• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. E Hasil Data Partisipan I

Kecelakaan lalu lintas yang dialami oleh HK memberikan dampak terjadinya perubahan-perubahan baik berupa perubahan fisik, psikologis, dan juga perubahan terhadap aktifitas sehari-hari. Kecelakaan lalu lintas

diamputasi. Kehidupan HK pun berubah setelah dirinya tidak lagi sempurna. Perubahan fisik yang tidak hanya pada bagian kaki ini mempengaruhi aktifitasnya sehari-hari. HK tidak lagi dapat mengurus dirinya sendiri. Keterbatasannya membuatnya membutuhkan bantuan orang lain untuk melakukan segala sesuatu.

Peristiwa traumatis yang membuat kondisi fisiknya tidak lagi sempurna itu juga memberikan dampak psikologis pada HK. Perilaku agresif seperti berteriak-teriak dengan menggunakan kata-kata kasar ditunjukkan sewaktu HK masih di rawat di rumah sakit dan belum menyadari sepenuhnya dengan apa yang terjadi pada dirinya. Selain itu layaknya seseorang yang merasakan kehilangan, perasaan sedih tentunya muncul dikala HK harus menghadapi kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Belum lagi HK harus menghadapi kenyataan bahwa sang ibu turut menjadi korban dalam kecelakaan lalu lintas tersebut, kesedihan HK bertambah karena ia sangat merasa kehilangan ibunya. Perubahan- perubahan yang mempengaruhi kehidupannya sekarang sangat sulit untuk diterima HK.

Penerimaan diri dibutuhkan pada seseorang yang mengalami kondisi seperti HK. Kecacatan yang dialaminya akan mempengaruhi perkembangan kepribadian dan juga kehidupannya apabila ia tidak menerima dirinya dengan ketidaksempurnaan yang dimiliki. Tentunya penerimaan diri ini akan berproses yang mana setiap orang akan berbeda dalam menjalani prosesnya.

Dari kelima tahapan penerimaan diri yang menjadi fokus penelitian ini, HK baru mencapai tahap ketiga yaitu mentolerir perasaan dan pikiran mengenai kecacatannya. Adapun bentuk perilaku yang muncul pada ketiga tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Kebencian/Keengganan (Aversion)

Ada banyak reaksi yang ditunjukkan oleh HK pada tahap pertama ini, umumnya emosi yang timbul adalah emosi negatif akibat keengganan HK akan kondisinya yang tidak sempurna. Diawal ia menyadari ketidaksempurnaannya HK merasa kaget dan bingung. HK juga merasa sedih dengan kehilangan kaki dan ibunya akibat kecelakaan yang dialami. Hal tersebut membuat HK menyesali kecelakaan yang terjadi dan membenci supir truk serta orang-orang yang menjauh darinya karena ketidaksempurnaannya, seperti mantan pacarnya. HK seringkali berpikir bahwa seharusnya dulu ia tidak melakukan hal-hal yang membuat dirinya menjadi korban kecelakaan. Ia menyalahkan dirinya, hari, waktu, dan situasi pada saat kejadian. Setelah menyadari bahwa waktu tidak dapat diulang kembali dan ia tidak bisa menghindar dari kenyataan, partisipan mulai merindukan hal-hal yang dulu ia lakukan. Kerinduan dengan sang ibu dan aktifitas-aktifitas yang dapat dilakukannya jika dia dalam kondisi normal sering kali muncul dalam pikiran HK.

Bentuk keengganan lainnya terlihat ketika seseorang menyebut HK sebagai orang cacat. Ia tidak terima dikatakan seperti itu karena menurutnya

menerima kondisinya seperti saat ini. Akibatnya HK tidak bisa menggambarkan bagaimana dirinya. Ia tidak bisa memberikan penilaian akan dirinya ataupun hanya sekedar mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dirinya. Hal ini menghambat pembentukan identitas diri HK.

Ketika berinteraksi dengan orang lain, HK akan merasa minder dengan kecacatannya. HK mengkhawatirkan anggapan orang, ia bahkan benci dengan tanggapan dan perhatian orang yang berlebihan terhadapnya. Namun, perasaan berbeda terjadi ketika HK berinteraksi dengan orang- orang yang memiliki kondisi yang sama dengan dirinya. Ia merasa tidak nyaman ketika berkumpul dengan orang-orang cacat karena merasa tidak seharusnya berada dalam kumpulan tersebut. Dia juga merasa bahwa seharusnya ia tidak mempunyai keterbatasan sehingga dia bisa kuliah dan menjalankan aktifitas anak-anak remaja seperti dirinya sebagaimana mestinya.

HK melewati tahapan pertama penerimaan diri selama 5 bulan lamanya. Rasa kaget dan kebingungan yang dirasakan membuat HK sulit untuk menerima keadaan setelah dirinya mengalami kecelakaan lalu lintas. Kehilangan sang ibu juga menjadi alasan lain HK menjalani tahapan ini dengan jangka waktu tersebut. Kehilangan yang dirasakan membuat emosi HK dapat turun-naik dalam menjalani hari-harinya.

2. Keingintahuan (Curiosity)

HK mulai mencari tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya dan bagaimana kecelakaan yang menimpa dirinya itu terjadi. Rasa kaget dan tidak percaya muncul saat tahu keparahan kecelakaan yang terjadi pada dirinya. Pada tahapan ini emosi HK memang masih bercampur, sebab tidak jarang dirinya merasa khawatir dan takut dengan apa yang terjadi dimasa depannya. Terlihat dengan ketakutannya perihal pasangan. Kerap kali partisipan 1 berpikir bagaimana nanti pasangannya bisa menerimanya. Disaat kekhawatiran dan ketakutan itu muncul HK berkeinginan untuk dapat menumbuhkan rasa percaya diri agar tidak terus menerus terjebak dalam rasa khawatir. HK juga mulai memotivasi diri dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang kondisinya lebih parah dengannya.

3. Toleransi (Tolerance)

Bentuk toleransi akan kecacatannya terlihat setelah 6 bulan HK menjalani kehidupan dengan keterbatasan. HK mulai bereaksi biasa saja terhadap kondisi ketunaannya. Baginya, apabila kondisi fisiknya semakin membaik dia sudah merasa senang. Bahkan rasa benci kepada supir truk dan mantan pacarnya yang meninggalkannya pun sudah tidak dipedulikan. Ia memilih untuk menjalani saja kehidupannya sebagaimana mestinya. Walaupun dirinya sadar betul dengan kekurangannya, namun ia mengaku sudah terbiasa dengan hal itu. Hal ini ditunjukkannya dengan

yang berubah pada dirinya. Ia mengatakan bahwa hanya kondisi fisiknya yang berubah, selebihnya baik sifat ataupun lingkungan disekitarnya tidak ada yang berubah. Saat ini HK sudah bisa menjalani kehidupannya sebagai penyandang tunadaksa dengan lebih baik. Dirinya sudah mau berhubungan dengan orang-orang baru walaupun masih menghindari untuk bertemu. Ingatan, pikiran, dan perasaan sedih atau takut terhadap kondisi dan masa depannya masih muncul, padahal ia merasa malas untuk mengingat atau merasakan hal-hal itu kembali. Dengan begitu, apabila hal-hal tersebut muncul maka HK akan langsung menyibukkan diri. HK benar-benar berharap hal-hal tersebut dapat segera hilang agar dirinya bisa menjalani kehidupan lebih nyaman.

Proses dari penerimaan diri yang terjadi pada HK tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri. Pada HK faktor penerimaan diri yang terdapat ada dua, yang pertama adalah sikap- sikap anggota masyarakat yang menyenangkan. Hal ini terlihat dengan selalu adanya keluarga dan teman-teman HK disisi HK untuk selalu menghiburnya. Keluarga dan teman-teman tersebut juga memberikan motivasi agar HK bisa bangkit dari kesedihannya dan tidak terlalu memikirkan mengenai kecacatannya.

Faktor kedua yang mempengaruhi proses penerimaan diri HK adalah tidak adanya hambatan dalam lingkungan. Hal ini terlihat pada saat HK mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas sehari-harinya, lingkungan turut membantu seperti keluarga HK yang perlahan-lahan

membiarkan HK untuk mandi sendiri. Hambatan yang berupa diskriminasi juga tidak ditemui HK karena lingkungan disekitar HK seperti keluarga, teman, dan tetangga tidak merubah sikapnya terhadap HK.