• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjadi Pribadi yang Beriman Cerdas, Tangguh dan Misioner …

BAB IV MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER

A. Makna Hidup Doa Sebagai Sumber Spirit Pelayanan Katekis

4. Menjadi Pribadi yang Beriman Cerdas, Tangguh dan Misioner …

Doa yang dimaknai secara mendalam mendorong orang untuk semakin beriman. Semakin beriman adalah dampak dari rasa cinta manusia kepada Allah yang tumbuh melalui hidup doa. Akan tetapi iman Katolik yang baik haruslah sungguh-sungguh dimaknai secara mendalam dan bijaksana. Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 29) iman kekatolikan haruslah dihayati secara cerdas, tangguh dan misioner.

a. Cerdas

Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 29-30), cerdas menyangkut beberapa aspek, di antaranya: 1) kedewasaan dan kematangan dalam pemahaman dan penghayatan tentang imannya sehingga ia bisa mempertanggungjawabkan dengan benar. Ia tidak percaya secara membabi buta yang hanya mengandalkan emosi, tetapi juga melibatkan akal budi, kehendak, dan perasaan. 2) pandai memperhitungkan keadaan dan siap mengatasi tantangan yang ada, seperti dalam

perumpamaan Kitab Suci mengenai lima gadis bodoh dan lima gadis yang pandai (Mat 25:1-13).

Katekis yang sungguh beriman dengan cerdas, pasti benar-benar mendengarkan hati nuraninya sehingga dapat menimbang-nimbang suatu perkara dengan bijak. Katekis yang hidup di dunia dihadapkan dengan realitas dunia yang kompleks. Dalam kehidupan beriman, katekis hendaknya tidak beriman dengan gelap mata misalnya dengan menganggap bahwa agamanya sendiri paling benar dan agama lain salah sehingga di luar Gereja tidak ada keselamatan. Katekis hendaknya menjadi pribadi yang toleran terhadap umat beragama lain.

Dalam perkembangan teknologi zaman ini, semua orang disuguhkan berbagai kemudahan untuk berkomunikasi dan lain sebagainya. Dengan kenyataan ini, katekis hendaknya menggunakan media sosial bukan untuk hal-hal yang sifatnya destruktif melainkan konstruktif. Maksudnya adalah katekis hendaknya tidak menggunakan media sosial misalnya untuk menyatakan ujaran-ujaran kebencian, menghasut orang banyak dan lain sebagainya. Sebaliknya, katekis hendaknya bijaksana dalam menggunakan media sosial.Misalnya saja dengan membuat forum diskusi atau meng-upload renungan harian yang inspiratif dan menyentuh.Katekis juga hendaknya mampu mengajak umat untuk bersama-sama mengatasi krisis iman dan moral di mana agama hanya dilakukan sebagai rutinitas saja misalnya. Dalam beriman katekis juga diajak untuk menjadi pribadi yang cerdas.Iman dilandaskan pada kasih bukan pada ketaatan hukum secara ritual seperti dalam Luk (13: 10-17) di mana Yesus menyembuhkan orang sakit pada

hari Sabat, atau juga pada Luk (10: 25-37) di mana Yesus memberikan perumpamaan mengenai orang Samaria yang murah hati.

Kemudian katekis juga hendaknya tidak hanya menyimpan imannya untuk dirinya sendiri tanpa berbuat apa pun. Iman itu diungkapkan dalam pelayanan katekis terhadap kehidupan menggereja. Dalam mengungkapkan imannya melalui pelayanan, katekis hendaknya menjadi sosok yang cerdas melalui kreatifitasnya. Kreatifitas di sini dimaksudkan bahwa katekis mampu memperhitungkan segala kondisi yang terjadi dan siap mengatasi tantangan apapun dalam pelayanannya. Ia menjadi pribadi yang selalu berjaga-jaga. Misalnya ada seorang katekis yang tidak mampu memberikan renungan secara mendadak, maka setiap hari ia hendaknya memiliki waktu khusus membaca bacaan liturgi pada hari itu dan merenungkannya.

Seorang katekis yang beriman cerdas, dapat lebih mudah mengatasi arus besar zaman ini khususnya dampak negatif media sosial. Ini dikarenakan katekis menjadi tidak mudah mempercayai hoax dan dapat memanfaatkan media sosial dengan cerdas dan kreatif sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

b. Tangguh

Iman yang didapat dengan hidup doa, haruslah diwarnai dengan ketangguhan. Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 30), tangguh menyangkut aspek sikap dalam menghadapi pergulatan hidup. Pergulatan hidup bisa datang dari dalam diri kita sendiri karena berbagai persoalan hidup yang dialami tetapi juga bisa datang dari luar berupa godaan (dosa) dan tantangan.

Santo Paulus membagikan pengalaman mengapa ia tidak mudah goyah imannya dan tidak mudah putus asa. Semua itu karena hidupnya berakar pada Kristus dan dibangun di atas Dia sehingga situasi hidupnya tetap di dalam Dia (bdk Kol 2:1-2).

Berbagai macam arus besar zaman ini menjadi tantangan bagi pelayanan katekis.Bukannya tergiur untuk tenggelam dengan kenikmatan duniawi, melainkan katekis harus mampu untuk tetap teguh pada imannya. Segala hal yang ditawarkan dunia hendaknya dapat dimanfaatkan secara positif oleh katekis. Misalnya dalam arus sekularisasi di mana manusia memiliki kehendak bebas untuk berbuat dan memutuskan sesuatu, katekis hendaknya tidak tenggelam dalam sekularisme. Dari pribadinya sendiri, sebaiknya katekis menikmati apa yang ditawarkan dunia ini secukupnya sesuai dengan kebutuhannya dan tidak meninggalkan Tuhan. Katekis hendaknya memiliki iman yang tangguh, ini bisa dilihat dari teguhnya pendirian katekis untuk tidak terlena pada kenikmatan duniawi semata hingga meninggalkan intimitas dengan Tuhan.

Selain tangguh dalam menghadapi arus besar zaman, katekis hendaknya juga tangguh dalam menghadapi situasi yang sulit. Hidup doa yang dimaknai sungguh-sungguh dapat memunculkan keyakinan bahwa Tuhan akan selalu punya cara untuk menolong katekis di dalam hidupnya. Keyakinan seperti itu membuat katekis menjadi semakin berani mengambil resiko atas pelayanan yang dirasa berat dan sulit. Dengan doa dan keyakinan akan penyertaan Tuhan di dalam hidup, katekis dapat menjadi pribadi yang tidak gentar dalam menghadapi segala persoalan dalam pelayanannnya.

c. Misioner

Menurut Formatio Iman Berjenjang (2014: 30-31), misioner menyangkut gerak keluar untuk memberikan kesaksian akan imannya. Karena beriman, orang akan keluar dari dirinya dan mengambil bagian dalam karya misi Allah. Misioner berarti berani bersaksi tentang imannya, tidak malu mengakui dan menunjukkan kekatolikannya kepada khalayak umum.

Hidup doa yang menumbuhkan iman, perlu dituangkan dalam perbuatan (bdk. Yak 2:17). Katekis sangat perlu memiliki iman yang misioner, yaitu iman yang diungkapkan melalui perbuatan mengambil bagian dalam karya misi Allah yaitu penyelamatan. Ketika ada orang yang bertindak salah tak jarang orang takut atau ragu untuk menegur karena berbagai macam alasan. Di sini katekis berperan untuk mengajak setiap orang yang berbuat tidak sesuai dengan kehendak Allah, kembali kepada hidup yang sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, misioner dimaknai sebagai sikap di mana katekis berani berbicara tentang Kristus kepada orang lain apabila memang situasi menuntut demikian. Kepada orang yang berbeda agama pun, katekis hendaknya berani menyatakan imannya tanpa harus membuat orang lain tersinggung. Semua itu bertujuan untuk keselamatan umat manusia.

Iman yang misioner juga berarti katekis mau melibatkan diri dalam masyarakat dan bekerja sama dengan semua yang berkehendak baik untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, mewujudkan kesejahteraan umum dan membangun bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, mengedepankan nilai-nilai keimanan, kejujuran, kebangsaan dan keberpihakan kepada kaum yang

lemah. Dengan begitu katekis mengambil bagian dalam kerja Allah mewujudkan keselamatan (Formatio Iman Berjenjang, 2014: 31). Dengan begitu maka iman katekis yang misioner bukan hanya terbatas diungkapkan kepada kalangan Gereja, tetapi dalam lingkup seluruh umat manusia. Karena itulah katekis menjadi garam dan terang dunia. Katekis menjadi alat yang dipakai Allah untuk mewujudkan Kerajaan-Nya.