BAB II POKOK-POKOK HIDUP DOA
A. Esensi Doa
1. Doa Menurut Hidup Tokoh dalam Kitab Suci
Doa dalam hidup manusia telah ada sejak dulu. Dari para nabi, doa sudah berada pada tempat yang sangat penting dalam hidup mereka. Kitab Suci sebagai acuan umat Katolik tidak pernah secara definitif menyebut apa itu doa. Akan
tetapi Kitab Suci dengan jelas menuliskan kebiasaan-kebiasaan doa para tokoh di dalam Kitab Suci dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru.
Doa memegang peranan yang sangat penting bagi tokoh-tokoh yang dikisahkan di dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama kebiasaan doa banyak dilakukan. Abraham, Nuh, Yakub, Musa, Daud, Salomo, Elia dan lain-lain telah banyak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan doa tersebut. Dalam Perjanjian Baru dapat kita ketemukan hidup doa dari Yesus Kristus, Bunda Maria dan juga para rasul seperti Petrus, Paulus, Yohanes, dan lain sebagainya. Sebenarnya semua tokoh dalam Kitab Suci yang sudah disebutkan sebelumnya, penting bagi umat Katolik untuk memaknai hidup doa. Akan tetapi dari kesemuanya itu, yang menjadi pusat atau tokoh sentralnya adalah Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia dan Ia adalah pribadi yang mengajari kita bagaimana harus berdoa. Oleh karena itu, pemahaman mengenai Yesus Kristus akan dipisah menjadi sub bab tersendiri dan dibahas lebih dalam dibandingkan tokoh lain dalam skripsi ini.
a. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, telah disebutkan di atas bahwa ada banyak tokoh yang memaknai hidup doa. Karena terlalu banyaknya tokoh tersebut, maka di sini kita akan bahas beberapa tokoh saja yang hidup doanya sangat dominan mewarnai Kitab Suci Perjanjian Lama.
Tokoh yang pertama adalah Abraham. Oleh Abraham, doa dalam beberapa kesempatan dimaknai sebagai perjuangan iman. Ketika Allah
memanggil Abraham, ia selalu berangkat dengan segera dan begitu patuh seperti
dalam Kej 12: 4 “Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia…”. Abraham selalu
melayani Allah. Doa Abraham selalu dinyatakan melalui tindakan yaitu dengan mendirikan mezbah bagi Allah. Allah memberikan janji kepada Abraham yaitu untuk memberikan tanah Kanaan kepada keturunan Abraham (Kej 12:7). Abraham harus bersabar sampai janji Allah dipenuhi. Sampai pada waktu itu, doa bagi Abraham menjadi suatu keluhan karena rasanya janji Allah tidak kunjung dipenuhi. Doa pun menjadi ujian iman akan kesetiaan Allah bagi Abraham (KGK 2570).
Abraham sungguh percaya kepada Allah sehingga ia bersedia menerima tamu yang sungguh misterius dalam kemahnya (Kej 18:2). Abraham juga memiliki keyakinan yang sungguh besar kepada Allah. Bahkan ketika Abraham diminta untuk mempersembahkan anaknya, Abraham dengan tegar hati sungguh melakukan apa yang dikehendaki Allah (Kej 22:10). Akan tetapi Allah menyediakan domba sebagai persembahan bagi-Nya (Kej 22:11). Dalam hidup Abraham, doa bukan hanya sebatas ucapan atau keluhan yang terselubung. Dengan doanya, ia membangun mezbah bagi Allah sebagai wujud kasih dan persembahannya. Dengan doa, ia terus menjaga hubungan yang dekat dengan Allah. Dan dengan doa pula Abraham dapat melampaui ujian iman yang diberikan Allah.
Yang kedua adalah dari pribadi Musa. Ciri khas doa dalam hidup Musa adalah doa syafaat, yang terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Dari hidup Musa ini
juga tercermin sifat Allah yang sungguh mengasihi manusia. Allah memanggil Musa dalam semak bernyala. Kejadian ini pula yang selalu dimaknai manusia bahwa Allah Abraham, Ishak, Yakub adalah Allah yang selalu mendahului manusia untuk memulai hubungan yang hidup dengan-Nya. Allah selalu menginginkan kehidupan dan keselamatan bagi manusia. Akan tetapi Allah tidak ingin melakukannya sendiri, Ia menginginkan keselamatan itu juga dengan bantuan atau campur tangan manusia juga. Oleh karenanya Ia mengutus Musa menjadi perantara atau alat Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel (Kel 3:2-4:17). Dengan tugas perutusan yang diberikan oleh Allah kepada Musa, awalnya Musa tidak mau melakukannya. Dari percakapannya dengan Allah, ia mulai belajar berdoa. Ketika berdoa Musa seringkali bertanya, menyampaikan rasa keberatan dan berdalih (KGK 2575).
Akhirnya Musa yang menyanggupi tugas perutusannya, selalu bersandar kepada Allah dalam setiap hal, mengambil keputusan, menyelesaikan perkara, mengeluh dan lain-lain. Musa seringkali mendaki gunung untuk berdoa (mendengarkan Allah dan memohon bantuan-Nya demi tugas perutusan Musa) dengan waktu yang cukup lama (misalnya dalam Kel 19, 24, 34). Dalam Kel (33:11) dikatakan bahwa Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.
Terdapat juga suatu ciri doa yang dilakukan oleh Musa. Sebagai pengantara antara Allah dan bangsa Israel, Musa mendoakan doa syafaat. Doa syafaat itu terjadi ketika Musa tidak meminta bagi dirinya sendiri saja. Musa terus berdoa bagi keselamatan bangsanya (KGK 2577). Salah satu contohnya adalah
ketika Allah murka kepada bangsa Israel yang membuat allah lain dari emas yang dibentuk menjadi seekor anak lembu oleh Harun. Di sana, Musa naik ke gunung Sinai dan memohon ampun bagi dosa bangsanya (Kel 32: 31-32). Jadi doa Musa yang paling khas adalah doa sebagai perantara antara Allah dan umat-Nya.
Pribadi selanjutnya adalah Daud dan Salomo. Daud adalah sosok seorang raja yang sungguh berkenan di hati Allah. Dalam doanya, ia memegang janji Allah dengan setia (2 Sam 7:18-29). Sebagai baktinya kepada Allah, ia berusaha mendirikan kenisah Yerusalem, akan tetapi ternyata Salomo yang mendirikan. Dengan kenisah ini pula, Allah menepati janji-Nya kepada Daud (1 Raj 8:14-21). Ketika kenisah itu berdiri, Salomo pun memanjatkan doa kepada Allah (1 Raj 8: 22-53). Dalam doanya itu, ia bersyukur dan memuji Allah, memohon untuk dirinya sendiri dan bangsanya, serta meminta pengampunan bagi bangsanya.
Dari zaman antara Daud dan kedatangan Mesias, terdapat teks-teks doa dalam buku-buku suci yang memberi kesaksian doa untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Dalam hal ini, buku Mazmur menjadi salah satu bukti menonjol mengenai doa dalam Perjanjian Lama. Mazmur menjadi doa jemaat karena tidak hanya berisi doa bagi diri sendiri akan tetapi untuk orang banyak. Dalam Mazmur, tertulis doa bagi diri sendiri (Mzm 3-7, 16). Doa bagi jemaat (doa syafaat juga tertulis dalam Mazmur (Mzm 8, 12, 145). Nada doa Mazmur adalah pujian,
karenanya Mazmur juga disebut sebagai “Madah Pujian” (KGK 2589). Mazmur
Tokoh berikutnya adalah Elia. Doa dalam hidup Elia lebih diwarnai dengan pertobatan dan juga mencari Allah. Pertobatan terlihat dalam kisah Elia yang mengajar janda supaya percaya kepada sabda Allah (1 Raj 17:7-24).
Jadi dalam Perjanjian Lama, doa dimaknai dengan berbagai hal. Bagi Abraham, doa dimaknai sebagai komunikasi dengan Allah supaya ia bisa terus dekat dengan Allah dan dengan doa Abraham mampu melampaui ujian iman akan kesetiaan Allah. Bagi Musa, doa dimaknai sebagai doa syafaat yaitu doa yang memohon bukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk orang lain serta doa menjadi sarana untuk mendengarkan Allah. Bagi Daud dan Salomo, sebagai pemimpin (raja) doa sebagai sarana untuk memohon berkat bagi diri sendiri dan terutama bangsanya. Dan bagi Daud dalam Mazmur, doa menjadi puji-pujian untuk memuji dan memuliakan Allah. Kemudian makna doa bagi Elia adalah sebagai pertobatan.
b. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Baru
Doa juga sangat mewarnai Perjanjian Baru. “Peristiwa doa diwahyukan
sepenuhnya kepada kita dalam Sabda yang menjadi manusia dan tinggal di antara
kita” (KGK 2598). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa peristiwa doa yang paling
utama adalah doa yang diwahyukan sepenuhnya dalam sosok Sabda yang menjadi manusia yaitu Yesus Kristus, Putra Allah. Memang dalam Perjanjian Baru, doa bukan hanya dimuat dalam Injil namun juga dalam surat-surat para rasul. Namun yang menjadi utama dalam doa adalah sosok Yesus Kristus. Dalam Injil tertulis bagaimana hidup Yesus yang tak pernah lepas dari doa. Berkaca dari hidup Yesus,
doa dimaknai sebagai doa seorang anak kepada Bapa-Nya. Injil Lukas menuliskan kata-kata Yesus “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah
Bapa-Ku?” (Luk 2: 49). KGK 2599 menjelaskan kutipan Injil ini, “Di sinilah bentuk doa yang baru dalam kepenuhan waktu mulai menyatakan diri. Doa seorang anak, yang diharapkan Bapa dari anak-anak, akhirnya dihayati oleh
Putera tunggal dalam kodrat manusiawi bersama manusia dan untuk mereka”.
Yesus menunjukkan intimitas dalam doa. Hubungan manusia dan Tuhan dalam doa bukanlah semata-mata hubungan hamba dan tuan. Lebih dari itu, Allah membuka dirinya sebagai seorang Bapa yang dekat dengan manusia.
Di dalam Injil pula, kita bisa menemukan hidup doa dari teladan Bunda Maria. Bunda Maria adalah pribadi yang selalu menyertakan doa di dalam hidupnya. Sikap rendah hati dan kesetiannya kepada Allah ia ungkapkan dalam doa ketika malaikat menyampaikan kabar bahwa Maria akan mengandung dari
Roh Kudus. Kata Maria “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah
padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Kutipan dari Injil tersebut
menjelaskan bahwa dalam hidup Maria, ia sungguh merefleksikan bahwa dirinya sebagai milik Allah sepenuhnya sehingga apapun yang dikehendaki Allah maka terjadilah pada dirinya. Bunda Maria juga setia melaksanakan sabda Allah di dalam dirinya tanpa tawar-menawar atau menolak.
Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru khususnya dalam Kisah Para Rasul warna doa yang sangat kentara adalah ketika doa dilakukan dalam jemaat, demi kekuatan iman diri sendiri dan bagi kepentingan jemaat (bersama). Selepas Yesus Kristus naik ke surga, para rasul tetap terus bertekun sehati dalam doa (Kis 1: 14,
24). Cara hidup jemaat yang pertama juga digambarkan selalu berkumpul bersama untuk memecah roti dan berdoa (Kis 2: 42), juga dikatakan bahwa ketika jemaat sedang berdoa, tiba-tiba tempat mereka berkumpul pun bergoyang dan semua penuh dengan Roh Kudus (Kis 4: 31). Demikian pula ketika tujuh orang dipilih untuk melayani orang miskin, para rasul berdoa dan meletakkan tangan di atas tujuh orang itu (Kis 6: 6). Para rasul digambarkan berdoa demi kepentingan banyak orang, bukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka (Petrus dan Yohanes) mendoakan orang-orang Samaria supaya beroleh Roh Kudus (Kis 8: 15).
Masih banyak perihal doa dalam kehidupan para Rasul. Misalnya rasul Paulus yang ajakan dan doanya sangat diwarnai oleh doa syafaat bagi kepentingan jemaat. Salah satu contohnya adalah ketika Paulus memberi nasihat melalui surat pertamanya kepada Timotius “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah
permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang” (1 Tim 2: 1).
Jadi dari kutipan tersebut adalah salah satu contoh ajakan Paulus supaya umat saling mendoakan (berdoa bagi kepentingan banyak orang) dan supaya tidak egois hanya mementingkan diri sendiri.