• Tidak ada hasil yang ditemukan

TAHANAN NEGARA (RUTAN) KELAS IIB TANJUNG PURA

3. Dinilai dari Faktor Sarana dan Fasilitas Pendukung

Jika dinilai dari faktor sarana dan fasilitas pendukung, maka pembinaan di Rumah Tahanan Negara Kelas II B Tanjung Pura ini dapat dikatakan sangat jauh dari kata sempurna atau dapat dikatakan tidak efektif. Dinilai dan dilihat dari yang pertama adalah jumlah penampungan narapidana dan tahanan sekarang dibanding dengan kapasitas seharusnya yang dapat ditampung oleh RUTAN ini dapat dikatakan sangat kelebihan kapasitas (Overcapacity). Mengingat jumlah penghuni RUTAN ini sebanyak 702 orang sedangkan kapasitas seharusnya hanya dapat dihuni oleh 167 orang. Dilihat lagi dari kurangnya fasilitas dan sarana untuk

dapat melakukan pembinaan, baik pembinaan kemandirian, pembinaan keterampilan, dan lainnya. Tidak adanya bengkel kerja sebagai pembinaan keterampilan, dan tidak adanya pembinaan pendidikan formal serta diingat luas RUTAN yang tidak cukup luas untuk dilangsungkannya pembinaan-pembinaan sesuai dengan aturan perundang-undangan.

Dilihat lagi dari faktor eksternal berupa dana pembinaan yang diberikan kepada RUTAN merupakan faktor yang sangat besar mempengaruhi keberlangsungannya pembinaan terhadap narapidana.

Pengalokasian dana pembinaan tidak diberikan pemerintah kepada RUTAN, karena mengingat kembali fungsi dasar RUTAN. Tidak adanya anggaran khusus bagi pembinaan di RUTAN membuat sangat tidak berjalannya pembinaan sesuai prosedur hukum di dalam RUTAN Kelas IIB Tanjung Pura ini. Dilihat lagi dari faktor kurangnya tenaga pembina yang di jadwalkan untuk mengadakan pembinaan di RUTAN serta sarana dan prasarana yang sangat minim yang menghambat pembinaan dapat berjalan dengan baik.

Jadi, dilihat dari hasil penelitian pembinaan Narapidana yang dilakukan di Rumah Tahanan Negara Kelas IIB Tanjung Pura dapat disimpulkan bahwa pembinaan terhadap Narapidana yang ditempatkan di dalam RUTAN tersebut berjalan kurang efektif jika dilihat dari aturan yang sudah ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan yang antara lain diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Hal kurang efektifnya pembinaan ini dapat dilihat dari upaya pembinaan yang dilakukan di dalam RUTAN ini tidak memiliki tahapan-tahapan pembinaan seperti yang diatur di dalam UU Pemasyarakatan dan PP Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Upaya pembinaan yang dilakukan sangat minim dan hanya dilakukan secara umum saja. Tidak ada pembinaan khusus yang bersangkutan dengan keterampilan dan kemandirian. Hal ini juga dikarenakan banyaknya hambatan-hambatan yang didapatkan oleh RUTAN. Hambatan yang ada lebih banyak dibanding upaya yang dilakukan. Hal ini juga terjadi mengingat fungsi dasar RUTAN yang dijelaskan di dalam peraturan perundang-undangan, bahwa RUTAN merupakan tempat hunian sementara bagi tersangka atau terdakwa selama proses penyidikan, penyelidikan, dan selama proses persidangan di pengadilan. Sehingga, RUTAN sejatinya bukan merupakan tempat bagi pembinaan Narapidana berlangsung.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pengaturan mengenai Pembinaan Narapidana yang berlaku di Indonesia saat ini diatur didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang sebagian besar mengatur mengenai sistem yang ada di Lembaga Pemasyarakatan, hak-hak dan kewajiban Warga Binaan Pemasyarakatan, dan pendaftaran administrasi Warga Binaan Pemasyarakatan. Kemudian, diatur pula di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatn yang secara garis besar berisi mengenai tahapan pembinaan Narapidana untuk menjalani masa pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan, kemudian, diatur pula di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang mengatur secara garis besar mengenai hak-hak yang didapatkan Narapidana selama menjalani masa pidananya, dan tata cara pembinaan serta pemindahan Narapidana.

2. Kedudukan Narapidana di dalam RUTAN Kelas IIB Tanjung Pura tidak merubah status penuh dari Narapidana tersebut, dikarenakan hak-hak Narapidana yang di tempatkan di dalam RUTAN tetap sama seperti Narapidana yang ditempatkan di dalam LAPAS. Walaupun di dalam

RUTAN, Narapidana harus berdampingan dengan para tahanan sementara.

Karena pada dasarnya WBP terbagi dalam tiga jenis status, yaitu Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan, dan Klien Pemasyarakatan.

Selama penulis melakukan penelitian di RUTAN Kelas IIB Tanjung Pura, dapat dilihat bahwa hak-hak dan kewajiban yang diberikan RUTAN kepada Narapidana tidak ada perbedaan dari yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Oleh sebab itu, status Narapidananya tetap mendapatkan kedudukan yang sama seperti Narapidana di dalam LAPAS.

3. Pembinaan yang dilakukan di RUTAN Kelas IIB Tanjung Pura meliputi, pembinaan kerohanian, pembinaan kesehatan jasmani, dan pembinaan budi pekerti. Namun, dalam prosesnya terhadap hambatan-hambatan dalam upaya pembinaan. Hambatan tersebut dapat dilihat dari faktor pendidikan narapidana dan faktor sifat serta kepribadian Narapidana.

Dalam hal ini juga hambatan-hambatan dapat dilihat dari faktor eksternal yang berupa dana, kekurangan tenaga pembina, sarana dan prasarana yang kurang memadai. Sehingga dapat ditarik kesimpulan, jika dilihat dari faktor tolak ukur keefektifan dari pembinaan Narapidana di RUTAN maka dapat dikatakan kurang efektif. Karena masih menggabungkan antara Narapidana dan tahanan, serta lebih banyak hambatan yang didapatkan daripada upaya pembinaan yang dilakukan.

5.2 Saran

1. Melalui penelitian yang dilakukan di RUTAN Kelas IIB Tanjung Pura, alangkah baiknya apabila tahan sementara dan Narapidana tidak digabungkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini dilakukan agar para petugas pembina dapat melakukan pembinaan terhadap Narapidana dengan baik dan secara efektif menurut undang-undang. Dikarenakan dalam peraturan perundang-undangan tidak ada diberikannya pembinaan terhadap tahanan sementara di RUTAN.

2. Menurut penjelasan yang penulis lakukan terhadap penelitian ini, bahwa pembinaan yang ada di RUTAN memiliki beberapa hambatan. Salah satunya dilihat dari faktor eksternal, yaitu berupa kurangnya dana pembinaan, tenaga pembina, serta sarana dan prasarana. Sehingga, alangkah baiknya apabila hambatan-hambatan yang ada dapat dipenuhi kebutuhannya agar pembinaan dapat berjalan dengan baik.