• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG SKRIPSI"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

i

MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI

SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Retno Wulandari NIM: 141124016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk seluruh umat Paroki St. Yusuf Ambarawa, untuk Universitas Sanata Dharma, untuk orang tua, kakak-kakakku dan keluarga

besarku serta tak lupa sahabat-sahabatku yang sudah sangat membantu memberikan dukungan, semangat serta pertolongan dalam menyelesaikan skripsi

(5)

v MOTTO

“Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikullah kuk yang kupasang dan belajarlah

pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan.”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER

SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”. Judul

skripsi ini dipilih berdasarkan keprihatinan atas menurunnya spirit pelayanan para katekis yang diakibatkan oleh tantangan-tantangan pelayanan khususnya arus besar perubahan zaman yang terjadi pada masa sekarang. Dalam kenyataan di lapangan, diketahui bahwa tantangan pelayanan yang ada dapat melemahkan spirit pelayanan para katekis. Hal ini harus segera ditanggapi dan disikapi dengan bijak. Berdasarkan dengan kenyataan tersebut, maka skripsi ini dimaksudkan untuk memberikan inspirasi kepada para katekis supaya tetap memiliki spirit dalam melayani umat di zaman sekarang.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah spirit pelayanan seperti apa yang dapat digali dari makna hidup doa untuk membantu para katekis dalam melayani umat di zaman sekarang. Persoalan tersebut diolah dengan menggunakan studi pustaka terhadap esensi doa untuk memperoleh inspirasi spirit pelayanan katekis dari makna hidup doa. Inspirasi-inspirasi spirit pelayanan katekis yang dipaparkan sekiranya dapat memberikan manfaat bagi para katekis untuk meningkatkan spirit pelayanan mereka.

Makna hidup doa memberikan inspirasi spirit bagi pelayanan katekis. Kemudian muncul sikap-sikap baru yang positif dalam diri katekis. Dengan makna hidup doa yang dihayati, tumbuhlah suatu relasi yang mendalam dengan Allah. Muncul pula kesadaran bahwa doa perlu dilakukan terus menerus karena dapat menguatkan iman dan meneguhkan hati dari segala persoalan. Makna hidup doa yang dihayati memunculkan kemauan untuk mengasihi dan menggerakkan seseorang untuk mengatasi egosentrisme. Makna hidup doa yang dihayati sungguh-sungguh membuat orang memiliki iman yang cerdas, tangguh dan misioner. Doa juga membuat seseorang menjadi pribadi yang penuh harapan karena selalu menginginkan keselamatan seluruh umat manusia terwujud. Hati yang terus mengarah pada Allah melahirkan pribadi yang penuh kasih kepada Allah dan kepada sesama. Doa dapat membuat katekis semakin mencintai Yesus Kristus dan berusaha untuk meneladani-Nya. Makna hidup doa yang dihayati membuat para katekis memiliki keutuhan dan keaslian hidup karena dapat mengalami sendiri kasih Allah di dalam hidupnya, sehingga apa yang diwartakannya merupakan sebuah kesaksian iman.

(9)

ix

ABSTRACT

This undergraduate thesis entitles " THE MEANING OF PRAYER AS

THE SPIRIT’S RESOURCE OF THE MINISTRY OF CATECHISTS

TODAY". The title of this thesis was chosen based on concerns over the decline of the spirit of the catechists ministry caused by the challenges of ministry, especially the large flow of changing times that occur in the present. In reality in the field, it is known that the challenges of existing ministries can weaken the spirit of ministry of catechists. This must be responded to immediately and wisely. Based on this fact, this thesis is intended to inspire catechists to increase a spirit in serving people today.

The main problem in this thesis is what kind of service spirit can be extracted from the meaning of the prayer to help catechists in serving people today. The problem is processed by using literature studies on the essence of prayer to obtain inspiration for the spirit of catechist ministry from the meaning of living prayer. The inspirations of the catechistic ministry spirit presented if it can provide benefits for catechists to increase the spirit of their ministry.

The meaning of prayer inspires the spirit for catechist ministry. Then new positive attitudes arise in the catechists. By the meaning of prayer, a deep relationship with God grows. There was also the realization that prayer needs to be done continuously because it can strengthen faith and the heart by all problems. The meaning of prayer raises the willingness to love and actuating a person to stay away from egocentrism. The meaning of prayers that truly makes people have intelligent, tough and missionary faith. Prayer also makes a person to be hopeful because he always wants the salvation of all humanity to be realized. The heart that continues to lead to God grows a loving person to God and to others. Prayer can make catechists love Jesus Christ more and try to emulate Him. The meaning of prayer makes the catechists have the integrity and authenticity of life because they can experience for themselves the love of God in their lives, so what they inform is an experience of faith.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG.

Skripsi ini disusun berdasarkan keprihatinan penulis akan kenyataan kehidupan beriman dan pelayanan katekis yang sungguh dihadapkan pada banyak kesulitan dan tantangan. Sebagai contoh kesulitan dan tantangan tersebut yaitu sekularisasi dan sekularisme, materialisme, konsumerisme, individualisme, sensualisme, hedonisme, primordialisme, radikalisme, terorisme, rusaknya lingkungan hidup, dampak negatif media sosial, serta krisis iman dan moral. Spirit pelayanan katekis menumbuhkan keinginan untuk memberikan sumbangan pemikiran berupa inspirasi spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang meskipun menghadapi banyak tantangan.

(11)

xi

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Skripsi ini tersusun dengan bantuan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Drs. FX. Heryatno Wono Wulung, SJ., M.Ed sebagai dosen pembimbing utama dan dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan perhatian, meluangkan waktu dan dengan penuh kesabaran serta kemurahan hati membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Yoseph Kristianto, SFK, M.Pd sebagai dosen penguji II yang telah bersedia membaca, mempelajari, memberikan kritik dan masukan yang membangun serta mendampingi penulis dalam penulisan skripsi ini.

3. FX. Dapiyanta, SFK, M.Pd sebagai dosen penguji III yang telah bersedia membaca, mempelajari, memberikan kritik dan masukan yang membangun serta mendampingi penulis dalam penulisan skripsi ini.

4. Dr. B. A. Rukiyanto SJ selaku Kaprodi Program Studi Pendidikan Agama Katolik yang telah bersedia membantu penulis demi kelancaran pelaksanaan ujian skripsi bagi penulis.

(12)

xii

6. Orang tua dan kakak-kakak saya yang ikut memberikan dukungan, semangat, perhatian dan doa baik selama penulisan skripsi saya maupun dalam perkuliahan.

7. Sahabat-sahabat saya FX. Adswi Fransibena, Veronika Sigalingging, Elisabeth Dhian Novitasari, Fransiska Siki, Rotiarni Rustinikasi Simbolon, Sr. Maxima PI dan Verena Miranti yang dengan penuh kasih mendorong, mendukung dan senantiasa memberikan bantuan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman mahasiswa terkhusus angkatan 2014 yang selalu memberi dorongan, semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis selama proses perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

9. Seluruh staf perpustakaan Program Studi Pendidikan Agama Katolik, perpustakaan Mrican Universitas Sanata Dharma, dan perpustakaan Kolese St. Ignatius Kotabaru yang dengan penuh kesabaran dan kemurahan hati membantu penulis dalam mencari buku-buku dan sumber-sumber bahan skripsi yang lainnya.

10. Seluruh warga kampus Program Studi Pendidikan Keagamaan Katolik yang selalu memberikan semangat serta dukungan dari awal perkuliahan hingga akhir penyelesaian skripsi ini.

(13)
(14)

xiv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

a. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Lama …. 15 b. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Baru ….. 19

2. Doa Menurut Dokumen Gereja ………. 21

3. Doa Menurut Tokoh Gereja dan Para Ahli ………. 25

B. Isi Doa ……….. 30

(15)

xv

a. Yesus Selalu Mengarah Kepada Allah Bapa dan Setia Kepada-Nya ……… 48

b. Yesus Mendapat Kekuatan dengan Berdoa ……… 51

c. Yesus Berdoa Demi Kepentingan Orang Lain ………. 54

d. Yesus Berdoa Sendiri dalam Kesunyian/Keheningan ……. 56

2. Doa Kristen Melanjutkan Doa Yesus ………. 58

BAB III TANTANGAN DAN PELAYANAN KATEKIS DI ZAMAN DSSS D SEKARANG ……… 60

A. Tantangan Katekis dalam Pelayanan ………. 61

1. Sekularisasi: Sekularisme, Materialisme, Konsumerisme …….. 62

2. Individualisme, Sensualisme, Hedonisme ……….. 63

3. Primordialisme, Radikalisme dan Terorisme ……… 64

4. Rusaknya Lingkungan Hidup ……… 65

b. Pelayanan Menurut Dokumen Gereja ……… 69

c. Pelayanan Menurut Para Ahli ……… 70

2. Panggilan dan Identitas Katekis ……… 71

(16)

xvi

4. Syarat menjadi Katekis ……… 75

5. Kategori Katekis ……… 76

6. Spiritualitas Katekis ……… 77

a. Keterbukaan Kepada Allah Tritunggal ………. 78

b. Keterbukaan Terhadap Gereja ……….. 79

c. Keterbukaan Terhadap Dunia ……… 80

d. Keutuhan dan Keaslian Hidup ………. 80

e. Semangat Misioner ……… 81

f. Devosi kepada Bunda Maria ……… 82

g. Menimbang Zaman ……….. 83

BAB IV MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER kkkkkkkkkkkkkSPIRITPELAYANAN KATEKIS ………. 87

A. Makna Hidup Doa Sebagai Sumber Spirit Pelayanan Katekis ………. 88

1. Memiliki Relasi yang Mendalam Dengan Allah ………….…….. 88

2. Menjadi Pribadi yang Senantiasa Berdoa ………. 90

3. Berdoa dan Berbuat Demi Kepentingan Banyak Orang………….. 92

4. Menjadi Pribadi yang Beriman Cerdas, Tangguh dan Misioner…. 94

a. Cerdas ……… 94

b. Tangguh ……… 96

c. Misioner ……….. 98

5. Menjadi Pribadi yang Berpengharapan ……….……….. 99

6. Menjadi Pribadi yang Penuh Kasih ………. 100

7. Meneladani Hidup Yesus Kristus ……….. 101

8. Memiliki Keutuhan dan Keaslian Hidup ……….. 103

B. Usulan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Spirit Pelayanan para Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung

(17)

xvii

6. Pemilihan Materi ……….. 112

7. Matriks Usulan Materi Kegiatan Rekoleksi ………. 115

8. Contoh Persiapan Kegiatan Rekoleksi untuk Meningkatkan Spirit Pelayanan para Katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung Semarang ……….. 123

Bab V PENUTUP ……….. 134

A. Kesimpulan ………. 134

B. Saran ………. 137

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Alkitab Deuterokanonika © LAI 1976. (Alkitab yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru dalam terjemahan baru, yang diselenggarakan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, ditambah dengan Kitab-kitab Deuterokanonika yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia. Terjemahan diterima dan diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia). Jakarta: LAI, 2001, hal 8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Sri Paus Yohanes

Paulus II kepada para uskup, klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

DV : Dei Verbum, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Wahyu Ilahi, 18 November 1965.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II

mengenai Gereja di Dunia Dewasa Ini, 7 Desember 1965. KGK : Katekismus Gereja Katolik, uraian tentang ajaran iman dan

moral Gereja Katolik, 22 Juni 1992.

(19)

xix

tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 21 November 1964.

UR : Unitatis Redintegratio, Dekrit tentang Ekumenisme (Persatuan Gereja), 21 November 1964.

Congregation for Evangelization of Peoples, Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa, menerbitkan buku Pedoman Untuk Katekis, 3 Desember 1993.

Ikatan Penerbit Indonesia, Asosiasi profesi penerbit satu-satunya di Indonesia yang menghimpun para penerbit buku dari seluruh Indonesia, 17 Mei 1950.

Jalan Kabupaten

Keuskupan Agung Semarang Konferensi Wali Gereja Indonesia

Liquid Crystal Display, salah satu jenis proyektor Mgr Santo Fransiskus dari Asisi, 24 Februari 1209.

Pertemuan Kateketik Keuskupan Se-Indonesia

(20)

xx Prodi

PUK SJ

St

: : : :

Kateketik Keuskupan Agung Jakarta Program Studi

Petunjuk Umum Katekse

Serikat Yesus (biasa dikenal sebagai Yesuit), didirikan pada tahun 1534.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman dahulu manusia selalu memiliki berbagai pertanyaan mengenai kehidupan. Manusia selalu bertanya-tanya mengenai makna hidup mereka di dunia ini. Lambat laun manusia menyadari bahwa mereka lemah, selalu cemas pada kejadian yang tidak bisa mereka atasi, ingin mencurahkan isi hati dan mengeluhkan hidup pada pribadi yang berkuasa mengubah hidup. Akhirnya manusia beragama menyadari kehadiran sang pencipta dan orang Kristen menyebut-Nya sebagai “Allah”. Cara manusia dalam memaknai hidup adalah dengan berdoa, berefleksi dan menjalin relasi dengan Allah. Dalam hal ini, iman dan agama berperan membantu manusia menjalin relasi dengan Allah. Iman membuat orang bertekun mencari Allah dan agama memberikan petunjuk untuk menjalin relasi dengan Allah.

Kerinduan untuk menjalin relasi dengan Allah sudah ditanamkan dalam

diri manusia. Katekismus Gereja Katolik menguraikan bahwa “Kerinduan akan

(22)

untuk datang kepada Allah dan menjalin relasi dengan-Nya. Manusia akan terus merasa rindu dan mencari Allah karena kebahagiaan sejati manusia ada di dalam Allah. Jadi kerinduan, pencarian manusia, dan kebahagiaan manusia bermuara pada perjumpaan atau relasi dengan Allah.

Meskipun manusia memiliki kecenderungan untuk mencari dan merindukan kehadiran Allah, sebenarnya Allah sudah lebih dahulu rindu dan memanggil manusia. Hal ini telah dirumuskan oleh Gereja dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 2567) sebagai berikut:

Sebelum manusia memanggil Tuhan, Tuhan memanggil manusia. Juga apabila manusia melupakan Penciptanya atau menyembunyikan diri dari hadapan-Nya, juga apabila ia mengikuti berhalanya atau mempersalahkan Allah, bahwa Ia telah melupakannya, namun Allah yang hidup dan benar tanpa jemu-jemunya memanggil setiap manusia untuk suatu pertemuan penuh rahasia dengan-Nya di dalam doa. Dalam doa gerak cinta kasih Allah yang setia ini pertama-tama datang dari Dia; gerak manusia selalu merupakan jawaban. Sejauh Allah mewahyukan Diri dan menyanggupkan manusia mengenal dirinya sendiri, doa kelihatan sebagai satu sapaan timbal balik, sebagai peristiwa perjanjian, yang melalui kata dan tindakan, mengikutsertakan hati. Ia menyata dalam perjalanan seluruh sejarah keselamatan.

(23)

suatu peristiwa timbal balik. Adalah suatu bentuk kemurahan hati Allah ketika Allah yang lebih dulu mengajak manusia membangun relasi dengan-Nya.

Doa sebagai peristiwa timbal balik antara Allah dan manusia sangat diperlukan supaya manusia dapat menjalin relasi dengan Allah. Lalu apakah yang dimaksud dengan doa? Youcat Katekismus Populer (469) merumuskan bahwa

“doa berarti mengarahkan hati kepada Allah. Ketika seseorang berdoa, ia masuk

dalam hubungan yang hidup dengan Allah. Doa adalah pintu gerbang untuk

berkomunikasi dengan Allah”. Dengan demikian ada dua hal penting dari kutipan

tersebut. Yang pertama, doa mengajak manusia mengarahkan hati kepada Allah. Manusia yang hidup berinteraksi dengan sesamanya terkadang dipenuhi pikiran dan perasaan tentang hal-hal di sekitarnya atau tentang orang-orang yang ditemuinya. Dengan begitu doa menuntut manusia untuk fokus merasakan

kehadiran Allah dan mendengarkan Allah. Mengapa mengarahkan ‘hati’ dan

bukan yang lain? Karena hati adalah tempat keputusan, tempat kebenaran, tempat perjanjian dan tempat pertemuan manusia dengan Allah (KGK 2563).

(24)

Dengan pengertian doa tersebut, maka jelaslah bahwa doa itu sangat penting bagi manusia. Bagaimana caranya berdoa? Rasul Paulus menjelaskan

“Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,

bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Rm 8: 26). Ayat tersebut mengungkapkan bahwa sebenarnya manusia tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa. Tidak ada cara baku secara fisik untuk berdoa dan manusia berdoa hanya dengan bimbingan Roh Kudus.

Manusia memang tidak tahu bagaimana harus berdoa, akan tetapi Yesus mengajari manusia bagaimana manusia harus berdoa. Yesus juga mengajari manusia sebuah doa yang paling sempurna yaitu Doa Bapa Kami. Bagaimana manusia harus berdoa? Katekismus Gereja Katolik merumuskan hal penting dalam khotbah Yesus di bukit mengenai doa yaitu bahwa Yesus menekankan adanya pertobatan hati. Sebelum kita berdoa dan membawa persembahan ke altar, kita harus berdamai dengan saudara kita. Kita berdoa di tempat yang tersembunyi, bukan di tempat umum supaya dilihat orang. Hendaknya ketika berdoa, kita tidak bertele-tele atau mengucapkan terlalu banyak kata. Di dalam doa kita juga harus mengampuni orang lain dengan segenap hati dan sungguh mencari Kerajaan Allah (KGK 2608).

(25)

Kristen adalah kita berdoa atas nama Yesus Kristus (KGK 2614). Iman kepada Kristus mengantar para murid masuk ke dalam perkenalan dengan Bapa, karena

Yesus adalah “jalan kebenaran dan hidup” (Yoh 14:6). Jadi kita hendaknya berdoa

seperti apa yang Yesus telah ajarkan dan berdoa atas nama-Nya (Yoh 16:24). Dengan terus berdoa sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Yesus, kepribadian manusia dapat berubah menjadi semakin lebih baik. Dalam buku yang berjudul Jika Allah Sudah Tahu, Mengapa Masih Berdoa? (Kelly, 2003: 113) dijelaskan sebagai berikut:

Allah bekerja untuk mengubah kita melalui permohonan kita, melalui segala yang diizinkan-Nya terjadi dalam kehidupan kita, melalui Kitab Suci, Roh Kudus, penyelenggaraan ilahi, kesukaran, penderitaan, dan kebahagiaan. Melalui semua hal ini, Allah aktif membentuk kita menjadi seperti Yesus agar kita ada di tempat di mana Roh Kudus dapat memperantarai, bekerja dan memohon dalam diri kita serta memantulkan suara Yesus.

Kutipan tersebut ingin menjelaskan bahwa melalui doa dan hidup kita, Allah terus berusaha membentuk kita supaya kita semakin menjadi seperti Yesus. Memang Allah sebenarnya sudah tahu apa yang hendak kita ucapkan dalam doa. Tapi doa bukan hanya tentang bagaimana kita datang kepada Allah untuk memohon atau mengungkapkan perasaan kita. Berdoa tidak hanya dilakukan ketika kita membutuhkan sesuatu lalu meminta kepada Allah kemudian berhenti

berdoa ketika doa kita sudah dikabulkan. Anselm Grun menyebutkan bahwa “doa

menjadi sarana ulang untuk mengenal diri” (Grun, 1985: 21). Kutipan tersebut

(26)

memperbaikinya. Dari doa kita dapat terus meneliti sejauh mana kita mengikuti teladan Yesus Kristus Putra Allah, sang pendoa.

Spirit hidup Yesus sangat penting kita dihidupi. Lalu mengapa Yesus adalah figur paling sempurna untuk dijiwai spirit-Nya? Atau mengapa Allah membentuk kita supaya semakin menyerupai Yesus? Kita perlu mengerti bahwa Yesus adalah teladan pendoa yang sangat sempurna. Menurut buku Iman Katolik,

“suri teladan doa bagi semua orang tetap Yesus sendiri” (KWI, 1996: 200).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa Yesus adalah teladan pendoa karena seluruh hidup Yesus ditentukan oleh kesatuan-Nya dengan Allah sebagai Bapa-Nya dan ini terungkap dalam doa-doa-Nya. Oleh Roh, Yesus selalu bersatu dengan Allah dan doa menduduki tempat sentral dalam hidup Yesus (KWI, 1996: 201). Youcat Katekismus Populer (475) juga mengungkapkan bahwa hidup Yesus adalah doa dan menjadi satu dengan Bapa dalam Roh Kudus adalah prinsip bagi-Nya.

Yesus selalu berdoa dan menyatukan diri dengan Allah di sepanjang hidup-Nya. Katekismus Gereja Katolik mengungkapkan bahwa “Yesus telah

menyelesaikan seluruh pekerjaan Bapa” (KGK 2749). Kutipan ini menjelaskan

(27)

Spirit Yesus harus bisa dijiwai oleh semua orang Kristen, tak luput juga para katekis. Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa menjelaskan bahwa

“setiap orang Katolik yang telah dibaptis secara pribadi dipanggil oleh Roh Kudus

untuk memberi sumbangan bagi kedatangan Kerajaan Allah” (CEP, 1997: 15).

Jadi setiap orang Katolik yang sudah dibaptis baik religius maupun awam, memiliki perannya masing-masing untuk membangun Kerajaan Allah. Secara

khusus, Dekrit tentang Kerasulan Awam mengungkapkan bahwa “kaum awam

menerima tugas serta haknya untuk merasul berdasarkan persatuan mereka dengan

Kristus Kepala” (AA 3). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa semua kaum awam

yang telah dibaptis menerima tugas dan haknya untuk merasul. Kaum awam memiliki berbagai ragam panggilan dan kerasulan yang berbeda-beda. Dalam panggilan umum kaum awam, ada pula panggilan khusus.

Menurut Kongregasi Evangelisasi untuk Bangsa-Bangsa, katekis memiliki panggilan khusus dari Roh Kudus yaitu suatu “karisma khusus yang

diakui oleh Gereja”. Panggilan katekis yang bersifat khusus ini adalah tugas untuk

berkatekese. Katekese berhubungan sangat erat dengan perintah Yesus yang terakhir. Hal ini telah dimuat dalam Anjuran Apostolik Catechesi Tradendae (CT 1) sebagai berikut:

Penyelenggaraan katekese oleh Gereja selalu dipandang sebagai salah satu tugasnya yang amat penting. Sebab sebelum Kristus naik menghadap Bapa-Nya sesudah kebangkitan-Nya, Ia menyampaikan kepada para Rasul perintah-Nya yang terakhir, yakni menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya, dan mengajar mereka mematuhi segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya.

(28)

gembira. Gereja berkewajiban untuk mewartakan apa yang sudah diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya dan mengajarkan umat untuk mematuhi perintah Yesus.

Istilah “katekese” itu sendiri digunakan untuk merangkum seluruh usaha dalam

Gereja untuk memperoleh murid-murid, untuk membantu umat mengimani bahwa Yesus itu Putera Allah.

Begitu vital dan seriusnya tugas berkatekese dalam Gereja. Oleh karena itu katekis sebagai pelaku katekese harus memiliki kualitas kepribadian dan pelayanan yang sungguh baik. Seorang katekis yang kualitas kepribadian dan pelayanannya rendah, kurang dapat membantu umat dalam memperkembangkan iman mereka. Bagaimana tidak? Seorang katekis yang kualitas kepribadiannya rendah memiliki kedekatan yang kurang dengan Allah, daya reflektif yang rendah, semangat kasih yang kurang bernyala-nyala, jauh dari figur pembawa kabar gembira. Hal ini terjadi karena katekis yang demikian kurang dapat menghadirkan kasih Allah kepada sesamanya dan pekerjaan Roh tidak menjadi hal yang pokok dalam hidupnya. Seorang katekis yang kualitas pelayanannya juga rendah biasanya tidak sepenuh hati dalam melayani umat, banyak perhitungan ketika harus melayani, tidak ada keinginan untuk terus-menerus belajar, dan pengetahuannya rendah. Oleh karena itu untuk bisa membantu melayani umat memperkembangkan iman mereka melalui katekese, katekis harusnya mulai memperbaiki kualitas dirinya sendiri terlebih dahulu.

(29)

membentuk manusia supaya semakin menjadi seperti Kristus. Katekis harus benar-benar menghidupi spirit Yesus Kristus supaya semakin menjadi pribadi yang sempurna dan dekat dengan Allah. Oleh karena itu katekis sangat perlu melakukan doa secara intensif karena doa dapat mengubah manusia. Pemaknaan oleh katekis mengenai hidup doanya dapat mengubah kepribadian katekis, sehingga doa dapat memberikan dampak terhadap spirit pelayanan para katekis.

Dengan permasalahan bagaimana makna hidup doa yang sungguh dihayati mempengaruhi spirit pelayanan katekis, maka pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER

SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”.

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang sudah disebut di atas, maka penulismerumuskan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini, yaitu sebagai berikut :

1. Apa pokok-pokok hidup doa?

2. Seperti apakah tantangan dan pelayanan para katekis kepada umat? 3. Makna apa yang dapat ditemukan dalam hidup doa?

C. Tujuan Penulisan

(30)

1. Memaparkan pokok-pokok makna hidup doa sebagai spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang.

2. Menggambarkan tantangan dan pelayanan para katekis kepada umat di zaman sekarang.

3. Menguraikan makna hidup doa sebagai sumber spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang.

D. Manfaat Penulisan

1. Memberikan wawasan yang baru dan menambah pengetahuan para katekis tentang makna hidup doa yang dapat digunakan sebagai spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang.

2. Memberikan pemahaman kepada umat Katolik mengenai tantangan dan pelayanan katekis di zaman sekarang supaya katekis dan umat sama-sama semakin disadarkan akan tugas dan peranan katekis dalam Gereja sehingga dapat saling membantu dalam membangun Gereja.

3. Memberikan penyadaran, sumbangan pemikiran dan inspirasi bagi para katekis supaya lebih sepenuh hati dalam menjalani panggilannya serta semakin menjadi pribadi yang menghidupi kasih Kristus.

E. Metode Penulisan

(31)

dapatkan berdasarkan studi pustaka kemudian penulis menjelaskan, memahami dan memaknainya. Berdasarkan judul yang telah dipilih, penulis akan menjabarkan pemaknaan hidup doa sebagai spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini mengambil judul “MAKNA HIDUP DOA SEBAGAI SUMBER SPIRIT PELAYANAN PARA KATEKIS DI ZAMAN SEKARANG”. Berdasarkan judul tersebut, makna hidup doa dapat dijadikan sumber spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang. Untuk itu, penulis merencanakan penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang akan dikembangkan sebagai berikut:

Bab I menguraikan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

Bab II membahas hasil studi pustaka tentang pokok-pokok yang penting mengenai pemaknaan hidup doa yang dijelaskan dalam beberapa sub bab seperti esensi doa, pewahyuan doa, isi doa, bentuk-bentuk doa, dan Yesus Kristus sebagai teladan pendoa.

(32)

konsumerisme; individualisme, sensualisme, hedonisme; primordialisme, radikalisme dan terorisme; rusaknya lingkungan hidup; dampak negatif media sosial; serta krisis iman dan moral. Kemudian bagian pokok yang kedua memaparkan tentang pelayanan, tugas dan peran katekis, syarat menjadi katekis, kategori katekis, spiritualitas katekis.

Bab IV berisikan makna hidup doa apa saja yang dapat dijadikan sebagai spirit pelayanan para katekis di zaman sekarang. Kemudian bab ini ditutup dengan usulan kegiatan rekoleksi sebagai usaha meningkatkan kualitas diri dan spirit pelayanan para katekis di Paroki St. Yusuf Ambarawa Keuskupan Agung Semarang.

(33)

BAB II

POKOK-POKOK HIDUP DOA

Doa memegang peran penting dalam kehidupan orang beriman karena doa menjadi cara manusia dalam memaknai hidupnya. Doa dapat membantu manusia untuk terus melibatkan Tuhan di dalam hidupnya. Doa bisa dilakukan siapapun tidak peduli apapun agamanya. Setiap agama memiliki keyakinan tersendiri mengenai hidup doa dan pokok-pokoknya yang berbeda-beda. Agama Katolik memiliki pemahaman tersendiri mengenai doa. Ada pokok-pokok tertentu dalam hidup doa umat Katolik. Kesemuanya ini penting diketahui bagi umat Katolik karena dapat membantu umat Katolik dalam memahami hidup doa Katolik. Dengan begitu, setiap umat Katolik dapat lebih mendekatkan diri dengan Tuhan di dalam terang Yesus Kristus.

Berdasarkan hal tersebut, maka pembahasan bab II ini ingin memberikan hal-hal penting atau pokok-pokok dalam hidup doa. Bab II ini juga menjadi bagian yang penting dalam skripsi ini. Adapun isi dari bab II ini adalah mengenai esensi doa, pewahyuan doa, isi doa, bentuk-bentuk doa, dan Yesus Kristus sebagai teladan pendoa.

(34)

pujian. Kemudian bentuk-bentuk doa dijelaskan dalam poin-poin yaitu doa lisan, doa renung atau meditasi, dan doa batin atau kontemplasi. Setelah itu dalam sub bab selanjutnya, dijelaskan mengenai Yesus Kristus sebagai teladan pendoa.

A. Esensi Doa

Gereja Katolik memiliki penghayatan mengenai doa yang mungkin berbeda dengan penghayatan doa menurut agama lain. Sumber keyakinan mengenai esensi doa bagi orang Katolik yang pertama dan paling utama adalah dari Kitab Suci. Mengapa yang paling utama adalah Kitab Suci? Karena Allah sendirilah pengarang Kitab Suci. Karena itulah Kitab Suci mengajarkan kebenaran yang perlu bagi keselamatan manusia. Roh Kudus menginspirasikan para pengarang untuk menuliskan apa yang ingin Allah ajarkan kepada manusia (Kompendium KGK, 2009: 20). Kemudian dari Kitab Suci tersebut, Gereja menjelaskan doa melalui dokumen Gereja seperti Katekismus Gereja Katolik, dokumen Konsili Vatikan II, dan sebagainya. Kemudian dari sana, para ahli mengomentari Kitab Suci dan dokumen-dokumen Gereja bisa dalam artikel ataupun juga buku-buku.

1. Doa Menurut Hidup Tokoh dalam Kitab Suci

(35)

tetapi Kitab Suci dengan jelas menuliskan kebiasaan-kebiasaan doa para tokoh di dalam Kitab Suci dari Perjanjian Lama sampai Perjanjian Baru.

Doa memegang peranan yang sangat penting bagi tokoh-tokoh yang dikisahkan di dalam Kitab Suci. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama kebiasaan doa banyak dilakukan. Abraham, Nuh, Yakub, Musa, Daud, Salomo, Elia dan lain-lain telah banyak menunjukkan kebiasaan-kebiasaan doa tersebut. Dalam Perjanjian Baru dapat kita ketemukan hidup doa dari Yesus Kristus, Bunda Maria dan juga para rasul seperti Petrus, Paulus, Yohanes, dan lain sebagainya. Sebenarnya semua tokoh dalam Kitab Suci yang sudah disebutkan sebelumnya, penting bagi umat Katolik untuk memaknai hidup doa. Akan tetapi dari kesemuanya itu, yang menjadi pusat atau tokoh sentralnya adalah Yesus Kristus karena Yesus Kristus adalah Allah yang berinkarnasi menjadi manusia dan Ia adalah pribadi yang mengajari kita bagaimana harus berdoa. Oleh karena itu, pemahaman mengenai Yesus Kristus akan dipisah menjadi sub bab tersendiri dan dibahas lebih dalam dibandingkan tokoh lain dalam skripsi ini.

a. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Kitab Suci Perjanjian Lama

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, telah disebutkan di atas bahwa ada banyak tokoh yang memaknai hidup doa. Karena terlalu banyaknya tokoh tersebut, maka di sini kita akan bahas beberapa tokoh saja yang hidup doanya sangat dominan mewarnai Kitab Suci Perjanjian Lama.

(36)

memanggil Abraham, ia selalu berangkat dengan segera dan begitu patuh seperti

dalam Kej 12: 4 “Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan Tuhan

kepadanya, dan Lot pun ikut bersama-sama dengan dia…”. Abraham selalu melayani Allah. Doa Abraham selalu dinyatakan melalui tindakan yaitu dengan mendirikan mezbah bagi Allah. Allah memberikan janji kepada Abraham yaitu untuk memberikan tanah Kanaan kepada keturunan Abraham (Kej 12:7). Abraham harus bersabar sampai janji Allah dipenuhi. Sampai pada waktu itu, doa bagi Abraham menjadi suatu keluhan karena rasanya janji Allah tidak kunjung dipenuhi. Doa pun menjadi ujian iman akan kesetiaan Allah bagi Abraham (KGK 2570).

Abraham sungguh percaya kepada Allah sehingga ia bersedia menerima tamu yang sungguh misterius dalam kemahnya (Kej 18:2). Abraham juga memiliki keyakinan yang sungguh besar kepada Allah. Bahkan ketika Abraham diminta untuk mempersembahkan anaknya, Abraham dengan tegar hati sungguh melakukan apa yang dikehendaki Allah (Kej 22:10). Akan tetapi Allah menyediakan domba sebagai persembahan bagi-Nya (Kej 22:11). Dalam hidup Abraham, doa bukan hanya sebatas ucapan atau keluhan yang terselubung. Dengan doanya, ia membangun mezbah bagi Allah sebagai wujud kasih dan persembahannya. Dengan doa, ia terus menjaga hubungan yang dekat dengan Allah. Dan dengan doa pula Abraham dapat melampaui ujian iman yang diberikan Allah.

(37)

juga tercermin sifat Allah yang sungguh mengasihi manusia. Allah memanggil Musa dalam semak bernyala. Kejadian ini pula yang selalu dimaknai manusia bahwa Allah Abraham, Ishak, Yakub adalah Allah yang selalu mendahului manusia untuk memulai hubungan yang hidup dengan-Nya. Allah selalu menginginkan kehidupan dan keselamatan bagi manusia. Akan tetapi Allah tidak ingin melakukannya sendiri, Ia menginginkan keselamatan itu juga dengan bantuan atau campur tangan manusia juga. Oleh karenanya Ia mengutus Musa menjadi perantara atau alat Allah untuk menyelamatkan bangsa Israel (Kel 3:2-4:17). Dengan tugas perutusan yang diberikan oleh Allah kepada Musa, awalnya Musa tidak mau melakukannya. Dari percakapannya dengan Allah, ia mulai belajar berdoa. Ketika berdoa Musa seringkali bertanya, menyampaikan rasa keberatan dan berdalih (KGK 2575).

Akhirnya Musa yang menyanggupi tugas perutusannya, selalu bersandar kepada Allah dalam setiap hal, mengambil keputusan, menyelesaikan perkara, mengeluh dan lain-lain. Musa seringkali mendaki gunung untuk berdoa (mendengarkan Allah dan memohon bantuan-Nya demi tugas perutusan Musa) dengan waktu yang cukup lama (misalnya dalam Kel 19, 24, 34). Dalam Kel (33:11) dikatakan bahwa Tuhan berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.

(38)

ketika Allah murka kepada bangsa Israel yang membuat allah lain dari emas yang dibentuk menjadi seekor anak lembu oleh Harun. Di sana, Musa naik ke gunung Sinai dan memohon ampun bagi dosa bangsanya (Kel 32: 31-32). Jadi doa Musa yang paling khas adalah doa sebagai perantara antara Allah dan umat-Nya.

Pribadi selanjutnya adalah Daud dan Salomo. Daud adalah sosok seorang raja yang sungguh berkenan di hati Allah. Dalam doanya, ia memegang janji Allah dengan setia (2 Sam 7:18-29). Sebagai baktinya kepada Allah, ia berusaha mendirikan kenisah Yerusalem, akan tetapi ternyata Salomo yang mendirikan. Dengan kenisah ini pula, Allah menepati janji-Nya kepada Daud (1 Raj 8:14-21). Ketika kenisah itu berdiri, Salomo pun memanjatkan doa kepada Allah (1 Raj 8: 22-53). Dalam doanya itu, ia bersyukur dan memuji Allah, memohon untuk dirinya sendiri dan bangsanya, serta meminta pengampunan bagi bangsanya.

Dari zaman antara Daud dan kedatangan Mesias, terdapat teks-teks doa dalam buku-buku suci yang memberi kesaksian doa untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Dalam hal ini, buku Mazmur menjadi salah satu bukti menonjol mengenai doa dalam Perjanjian Lama. Mazmur menjadi doa jemaat karena tidak hanya berisi doa bagi diri sendiri akan tetapi untuk orang banyak. Dalam Mazmur, tertulis doa bagi diri sendiri (Mzm 3-7, 16). Doa bagi jemaat (doa syafaat juga tertulis dalam Mazmur (Mzm 8, 12, 145). Nada doa Mazmur adalah pujian,

karenanya Mazmur juga disebut sebagai “Madah Pujian” (KGK 2589). Mazmur

(39)

Tokoh berikutnya adalah Elia. Doa dalam hidup Elia lebih diwarnai dengan pertobatan dan juga mencari Allah. Pertobatan terlihat dalam kisah Elia yang mengajar janda supaya percaya kepada sabda Allah (1 Raj 17:7-24).

Jadi dalam Perjanjian Lama, doa dimaknai dengan berbagai hal. Bagi Abraham, doa dimaknai sebagai komunikasi dengan Allah supaya ia bisa terus dekat dengan Allah dan dengan doa Abraham mampu melampaui ujian iman akan kesetiaan Allah. Bagi Musa, doa dimaknai sebagai doa syafaat yaitu doa yang memohon bukan untuk kepentingan diri sendiri tetapi juga untuk orang lain serta doa menjadi sarana untuk mendengarkan Allah. Bagi Daud dan Salomo, sebagai pemimpin (raja) doa sebagai sarana untuk memohon berkat bagi diri sendiri dan terutama bangsanya. Dan bagi Daud dalam Mazmur, doa menjadi puji-pujian untuk memuji dan memuliakan Allah. Kemudian makna doa bagi Elia adalah sebagai pertobatan.

b. Doa Menurut Hidup Para Tokoh dalam Perjanjian Baru

Doa juga sangat mewarnai Perjanjian Baru. “Peristiwa doa diwahyukan

sepenuhnya kepada kita dalam Sabda yang menjadi manusia dan tinggal di antara

kita” (KGK 2598). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa peristiwa doa yang paling

(40)

doa dimaknai sebagai doa seorang anak kepada Bapa-Nya. Injil Lukas menuliskan kata-kata Yesus “Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?” (Luk 2: 49). KGK 2599 menjelaskan kutipan Injil ini, “Di sinilah bentuk doa yang baru dalam kepenuhan waktu mulai menyatakan diri. Doa seorang anak, yang diharapkan Bapa dari anak-anak, akhirnya dihayati oleh

Putera tunggal dalam kodrat manusiawi bersama manusia dan untuk mereka”.

Yesus menunjukkan intimitas dalam doa. Hubungan manusia dan Tuhan dalam doa bukanlah semata-mata hubungan hamba dan tuan. Lebih dari itu, Allah membuka dirinya sebagai seorang Bapa yang dekat dengan manusia.

Di dalam Injil pula, kita bisa menemukan hidup doa dari teladan Bunda Maria. Bunda Maria adalah pribadi yang selalu menyertakan doa di dalam hidupnya. Sikap rendah hati dan kesetiannya kepada Allah ia ungkapkan dalam doa ketika malaikat menyampaikan kabar bahwa Maria akan mengandung dari

Roh Kudus. Kata Maria “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah

padaku menurut perkataanmu itu” (Luk 1:38). Kutipan dari Injil tersebut

menjelaskan bahwa dalam hidup Maria, ia sungguh merefleksikan bahwa dirinya sebagai milik Allah sepenuhnya sehingga apapun yang dikehendaki Allah maka terjadilah pada dirinya. Bunda Maria juga setia melaksanakan sabda Allah di dalam dirinya tanpa tawar-menawar atau menolak.

(41)

24). Cara hidup jemaat yang pertama juga digambarkan selalu berkumpul bersama untuk memecah roti dan berdoa (Kis 2: 42), juga dikatakan bahwa ketika jemaat sedang berdoa, tiba-tiba tempat mereka berkumpul pun bergoyang dan semua penuh dengan Roh Kudus (Kis 4: 31). Demikian pula ketika tujuh orang dipilih untuk melayani orang miskin, para rasul berdoa dan meletakkan tangan di atas tujuh orang itu (Kis 6: 6). Para rasul digambarkan berdoa demi kepentingan banyak orang, bukan hanya untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka (Petrus dan Yohanes) mendoakan orang-orang Samaria supaya beroleh Roh Kudus (Kis 8: 15).

Masih banyak perihal doa dalam kehidupan para Rasul. Misalnya rasul Paulus yang ajakan dan doanya sangat diwarnai oleh doa syafaat bagi kepentingan jemaat. Salah satu contohnya adalah ketika Paulus memberi nasihat melalui surat pertamanya kepada Timotius “Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah

permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang” (1 Tim 2: 1).

Jadi dari kutipan tersebut adalah salah satu contoh ajakan Paulus supaya umat saling mendoakan (berdoa bagi kepentingan banyak orang) dan supaya tidak egois hanya mementingkan diri sendiri.

2. Doa Menurut Dokumen Gereja

(42)

Gereja telah mendefinisikan apa itu doa. Kita bisa melihat definisi doa dalam Gereja Katolik berdasarkan KGK 2559:

“Doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan

kepada Tuhan demi hal-hal yang baik” (Yohanes dari Damaskus, f.o.3,24). Dari mana kita berbicara, kalau kita berdoa? Dari ketinggian

kesombongan dan kehendak kita ke bawah atau “dari jurang” (Mzm

130:1) hati yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan (Bdk. Luk 18:9-14). Kerendahan hati adalah dasar doa,

karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa” (Rm 8:26).

Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis.

Berdasarkan kutipan tersebut, berdoa adalah pengangkatan jiwa dan hati kepada Allah. Pengangkatan jiwa dan hati oleh manusia ini harus berasal dari kerendahan hati manusia. Manusia tidak tahu bagaimana caranya harus berdoa. Doa sendiri adalah anugerah dari Allah, jadi supaya manusia dapat memperoleh anugerah doa maka manusia harus memulainya dari kerendahan hati. Kerendahan hati adalah sikap yang harus manusia miliki terlebih apabila sedang berdoa karena manusia adalah seorang pengemis di hadapan Allah yang selalu meminta apapun kepada-Nya.

(43)

dan menyatakan bahwa dirinya adalah anak Allah sehingga berbuat seturut kehendak Bapanya.

Doa yang dipanjatkan manusia selalu dilukiskan oleh Kitab Suci berasal dari jiwa atau roh. Tetapi yang paling sering disebutkan adalah hati. Jika hati jauh dari Allah, doa pun tidak mempunyai arti (KGK 2562). Jadi berdasarkan KGK tersebut jelaslah bahwa dari diri manusia, doa berasal dari hati manusia. Manusia hanya dapat berdoa apabila hatinya dekat dengan Allah. Ketika manusia berdoa, ia mengarahkan hati sepenuhnya kepada Allah. Kehidupan duniawi manusia membuat pikiran dan hati manusia begitu sibuk dengan perkara di sekitarnya. Maka ketika berdoa, manusia menyingkirkan pikiran dan hatinya yang sibuk dengan perkara di sekitarnya itu kemudian menyediakan tempat bagi Allah di dalam hatinya. Mengapa hati adalah yang paling utama dari pihak manusia ketika berdoa? Karena hati adalah tempat keputusan, ia adalah tempat kebenaran di mana kita memilih antara hidup dan mati. Dan hati adalah tempat pertemuan karena manusia hidup dalam hubungan dengan citra Allah, hati adalah tempat perjanjian (KGK 2563).

(44)

suara hati manusia yang memberi tahu baik atau buruknya sesuatu. Dalam hati manusia, hanya ada manusia itu sendiri dan Allah yang mengenal dirinya. Hati manusia juga dapat menimbang-nimbang berbagai macam perkara.

Secara lebih spesifik sebagai murid Kristus, orang Kristen memiliki pemahaman tersendiri mengenai doa. KGK 2564 menjelaskan doa Kristen adalah hubungan perjanjian antara Allah dan manusia di dalam Kristus, sebagai tindakan Allah dan tindakan manusia. Menurut KGK 2565, doa dalam Perjanjian Baru dimaknai sebagai hubungan yang hidup antara anak-anak Allah dengan Bapanya bersama Yesus Kristus dan dengan Roh Kudus. Menurut LG 4, Tritunggal maha kudus sangat melekat dalam doa orang Katolik. Allah Bapa yang menginginkan keselamatan manusia, mengutus Putera-Nya dan menjadi pengantara kita serta Roh Kudus membantu menyertai kita dan membantu kita berdoa.

Dalam ensiklik Fides et Ratio 7 oleh Paus Yohanes Paulus II, dijelaskan bahwa dalam kebaikan dan kebijaksanaan, Tuhan memilih menyatakan diri-Nya dan memberitahukan tujuan-Nya yang tersembunyi kepada manusia melalui diri Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah firman Allah yang menjadi manusia. Manusia dapat menuju Allah melalui Roh Kudus. Bagaimana manusia dapat menjangkau Allah adalah inisiatif dari Allah kepada manusia baik pria dan wanita supaya beroleh keselamatan. Tuhan ingin dirinya dikenal oleh manusia dan pengetahuan yang dimiliki manusia menyempurnakan semua yang dapat diketahui oleh pikiran manusia tentang makna kehidupan.

(45)

hati dan kesucian hidup disertai doa-doa permohonan perorangan maupun bersama harus dipandang sebagai jiwa seluruh gerakan ekumenisme. Sebab bagi umat Katolik merupakan kebiasaan yang sangat baik berkumpul untuk mendoakan kesatuan Gereja (UR 8). Jadi menurut UR 8 tersebut, doa bagi umat Katolik sangat penting apalagi doa yang menyangkut kesatuan Gereja. Setiap orang Katolik diajak untuk terus berdoa.

3. Doa Menurut Tokoh Gereja dan Para Ahli

Setelah bertolak dari Kitab Suci dan kemudian dokumen/ajaran Gereja, maka barulah kita melihat bagaimana doa menurut para ahli atau tokoh dalam

Gereja. Gusti Kusumawanta (2018) dalam artikelnya berjudul “Berdoa dengan

Benar Secara Katolik” menegaskan apa itu doa menurut St. Theresa dari Lisieux

For me, prayer is a surge of the heart; it is a simple look turned toward heaven,

it is a cry of recognition and of love, embracing both trial and joy” yang

diterjemahkan oleh Kusumawanta sebagai berikut: “suatu gelora, sentakan dalam hati, sebuah penglihatan kembali untuk ke depan menuju takhta surgawi, sebuah jeritan pengetahuan akal budi dan cinta yang memeluk keduanya dalam suatu

cobaan dan sukacita”. Jadi berdasarkan kutipan tersebut, Santa Theresa dari

(46)

Dalam buku yang ditulis oleh Heuken (2016: 7), terdapat petunjuk yang baik mengenai doa menurut St. Teresa dari Avila berdasarkan karangan S. Teresa Camino de Perfectión (Jalan ke kesempurnaan), yaitu sebagai berikut:

Jalan untuk maju bukan berbagai latihan mati raga, melainkan doa. Maka, Teresa sering berbicara tentang seni berdoa sesuai pengalamannya sendiri. Apa pun bentuk doa itu, lisan atau batiniah, doa permohonan maupun doa syukur ataukah doa pribadi serta bersama, adalah jalan orang beriman menuju kepada Allah. Doa tak lain daripada pertemuan dengan Allah dari sendirinya mendekatkan kita dengan-Nya.

Berdasarkan kutipan tersebut, Heuken menegaskan bahwa menurut santa Teresa dari Avila cara untuk memiliki kemajuan rohani adalah dengan doa bukan dengan berbagai jenis latihan mati raga. Apapun jenis doa yang dilakukan, doa tetap menjadi jalan bagi orang beriman untuk mengarahkan hatinya kepada Allah dan mulai hidup seturut kehendak Allah. Karena doa adalah sebuah pertemuan antara manusia dengan Allah, maka dengan pertemuan tersebut manusia dapat mendekatkan dirinya kepada Allah.

Menurut Ruben (2007: 24) berdasarkan refleksi St. Teresa dari Avila, perjalanan awal menuju hidup doa harus bermula dari pengenalan diri. Barangsiapa mengenal dirinya, ia akan tahu siapakah Allah, tahu bahwa Allah mencintainya dan berkehendak mencintai-Nya. Menurut Ruben (2007: 24) berdasarkan St. Teresa dari Avila juga, doa adalah percakapan sejati antara kita dengan Allah.

(47)

Namun ada satu hal yang dipahami: kalau Allah dekat dengan kita maka relasi kita dengan Allah harus hidup. Allah adalah sumber hidup maka tidak ada yang bisa terjadi jika Allah tidak menghendaki. Karena itu kita harus mencari Allah dengan kerinduan yang kuat dan tanpa kenal lelah.

Menurut Youcat Katekismus Sakramen Penguatan (82) Ibu Teresa mengungkapkan pemahamannya mengenai doa. Ibu Teresa yakin bahwa Allah menantikan dirinya untuk membangun relasi dengan Allah. Doa yang dipanjatkan Ibu Teresa selalu berasal dari kerendahan hati karena perasaan tidak berarti dan lemah yang dirasakannya sehingga ia tidak mau hidup sendiri tanpa Allah. Ia begitu mencintai Allah dan ingin hidup bersama Allah sehingga ia selalu menyediakan waktu sepenuhnya bagi Allah melalui doa. Ia memberikan waktu sepenuhnya dalam hidupnya bagi Allah dalam doa tanpa mengeluh atau bosan karena ia sungguh mencintai doa. Hatinya sungguh peka hingga ia dapat merasakan sungguh-sungguh dorongan untuk selalu berdoa. Baginya, doa dapat membuat hati menjadi lebih siap menerima anugerah Allah. Jika kita ingin berdoa dengan benar maka kita harus lebih sering berdoa karena doa juga membuat kita lebih sanggup mengasihi.

(48)

berperang namun kali ini ia harus kembali karena sakit. Dalam sakitnya itu, ia mengalami pergumulan rohani yang hebat. Kemudian ia memutuskan untuk menyerahkan dirinya demi mengabdi kepada doa dan orang-orang miskin. Pada tahun 1205 ia mengadakan perjalanan ziarah ke Roma. Kemudian di pintu gerbang gereja St. Petrus, ia kasihan melihat pengemis yang berdiri di pintu gerbang dan ia pun memberikan bajunya kepada pengemis itu. Pada kesempatan yang lain ia bertemu dengan seorang yang menderita penyakit kusta dan ia pun memeluk orang itu karena belas kasihan. Pada tahun 1206 Fransiscus berdoa dalam Gereja St. Damian di Asisi. Ketika berdoa ia mendengar suara dari lukisan Kristus yang berkata kepadanya untuk memperbaiki gedung gereja yang hampir runtuh. Ia pun menjual kain ayahnya dan menggunakan hasil penjualan kain untuk memperbaiki gedung. Fransiscus juga membagi-bagikan uang ayahnya kepada orang miskin dan ini menyebabkan ayahnya marah dan hak waris Fransiscus dicabut ayahnya (Wellem, 2003: 81).

(49)

Fransiscus tidak khawatir akan hidupnya, ia yakin bahwa ia hidup untuk Allah dalam kemiskinan dan Allah akan memelihara hidupnya.

Menurut Pai (2003: 13), doa merupakan suatu relasi, perjumpaan dan pertemuan dengan Pribadi lain, yakni dengan Allah. Kalau hubungan kita dengan Allah baik, maka doa kita akan mendalam dan hidup kita menjadi lebih bermakna. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa doa adalah sebuah relasi dan perjumpaan antara Allah dan manusia. Doa menjadi mendalam dan hidup sungguh bermakna apabila hubungan manusia dengan Allah sungguh baik. Menurut Darminta (1981: 20) ketika seseorang berdoa maka ia harus mengosongkan dirinya dari segala kesibukan, kepentingan pribadi, dan segala macam persoalan yang bersifat egosentris karena semua itu membuat orang buta dan tuli akan Allah.

Selain itu, dalam doa juga diperlukan pengosongan diri dalam pengertian pribadi Yesus (Flp 2:5-8). Manusia perlu hidup dengan pengosongan diri seperti Yesus Kristus. Meskipun Ia hidup dalam rupa Allah, Ia tidak menyombongkan diri dengan menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Ia berdoa dengan mengambil rupa sebagai seorang hamba seperti manusia, yaitu ciptaan yang bergantung pada Allah.

(50)

dimaknai sebagai proses penyerahan diri kepada Allah secara total. Penyerahan diri secara total membuat manusia percaya kepada karya Allah dalam hidupnya dan tidak khawatir akan hidupnya. Dengan penyerahan diri dan sikap percaya seutuhnya kepada Allah, manusia harus fokus berdoa untuk mencari Allah karena Allah menjadi prioritas ketika manusia mampu menyerahkan hidupnya seutuhnya kepada Allah.

Yang terakhir adalah doa menurut St. Agustinus. Bavel (2011:11-17) menjelaskan pemahaman doa menurut St. Agustinus yaitu bahwa berdoa merupakan aktivitas di mana relasi antara manusia dan Allah dialami dan dibentuk. Aspek krusial dalam doa adalah bahwa inisiatif ada pada Allah. Menurut gagasan umum St. Agustinus, Allah sendiri mengajar kita untuk berdoa. Ia berinisiatif untuk berdialog dengan manusia. Suara-Nya menggapai hati kita.

B. Isi Doa

Isi doa merujuk pada bentuk-bentuk esensial atau juga jenis utama doa. Yang dimaksud esensi adalah inti pokok. Menurut KGK, doa memiliki berbagai bentuk esensialnya (isi) sebagai berikut:

1. Berkat dan Penyembahan

(51)

manusia. Berkat itu menjadi sempurna ketika manusia membuka hatinya bagi kehadiran Allah.

Menurut Youcat Katekismus Populer (484), “doa berkat adalah doa

permohonan agar berkat Allah turun atas kita. Dari Allah sendirilah semua berkat mengalir. Kebaikan-Nya, kedekatan-Nya, belas kasih-Nya merupakan berkat”. Kutipan tersebut menjelaskan bahwa satu-satunya pribadi pemberi berkat kepada manusia adalah Allah. Oleh karenanya supaya manusia dapat berlimpah berkat, manusia harus memohon berkat itu kepada Allah. Allah adalah sumber berkat dalam hidup manusia. Berkat Allah kepada manusia terwujud melalui kebaikan Allah, kedekatan Allah (Allah yang mau mendekat dan yang mau didekati manusia), dan juga belas kasih-Nya atas kehidupan manusia.

Jadi berdasarkan beberapa dokumen Gereja dan juga pendapat ahli, berkat dimengerti sebagai pertemuan antara Allah dan manusia dalam doa. Dalam pertemuan ini Allah melimpahkan kebaikan-Nya, kedekatan-Nya dan juga belas kasih-Nya kepada manusia dan manusia menanggapinya dengan ungkapan memuji, menyembah dan mengagungkan Allah.

Yang kedua adalah penyembahan. Apakah itu penyembahan? KGK 2628 merumuskan penyembahan sebagai:

Penyembahan adalah sikap pertama manusia, yang mengakui diri sebagai makhluk di depan pencipta-Nya. Ia memuliakan kebesaran Tuhan yang menciptakan kita dan kemahakuasaan penyelamat yang membebaskan kita dari yang jahat. Dalam penyembahan, roh menundukkan diri di

depan “Raja Kemuliaan”.

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa penyembahan adalah “sikap

(52)

makhluk menggambarkan bagaimana status manusia. Bahwa manusia adalah ciptaan, memiliki keterbatasan, harus menyembah pada Sang Pencipta yang telah memberikan hidup dan yang melindungi manusia.

Menurut Kompendium KGK 552, “penyembahan adalah pengakuan yang

rendah hati dari pihak manusia bahwa mereka adalah makhluk dari Pencipta yang

mahakudus” (KWI, 2009: 185). Menurut kutipan tersebut, penyembahan berasal

dari pihak manusia yang mengaku dengan rendah hati bahwa dirinya hanyalah makhluk yang berasal atau diciptakan oleh Pencipta yang mahakudus.

Sedangkan menurut Pai (2003: 129), “sembah sujud hanya diperuntukkan

bagi Allah semata”. Menurut kutipan tersebut, sembah sujud (menyembah)

membuat manusia tertantang untuk meninggalkan allah-allah lain (penyembahan berhala). Penyembahan berhala bisa saja terjadi ketika manusia terlalu mendewakan uang, status, kekuasaan, seks, dan sebagainya. Maka Pai (2003: 131) menyebutkan bahwa apabila kita menolak untuk menyembah dewa yang lain, kita akan menjadi sangat bebas untuk menjawab panggilan Allah yang esa, benar dan hidup.

(53)

Jadi dalam doa berkat dan penyembahan ini, dalam diri manusia yang berdoa harus tumbuh keinginan untuk menjawab panggilan Allah dengan tulus dan bersungguh-sungguh. Manusia harus menyadari bahwa kehadiran Allah dalam hidup manusia adalah sebuah berkat dan anugerah cuma-cuma dari Allah. Dan dalam doa yang disadari berkat Allah itu, manusia harus sungguh-sungguh menyembah. Manusia harus mengakui bahwa ia hanyalah makhluk ciptaan Allah dan Allah berkuasa atas dirinya sehingga manusia harus memuliakan Allah.

2. Doa Permohonan

Isi atau bentuk esensial doa yang kedua adalah permohonan. Katekismus

Gereja Katolik mengungkapkan bahwa “dalam doa permohonan terungkap

kesadaran akan hubungan kita dengan Allah” (KGK 2629). Kutipan tersebut

menjelaskan bahwa ketika manusia berusaha memanjatkan doa permohonan, dari dirinya sebenarnya telah muncul kesadaran bahwa antara dia dengan Allah ada suatu hubungan. Hubungan itu tersirat dari bagaimana perlunya manusia menjalin komunikasi dengan Allah. Bukan hanya diam menunggu keajaiban dari Allah.

Manusia selalu memiliki kecenderungan untuk memohon. Mengapa

manusia harus memohon kepada Allah? “Allah menginginkan kita untuk

meminta, untuk berpaling kepada-Nya pada saat kita membutuhkan Dia” (Youcat Katekismus Populer 486). Dan Youcat Katekismus Populer (486) sendiri memberikan penjelasan lebih lanjut sebagai berikut:

(54)

yang membuka dirinya dan berpaling kepada Sang Pencipta semesta. Maka, doa permohonan membawa manusia pada hubungan yang tepat dengan Allah yang menghargai kebebasan kita.

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa permohonan sebenarnya adalah kebutuhan manusia sendiri. Allah tidak membutuhkan permohonan dari manusia. Allah juga sebenarnya sudah mengerti apa yang dibutuhkan manusia tanpa manusia harus memohon. Akan tetapi dengan memohon, manusia membuka dirinya bagi kehadiran Allah.

Menurut Jacobs (2004: 29), doa permohonan berasal dari kejadian yang benar-benar dialami oleh manusia. Doa permohonan bukanlah sebuah refleksi ataupun perenungan atas kejadian yang dialami oleh seseorang. Doa permohonan lebih berwujud sebuah seruan kepada Allah dan seringkali merupakan reaksi spontan atas situasi terjepit. Pusat dari doa permohonan bukan hanya pada kebutuhan manusia. Kebutuhan manusia lebih menjadi sumber yang mendorong seseorang untuk berdoa. Seseorang memohon kepada Allah karena merasa tidak berdaya dan Allah menjadi tempat perlindungan yang sungguh tepat.

Menurut KGK 2631, bentuk pertama dari doa permohonan adalah mohon

pengampunan seperti dalam doa pemungut cukai: “Ya Allah, kasihanilah aku

(55)

Dalam buku yang ditulis oleh Bavel (2011: 134), ia menuliskan bahwa menurut St. Agustinus, kita harus menghaturkan doa permohonan dengan tiga alasan: yang pertama, sebagai ciptaan kita harus menaati Allah dan menghubungkan hal-hal yang bersifat sementara ke kehidupan kekal. Yang kedua kita melakukannya dengan memohon supaya segala sesuatu dilimpahkan kepada kita. Dan yang ketiga, kita melakukannya dengan meminta nasihat yang berkaitan dengan apa yang harus dilakukan.

Apa yang sebaiknya kita mohon kepada Allah melalui doa permohonan? Kita bisa memohon anugerah surgawi dan duniawi. Menurut St. Agustinus, Allah tidak melarang kita untuk mencintai apa yang telah diciptakan-Nya tetapi melarang kita untuk mencintainya seakan-akan itulah kebahagiaan akhir. Belas kasih Allah tidak hanya ditemukan di surga tetapi juga di bumi. Anugerah-anugerah surgawi dan duniawi diberikan oleh Allah kepada manusia. Kesemuanya menjadi anugerah Allah karena Allah menciptakan manusia dengan jiwa dan badan, Dia juga peduli pada jiwa dan badan manusia. Hal-hal duniawi itu kadang menguntungkan dan kadang merugikan. Kita perlu memohon hal-hal duniawi kepada Allah secara tidak berlebihan supaya kita tidak melupakan Allah karena semua jenis kesenangan. Jika kita tidak menerima apa yang kita minta, janganlah bersedih karena Allah tahu apa yang baik bagi kita. (Bavel, 2011: 135-138).

Pai (2003: 31) mengungkapkan bagaimana jika permohonan yang kita panjatkan tidak dikabulkan:

Berdoa berarti meminta ini atau itu atau meminta seseorang, lalu kamu

memperoleh apa yang tidak kamu minta yakni: “kekuatan untuk

(56)

pribadi yang kau minta itu tidak diberikan kepadamu…” kekuatan itulah yang disebut Roh Kudus dalam Injil (Luk 11: 13).

Kutipan tersebut menjelaskan bahwa sejatinya berdoa itu justru adalah ketika kita memohon kepada Allah, Allah memberikan apa yang tidak kita mohon. Itu adalah kekuatan dan ketegaran apabila apa yang kita minta tidak diberikan kepada kita.

Jadi memohon adalah suatu yang penting yang mengungkapkan kesadaran manusia akan kehambaan. Allah tidak membutuhkan permohonan manusia, akan tetapi Allah mengharapkan manusia memohon kepada Allah. Dengan memohon kepada Allah, manusia terus menjalin relasi dengan Allah melalui doa. Dalam doa permohonan, manusia perlu memohon ampun kepada Allah karena kelemahan dan kemiskinannya di hadapan Allah. Dalam doa permohonan pula, manusia belajar untuk tidak mencintai hal-hal duniawi secara berlebihan. Doa permohonan membuat manusia belajar ketegaran dan kekuatan menerima apabila apa yang dimintanya tidak diterimanya.

3. Doa Syafaat

Menurut KGK 2634, doa syafaat adalah “doa permohonan yang

membuat doa kita serupa dengan doa Yesus.” Apa maksudnya serupa dengan doa

(57)

Kitab Suci juga mengajak kita untuk melakukan doa syafaat misalnya Flp

2:4 “dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri,

tetapi kepentingan orang lain juga”. Dalam doa syafaat, kita mendoakan orang

lain baik secara pribadi maupun kelompok (doa bersama). Mengapa kita berdoa bersama? Menurut Jacobs (2004: 75), kita berdoa bersama karena kita adalah Gereja. Gereja adalah persekutuan orang yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa; mereka telah menerima warta keselamatan untuk selanjutnya disampaikan kepada semua orang (GS 1). Jadi kita berdoa bersama-sama karena kita adalah persekutuan orang beriman akan Kristus yang telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang.

Selain itu, Jacobs mendasari pemikiran ini berdasarkan LG 9. Isinya menyebutkan bahwa Allah menguduskan dan menyelamatkan orang bukannya satu persatu tanpa hubungan satu dengan yang lain, Ia membentuk mereka menjadi umat yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci. Jadi menurut LG 9, Allah menguduskan dan menyelamatkan kita bukan secara perseorangan tetapi sebagai umat (persekutuan) yang mengabdi kepada-Nya dengan suci.

(58)

hati mendoakan musuh kita. Dengan mau mendoakan musuh, kita menyingkirkan kebencian di hati kita dan membiarkan kasih menyelimuti hati kita.

4. Doa Syukur

Menurut Katekismus Gereja Katolik “ucapan syukur merupakan ciri khas

doa di dalam Gereja, yang dalam perayaan Ekaristi menyatakan hakikatnya dan

terbentuk menurut apa yang dinyatakan itu.” (KGK 2637). Menurut kutipan

tersebut, doa syukur menjadi ciri khas dalam Gereja. Ungkapan syukur Gereja terwujud dalam perayaan Ekaristi. Gereja tidak pernah berhenti mengucap syukur atas karunia Allah. Oleh karenanya pula, Gereja selalu merayakan Ekaristi.

Mengapa kita harus bersyukur kepada Allah? Kita bersyukur kepada Allah karena segala sesuatu mengenai kita dan apa saja yang ada pada kita berasal dari Allah (Youcat Katekismus Populer 488). Kapan kita harus mengucap syukur

kepada Allah? Kompendium KGK 555 mengungkapkan, “Gereja mengucap

syukur kepada Allah terus-menerus, terutama dengan merayakan Ekaristi, tempat Kristus membuat Gereja berpartisipasi dalam ucapan syukur-Nya kepada Bapa.

Bagi orang Kristen, setiap peristiwa dapat menjadi alasan mengucap syukur”

(59)

tertentu. Bagi orang Kristen peristiwa apapun yang dialaminya dapat menjadi alasan seseorang untuk mengucap syukur kepada Allah.

Menurut Bavel (2011: 129), St. Agustinus menghubungkan antara doa

permohonan dengan doa syukur. Dia berkata “Bersyukur adalah satu aktivitas;

doa permohonan adalah aktivitas lain. Kita bersyukur untuk sesuatu. Kita menghaturkan permohonan agar yang tidak ada menjadi ada”. Jadi menurut kutipan tersebut, ungkapan syukur terjadi ketika kita menerima sesuatu. Seringkali setelah manusia memanjatkan doa permohonan kemudian menerima apa yang dimintanya, manusia beryukur melalui doa syukur.

(60)

terimakasih/syukur seperti ini akan sedih, putus asa dan meragukan berkat Allah ketika mengalami penderitaan atau kegagalan. Kemudian pada tingkat yang paling atas (paling sulit) di mana hanya sedikit orang yang bisa melakukannya adalah mensyukuri apapun yang dialaminya sebagai anugerah.

5. Doa Pujian

Menurut Katekismus Gereja Katolik “Pujian adalah bentuk doa yang

mengakui Allah secara paling langsung. Pujian mengagungkan Allah demi diri-Nya sendiri. Ia memberikan hormat kepada-diri-Nya, bukan hanya karena perbuatan-perbuatan-Nya, melainkan karena Ia ada.” (KGK 2639). Kutipan tersebut menjelaskan bahwa pujian adalah bentuk doa yang dari sana manusia dapat mengakui keagungan Allah. Pujian adalah wujud hormat manusia sebagai ciptaan kepada Allah. Menurut Youcat Katekismus Populer (489), Allah tidak membutuhkan pujian. Kita memuji Allah karena Ia ada dan karena Ia baik.

Menurut Darminta (1983: 25) bagi orang Kristen pujian merupakan pengakuan atas misteri Allah Tritunggal. Pujian merupakan doa yang mengangkat hati manusia kepada Allah. Doa pujian ini biasanya dirumuskan dalam bentuk himne-himne atau nyanyian pujian. Dalam buku Sadhana menurut de Mello (1980: 127), doa pujian dijelaskan sebagai berikut:

(61)

Menurut kutipan tersebut, doa pujian bentuknya sangat sederhana karena di dalam doa itu hanya ada pujian dan syukur kepada Allah atas segala sesuatu yang diterima manusia. Doa pujian bertolak dari iman bahwa segala sesuatu yang dialami dan dimiliki manusia adalah berkat karunia Allah yang murah hati.

Doa pujian banyak sekali tertulis dalam Kitab Suci khususnya Mazmur. Mazmur seringkali mengajak kita untuk menyampaikan pujian kita kepada Allah.

Misalnya: “Pujilah Allah karena Ia baik; bernyanyilah bagi Allah kita karena Ia

penuh cinta; hanya Dialah yang pantas dipuji (Mzm 146).

Pujian lebih terarah pada pribadi Allah seraya mengakui kebaikan dan kemurahan cinta-Nya, belas kasihan dan kekuatan-Nya yang dinyatakan melalui karya-karya ciptaan-Nya yang megah, melalui pembebasan dan penyelamatan-Nya. Doa pujian tidak dapat muncul secara spontan seperti doa syukur yang spontan dipanjatkan, atau doa permohonan yang spontan dipanjatkan ketika manusia membutuhkan sesuatu. Doa pujian hanya bisa dipanjatkan dari manusia yang rendah hati, tidak egois dan dapat dengan mudah memuji orang lain. Pujian dapat menghancurkan ketakutan dan kecemasan dalam menghadapi masa depan. (Pai, 2003: 59-61).

(62)

karena alasan ini dan itu tetapi kita memuji Allah karena Dia menggembirakan kita. Jadi menurut Agustinus, pujian kepada Allah merupakan sebuah wujud kasih kepada Allah. Sikap dalam memuji yang paling baik adalah kita memuji Allah dengan tanpa mengharapkan sesuatu. Kita memuji Allah karena Allah menggembirakan kita, jadi pujian ini juga tidak jauh dari ungkapan syukur.

Jadi, doa pujian dapat disimpulkan sebagai doa yang sangat sederhana. Doa ini adalah berupa pengakuan dan rasa takjub atau kagum akan keagungan serta kasih Allah. Allah tidak membutuhkan pujian dari manusia demi keagungan-Nya. Doa pujian ini tidak terarah pada kepentingan pendoa, hanya sebagai bentuk menghormati Allah. Doa pujian juga hanya bisa dilambungkan dari pribadi yang rendah hati.

C. Bentuk-Bentuk Doa

1. Doa Lisan

Gereja telah menjelaskan apa itu doa lisan dengan baik dan jelas. Menurut KGK 2700, doa lisan dijelaskan sebagai doa yang berbentuk kata-kata baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan. KGK 2700 menuliskan bahwa menurut Yohanes Krisostomus, entah doa kita dikabulkan atau tidak, itu tidak tergantung dari banyaknya kata yang kita ucapakan dalam doa akan tetapi jiwa dan kesungguhan kita dalam berdoa.

“Doa lisan merupakan cara untuk menyapa Allah dengan menggunakan

Referensi

Dokumen terkait