi), untuk menghasilkan informasi mengenai kemungkinan bahwa arah tindakan di masa mendatang akan menimbulkan akibat-akibat yang bernilai.

Menurut Partowidagdo (1999), analisis kebijakan mempunyai tujuan yang bersifat penandaan (designatif) berdasarkan fakta, bersifat penilaian dan anjuran. Prosedur analisis berdasarkan waktu dan letak hubungannya dengan tindakan dibagi dua, yaitu ex ante dan ex post. Prediksi dan rekomendasi digunakan

38

Retrospektif (Ex post) : Apa yang akan terjadi dan perbedaan apa yang dibuat

Prospektif (Ex Ante) :

Apa yang akan terjadi dan perbedaan apa yang harus dilakukan

sebelum tindakan diambil atau untuk masa datang (ex ante), sedangkan deskripsi dan evaluasi digunakan setelah tindakan terjadi atau dari masa lalu (ex post). Analisis ex post berhubungan dengan analisis kebijakan retrospektif, biasa dilakukan oleh ahli-ahli ilmu sosial dan politik. Analisis ex ante berhubungan dengan analisis kebijakan prospektif, biasa dilakukan oleh ahli ekonomi, sistem analisis dan operation research. Analisis kebijakan biasanya terdiri atas perumusan masalah, peliputan, peramalan, evaluasi, rekomendasi dan kesimpulan. Bentuk-bentuk analisis dari Dunn dapat dilihat pada Gambar 9.

Ada tiga pendekatan dalam analisis kebijakan yaitu pendekatan empiris, pendekatan evaluatif dan pendekatan normatif. Pendekatan empiris adalah pendekatan yang menjelaskan sebab akibat dari kebijakan publik. Pendekatan evaluatif adalah pendekatan yang terutama berkenaan dengan penentuan harga atau nilai dari beberapa kebijakan. Pendekatan normatif adalah pendekatan yang berkenaan dengan pengusulan arah tindakan yang dapat memecahkan masalah kebijakan.

Gambar 9. Bentuk analisis kebijakan (Dunn 2003)

Merumuskan sebuah kebijakan kadang memiliki permasalahan yang sering dihadapi adalah sulitnya memperoleh informasi yang cukup serta bukti-bukti yang

39 sulit disimpulkan. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan akan lebih mudah bila menggunakan suatu model tertentu. Model kebijakan (policy model) adalah sajian yang disederhanakan mengenai aspek-aspek terpilih dari situasi problematis yang disusun untuk tujuan-tujuan khusus. Model-model kebijakan tersebut adalah model deskriptif, model verbal, model normatif, model simbolik, model prosedural, model pengganti dan model prespektif.

Perumusan kebijakan tidak dapat menerapkan model yang sama untuk semua persoalan walaupun berada pada satu sektor yang sama. Menurut Jay forrester diacu dalam Dunn (Sapanli 2009), persoalannya adalah pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada. Berbagai model pemilihan yang digunakan akhirnya akan menghasilkan sebuah keputusan.

Berbagai keputusan dalam kehidupan sehari hari, sering menggunakan intuisi, padahal dengan menggunakan intuisi banyak memiliki kekurangan. Alternatif keputusan adalah pilihan keputusan yang jumlahnya lebih dari satu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Marimin dan Maghfiroh, 2011). Penilaian terhadap berbagai keputusan, tentulah membutuhkan kriteria guna mengambil keputusan yang benar

Kriteria keputusan adalah pertimbangan dalam penerapan alternatif keputusan (Marimin dan Maghfiroh 2011). Pentingnya kriteria adalah untuk mempermudah pengklasifikasian sesuatu masalah sehingga keputusan yang diambil lebih baik, tepat dan cepat berdasarkan perbandingan satu atau lebih alternatif keputusan yang dihasilkan.

Berbagai alternatif yang dilakukan dilatarbelakangi oleh informasi yang sudah disajikan dan diolah. Informasi tersebut terbentuk dari berbagai data maupun pendapat dari pakar atau sumber yang dapat dipercaya berdasarkan masalah yang dihadapi. Sesudah itu, keputusan yang telah diambil terhadap berbagai alternatif yang ada akan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan perumusan kebijakan

Perumusan kebijakan dapat menggunakan metode deskriptif melalui analisis pengambilan keputusan MPE (Metode Perbandingan Eksponensial). MPE kelihatan sederhana karena didalam pengambilan keputusannya berdasarkan

40

karakteristik setiap kasus. MPE biasanya digunakan apabila penilaian menggunakan nilai yang seragam, baik rentang dan arah penilaiannya serta menggunakan nilai ordinal.

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Penentuan tingkat kriteria dilakukan dengan cara wawancara dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penetuan skor alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif berdasarkan kriterianya.

41

3

KERANGKA PEMIKIRAN

Pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan terhadap ikan. Ekploitasi yang berlebihan terhadap suatu sumberdaya perikanan sangat mengancam keberlanjutan dari sumberdaya ikan tersebut. Sangat tidak mudah untuk memadukan keberlanjutan sumberdaya perikanan dengan kebutuhan yang terus menerus meningkat. Terkadang karena kebutuhan maka kurang adanya penghargaan terhadap sumberdaya perikanan guna keberlanjutannya.

Dampak dari masalah ini adalah persaingan antar nelayan dan overfishing pada sumberdaya perikanan. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya hal ini, maka perlu adanya kebijakan yang mengarah pada pengelolaan sumberdaya perikanan secara bertanggungjawab, sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang optimal dengan tetap menjaga kelestarian sumberdaya perikanan. Dengan demikian kajian bioekonomi tentang sumberdaya perikanan sangat diperlukan, yaitu suatu kajian yang memadukan antara dinamika atau parameter biologi perikanan dan faktor ekonomi perikanan tangkap. Kajian bioekonomi, berguna untuk memberikan informasi tentang keberadaan dan ketersediaan sumberdaya perikanan agar tingkat eksploitasinya dapat dikontrol dan sekaligus mendorong melakukan upaya pengelolaan dengan keuntungan yang optimal secara berkelanjutan.

Kajian bioekonomi pada penelitian ini diawali dengan melakukan observasi lapang terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon. Berdasarkan parameter biologi dan ekonomi akan ditentukan tingkat degradasi dan depresiasi serta pengelolaan optimalnya. Langkah terakhir adalah melakukan analisis kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan ikan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon.

Obyek yang diteliti adalah jenis ikan pelagis kecil (ikan layang, selar, tongkol dan kembung) di Kota Ambon. Pemanfaatan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon dilakukan menggunakan pukat cincin (purse seine) dan jaring insang hanyut (drift gillnet) dan hasilnya didaratkan di Kota

42

Ambon. Data yang digunakan merupakan data time series tahun 1999-2008, yaitu produksi ikan pelagis kecil, effort per tahun. Metode penelitian menggunakan studi kasus. analisis yang dilakukan adalah analisis bioekonomi, analisis status keberlanjutan, analisis kelembagaan serta analisis kebijakan. Kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 10.

Gambar 10. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan : Lingkup pembahasan analisis bioekonomi

Analisis bioekonomi dilakukan untuk menganalisis potensi sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon dengan cara mengetahui parameter biologi dan parameter ekonomi. Parameter biologi antara lain laju pertumbuhan

Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Pelagis Kecil

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis Kecil

Potensi lestari

Parameter biologi Parameter ekonomi Harga rata rata (p) Laju pertumbuhan (r) Koefisien tangkap (q) Biaya operasi penangkapan (c)

Discount rate (i) Daya dukung (k) Analisis Kebijakan Analisis Keberlanjutan Analisis Kelembagaan

Pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil berkelanjutan

Analisis Bioekonomi

43 intrinsik (r), koefisien tangkap (q) dan daya dukung lingkungan (k). Parameter ekonomi antara lain harga rata-rata (p), Biaya operasi penangkapan (c) dan discount rate(i).

Analisis status keberlanjutan dilakukan untuk menganalisis status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon berdasarkan lima dimensi dengan menggunakan alat analisis Rapfish (Rapid Appraisal for Fisheries). Kelima dimensi tersebut adalah dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi serta hukum dan kelembagaan.

Analisis kelembagaan dilakukan untuk mengetahui desain kelembagaan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon. Kelembagaan yang dimaksud adalah kelembagaan formal dan informal pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon.

Analisis kebijakan dilakukan untuk mengetahui arah kebijakan pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis kecil di Pesisir Kota Ambon. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik MPE (Metode Perbandingan Eksponensial).

45

4

METODOLOGI