BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.4. Homocysteine
2.4.3. Hubungan Fungsi Kognitif dan Homocysteine
Homocysteine telah terbukti menjadi faktor risiko independen untuk disfungsi kognitif. Studi individu dengan jangkauan luas gangguan kognitif secara konsisten menunjukkan peningkatan plasma homocysteine dan kofaktor enzimatik yang menurun terlibat dalam metionin dan metabolisme homocysteine. Total plasma homocysteine plasma juga seperti menjadi penanda jaringan yang paling konsisten dalam kofaktor kekurangan gizi, serta kinerja kognitif pada orang tua. 22
Studi Teunissen dan kawan-kawan pada tahun 2005 di Belanda, menyatakan bahwa homocysteine berhubungan pada asfek kognitif dan neurologi.
Homocysteine merupakan marker fungsi kognitif dan sekaligus fungsi neurologis spesifik, ini disebabkan oleh mekanisme neuro degeneratif yang secara umum menyebabkan ketidakseimbangan jalur transmetilasi sehingga menyebabkan gangguan kognitif. Jalur transmetilasi aktif pada setiap sel sistem saraf pusat.
Efek homocysteine pada fungsi sel sistem saraf pusat dapat mempengaruhi secara intraseluler dan ekstraseluler, sehingga berefek terhadap ketidak-seimbangan parenkim sel sistem saraf pusat atau melalui efek pada vaskular sehingga meyebabkan aterosklerosis dan stroke.23
Stress oksidatif merupakan mekanisme yang sering sehubungan dengan peningkatan level homocysteine. Stress oksidatif dapat menyebabkan peningkatan kadar homocysteine karena autooksidasi dari kelompok sulfhydryl sehingga pada tikus peningkatan kadar homocysteine menyebabkan peningkatan kadar oksidasi, sel sistem saraf pusat dilaporkan terjadinya disfungsi kognitif. Peningkatan
23 homocysteine juga menyebabkan stress oksidatif melalui eksitotoksisitas.
Homocysteine dapat menginduksi eksitotoksisitas dengan mempengaruhi glutamate melalui pompa natrium kalium yang diobservasi setelah pemberian homocysteine pada tikus muda. Pompa natrium kalium penting untuk menjaga keseimbangan potensial membrane dan fungsi beberapa fungsi reseptor.
Eksitotoksisitas menyebabkan peningkatan influx kalsium intraseluler yang menyebabkan efek banyak fungsi seluler dan secara keseluruhan mempengaruhi beberapa stress oksidatif dan kematian sel, sehingga memungkinkan peningkatan homocysteine diinduksi oleh stress oksidatif.23
Mekanisme homocysteine menginduksi efek inhibisi dari mekanisme perbaikan DNA atau penurunan afibilitas metionin yang esensial untuk transfer metil melalui S-adenosilmetionin yang merupakan salah satu mekanisme sintesis dan degradasi dari neurotransmitter. Hyperhomocysteine dapat meningkatkan S-adenosil homocysteine yang menginhibisi metil transferase dan aktivitas ini ditunjukkan pada penurunan fungsi otak pada penyakit Alzheimer.23
2.5. Positive and Negative Syndromes Scale (PANSS)
Positive and Negative Syndromes Scale (PANSS) dikembangkan pada akhir tahun 1980-an yang bertujuan untuk menilai simtom klinis dari skizofrenia.
Skala ini diadaptasi dari skala psikopatologi sebelumnya, termasuk Brief Psychiatric Rating Scale(BPRS). PANSS memuat 30 item dalam tiga subskala, tujuh item meliputi simtom positif (misalnya, delusi dan halusinasi), tujuh item meliputi simtom negatif (misalnya, social withdrawal, flat affect, lack of motivation), dan 16 item meliputi psikopatologi umum (misalnya, ansietas dan
depresi). PANSS digagas sebagai instrumen operasional yang memperlihatkan gambaran seimbang gejala positif dan negatif, serta suasana hati (mood) dan gejala kecemasan. Penilaian dapat diselesaikan dalam waktu 30 hingga 40 menit.
Reliabilitasnya baik dan validitasnya sangat baik.24
2.6. Suku Batak
Berdasarkan buku ensiklopedia, suku bangsa di Indonesia, jumlah suku bangsa yang ada Indonesia secara keseluruhan mencapai 1.300 suku bangsa.
Selain jenisnya yang beragam, jumlah atau ukuran populasi dari setiap jenis suku bangsa juga sangat bervariasi. Suku Batak merupakan suku bangsa terbesar nomor urut kedua di Indonesia setelah suku Sunda sebanyak 36.7 juta jiwa (15.5%), dimana suku Batak sebanyak 8,5 juta (3.6 %). Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa Indonesia yang terletak di Sumatera Utara. Nama Batak merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur. Suku bangsa yang dikategorikan kedalam suku Batak yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Banyak teori dan pendapat yang mempertanyakan asal usul suku batak, arti perkataan batak dan keberadaan suku bangsa di nusantara.Keterangan tertua tentang batak berasal dari Yunani dan Tiongkok. Keterangan-keterangan itu, mulai sejak abad pertama masehi.25, 26, 27
25 2.7. Kerangka Teori
Gambar 2. 2 Kerangka Teori Disfungsi Reseptor
DNA
Apoptosis Neuronal dan
disfungsi dopaminergik Homosistein
Stress Oksidatif
Disfungsi Mitokondrial Penyimpangan
metilasi DNA
2.8. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
-Defisiensi Vitamin B (B6,B9,B12), usia, jenis kelamin,penggunaan alkohol dan merokok
Variabel Perancu
Gambar 2. 3 Kerangka Konsep Kadar
Homocysteine Pada laki-laki
dengan skizofrenia suku
batak
Fungsi Kognitif (Skor MoCA-Ina)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi analitik korelatif numerik-numerik dengan pendekatan Cross-sectional study, yang menilai Korelasi antara skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan kadar Homocysteine laki-laki dengan skizofrenia suku Batak.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat Penelitian :
- Pengambilan sampel penelitian ini ini dilakukan di Poliklinik rawat jalan RSJ Prof.Dr. M.Ildrem Medan .
- Pemeriksaan kadar homocysteine dilakukan di laboratorium unit terpadu FK-USU Lantai 2.
Waktu penelitian : Juli 2019 – Agustus 2019
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel Penelitian
Populasi target : Laki-laki dengan skizofrenia suku Batak di Poliklinik rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
Populasi terjangkau : Laki–laki dengan skizofrenia suku Batak di Poliklinik RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan periode Juli 2019 sampai dengan Agustus 2019.
Sampel penelitian : Laki-laki dengan skizofrenia suku Batak di Poliklinik RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan periode Juli 2019 sampai dengan September 2019 yang memenuhi kriteria inklusi.
Cara pengambilan sampel : dengan cara Nonprobability sampling tipe
consecutive sampling. Dimana semua subjek yang datang berurutan dan memenuhi kriteria pemilihan dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan terpenuhi.
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi Kriteria Inklusi:
1. Laki-laki suku Batak dengan skizofrenia yang telah didiagnosis berdasarkan PPDGJ III
2. Usia antara 20 – 40 tahun.
3. Lama sakit 1 – 5 tahun 4. Total skor PANSS 60 - 80
5. Mengerti bahasa Indonesia, bersedia sebagai responden dan dapat diwawancarai.
6. Mendapat pengobatan antipsikotik risperidon 4 mg/hr/oral dalam dosis terbagi.
7. Pendidikan terakhir minimal Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau sederajat.
8. Frekuensi merokok ≤ 10 batang/hari (perokok ringan) Kriteria Eksklusi :
1. Memiliki gangguan medik umum dan atau komorbiditas lainnya 2. Riwayat penggunaan alkohol dan zat lainnya.
3. Riwayat pemakaian suplemen yang mengandung Vitamin B ( B 6, B 9, B 12 )
29 3.5. Besar Sampel
3.5.1. Perhitungan Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan untuk mendeteksi Korelasi antara Skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan kadar Homocysteine Pada Laki-laki suku Batak dengan Skizofrenia digunakan rumus sebagai berikut:
Untuk jumlah sampel didapatkan:28
(( )
)
Keterangan :
n : Jumlah subjek penelitian Alpha (α) : Kesalahan tipe I
Zα : Nilai standar alpha, ditetapkan sebesar 5%, sehingga Zα= 1.964
Beta (β) : Kesalahan tipe II
Zβ : Nilai standar beta, ditetapkan sebesar 10%, sehingga = Zβ= 1.282
r : Koefisien korelasi minimal yang dianggap bermakna (-0.45)
Studi ini merupakan studi yang sampai sejauh pencarian literatur yang dilakukan penulis merupakan studi pertama yang meneliti korelasi Skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku Batak. Oleh sebab itu, untuk memperoleh nilai
korelasi minimal yang dianggap bermakna (r), dilakukan studi pendahuluan dengan merekrut 20 subjek orang dengan skizofrenia dan dilakukan prosedur studi dengan hasil seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Pengukuran Skor MoCA-Ina dan Kadar Homocysteine
No Nama SKOR
31 Berdasarkan data dari tabel diatas, dapat dihitung nilai r adalah -0,45
Dengan demikian didapatkan :
(( )
)
(( )
( ) ( ))
(
)
(
) (
) ( )
3.6 Persetujuan Setelah Penjelasan/ Inform Consent
Semua subjek penelitian telah mengisi persetujuan secara tertulis untuk ikut serta dalam penelitian dengan terlebih dahulu diberi penjelasan secara terperinci dan jelas.
3.7 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.8 Cara Kerja Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi persiapan, pengambilan data, pengolahan data, penyusunan hasil penelitian, analisis hasil penelitian, dan penyusunan akhir hasil penelitian.
Tahapan persiapan meliputi pengurusan ijin penelitian dari tempat
penelitian dan komite etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pengambilan data didahului dengan skrining menggunakan kriteria inklusi
dan ekslusi, Individu yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki eksklusi dijelaskan tentang maksud dan tujuan penelitian.
Subjek yang dipilih dimintai persetujuan untuk mengikuti penelitian setelah mendapatkan penjelasan informed consent.
Pengisian data demografik subjek.
Melakukan penilaian PANSS terhadap subjek studi. Berdasarkan hasil
penilaian antara peneliti dengan intereter dengan menggunakan uji komparatif kesesuaian numerik (Bland Altman) karena variabel yang digunakan adalah variable dengan skala numerik, dengan hasil sebagai berikut ;
Tabel 3.2 Skor Total PANSS
Interrater Penulis Selisih
72 71 1
75 75 0
73 74 -1
77 77 0
33
71 72 1
76 76 0
72 71 1
73 73 0
72 72 0
76 75 1
75 76 -1
72 72 0
74 74 0
75 74 1
71 71 0
73 73 0
74 73 1
77 76 1
74 73 1
71 70 1
Skor Total PANSS
Minimal = rerata selisih – 1.96 x simpang baku
= 0.35 – ( 1.96 x 0.671 ) = -0.965 Maksimal = rerata selisih + 1.96 x simpang baku
= 0.35 + ( 1.96 x 0.671 ) = 1.665
Tahapan berikutnya, seluruh subjek penelitian, dikumpulkan dan
dilakukan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan kadar homocysteine pada subjek penelitian. Cara pengambilan sampel darah dilakukan sebelum minum obat ± 6-8 jam oleh petugas laboratorium RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan, sampai jumlah subjek yang diinginkan tercukupi, yang kemudian akan diperiksa di laboratorium Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan hasil kadar serum homocysteine. Setelah melakukan pengambilan sampel darah maka dilakukan penilaian serta perhitungan Skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada pasien.
Data hasil kadar homocystein yang telah diterima dan Skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada pasien selanjutnya akan dianalisis.
35 3.9 Kerangka Kerja
Laki-laki dengan skizofrenia suku batak
Ekslusi Inklusi
Persetujuan setelah penjelasan dengan melakukan informed
concent
Pengukuran skor PANSS
Pengambilan Sampel Darah
Pengukuran skor MoCA-Ina
Hasil Kadar Homocysteine Darah
Pengambilan Sampel Analisis Data
3. 10. Identifikasi Variabel
a. Axis : Kadar Homocysteine b. Ordinat : Skor MoCA-Ina
3.11. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional
2 Homocysteine Asam amino yang
37
7 Status Pekerjaan suatu kegiatan yang dilakukan
9 Skala PANSS Rating
12 Perokok ringan (perokok yang dimana jumlah rokok yang dikonsumsi ≤10 batang/hari),
Wawancara Perokok ringan Nominal
3.12. Analisis dan Penyajian Data
Setelah dilakukan pengumpulan data, dilakukan pengolahan data dengan tahap sebagai berikut : (1) Editing, merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh melalui wawancara ; (2) Koding, adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban yang ada menurutjenisnya; (3) Tabulasi, adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel berdasarkan variabel yang diteliti; (4) Analisis data, sebelum dilakukan analisis data akan
39 jumlah sampel ≤50, selanjutnya dilakukan pengecekan asumsi linearitas dengan cara membuat grafik scatter,29 Selanjutnya data dianalisis untuk memperoleh nilai korelasi (r). Bila data berdistribusi normal, maka akan dilakukan analisis data menggunakan uji Korelasi Pearson. Apabila data tidak berdistribusi normal dilakukan analisis data menggunakan uji korelasi Spearman.30 Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Statistical Package for Social Sciences (SPSS).
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Studi ini dilakukan di poli rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
Studi ini dilakukan dari Juli sampai dengan Agustus 2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non probability sampling jenis consecutive sampling. Studi ini berhasil mendapatkan 49 orang subjek penelitian. Studi ini merupakan studi analitik korelatif numerik-numerik dengan pendekatan cross-sectional.
Tabel 4.1. Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Karakteristik Demografik
Tabel 4.1 memperlihatkan karakteristik demografik berdasarkan kelompok umur, dengan rerata 30.61 tahun dengan simpangan baku 5.89, subjek pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 24 orang (48,9%) , dan subjek pada
41 kelompok umur 31-40 sebanyak 25 orang (51.5%). Berdasarkan tingkat pendidikan, SMP 18 orang (36.7%), SMA 28 orang (57,2%), PT 3 orang (6.1%).
Pada status pernikahan, subjek dengan status menikah sebanyak 11 orang (22.5%) dan subjek dengan status tidak menikah 38 orang (77.5%). Begitu juga dengan status pekerjaan, subjek yang bekerja sebanyak 20 orang (40.8%) dan subjek yang tidak bekerja sebanyak 29 orang (59.2%). Berdasarkan lama sakit didapati median 3.00 dengan minimum-maksimum (1-5). Nilai rerata skor PANSS adalah 74.82 dan simpang baku 3.26.
Tabel 4.2. Kadar Homocysteine pada Laki-laki dengan Skizofrenia suku Batak
N Rerata ± SB
(µmol/L)
IK95%
Kadar Homocysteine 49 25.45 ± 9.17 22.82-28.09
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa didapatkan rerata kadar homocysteine pada subjek studi ini diperoleh sebesar 25.45 dan simpangan baku 9.17.
Tabel 4.3. Skor Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada Laki-laki dengan Skizofrenia suku Batak
N Median
(Minimum-Maksimum)
Skor MoCA-Ina 49 22 ( 18-26 )
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa didapatkan median skor MoCA-Ina pada subjek penelitian adalah 22, dengan skor minimum adalah 18 dan skor maksimum adalah 26.
Tabel 4.4. Hasil analisis Uji Korelasi Pearson antara Montreal Cognitive Assessment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan Kadar Homocysteine pada
Laki-laki dengan Skizofrenia suku Batak
Kadar Homocysteine
Skor MoCA-Ina r = - 0,754
p = 0,001 n = 49
Tabel 4.4 memperlihatkan korelasi antara skor MoCA-Ina dengan kadar homocysteine. Sebelum dilakukan uji korelasi antara skor MoCA-Ina dengan kadar homocysteine, telah dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-Wilk, karena jumlah subjek pada penelitian ini adalah 49. Namun didapatkan hasil tidak terdistribusi normal pada salah satu variabel. Lalu dilakukan uji korelasi Pearson, dimana sebelumnya dilakukan pengecekan asumsi linearitas dengan cara membuat grafik scatter. Dari hasil diatas, diperoleh nilai p = 0.001 yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang bermakna antara skor MoCA-Ina dan kadar Homocysteine. Nilai korelasi Pearson sebesar -0,754 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang kuat, hal ini menunjukkan bahhwa semakin tinggi kadar homocysteine, maka semakin rendah skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina).
43 BAB 5
PEMBAHASAN
5. 1 Diskusi
Penelitian ini merupakan studi analitik korelatif numerik-numerik dengan pendekatan cross-sectional, yaitu menggambarkan dan menganalisis suatu keadaan dalam suatu saat tertentu. Dalam studi ini, yang dianalisis adalah korelasi antara skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) dan kadar Homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak yang datang berobat ke poliklinik rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan, dengan melibatkan 49 subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini terlaksana setelah mendapatkan persetujuan dari komite etik penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Berdasarkan karakteristik demografik dapat dilihat pada tabel 4.1 memperlihatkan bahwa berdasarkan kelompok umur, pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 24 orang (48,9%) , dan subjek pada kelompok umur 31-40 tahun sebanyak 25 orang (51.5%). Hasil studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel mendapatkan bahwa dari 150 peserta laki-laki dimana proporsi yang lebih tinggi pada kelompok umur 30-39 tahun, dan perbedaan yang signifikan sepenuhnya terutama pada orang dengan skizofrenia yang lebih muda dari 50 tahun.31
Pada studi ini hanya diambil subjek laki-laki. Hal ini dikarenakan, pada studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel, didapatkan bahwa tingkat homocysteine lebih tinggi pada orang dengan skizofrenia laki-laki yang
lebih muda. Sebagaimana diketahui bahwa onset skizofrenia lebih awal pada laki-laki dari pada perempuan, dan bahwa penyakit lebih sering memburuk secara kronis pada laki-laki yang lebih muda. Pada studi Yang dan kawan-kawan pada tahun 2015 di cina didapatkan bahwa prevalensi hyperhomocysteinemia seiring dengan bertambahnya umur dan secara signifikan lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.31,32
Pada tabel 4.1 nilai median untuk lama sakit pada studi ini didapatkan nilai median adalah 3.00 dengan minimum-maksimum (1-5) tahun. Pada studi ini hanya diambil subjek orang dengan skizofrenia yang lama sakit 1- 5 tahun. Hal ini dikarenakan, pada studi Di Lorenzo dan kawan-kawan pada tahun 2015 di Italia, didapatkan bahwa secara signifikan terdapat peningkatan kadar homocysteine pada kelompok orang dengan skizofrenia dengan lama sakit > 1 tahun dibandingkan dengan kelompok orang dengan skizofrenia dengan lama sakit < 1 tahun ( uji X2, p = 0.02 ). Pada studi Studi Narayan dan kawan-kawan di India pada tahun 2014, didapatkan bahwa secara statisktik signifikan hubungan antara homocysteine dengan lama sakit ( uji analisis Spearman’s p = 0.0004 ; skor kendall = 940, SE = 330, p = 0.0045 ).33,34
Pada tabel 4.1 berdasarkan tingkat pendidikan, SMP 18 orang (36.7%), SMA 28 orang (57,2%), PT 3 orang (6.1%). Pada status pernikahan, subjek dengan status menikah sebanyak 11 orang (22.5%) dan subjek dengan status tidak menikah 38 orang (77.5%). Begitu juga dengan status pekerjaan, subjek yang bekerja sebanyak 20 orang (40.8%) dan subjek yang tidak bekerja sebanyak 29 orang (59.2%). Pada studi ini didapatkan skor PANSS dengan nilai rerata 74.82 dan simpang baku 3.26.
45 Pada Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa didapatkan rerata kadar homocysteine pada subjek studi ini diperoleh sebesar 25.46 dan simpangan baku 9.17. Pada beberapa subjek studi ini diperoleh hasil peningkatan kadar homocysteine. Hal ini sesuai dengan studi terdahulu pada studi Levin dan kawan-kawan pada tahun 2002 di Israel didapatkan bahwa tingkat homocysteine lebih tinggi pada kelompok orang dengan skizofrenia dibandingkan dengan kelompok kontrol sehat. Dimana nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 16.44 ± 11.8 dan kelompok kontrol sehat 10.6 ± 3.6. Pada studi Ma dan kaw an-kawan pada tahun 2009 di Hongkong, didapatkan bahwa kelompok orang dengan skizofrenia memiliki tingkat serum homocysteine yang lebih tinggi dari pada kelompok kontrol sehat ( p < 0.001 ) dengan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 10.97 ± 3.51 dan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok kontrol sehat 9.3 ± 2.78. Namun berbeda dengan hasil studi Di Lorenzo dan kawan-kawan pada tahun 2015 di Italia didapatkan bahwa tidak ditemukan secara signifikan perbedaan tingkat homocysteine pada kelompok orang dengan skizofrenia dan kelompok kontrol sehat, dengan nilai rerata dan simpangan baku untuk kelompok orang dengan skizofrenia 16.49 ± 9.08 dan pada kelompok kontrol sehat untuk nilai rerata dan simpangan baku 15.78 ± 5.41.31,33,35
Pada tabel 4.3 memperlihatkan bahwa didapatkan median skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada subjek studi ini adalah 22, dengan skor minimum adalah 18 dan skor maksimum adalah 26. Pada studi ini untuk menilai fungsi kognitif pada subjek studi yaitu dengan menggunakan Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina). Pada studi
Ayesa-Arriola untuk menilai fungsi kognitif pada subjek studi menggunakan Rey Auditory Verbal Learning Test (RAVLT), Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS), Grooved Pegboard Test (GPT), the Zoo Map Test, Tower of London Test (TOL), Rey Complex Figure (RCF), Trail Making Test (TMT), Continuous Perfomance Test (CPT) dan Stroop Test. Pada studi Deng dan kawan kawan pada tahun 2018, untuk menilai fungsi kognitif pada subjek penelitian yaitu dengan menggunakan MATRICS Consensus Cognitive in Schizophrenia (MCCB) dan Wisconsin Card Sorting Test (WCST).1,8
Pada tabel 4.4 diperoleh korelasi antara skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak diperoleh nilai p = 0.001 yang menunjukkan bahwa korelasi antara skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar -0.754 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang kuat. Hal ini menunjukkan, semakin tinggi kadar homocysteine, maka semakin rendah skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina). Hasil studi ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Moustafa dan kawan kawan pada tahun 2014 di Australia menyebutkan bahwa peningkatan homocysteine dapat juga berkontribusi pada gangguan kognitif. Ditemukan bahwa homosistein berinteraksi dengan reseptor N-Methyl-D-Aspartate (NMDA), menginisiasi oksidative stress menginduksi apoptosis, memicu disfungsi mitokondrial dan menimbulkan kerusakan vascular. Pada studi Deng dan kawan-kawan pada tahun 2018 di Cina menyebutkan bahwa subyek skizofrenia episode pertama secara signifikan memiliki peningkatan serum homocysteine lebih dari 15 µmol/L dan fungsi
47 kognitif yang rendah dibandingkan subyek yang memiliki tingkat homocysteine kurang dari 15 µmol/L (p < 0.05).1,7
Sedangkan pada studi Ayesa-Arriola dan kawan-kawan pada tahun 2012 di Spanyol menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat homocysteine dan gangguan kognitif. Studi ini menyimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara peningkatan tingkat homocysteine dan gangguan kognitif pada pasien psikosis episode pertama. RCF p= 0.81, WAISS-III p= 0.04, RAVLT p =0.05, ZMT-I p = 0.004, ZMT-II p= 0.006, TOL p=0.006.8
5. 2 Kelebihan dan Keterbatasan
Kelebihan dari studi ini adalah ini merupakan studi yang pertama dilakukan di Indonesia untuk mengetahui korelasi antara skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak. Keterbatasan studi ini adalah tidak menilai korelasi antara perdomain fungsi kognitif dan kadar homocysteine.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
6.1 Kesimpulan
Dilibatkan 49 subjek penelitian laki-laki dengan skizofrenia suku batak di poli rawat jalan RSJ Prof. Dr. M. Ildrem Medan.
Berdasarkan karakteristik demografi, ditemukan rerata untuk umur
30.61 tahun dengan simpangan baku 5.89. Berdasarkan pada kelompok umur 20-30 tahun yaitu sebanyak 24orang (48,9%) , dan subjek pada kelompok umur 31-40 sebanyak 25 orang (51.5%). Berdasarkan tingkat pendidikan, SMP 18 orang (36.7%), SMA 28 orang (57,2%), PT 3 orang (6.1%). Pada status pernikahan, subjek dengan status menikah sebanyak 11 orang (22.5%) dan subjek dengan status tidak menikah 38 orang (77.5%). Untuk lama sakit didapati median 3.00 dengan minimum-maksimum (1-5). Nilai rerata skor PANSS adalah 74.82 dan simpang baku 3.26
Rerata kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku Batak diperoleh sebesar 25.45 dan simpangan baku 9.17.
Didapatkan median skor MoCA-Ina pada subjek penelitian adalah 22, dengan skor minimum adalah 18 dan skor maksimum adalah 26.
Terdapat korelasi antara Skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine pada laki-laki dengan skizofrenia suku Batak, diperoleh nilai p = 0.001 yang
49 menunjukkan bahwa korelasi antara skor MoCA-Ina dengan kadar homocysteine adalah bermakna. Nilai korelasi Pearson sebesar -0,754 menunjukkan korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang kuat.
Dengan interpretasi bahwa semakin tinggi kadar homocysteine, maka semakin rendah skor Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia (MoCA-Ina) pada laki-laki dengan skizofrenia suku batak.
6.2 Saran
1. Dengan ditemukannya korelasi yang bermakna antara Skor MoCA-Ina dan kadar homocysteine, dapat dijadikan acuan untuk melakukan pemeriksaan homocysteine pada keparahan gangguan fungsi kognitif pada pasien skizofrenia.
2. Bagi klinisi berikutnya diharapkan dapat untuk meneliti faktor-faktor lainnya yang berperan pada terjadinya peningkatan kadar homocysteine yang mempengaruhi keparahan dari gangguan fungsi kognitif pasien skizofrenia.
DAFTAR RUJUKAN
1. Jing D, Mao X, Zhi L, Xinyuan L. Cognitive Ability and the Level of Serum
1. Jing D, Mao X, Zhi L, Xinyuan L. Cognitive Ability and the Level of Serum