• Tidak ada hasil yang ditemukan

F Analisa dan Pembahasan Data Partisipan I

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

IV.1. F Analisa dan Pembahasan Data Partisipan I

Patty & Johnson (1953) menyatakan bahwa individu yang sudah merasakan keleluasaan dalam hidupnya akan berat untuk menerima ketika dirinya dihadapkan pada keterbatasan. Pada HK, kecelakaan yang terjadi membuatnya harus mengalami perubahan-perubahan seperti perubahan fisik, psikologis, dan aktifitas sehari-hari. Perubahan-perubahan yang membuatnya harus merasakan dan mempelajari hal-hal baru membuat HK tidak bisa menerima dirinya dengan kecacatan yang dimiliki.

Reaksi tidak terima akan kecacatan yang baru dialami merupakan hal yang wajar. Namun, apabila terus dibiarkan perasaan tidak terima tersebut akan mengganggu kehidupan dengan menimbulan stres yang dapat berujung pada depresi (Hawari, 1996). Selain itu, penerimaan kondisi fisik pada masa remaja merupakan salah satu hal yang dapat membuatnya bahagia (Hurlock, 1993). Untuk itu dibutuhan penerimaan diri yang akan dicapai melalui proses kehidupan seseorang.

Germer (2009) menyatakan untuk dapat menerima dirinya seseorang dihadapkan pada lima tahapan penerimaan diri yaitu tahap pertama adalah keenganan atau kebencian pada hal yang memberikan rasa tidak nyaman

(aversion), tahap kedua berupa rasa ingin tahu akan perasaan tidak nyaman tersebut (curiosity), tahap ketiga terjadi ketika seseorang memberikan toleransi akan perasaan tidak nyamannya tersebut dan tetap ingin untuk menghilangkan perasaan tersebut (tolerance), tahap keempat yaitu dikala seseorang tersebut dapat membiarkan perasaan tidak nyamannya datang dan pergi (allowing), dan tahap terakhir adalah ketika orang tersebut dapat mengambil pelajaran-pelajaran akan apa yang terjadi padanya (friendship).

Pada HK, reaksi benci dan enggan akan kecacatannya terlihat dengan kesedihan setelah mengetahui kecacatannya dan kebenciannya terhadap supir truk yang menabraknya dan mantan pacar yang meninggalkannya karena ia tidak lagi sempurna. Kecacatannya juga membuatnya tidak nyaman untuk berkumpul dengan orang-orang cacat lainnya karena HK merasa dirinya tidak seharusnye berkumpul dengan orang-orang tersebut. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Somantri (2006) bahwa seseorang yang baru mengalami ketunaan akan menunjukkan reaksi menolak. Penolakan dan kebencian yang dirasakan membuat HK menyesali apa yang terjadi dengan dirinya dan merindukan kehidupannya dengan kondisi tubuh normal.

Ketidakterimaan HK akan kecacatannya juga membuat HK tidak bisa menggambarkan bagaimana dirinya. Ia tidak bisa memberikan penilaian akan dirinya ataupun hanya sekedar mengetahui apa kekurangan dan kelebihan dirinya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Mönks dan Knoers (1999) bahwa cacat-cacat badan yang berat pada masa remaja akan

mempengaruhi penilaian diri remaja sebegitu rupa, sehingga menghambat pekembangan kepribadian yang sehat.

Somantri (2006) menjelaskan beberapa dampak menjadi tunadaksa salah satunya adalah merasa rendah diri. Pada HK hal ini tergambar dari rasa minder dan malu pada dirinya yang tidak lagi sempurna. HK mengkhawatirkan anggapan orang mengenai kecacatannya. Oleh karena rasa minder dan malu, HK menolak untuk bertemu dengan orang-orang baru disekitar lingkungannya. Somantri (2006) juga menyatakan bahwa dampak pada penyandang tunadaksa secara perkembangan sosial, salah satunya lingkungan disekitar anak tunadaksa akan mempengaruhi pergaulan sosial mereka. Anak tunadaksa kerap kali menerima ejekan dari orang-orang disekitarnya, hal ini dapat mengakibatkan timbulnya perasaan negatif pada diri mereka yang akhirnya dapat menghambat pergaulan sosial anak tunadaksa. Dalam hal ini HK memang tidak menerima ejekan dari lingkungan sekitarnya, tetapi label cacat yang diberikan dari orang-orang dilingkungannya lah yang membuatnya menarik diri dari lingkungan sosialnya.

Tahap kedua penerimaan diri adalah keingintahuan. Menurut Germer (2009), rasa ingin tahu ditunjukkan dengan memiliki pertanyaan-pertanyaan pada hal-hal yang dirasa perlu untuk diperhatikan. HK merasa tertarik untuk tahu mengenai kecelakaan yang menyebabkan dirinya tidak lagi sempurna. Selain itu, kecacatan yang dimiliki membaut HK mengkhawatirkan masa

mengkhawatirkan dan mencemaskan bagaimana nanti ia akan kuliah, tanggapan teman-temannya kuliahnya atau pasangannya nanti menanggapi kecacatannya. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Somantri (2006) bahwa anak tunadaksa akan menunjukkan kecemasan.

HK tidak ingin terus larut dalam kesedihan akan kecacatannya. Ia pun berusaha untuk memuculkan rasa percaya diri dengan memotivasi dirinya. Ia akan membandingkan dirinya dengan orang yang kondisinya lebih parah darinya sebagai cara untuk memotivasi dirinya.

Keinginan untuk bisa percaya diri dan motivasi dari diri HK membuat ia masuk pada tahap ketiga yaitu toleransi. Pada tahap ini, HK mentolerir perasaan dan pikiran mengenai kecacatannya dengan cara merasa malas untuk terlalu memikirkan hal tersebut dan mengingat mengenai kejadian. HK ingin perasaan dan pikiran tersebut segera hilang. Untuk itu, HK akan menyibukkan dirinya saat perasaan dan pikiran tersebut datang. Hal ini yang dimaksud sebagai toleransi menurut Germer (2009), ia menyatakan bahwa seseorang yang berada pada tahap toleransi akan menanggung rasa sakit emosional yang dirasakan, tetapi ia tetap melawannya dan berharap perasaan tersebut akan segera hilang (Germer, 2009). Reaksi-reaksi pada tahap ketiga ini muncul karena HK sudah mulai terbiasa hidup dengan kecacatannya.

Keberhasilan HK melewati tiga tahapan penerimaan diri tidak terlepas dari faktor-faktor penerimaan diri yang dinyatakan oleh Hurlock (1974).

Dari sepuluh faktor, ada dua faktor yang mempengaruhi proses penerimaan diri HK. Yang pertama adalah sikap anggota masyarakat yang menyenangkan yang terlihat dari keluarga dan teman-teman yang selalu ada dan memberikan motivasi pada HK. Yang kedua adalah lingkungan yang turut membantu HK mempelajari kembali aktifitas sehari-hari. HK juga tidak menerima diskriminasi, karena orang-orang disekitar HK seperti keluarga dan teman-temannya tidak ada yang berubah. Sikap mereka masih sama terhadap HK.

Tabel 4. Gambaran Tahapan Penerimaan Diri Partisipan 1

No. Tahapan Penerimaan Diri Gambaran Tahapan Penerimaan Diri

1. Kebencian/Keengganan

(Aversioan)

 Merasa sedih dan tidak berdaya dengan kejadian yang menimpa dirinya.

 Benci dan dendam terhadap hal-hal yang dirasa membuat dirinya kehilangan kaki.

 Benci terhadap orang-orang yang bereaksi berlebihan terhadap kondisinya.

 Minder dengan kondisinya.

 Menyesali kejadian yang menimpanya.

 Merindukan dirinya yang bisa beraktifitas normal.

 Merasa tidak nyaman ketika berkumpul dengan orang yang kondisinya sama dengan dirinya.

 Menyatakan belum bisa menerima kondisinya saat ini.

 Tidak bisa menggambarkan dirinya sendiri.

2. Keingintahuan (Curiosity)

 Menanyakan dan mencari tahu mengenai kecelakaan.

 Bertanya-tanya hal yang terjadi pada dirinya yang menyebabkan kondisi tubuhnya tidak lagi sempurna.

 Khawatir dan takut dengan apa yang akan terjadi di masa depannya.

 Ingin menumbuhkan rasa percaya diri.

 Memotivasi diri dengan membandingkan dirinya dengan orang yang kondisinya di bawah dia.

3. Toleransi

 Sudah terbiasa dengan kondisinya sekarang.

 Merasa biasa saja dengan kondisinya saat ini dan memilih untuk menjalaninya saja.

 Malas untuk mengingat kejadian yang menimpa dirinya dan ingin menghilangkan perasaan tersebut.

 Menyibukkan diri saat pikiran mengenai kondisinya datang.

 Menyatakan yang berubah pada dirinya hanyalah kondisi fisiknya.

 Senang apabila kondisinya semakin membaik.

 Tidak terlalu peduli mengenai perasaannya terhadap supir dan mantannya.

 Mulai berhubungan dengan orang-orang baru.

Mengalami kecelakaan lalu lintas pada tahun 2013 diusia 17 tahun

Sedih dan merasa tidak berdaya, minder, kaget dengan

perubahan fisiknya, mencemaskan masa depannya

Faktor-faktor yang Tunadaksa

Seluruh kaki kiri diamputasi

Kebencian/Keengganan (Aversion)

- Merasa sedih, tidak berdaya, dan menyesal

dengan kejadian yang membuatnya cacat.

- Tidak bisa menerima dan benci akan

kecacatan dan penyebab ia menjadi cacat.

- Minder dan benci dengan orang-orang yang

memperhatikan kecacatannya.

- Merasa tidak nyaman ketika berkumpul

dengan penyandang cacat lainnya. - Merindukan dirinya bisa beraktifitas

normal.

- Tidak bisa menggambarkan dirinya yang

sudah tidak normal secara fisik. Keingintahuan

(Curiosity)

- Bertanya-tanya mengenai

kecelakaan dan kondisi tubuhnya.

- Khawatir dan takut akan

masa depannya. - Ingin bisa percaya diri

sehingga ia memotivasi dirinya.

Toleransi (Tolerance)

-Terbiasa dengan kondisinya dan memilih

untuk menjalani kehidupan dengan keterbatasannya.

-Malas mengingat kejadian dan tidak peduli

dengan penyebab dan akibat dari kecelakaan -Menyibukkan diri ketika perasaan dan pikiran

mengenai kecelakaan atau kondisinya datang.

-Menyatakan yang berubah pada dirinya hanya

kondisi fisik, ia merasa senang bila kondisi fisik membaik.

-Mulai berhubungan dengan orang-orang baru.

HK

Tahapan Penerimaan

Diri

Tidak adanya hambatan di dalam lingkungan

Dalam mempelajar aktifitas sehari-hari lingkungan turut membantu seperti keluarga HK yang perlahan-lahan membiarkan HK untuk mandi sendiri. Lingkungan disekitar HK seperti keluarga, teman, dan tetangga tidak