• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

PERATURAN HUKUM MENGENAI PEMBINAAN NARAPIDANA

2.2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

Pada tanggal 19 Mei 1999, dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, maka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Terkhususnya, peraturan ini

dibentuk karena menimbang ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.40

Pada saat peraturan ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan mengenai pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru bedasarkan Peraturan Pemerintah. Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995, bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya.

Peraturan ini memfokuskan pengaturan pasal untuk menspesifikasikan bagaimana proses pembinaan, tahapan pembinaan, serta bagaimana dan siapa yang menjadi subyek dalam pembinaan pemasyarakatan. Menurut Pasal 1 angka 1 PP No.31 Tahun 1999 ini menyatakan bahwa:

“Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didi Pemasyarakatan.”

Jadi, pembinaan menurut peraturan ini merupakan proses membina narapidana untuk dapat kembali menjadi manusia yang sejatinya tidak melakukan kejahatan ataupun melanggar ketentuan hukum. Pembinaan yang dilakukan bertujuan untuk merubah sikap serta sifat dari pelaku tindak pidana, dengan membina mereka untuk dapat membangun kembali hubungan yang baik dan sehat

40 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

kepada dirinya sendiri, kepada Tuhan sebagai penciptanya, kepada masyarakat serta lingkungannya.41 Pembinaan juga difokuskan untuk membentuk suatu karakter yang baru yang nantinya dapat diterima kembali oleh masyarakat.

Karakter yang dibentuk dimulai dari cara mereka bersikap serta berinteraksi kembali setelah bebasnya mereka dari masa pidananya, serta membina kesehatan baik jasmaninya maupun rohaninya.

Dilihat dari Pasal 1 angka 2 UU Pemasyarakatan, Pembimbingan adalah pemberian tuntutan untuk meningkatkan kualitas, ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Klien Pemasyarakatan.

Serupa dengan pembinaan, pembimbingan difokuskan kepada subyek klien pemasyarakatan. Klien pemasyarakatan dibimbing dengan memperhatikan tujuan-tujuan dari pembimbingan tersebut yang berupa memperbaiki kualitas diri dan hidup mereka, memperbaiki sikap serta perilaku mereka baik dalam menjalankan kehidupan bagi diri sendiri maupun bagaimana berinteraksi yang sehat dengan masyarakat, serta memperhatikan kesehatan jasmani serta rohaninya, yang berarti pembimbingan ini memperhatikan bagaimana klien pemasyarakatan ini dapat membangun kembali hubungan yang baik dengan Tuhan sebagai penciptanya.42

Perbedaan golongan program pembinaan dan pembimbingan di atur dalam Pasal 2 UU Pemasyarakatan, yang menyebutkan bahwa:

1. Program pembinaan dan pembimbingan meliputi kegiatan pembinaan dan pembimbing kepribadian kemandirian.

2. Program pembinaan diperuntukkan bagi Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

3. Program pembimbingan diperuntukkan bagi klien.

41 Sriyana, Tujuan Pemidanaan Bukan Penjeraan Lagi, Tapi Pembinaan Narapidana, diakses dari https://mitrapost.com/2020/05/26/tujuan-pemidanaan-bukan-penjeraan-lagi-tapi-pembinaan-narapidana/ pada Hari Minggu, 27 September 2020, Pukul 20:48

42 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Dalam program pembinaan dan pembimbingan dilakukan berdasarkan hal-hal yang berkaitan dengan:

1. Ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

2. Kesadaran berbangsa dan bernegara;

3. Intelektual;

4. Sikap dan perilaku;

5. Kesehatan jasmani dan rohani;

6. Kesadaran hukum;

7. Reintegrasi sehat dengan masyarakat;

8. Keterampilan kerja, dan;

9. Latihan kerja dan produksi.43

Sesuai dengan program kerja pembinaan dan pembimbingan, para warga binaan pemasyarakatan dibina dan dibimbing untuk dapat kembali kejalan Tuhan Yang Maha Esa serta kesadaran berbangsa dan bernegara yang baik dan benar, karena mereka orang yang melakukan tindak pidana dianggap telah kehilangan arah ataupun sesat, yang sudah selayaknya dibina dan dibimbing untuk kembali dapat membangun hubungan yang baik dengan Tuhan, dengan dirinya sendiri, serta dengan masyarakat dan lingkungannya. Bukan hanya itu, mereka dibina dan dibimbing untuk lebih peka dan sadar akan peraturan hukum yang mereka sudah langgar.44

Dengan dibina dan dibimbing untuk sadar akan aturan-aturan hukum, diharapkan para warga binaan pemasyarakatan ini tidak mengulangi kejahatan yang serupa ataupun kejahatan yang berbeda lainnya. Diharapkan juga dengan sadarnya mereka akan peraturan-peraturan hukum mereka dapat memahami mengapa mereka dijatuhkan hukuman pidana, dan sadar akan kesalahannya.

Pembinaan dan pembimbingan juga memberikan kesempatan bagi warga binaan

43 Ibid, Pasal 3

44 Sriyana, Op.Cit.

pemasyarakatan untuk dapat terampil kerja serta latihan kerja dan produksi. Hal ini dilakukan untuk melatih mereka agar dapat mengalihkan pikiran jahat mereka ke hal yang lebih berguna. Hal ini juga dilakukan agar sekembalinya mereka ke tengah-tengah masyarakat, mereka bisa melakukan hal positif untuk dapat menafkahi serta melanjutkan hidup mereka menjadi lebih baik. Jadi selama berada dalam Lapas atau Rutan, mereka dibina dan dibimbing untuk menjadi pribadi yang lebih mandiri, terampil, dan kreatif, sehingga mereka dapat mengembangkan jiwa kreatifitas mereka.

Pembinaan dan pembimbingan berjalan dengan baik, tidak lepas dari adanya dukungan para personil pembina dan pembimbing. Hal ini diatur pula pada Pasal 4 PP No.31 Tahun 1999, yang menyatakan bahwa:

1. Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan dilakukan oleh Petugas Pemasyarakatan yang terdiri atas:

a. Pembina pemasyarakatan;

b. Pengaman pemasyarakatan;

c. Pembimbing pemasyarakatan.

2. Dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Kepala LAPAS menetapkan Petugas Pemasyarakatan yang bertugas sebagai Wali Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

3. Ketentuan mengenai tugas, kewajiban, dan syarat-syarat wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Kepala Lapas wajib melaksanakan pembinaan narapidana, dan wajib mengadakan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap program pembinaan.

Pembinaan terhadap narapidana dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap-tahap ini dilakukan untuk melihat bagaimana perkembangan warga binaan pemasyarakatan dari tahap pembinaan awal ke tahap selanjutnya, apakah warga binaan tersebut sudah terbina dengan baik dan sempurna.

Pasal 7 PP No.31 Tahun 1999 mengatur bagaimana tahap-tahap pembinaan yang dilakukan, yaitu:

1. Pembinaan Narapidana dilaksanakan melalui beberapa tahapan pembinaan. sidang Tim Pengamat Pemasyarakatan berdasarkan data dari Pembina Pemasyarakatan, Pengaman Pemasyarakatan, Pembimbing Pemasyarakatan, dan Wali Narapidana.

4. Data sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) merupakan hasil pengamatan, penilaian, dan laporan terhadap pelaksanaan pembinaan.

5. Ketentuan mengenai pengamatan, penilaian, dan melaporkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Jangka waktu mengenai tahapan proses pembinaan diatur dalam Pasal 9 PP No.31 Tahun 1999 yang menentukan bahwa:

1. Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a bagi narapidana dimulai sejak yang bersangkutan berstatus sebagai Narapidana sampai dengan 1/3 (satu pertiga) dari masa pidana.

2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Tahap lanjutan pertama, sejak berakhirnya pembinaan tahap awal sampai dengan 1/2 (satu perdua) dari masa pidana, dan;

b. Tahap lanjutan kedua, sejak berakhirnya pembinaan tahap lanjutan pertama sampai dengan 2/3 (dua pertiga) masa pidana.

3. Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf c dilaksanakan sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan.

Pengaturan program pembinaan lebih jelas lagi dijelaskan dalam Pasal 10 ayat (1), (2), dan (3) PP No.31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa:

1. Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) meliputi:

a. Masa pengamatan, pengenalan, dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) bulan;

b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;

c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian, dan;

d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) meliputi:

a. Perencanaan program pembinaan lanjutan;

b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan, dan;

d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

3. Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) meliputi:

a. Perencanaan program integrasi;

b. Pelaksanaan program integrasi, dan;

c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

Pembinaan di berbagai tahap ini dilakukan baik di Lapas maupun di luar lapas. Pembinaan tahap awal dan tahap lanjutan dilaksanakan di dalam Lapas, sedangkan pembinaan tahap akhir dilaksanakan diluar Lapas dan dilakukan oleh Bapas yang bersangkutan. Namun, untuk dapat melaksanakan pembinaan tahap akhir diluar lapas, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh narapidana.

Namun, dalam hal tak terpenuhinya syarat-syarat tersebut, pembinaan tahap akhir narapidana yang bersangkutan tetap dilaksanakan di dalam Lapas. Dalam hal terdapat narapidana yang tidak dimungkinkan memperoleh kesempatan asimilasi dan/atau integrasi, maka narapidana yang bersangkutan tersebut diberikan pembinaan khusus.45 Dalam peraturan ini juga diatur pembinaan bagi Anak Didik Pemasyarakatan.

Secara umum peraturan serta tahap pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan ini sama dengan peraturan serta tahap pembinaan narapidana umum. Namun perbedaan terdapat pada jangka waktu dari tiap-tiap tahapan pembinaan, seperti yang diatur dalam Pasal 19 PP Nomor 31 Tahun 1999, yaitu:

45 Penjelasan PP Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan

1. Pembinaan tahap awal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a meliputi:

a. Masa pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan paling lama 1 (satu) tahun;

b. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian;

c. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian, dan;

d. Penilaian pelaksanaan program pembinaan tahap awal.

2. Pembinaan tahap lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b meliputi:

a. Perencanaan program pembinaan lanjutan;

b. Pelaksanaan program pembinaan lanjutan;

c. Penilaian pelaksanaan program pembinaan lanjutan, dan;

d. Perencanaan dan pelaksanaan program asimilasi.

3. Pembinaan tahap akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c meliputi:

a. Perencanaan program integrasi;

b. Pelaksanaan program integrasi, dan;

c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir.

Seperti yang sudah tertulis, pada tahap pengamatan, pengenalan dan penelitian lingkungan pada Anak Pidana diberi waktu 1 (satu) tahun, melainkan bagi narapidana umum hanya diberikan waktu 1 (satu) bulan saja. Selebihnya mengenai tahapan awal, tahapan lanjutan, dan tahapan akhir prosesnya serupa dengan narapidana umum.

Pada Bab IV PP No.31 Tahun 1999 dibahas mengenai prosedur pemindahan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Adapun syarat-syarat pemindahan dijelaskan pada Pasal 46 PP No.31 Tahun 1999, yang mengatur bahwa:

1. Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dapat dipindahkan dari satu Lapas ke Lapas lain oleh Kepala Lapas apabila telah memenuhi syarat-syarat pemindahan.

2. Syarat-syarat pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah:

a. Ada izin pemindahan tertulis dari pejabat yang berwenang;

b. Dilengkapi dengan berkas-berkas pembinaan, dan;

c. Hasil pertimbangan Tim Pengamat Pemasyarakatan.

Izin pemindahan yang dimaksud oleh Pasal 46 ayat (2) huruf a PP No.31 Tahun 1999, diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehakiman setempat, dalam hal pemindahan dalam satu wilayah kerja Kantor Wilayah yang bersangkutan dan/atau Direktur Jenderal Pemasyarakatan, dalam hal pemindahan antar wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman. Dalam keadaan darurat dan terdesak, izin pemindahan tersebut dapat diberikan melalui sarana telekomunikasi secara lisan. Izin pemindahan ini paling lambat dalam waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam setelah permohonan lisan diajukan harus dilengkapi dengan permohonan tertulis untuk mendapatkan izin pemindahan tertulis.46 Untuk kepentingan keamanan dan ketertiban, Pasal 50 PP No.31 Tahun 1999 mengatur agar pemindahan narapidana dan anak didik pemasyarakatan harus dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan. Seperti juga dalam hal narapidana atau anak didik pemasyarakatan dipindahkan ke Lapas lain untuk kepentingan perawatan kesehatan, maka diperlukan surat rujukan dari dokter Lapas dan/atau kepada rumah sakit umum setempat.

Adapun tata cara prosedur pemindahan narapidana dan anak didi pemasyarakatan, diatur dalam Pasal 51 PP No.31 Tahun 1999, yaitu:

1. Pemindahan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dari satu Lapas ke Lapas lain dapat dilakukan dengan menggunakan sarana transportasi darat, laut, atau udara.

2. Pemindahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang membutuhkan waktu bermalam dalam perjalanan harus menginap di Lapas atau Rutan terdekat.

3. Pemindahan dilaksanakan pada hari kerja, kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilakukan setiap saat dengan tetap memperhatikan faktor keamanan.

46 Ibid

4. Pemindahan Narapidana atau Anak Didik Pemasyarakatan wajib menggunakan kendaraan khusus atau alat angkat lain yang memenuhi syarat keamanan.

Mengenai prosedur pengawalan pemindahan narapidana atau anak didik pemasyarakatan di atur dalam Pasal 52 PP No.31 Tahun 1999 yang berisi:

1. Pengawalan pemindahan dilaksanakan paling sedikit oleh 2 (dua) orang Petugas Pemasyarakatan.

2. Dalam hal pelaksanaan pemindahan memerlukan penanganan khusus dapat meminta bantuan pihak kepolisian.

3. Pengawalan dilakukan dengan tetap meperhatikan faktor keamanan.

4. Petugas Pemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilengkapi dengan surat tugas dan perlengkapan pengamanan yang diperlukan.

5. Pemindahan Narapidana Wanita atau Anak Didik Pemasyarakatan Wanita dalam pengawalannya harus disertai Petugas Pemasyarakatan Wanita.

Dalam pemindahan narapidana maupun anak didik pemasyarakatan, Kepala Lapas wajib memberitahukan kepada keluarga narapidana atau anak didik pemasyarakatan yang bersangkutan dan Hakim Pengawas dan Pengamat Pengadilan Neger setempat. Terkait mengenai segala bentuk pembiayaan yang dikeluarkan untuk pemindahan narapidana atau anak didik pemasyarakatan dari satu Lapas ke Lapas lain, dibebankan kepada negara.

Bab V PP No.31 Tahun 1999 peraturan ini membahas mengenai akhir dari pembinaan dan pembimbingan narapidana maupun anak didik pemasyarakatan.

Pasal 55 PP No.31 Tahun 1999 menjelaskan berakhirnya pembinaan narapidana apabila:

1. Pembimbingan narapidana berakhir apabila narapidana yang bersangkutan:

a. Masa pidananya telah habis

b. Memperoleh pembebasan bersyarat c. Memperoleh cuti menjelang bebas, atau d. Meninggal dunia.

2. Dalam hal pembinaan narapidana berakhir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b, kepada narapidana yang bersangkutan diberikan surat pembebasan.

3. Dalam hal pembebasan bagi narapidana yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c kepada narapidana yang bersangkutan setelah selesai menjalani cuti diberikan surat pembebanan.

Setelah selesai menjalani masa pidananya, narapidana diberikan biaya pemulangan ke tempat asalnya oleh Lapas yang ditanggung oleh negara.

Narapidana yang memperoleh pembebasan bersyarat, Kepala Lapas menyerahkan pembimbingannya kepada Bapas dan pengawasannya kepada kejaksaan setempat, sedangkan bagi narapidana yang memperoleh cuti menjelang bebas, pembimbingannya dan pengawasannya dilakukan oleh Bapas. Pasal 58 PP No.31 Tahun 1999 mengatur bahwa:

1. Dalam hal berakhirnya pembinaan narapidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf d, Kepala Lapas menyerahkan jenazah narapidana yang bersangkutan kepada keluarganya.

2. Apabila pihak keluarga atau ahli waris tidak bersedia menerima penyerahan jenazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka pihak Lapas wajib melaksanakan pemakamannya dengan biaya negara.

Jadi melalui bedah peraturan ini, dapat disimpulkan bahwa peraturan pemerintah ini menjadi pelaksana dan jaminan dijalankannya prosedur pembinaan dan pembimbingan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan dengan baik dan bertujuan untuk mengembalikan setiap pribadi yang melakukan kesalahan menjadi pribadi yang sediakala menaati hukum. Walaupun dalam penerbitan peraturan pemerintah ini dianggap terlambat oleh masyarakat, namun dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan ini menjamin keselurhan terselenggaranya pembinaan dan pembimbingan yang baik dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

2.3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999