• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskusi

Dalam dokumen TESIS OLEH YOSEVA HOTNAULI (Halaman 61-65)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Diskusi

Penelitian ini merupakan studi analitik korelatif numerik-numerik dengan pendekatan cross-sectional, yaitu menggambarkan dan menganalisis suatu keadaan dalam suatu saat tertentu. Dalam studi ini, yang dianalisis adalah korelasi antara skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan kadar Homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak yang datang berobat ke poliklinik rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan, dengan melibatkan 49 subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini terlaksana setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Berdasarkan karakteristik demografik dapat dilihat pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa berdasarkan kelompok umur, pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 24 orang (48,9%) , dan subjek pada kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 25 orang (51.5%). Hasil studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel mendapatkan bahwa dari 150 peserta laki-laki dimana proporsi yang lebih tinggi pada kelompok umur 30-39 tahun, dan perbedaan yang signifikan sepenuhnya terutama pada orang dengan skizofrenia yang lebih muda dari 50 tahun.31

Pada studi ini hanya diambil subjek laki-laki. Hal ini dikarenakan, pada studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel, didapatkan bahwa tingkat homocysteine lebih tinggi pada orang dengan skizofrenia laki-laki yang

lebih muda. Sebagaimana diketahui bahwa onset skizofrenia lebih awal pada laki-laki dari pada perempuan, dan bahwa penyakit lebih sering memburuk secara kronis pada laki-laki yang lebih muda. Pada studi Yang dan kawan-kawan pada tahun 2015 di cina didapatkan bahwa prevalensi hyperhomocysteinemia seiring dengan bertambahnya umur dan secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.31,32

Pada tabel 4.1 nilai median untuk lama sakit pada studi ini didapatkan nilai median adalah 3.00 dengan minimum-maksimum (1-5) tahun. Pada studi ini hanya diambil subjek orang dengan skizofrenia yang lama sakit 1- 5 tahun. Hal ini dikarenakan, pada studi Di Lorenzo dan kawan-kawan pada tahun 2015 di Italia, didapatkan bahwa secara signifikan terdapat peningkatan kadar homocysteine pada kelompok orang dengan skizofrenia dengan lama sakit > 1 tahun dibandingkan dengan kelompok orang dengan skizofrenia dengan lama sakit < 1 tahun ( uji X2, p = 0.02 ). Pada studi Studi Narayan dan kawan-kawan di India pada tahun 2014, didapatkan bahwa secara statisktik signifikan hubungan antara homocysteine dengan lama sakit ( uji analisis Spearman’s p = 0.0004 ; skor kendall = 940, SE = 330, p = 0.0045 ).33,34

Pada tabel 4.1 berdasarkan tingkat pendidikan, SMP 18 orang (36.7%), SMA 28 orang (57,2%), PT 3 orang (6.1%). Pada status pernikahan, subjek dengan status menikah sebanyak 11 orang (22.5%) dan subjek dengan status tidak menikah 38 orang (77.5%). Begitu juga dengan status pekerjaan, subjek yang bekerja sebanyak 20 orang (40.8%) dan subjek yang tidak bekerja sebanyak 29 orang (59.2%). Pada studi ini didapatkan skor PANSS dengan nilai rerata 74.82 dan simpang baku 3.26.

45 Pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa didapatkan rerata kadar homocysteine pada subjek studi ini diperoleh sebesar 25.46 dan simpangan baku 9.17. Pada beberapa subjek studi ini diperoleh hasil peningkatan kadar homocysteine. Hal ini sesuai dengan studi terdahulu pada studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel didapatkan bahwa tingkat homocysteine lebih tinggi pada kelompok orang dengan skizofrenia dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat. Dimana nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 16.44 ± 11.8 dan kelompok kontrol sehat 10.6 ± 3.6. Pada studi Ma dan kaw an-kawan pada tahun 2009 di Hongkong, didapatkan bahwa kelompok orang dengan skizofrenia memiliki tingkat serum homocysteine yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol sehat ( p < 0.001 ) dengan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 10.97 ± 3.51 dan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok kontrol sehat 9.3 ± 2.78. Namun berbeda dengan hasil studi Di Lorenzo dan kawan-kawan pada tahun 2015 di Italia didapatkan bahwa tidak ditemukan secara signifikan perbedaan tingkat homocysteine pada kelompok orang dengan skizofrenia dan kelompok kontrol sehat, dengan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 16.49 ± 9.08 dan pada kelompok kontrol sehat untuk nilai rerata dan simpangan baku 15.78 ± 5.41.31,33,35

Pada tabel 4.3 memperlihatkan bahwa didapatkan median skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada subjek studi ini adalah 22, dengan skor minimum adalah 18 dan skor maksimum adalah 26. Pada studi ini untuk menilai fungsi kognitif pada subjek studi yaitu dengan menggunakan Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina). Pada studi

Ayesa-Arriola untuk menilai fungsi kognitif pada subjek studi menggunakan Rey Auditory Verbal Learning Test (RAVLT), Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), Grooved Pegboard Test (GPT), the Zoo Map Test, Tower of London Test (TOL), Rey Complex Figure (RCF), Trail Making Test (TMT), Continuous Perfomance Test (CPT) dan Stroop Test. Pada studi Deng dan kawan kawan pada tahun 2018, untuk menilai fungsi kognitif pada subjek penelitian yaitu dengan menggunakan MATRICS Consensus Cognitive in Schizophrenia (MCCB) dan Wisconsin Card Sorting Test (WCST).1,8

Pada tabel 4.4 diperoleh korelasi antara skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak diperoleh nilai p = 0.001 yang menunjukkan bahwa korelasi antara skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar -0.754 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi kadar homocysteine, maka semakin rendah skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina). Hasil studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Moustafa dan kawan kawan pada tahun 2014 di Australia menyebutkan bahwa peningkatan homocysteine dapat juga berkontribusi pada gangguan kognitif. Ditemukan bahwa homosistein berinteraksi dengan reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA), menginisiasi oksidative stress menginduksi apoptosis, memicu disfungsi mitokondrial dan menimbulkan kerusakan vascular. Pada studi Deng dan kawan-kawan pada tahun 2018 di Cina menyebutkan bahwa subyek skizofrenia episode pertama secara signifikan memiliki peningkatan serum homocysteine lebih dari 15 µmol/L dan fungsi

47 kognitif yang rendah dibandingkan subyek yang memiliki tingkat homocysteine kurang dari 15 µmol/L (p < 0.05).1,7

Sedangkan pada studi Ayesa-Arriola dan kawan-kawan pada tahun 2012 di Spanyol menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat homocysteine dan gangguan kognitif. Studi ini menyimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara peningkatan tingkat homocysteine dan gangguan kognitif pada pasien psikosis episode pertama. RCF p= 0.81, WAISS-III p= 0.04, RAVLT p =0.05, ZMT-I p = 0.004, ZMT-II p= 0.006, TOL p=0.006.8

Dalam dokumen TESIS OLEH YOSEVA HOTNAULI (Halaman 61-65)