BAB II: LANDASAN TEORI
D. Dinamika Hubungan Pengawasan Orang Tua Bekerja dan Perilaku
Erikson mendefinisikan remaja sebagai salah satu langkah penting remaja
menuju sosok dewasa dan menemukan definisi mengenai dirinya sendiri
(Berk, 2012). Remaja mengalami krisis identitas dimana remaja mencoba
banyak alternatif sebelum menetapkan nilai dan tujuan hidupnya. Erikson
menyebutkan konflik psikologis di masa remaja ini sebagai konflik identitas
versus kegamangan peran. Konflik antara identitas dan kegamangan peran ini
terjadi bila masyarakat membatasi remaja pada pilihan yang tidak sejalan
dengan kemampuan dan kemauan remaja. Keinginan yang tidak sesuai antara
keinginan masyarakat dan remaja ini membuat remaja bingung akan identitas
diri dan perannya dalam masyarakat. Perubahan yang terjadi pada masa
remaja ini tidak hanya berkaitan akan perubahan konsep dirinya melainkan
juga pada harga diri remaja.
Keluarga sebagai lingkungan pertama tempat remaja hidup memiliki tugas
untuk membimbing anak remaja dalam mencapai nilai-nilai yang akan dianut
oleh remaja di kemudian hari. Secara jelas Reiss (dalam Lestari, 2012)
mengatakan bahwa keluarga merupakan kelompok kecil yang termasuk dalam
pertalian keluarga dan memiliki fungsi sosialisasi pemeliharaan terhadap
generasi berikutnya. Akan tetapi, seiring perjalanan waktu keluarga yang
tinggal di kota besar mulai meninggalkan tugasnya untuk membimbing
remajanya. Hal ini dikarenakan biaya hidup yang tinggi membuat kedua orang
Pemasukan dari kedua orang tua ini dapat meningkatkan status ekonomi
keluarga, dimana ibu bekerja membantu memberikan kekuatan ekonomi yang
lebih bagi keluarga. Dampak-dampak positif lainnya yaitu penyetaraan relasi
antara ayah dan ibu; tingkat kesehatan yang baik bagi ayah dan ibu;
peningkatan harga diri bagi ayah dan ibu; serta relasi yang lebih rapat antara
ayah dan anak-anaknya. Selain dampak positif, ada juga dampak yang buruk
bagi keluarga jika kedua orang tua bekerja. Dampak buruk ini antara lain
kemungkinan munculnya rivalitas antara ayah dan ibu; munculnya konflik
antara pekerjaan dan keluarga; konflik antara orang tua dan anak yang
meningkat dikarenakan tekanan fisik dan psikologis yang didapatkan orang
tua bekerja; serta jadwal bekerja yang padat dan stres kerja sebagai efek dari
kedua orang tua bekerja. Situasi kerja yang buruk, stres kerja serta jam kerja
yang panjang dan melelahkan dapat membuat orang tua menjadi cepat marah
ketika berada di rumah (Santrock, 2014). Situasi tegang yang terjadi di rumah
akibat kelelahan dan stres kerja orang tua ini dapat membuat pengasuhan atau
pengawasan orang tua terhadap anak menjadi kurang efektif. Pengasuhan ini
sendiri merupakan bagian dari tanggung jawab orang tua. Bentuk-bentuk
perilaku pengasuhan orang tua anak adalah kontrol dan pemantauan;
dukungan dan keterlibatan; komunikasi; kedekatan; dan pendisiplinan.
Stattin dan Kerr (dalam Bacchini, 2011) menyetujui bahwa pengawasan
atau kontrol yang efektif berkaitan dengan kualitas komunikasi orang tua anak
dan melibatkan lebih dari sekedar pengawasan yang bersifat memaksa
hubungan orang tua dan anak serta pengetahuan orang tua akan kegiatan
anaknya. Pengawasan orang tua ini tidak hanya berkaitan dengan kualitas
komunikasi orang tua anak melainkan juga dukungan dari keluarga yang
menciptakan keseimbangan dalam hubungan keluarga (Bacchini, 2011).
Kualitas komunikasi yang baik akan memunculkan kehangatan dan dukungan
keluarga. Kehangatan dan dukungan keluarga ini dibutuhkan untuk menjalin
keterbukaan dan rasa nyaman untuk bercerita antara orang tua dan anak
sehingga dapat meningkatkan pengetahuan orang tua akan kegiatan
remajanya. Kerr mengatakan bahwa hubungan antara keterbukaan dan
pengetahuan menjadi lebih kuat di dalam keluarga yang memiliki hubungan
yang hangat dibanding dalam hubungan yang tegang (Lippold, 2013).
Kehangatan dan dukungan keluarga juga membuat orang tua lebih
mendengarkan remaja ketika remaja menceritakan atau memberikan informasi
mengenai kegiatannya. Orang tua yang mau mendengarkan remajanya
bercerita akan meningkatkan pengetahuan orang tua mengenai kegiatan
remajanya dalam suasan lingkungan yang positif dalam keluarga.
Crouter dan Head (dalam Lippold, 2013) mengatakan bahwa orang tua
yang memiliki pengetahuan mengenai kegiatan yang dilakukan remajanya
lebih memiliki struktur untuk mencegah remaja dari pengaruh perilaku
menyimpang sebaya. Kehangatan dan dukungan yang didapatkan dari
keluarga dapat membantu remaja untuk mengatasi pengalaman emosi negatif
yang mereka dapatkan dan juga memberikan persepsi kepada remaja bahwa
membuat remaja akan berpikir kembali sebelum melakukan perilaku yang
tidak diinginkan (Lippold, 2013). Berk (2012) juga menyebutkan bahwa
kontrol diri yang kuat serta kualitas hubungan orang tua dan anak yang baik
dapat menjadi salah satu faktor yang menekan angka remaja yang aktif secara
seksual.
Keluarga yang memiliki hubungan yang tegang, tidak adanya dukungan,
tidak adanya rasa nyaman bercerita dan tidak adanya keterbukaan membuat
kualitas hubungan orang tua dan anak buruk serta pengetahuan orang tua yang
rendah akan kegiatan anaknya. Reiss (dalam Berk, 2012) mengatakan remaja
yang kurang mendapatkan dukungan dari orang tua serta kurangnya
komunikasi yang hangat dan terbuka cenderung menjadikan remaja menjadi
sosok yang tertutup. Hal ini juga dapat membuat remaja merasa pengalaman
yang didapatkannya tidak dimengerti oleh orang lain dan merasa tidak
diperhatikan. Hal ini dapat menjadikan remaja memiliki sikap antisosial,
agresif dan perilaku-perilaku tidak diinginkan lainnya agar mendapat
perhatian dari orang tua.
Perasaan tidak dimengerti oleh orang lain ini juga membuat remaja merasa
dirinya unik dan berbeda dari orang lain. Perasaan bahwa dirinya unik dan
istimewa ini disebut Piaget sebagai distorsi kognitif fabel pribadi. Fabel
pribadi atau merasa dirinya unik ini jika bertemu dengan kepribadian yang
senang mencari sensasi, akan membuat remaja semakin merasa dirinya
istimewa dan kebal terhadap perilaku berisiko remaja. Remaja yang merasa
berani melakukan perilaku seksual berisiko, lebih sering mengkonsusmsi
obat-obatan dan alkohol, serta melakukan tindakan yang lebih nakal dari
Pengawasan
Orang Tua
Pengawasan
Orang Tua
Tinggi
Hubungan Orang Tua - Anak BaikPengetahuan Orang Tua Tinggi
hangat dan mendukung Kenyamanan bercerita Keterbukaan berpikir kembali sebelum melakukan perilaku yang tidak diinginkan. Perilaku tersebut seperti sikap anti sosial, agresif, konsumsi obat terlarang dan alkohol serta perilaku seksual berisiko.
Perilaku
Seksual
Rendah
Pengawasan
Orang Tua
Rendah
Kualitas Hubungan Orang Tua - Anak BurukPengetahuan Orang Tua Rendah Hubungan tegang dan tidak mendukung Tidak nyaman bercerita Kurang terbuka Remajamenutup diri,merasa tidak ada yang
memperhatikandan
tidak ada yang mengerti. Hal ini membuat remaja cenderung melakukan perilaku yang tidak diinginkan agar diperhatikan. Perilaku tersebut seperti sikap anti sosial, agresif, konsumsi obat terlarang dan alkohol serta perilaku seksual berisiko.