• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : EKSEKUSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI ATAS

A. Eksekusi Putusan Pengadilan

Perkara yang diproses hukum dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yakni litigasi dan non litigasi. Melalui litigasi atau melalui badan-badan peradilan dilakukan apabila cara melalui non litigasi (di luar pengadilan) tidak berhasil diakukan.107 Persoalan dalam hal ini sebenarnya yang dipertahankan adalah masalah hak dan kewajiban. Ketika hak dan kewajiban dijalankan tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku maka dapat dikatakan bahwa keadaan tersebut menimbulkan akibat- akibat hukum dimana hak-hak diantara para subjek hukum materil dilanggar dan kepentingan yang dilindungi oleh hukum materil diingkari.108

Istilah eksekusi dipergunakan dalam litigasi yaitu ketika suatu putusan hakim

telah mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht van gewijsde), kecuali diputus

dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun diajukan upaya

hukum melawan putusan (uit voerbaar bij vooraad) barulah dilakukan eksekusi

terhadap putusan hakim tersebut.109

107

Runtung Sitepu, ”Alternative Dispute Resolution dan Arbitrase”, Makalah Disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), Kerjasama DPC IKADIN Medan dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hal. 2-3.

Putusan hakim mempunyai kekuatan hukum eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang menjadi keputusan dalam

108

Sudikno Mertokusumo, Op. cit, hal. 2.

109

Wirjono Prodjodikoro, Himpunan Peraturan Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Sinar Grafika, 1988), hal. 5.

putusan itu secara paksa dengan bantuan alat-alat negara. Kekuatan eksekutorial pada putusan hakim adalah kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan

KeTuhanan Yang Maha Esa”.110

Hanya putusan hakim yang telah memiliki kekuatan hukum tetap yang dapat dieksekusi. Dimana bahwa suatu putusan itu dikatakan telah memiliki kekuatan hukum tetap apabila di dalam putusan mengandung arti suatu wujud hubungan hukum yang tetap dan pasti antara pihak yang berperkara sebab hubungan hukum tersebut harus ditaati dan harus dipenuhi oleh para pihak.111

Muhammad Abdul Kadir berpendapat bahwa putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap lah yang menurut ketentuan undang-undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut, sedangkan putusan yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah putusan yang menurut ketentuan Undang-Undang masih terbuka kesempatan untuk

menggunakan upaya hukum untuk melawan putusan tersebut misalnya verzet,

banding, dan kasasi.112 Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

memiliki 3 (tiga) macam kekuatan, sehingga putusan tersebut dapat dieksekusi yaitu:113

1. Kekuatan mengikat;

110

Muhammad Abdul Kadir, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1990), hal. 173.

111

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999), hal. 5.

112

Muhammad Abdul Kadir, Op. cit, hal. 174.

113

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktek Peradilan Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1998), hal. 82.

2. Kekuatan bukti; dan

3. Kekuatan untuk dilaksanakan.

Pihak yang dihukum (terpidana) wajib mentaati dan memenuhi kewajibannya yang tercantum dalam amar putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap secara sukarela. Cara melaksanakan putusan hakim diatur dalam Pasal 197 sampai dengan pasal 208 R.Bg/HIR. Putusan dilaksanakan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri yang mula-mula memutus perkara tersebut. Pihak pengadilan bertindak sebagai memerintahkan dan tetap melakukan pengawasan sebagaimana Pasal 55 UU No.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ditegaskan “Ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap”.

Apabila pihak yang dihukum tidak mau melaksanakan putusan tersebut maka putusan akan dilaksanakan dengan upaya paksa oleh pengadilan yang disebut dengan eksekusi dimana sebagai pihak eksekutornya adalah Kejaksaan. Salah satu prinsip dari eksekusi yaitu menjalankan putusan secara paksa. Putusan secara paksa dilakukan apabila pihak terpidana tidak menjalankan putusan sebagaimana mestinya.114 Ada 2 (dua) macam eksekusi menurut sifatnya yaitu:115

1. Eksekusi riil, terdiri dari: a. Penyerahan barang;

b. Pengosongan;

114

Sudikno Mertokusumo, Op. cit, hal. 184.

115

Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Alumni, 1999), hal. 116.

c. Pembongkaran;

d. Melakukan suatu perbuatan.

2. Pembayaran sejumlah uang.

Pada kenyataannya, pelaksanaan eksekusi sering berjalan tidak lancar, ada hambatan-hambatan yang ditemui sehingga mengganggu proses eksekusi. Hambatan- hambatan tersebut sering dilakukan oleh pihak yang kalah seperti: pihak yang kalah tidak mau pindah dari tempat yang akan dieksekusi, pihak yang kalah mempersulit petugas dengan cara mogok di tempat yang akan diseksekusi. Keadaan ini menyulitkan pihak eksekutor dalam melaksanakan eksekusi.

Eksekusi menurut Subekti, dipergunakannya dengan istilah “pelaksanaan putusan”, pengertian eksekusi bersinonim (sama) dengan pengertian “menjalankan putusan”, “melaksanakan putusan” jadi eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dengan bantuan kekuatan umum.116

Putusan pengadilan baru dapat dijalankan, apabila sudah mendapat kekuatan hukum yang pasti, yaitu apabila tidak mungkin atau tidak diadakan lagi upaya hukum ketika diucapkan putusan. Apabila hukuman yang dijatuhkan adalah denda atau perampasan barang-barang maka jaksa akan menetapkan suatu tenggang selama- lamanya 2 (dua) bulan, dimana denda harus dibayar atau barang-barang yang dirampas harus diserahkan kepada jaksa, atau apabila penyerahan barang-barang itu

116

Subekti, dalam Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Pidana di Indonesia, (Bandung: Sumur Bandung, 1985), hal. 151.

dapat diganti dengan pembayaran uang tunai yang ditaksir pada waktu putusan diucapkan.117

Dalam melaksanakan putusan pengadilan, Kejaksaan memperhatikan nilai- nilai hukum yang hidup dalam masyarakat dan perikemanusiaan berdasarkan

Pancasila tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.118

Eksekusi riil dilakukan apabila sumber hukum yang dipersengketakan lebih kompleks, dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang:

Melaksanakan putusan pengadilan dalam hal ini eksekusi terhadap barang berupa aset tidak bergerak (lahan) seluas ± 47.000 Ha berikut bangunan yang ada di atasnya untuk selanjutnya diserahkan kepada negara dalam hal ini Departemen Kehutanan RI sebagai hutan Negara yang diperuntukkan sebagai hutan tetap dan berfungsi sebagai hutan produksi.

1. Telah memperoleh kekuatan hukum tetap; atau

2. Bersifat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad); atau 3. Berbentuk provisi; atau

4. Berbentuk akta perdamaian di sidang pengadilan.

Tata cata eksekusi riil dikaitkan dengan Pasal 218 ayat (2) R.Bg atau Pasal 200 ayat (1) HIR dan tata cara eksekusi riil yang diatur pasal 1033 Rv dijadikan landasan menjalankan eksekusi riil dalam praktek peradilan. Tata cara yang diatur dalam pasal-pasal dimaksud sudah dianggap sebagai aturan formal menjalankan

117

Ibid, hal 153.

118

eksekusi riil tentang Penyerahan barang; Pengosongan; Pembongkaran; Melakukan suatu atau tidak melakukan sesuatu perbuatan.

Salah satu bentuk eksekusi riil adalah penghukuman pihak yang kalah untuk menyerahkan barang. Sebagaimana dalam Pasal 218 ayat (2) R.Bg dinyatakan

Jika pihak yang dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu maka Ketua Pengadilan Negeri atau Magistraat yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seseorang yang berhak menyita, supaya kalau perlu dengan bantuan Polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak itu.

Permohonan eksekusi riil adalah pihak yang menang melakukan penaksiran biaya eksekusi, mengeluarkan penetapan perintah, memanggil pihak yang kalah untuk diberi teguran (aan maning), melakukan sidang aan maning, mengeluarkan penetapan eksekusi. Eksekusi dilaksanakan di tempat objek tereksekusi Kejaksaan atas perintah Ketua Pengadilan dan pelaksanaan eksekusi dituangkan dalan berita acara eksekusi (Pasal 209 ayat 4 RBg Pasal 197 ayat 5 HIR) dengan memuat hal-hal sebagai berikut: hari, tanggal, bulan, dan tahun serta jam eksekusi, jenis barang yang dieksekusi, letak, ukuran, dan luas barang yang dieksekusi, hadir tidaknya pihak terseksekusi, penegasan dan keterangan pengawasan barang, pencabutan hak / penguasaan dari tereksekusi, penyerahan seketika itu juga kepada pemohon eksekusi.

Eksekusi riil yang dilakukan untuk merampas barang berupa aset tidak bergerak yakni lahan tanah di Register 40 Padang Lawas seluas ± 47.000 Ha berikut bangunan yang ada di atasnya untuk selanjutnya diserahkan kepada negara dalam hal ini Departemen Kehutanan RI sebagai hutan Negara yang diperuntukkan sebagai

hutan tetap dan berfungsi sebagai hutan produksi. Objek eksekusi tersebut sebelumnya diduduki dan atau dikuasai oleh terpidana DL Sitorus.

B. Objek dan Pihak-Pihak yang Dilibatkan Dalam Eksekusi Berupa Aset Tidak