• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : EKSEKUSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI ATAS

C. Ketidakjelasan Batas-Batas Objek yang Dieksekusi

Terkait dengan batas-batas wilayah yang akan dieksekusi, baik dalam dakwaan JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, dalam Putusan PN Jakpus, putusan PT. DKI Jakarta, maupun dalam putusan Mahkamah Agung RI tidak ditentukan dengan jelas terkait dengan batas-batas objek perkara yang akan dieksekusi tersebut. Tentu dengan demikian dapat membingungkan pihak-pihak terkait kalau eksekusi dilakukan hanya berpedoman pada putusan. Namun jika dilihat dalam berbagai barang sitaan yang ada misalnya terdapat dalam Akta Notaris Nomor: 323/L/1998 tertanggal 30 September 1998 dengan Notaris Setiawati, SH, dalam Berita Acara Pemancangan dan Tata Batas Padang Lawas (Pago-Pago) Blad I s/d VI disebutkan batas-batas wilayah yang akan dieksekusi.

Seharusnya batas-batas objek lahan yang akan dieksekusi tersebut harus jelas ditegaskan dalam putusan. Pada hakikatnya hakim memutuskan sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam surat dakwaan JPU dimana bahwa hakim tidak boleh

121

http://go.microsoft.com/fwlink/?LinkId=69172, diakses tanggal 29 Desember 2010. Lihat juga: Kompas, Tanggal 27 Agustus 2009, hal. 3.

memutuskan melebihi dari dakwaan.122

Hakim nampaknya merujuk dan berpedoman pada:

Jika dalam surat dakwaan JPU tidak

disertakan mengenai batas-batas objek lahan yang akan dieksekusi ± 47.000 Ha

tersebut bagaimana mungkin hakim bisa memutuskan batas-batas lahan perkara.

1. Gouvernment Besluit (GB) No.50/1924 tertanggal 25 Juni 1924;

2. Berita Acara Penyerahan tanah kawasan hutan Padang Lawas dari masyarakat

kepada Gubernur: tertanggal 20 Mei 1981 seluas 12.000 Ha; tertanggal 26 Mei 1981 seluas 10.000 Ha; dan tertanggal 6 Juni 1981 seluas 8.000 Ha;

3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 923/Kpts/Um/12/1982 pada tanggal 27

Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara;

4. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003- 2018;

5. Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 14 Tahun 1998 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan.

Dimana bahwa peraturan terkait di atas menentukan kawasan ± 80.000 Ha

yang diduduki atau dikuasai DL Sitorus tersebut adalah hutan Negara yang diperuntukkan sebagai hutan tetap dan berfungsi sebagai hutan produksi yang dan berdasarkan Akta Notaris Nomor: 323/L/1998 tertanggal 30 September 1998 dengan

122

Notaris Setiawati, SH, dalam Berita Acara Pemancangan dan Tata Batas Padang Lawas (Pago-Pago) Blad I s/d VI ada disebutkan batas-batas wilayah yang akan dieksekusi tetapi tidak disebutkannya dalam putusan batas-batas dari ± 47.000 Ha tersebut. Seharusnya jika dalam dakwaan JPU tidak disebutkan mengenai batas-batas lahan yang akan dieksekusi, hakim harus menyatakan bahwa dakwaan JPU kabur.

Penyusunan surat dakwaan yang baik adalah merupakan awal keberhasilan tugas penuntutan, karena surat dakwaan menduduki posisi sentral dalam proses litigasi di pengadilan. Dikatakan menduduki posisi sentral, karena surat dakwaan menjadi dasar dan membatasi ruang lingkup pemeriksaan sidang pengadilan, dasar pembuktian, dasar tuntutan pidana, dan dasar putusan pengadilan serta dasar dalam melancarkan upaya hukum. Dalam keempat dakwaan JPU sama sekali tidak menjelaskan secara terang mengenai batas-batas objek lahan dari ± 47.000 Ha yang akan dieksekusi. Dapat diambil suatu pendapat bahwa JPU masih ragu-ragu dalam mendakwa terdakwa, sebab dapat dilihat bahwa dakwaan JPU sampai mencapai empat dakwaan dalam menentukan pasal-pasal yang dilanggar pelaku tindak pidana korupsi.

Tujuan surat dakwaan pada hakikatnya adalah untuk menentukan ditetapkannya alasan-alasan yang menjadi dasar penuntutan sesuatu peristiwa pidana, maka sifat-sifat khusus dari suatu tindak pidana yang telah dilakukan itu harus dicantumkan dengan sebaik-baiknya. Terdakwa harus dipersalahkan karena telah melanggar suatu peraturan hukum pidana, pada suatu saat tertentu dan tempat

tertentu, objek tertentu, serta dinyatakan pula keadaan-keadaan sewaktu melakukannya”.123

Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan utama dari suatu surat dakwaan adalah untuk menetapkan secara konkret atau nyata tentang orang tertentu yang telah melakukan tindak pidana tertentu pada waktu, tempat, dan objek tertentu pula. Berdasarkan aspek di atas dapat disebutkan bahwa ukuran surat dakwaan harus menjadi dasar oleh hakim dalam memutuskan isi surat dakwaan yang terbukti pada persidangan dan apa yang dapat dibuktikan dalam persidangan harus dapat tercantum pada surat dakwaan. Menurut Surat Edaran Jaksa Agung RI No.SE-004/JA/11/1993 tanggal 16 November 1993 bahwa surat dakwaan bagi penuntut umum merupakan mahkota baginya yang harus dijaga dan dipertahankan secara mantap karena merupakan dasar dan kemampuan atau kemahiran JPU dalam penyusuanan surat dakwaan.

D. Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI Terhadap Barang Sitaan Berupa Aset Tidak Bergerak Di Areal Register 40 Padang Lawas

Dalam Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus disebutkan bahwa perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas ± 23.000 Ha yang dikuasai oleh Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan dan PT. Torganda beserta seluruh bangunan yang ada

di atasnya; dan perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan Padang Lawas seluas ±

123

Hamrat Hamid, H., Husein, Harun M, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi, Cetakan Pertama, (Jakarta: Sinar Grafika, 1992), hal. 32.

24.000 Ha yang dikuasai oleh Koperasi Persadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub) dan PT. Torganda, dirampas untuk negara dalam hal ini Departemen Kehutanan dilakukan dengan cara eksekusi.124

Sebelum dilakukan eksekusi fisik (materil) terlebih dahulu dilakukan peninjauan terhadap objek lokasi eksekusi. Berdasarkan laporan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kepada Jaksa Agung RI sesuai dengan Surat Nomor: R- 01/N.2/Fuh.2/01/2009 tertanggal 7 Januari 2009 perihal Laporan Khusus Hasil Peninjauan Objek Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus di Desa Aek Raru pada pokoknya telah dilakukan peninjauan ke lokasi objek eksekusi jika dilakukan eksekusi materilnya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena seluruh karyawan menolak mendengarkan penjelasan dari Tim Sosialisasi sehingga dilakukan penundaan pelaksanaan sosialisasi sampai situasinya benar-benar kondusif yang selanjutnya Direktur Uheksi Jampidsus Kejagung memberikan saran dan petunjuk kepada Kejati Sumut melalui Surat Nomor: B-299/F/Fu.2/02/2009 tertanggal 13 Februari 2009 untuk melaksanakan eksekusi administratif (formil).

Barang sitaan berupa aset tidak bergerak di areal register 40 Padang Lawas telah dilaksanakan secara formil (administratif) di Kejaksaan Negeri Padang

124

Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus, hal. 106.

Sidimpuan pada tanggal 25 Agustus 2009,125 namun untuk eksekusi fisik (materil) di lapangan terkendala oleh berbagai faktor dari warga atau masyarakat setempat tidak setuju dilakukan eksekusi materil. Setelah dilakukan eksekusi formil pada tanggal 26 Agustus 2009 dilakukan penyerahan barang rampasan dari Kejati Sumut kepada Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut yang disaksikan oleh pihak Kejaksaan,

Kehutanan, Polda, DPRD, Pangdam, dan Gubernur Sumut.126 Gubernur Sumatera

Utara telah menyerahkannya kepada Menteri Kehutanan RI dan selanjutnya untuk diserahkan kepada PT. Inhutani IV sebagai Badan Pengelola Sementara (BPS) yang ditunjuk oleh Menteri.127

Somasi (peringatan) untuk mengosongkan lokasi Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas telah dilakukan oleh Menteri Kehutanan RI melalui suratnya sebanyak 3 (tiga) kali128

125

Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Eksekusi Secara Administratif Nomor: B- 761/N.2/Fuh.2/03/2009 dan Surat Uheksi Jampidsus Kejagung Nomor: B-299/F/Fu.2/02/2009 tertanggal 13 Februari 2009.

kepada Direksi PT. Torganda /KPKS Bukit Harapan dan Direksi PT. Torus Ganda / Koperasi Parsub, namun somasi tersebut tidak diindahkan oleh pihak terpidana. Berdasarkan ketentuan Pasal 218 ayat (2) R.Bg, ”Jika pihak yang

126

Berdasarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Pengadilan (P-48) Nomor: Print- 223/N.2/Fuh.1/08/2009 tertanggal 25 Agustus 2009 sehari setelah dikeluarkannya P-48 tersebut dilakukan eksekusi secara formil (administratif) pada tanggal 26 Agustus 2009 di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dengan menandatangani Berita Acara Penyerahan Barang Rampasan (BA-22) oleh Agus Djaya, SH (Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumut) selaku pihak pertama dan Ir. J. B. Siringo-Ringo (Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut) selaku pihak kedua yang disaksikan oleh pihak Kejaksaan, Kehutanan, Polda, DPRD, Pangdam, dan Gubernur Sumut.

127

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor: SK. 697/Menhut-II/2009 tertanggal 19 Oktober 2009 tentang Badan Pengelola Sementara Aset Negara berupa Kebun kelapa Sawit dan Aset Lainnya Hasil Pelaksanaan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 di Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas.

128

Masing-masing surat tersebut adalah:

1. Nomor: S.961/Menhut-II/2009 tertanggal 2 Oktober 2009 perihal Somasi / Peringatan I. 2. Nomor: S.38/Menhut-II/2010 tertanggal 26 Januari 2010 perihal Somasi / Peringatan II. 3. Nomor: S.227/Menhut-II/2010 tertanggal 11 Mei 2010 perihal Somasi / Peringatan III.

dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu maka Ketua Pengadilan Negeri atau Magistraat yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seseorang yang berhak menyita, supaya kalau perlu dengan bantuan Polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak itu”.

Dengan demikian, Departemen Kehutanan RI melakukan koordinasi dengan

pihak Kepolisian RI untuk memberikan bantuan dalam pelaksanaan pengamanan.129

Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan RI menyurati Jaksa agung Muda Tindak Pidana Khusus untuk berkoordinasi dan mengharapkan bantuan dari pihak Kejaksaan agar melakukan pemblokiran aset pihak manajemen lama.130

Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara melakukan rapat-rapat sampai 4 (empat) kali yakni pada tanggal 29 September 2009, tanggal 2 Desember 2010, tanggal 27 Desember 2010, dan tanggal 11 Januari 2011 yang pada intinya membicarakan rencana strategi, cara-cara yang dilakukan, dan pembiayaan eksekusi. Pihak Perlindungan Alam dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan RI juga menyurati Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Kapoldasu) dan disampaikan kepada

129

Berdasarkan Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan RI Nomor: S.428/II- KUM/2010 tertanggal 29 April 2010 perihal Koordinasi Pelaksanaan Eksekusi Fisik dan Berdasarkan Surat Deputi Kapolri Bidang Operasi Cq Karo Binops Nomor: B/949/V/2010/Sdeops tertanggal 27 Mei 2010 perihal Jawaban Tentang Pelaksanaan Eksekusi Fisik Lahan Kelapa Sawit di Propinsi Sumut.

130

Berdasarkan Surat Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan RI Nomor: S.466/II- KUM/2010 tertanggal 11 Mei 2010 perihal: Rencana Pelaksanaan Eksekusi Fisik Asset Negara berupa kebun sawit seluas ± 47.000 Ha di Areal Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas, lihat juga: Surat Sekretaris Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor: S.25/II-KUM/Rhs/2010 tertanggal 1 Juni 2010 perihal: Rencana Pelaksanaan Eksekusi Fisik Aset Negara berupa kebun sawit seluas ± 47.000 Ha di Areal Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) untuk meminta bantuan dari Polda untuk melakukan tindakan pengosongan atas Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas dan seluruh bangunan yang ada di atasnya.131

Sosialisasi untuk eksekusi sudah dilaksanakan 3 (tiga) tahap namun tidak pernah berhasil. Sosialisasi terakhir (tahap III) dilakukan tanggal 13 Desember 2008 di bawah koordinasi Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Padang Lawas Utara hanya dapat dilakukan dialog terhadap salah seorang Sekretaris PKPS yang menjelaskan bahwa dalam hal ini ada tiga putusan yaitu putusan pidana, perdata, dan tata usaha negara dalam satu objek perkara.

132

Berdasarkan hasil rapat-rapat telah disepakati tahapan pelaksanaan eksekusi sebagai berikut:

Untuk melanjutkan sosialisasi ke tahap selanjutnya yaitu ke Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas tidak dapat

dilanjutkan karena di hadang oleh massa yang mengatasnamakan sebagai karyawan ±

5.000 orang di Desa Aek Raru Koperasi Bukit Harapan, Parsub, dan Patogu Janji.

1. Menyusun rencana operasi dan rencana pembiayaan;

2. Penyiapan bahan sosialisasi;

131

Berdasarkan Surat Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan RI Nomor: S.05/IV-PPH/RHS/2011 tertanggal 25 Februari 2011 perihal: Pengosongan Penguasaan Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas.

132

http://pasarlatong.blogspot.com/2009_10_01_archive.html, diakses tanggal 3 Januari 2012. Tim Advokat masyarakat Padang Lawas, mengatakan eksekusi yang telah dilakukan melanggar hak asasi manusia, sebab dalam satu objek perkara ada tiga putusan hukum, pidana, perdata, dan tata usaha negara. Untuk perkara perdata, keabsahan sertifikat sejumlah 1.820 yang dimiliki masyarakat dinyatakan sah oleh pengadilan. Pengadilan Tinggi Medan pada tingkat banding memutuskan sertifikat itu sah, dan jaksa mengajukan kasasi (belum putus). Begitu juga dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dan PK Mahkamah Agung yang menyidangkan perkara surat Menteri Kehutanan yang mencabut hak (KPKS Bukit Harapan) mengelola lahan, di tingkat PT, putusan kasasi Mahkamah Agung, dan PK Mahkamah Agung membatalkan dan menolak PK Menteri Kehutanan atas surat pencabutan hak mengelola Nomor 5149 Tahun 2004.

3. Persiapan sosialisasi di Medan dan Jakarta; 4. Kegiatan intelijen;

5. Sosialisasi tahap I; 6. Sosialisasi tahap II; 7. Sosialisasi tahap III; 8. Persiapan eksekusi;

9. Pelaksanaan eksekusi; dan 10.Pasca eksekusi.

Namun setelah dilaksanakan secara langsung ke lapangan di tempat objek perkara di Desa Aek Raru Koperasi Bukit Harapan, Parsub, dan Patogu Janji, yang hanya terealisasi dalam pelaksanaan adalah:

1. Rencana operasi dan rencana pembiayaan;

2. Penyiapan bahan sosialisasi;

3. Persiapan sosialisasi di Medan dan Jakarta; 4. Kegiatan intelijen I;

5. Kegiatan intelijen II; 6. Sosialisasi tahap I; 7. Sosialisasi tahap II; 8. Sosialisasi tahap III; dan

9. Peninjauan lapangan objek eksekusi.

Pada faktanya, eksekusi secara materil (fisik) belum dilaksanakan karena pada saat melaksanakan eksekusi terdapat kendala-kendala yang tidak memungkinkan

dilanjutkan. Dalam hal ini sebelumnya dilakukan rapat-rapat namun hingga pada saat hendak dilaksanakan eksekusi fisik di lapangan, konsep tidak jelas mengenai apa saja yang akan dilakukan dan terjadi kesalahpahaman. Oleh karena tidak adanya konsep yang jelas inilah maka kegiatan Tim Eksekusi yang telah direncanakan sebelumnya diarahkan hanya untuk melakukan sosialisasi atau peninjauan lapangan objek eksekusi saja yang dipimpin oleh Kejaksaan.133

Apabila merujuk kepada ketentuan Pasal 218 ayat (2) R.Bg, ”Jika pihak yang dikalahkan tidak mau meninggalkan barang-barang yang tidak bergerak itu maka Ketua Pengadilan Negeri atau Magistraat yang dikuasakan harus memberi surat perintah kepada seseorang yang berhak menyita, supaya kalau perlu dengan bantuan Polisi, pihak yang dikalahkan itu beserta keluarganya disuruh meninggalkan atau mengosongkan barang yang tidak bergerak itu”. Sangat dimungkinkan dapat dilakukan dengan bantuan aparat keamanan berdasarkan peraturan yang ada apalagi putusan Mahkamah agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus telah berkekuatan hukum tetap dan dinyatakan DL sitorus terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan cara mengerjakan dan menggunakan kawasan hutan secara tidak sah yang dilakukan secara bersama-sama dalam bentuk sebagai perbuatan berlanjut.

133

Laporan Informasi Khusus Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan Nomor: R-LIK- 06/N.2.20/Dek.3/08/2008 perihal: Peninjauan Lokasi Objek Eksekusi Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus di Desa Aek Raru Koperasi Bukit Harapan, Parsub, dan Patogu Janji (± 47.000 Ha) Kecamatan Simangambat Kabupaten Padang Lawas.

Secara yuridis, jika massa tetap menghalangi eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap termasuk suatu tindakan menghalang-halangi proses hukum. Kualifikasi dapat dihukum atau tidak mereka yang melakukan aksi penolakan putusan tergantung pada tindakan apa yang dilakukan pada saat eksekusi tersebut. Berdasarkan landasan Pasal 218 ayat (2) R.Bg di atas, eksekusi tersebut tetap harus dijalankan.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun, dalam hal ini eksekusi tersebut dilaksanakan setelah putusan itu berkekuatan hukum tetap itu berarti bahwa kasus tersebut dijamin oleh hukum bahwa negaralah yang berhak atas Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas.

Apabila massa yang mengatasnamakan sebagai karyawan ± 5.000 orang di

Desa Aek Raru Koperasi Bukit Harapan, Parsub, dan Patogu Janji sambil memegang egrek dan dodos, membawa bambu runcing dengan menyanyikan lagu “Maju Tak Gentar” secara yuridis merupakan suatu bentuk perlawanan dari pihak ketiga yakni massa dan atau karyawan. Pasal 206 R.Bg dan Pasal 195 HIR pada angka 7 menegaskan: “Perlawanan terhadap putusan juga dari orang lain yang menyatakan barang yang disita itu miliknya serta diadili seperti semua perselisihan tentang upaya paksa yang diperintahkan oleh Pengadilan Negeri yang dalam daerah hukumnya terjadi pelaksanaan putusan itu”.

Apabila merujuk kepada Pasal 6 huruf c UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menegaskan bahwa: “Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku”. Putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus yang memerintahkan eksekusi terhadap Kawasan hutan Register 40 Padang Lawas adalah hukum yang dibuat oleh Hakim, maka harus dipatuhi dan dilaksanakan.

Menurut Pasal 16 UU No.9 Tahun 1998, pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku. Menurut ketentuan ini kategorinya adalah harus melakukan perbuatan melanggar hukum terlebih dahulu, baru dikenakan sanksi pidana tetapi sanksi yang disebutkan dalam undang-undang ini tidak jelas melainkan seolah-olah sanksi yang dimaksud adalah menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku termasuk KUH Pidana.

Pelanggaran hukum yang bagaimana dimaksud disesuaikan dengan kriteria tindak pidana yang ada dalam pasal-pasal KUH Pidana, jika massa yang mendemo itu melakukan pebuatan misalnya mengacung-acungkan senjata tajam ke arah tim eksekutor sehingga menimbulkan luka, maka dapat dikategorikan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 55 KUH Pidana. Kecuali jika massa pendemo hanya sekedar menghalang-halangi eksekusi dan tidak melakukan perlawanan fisik, maka tidak

dapat dikategorikan tindakan demikian sebagai tindak pidana sebab mereka (massa pendemo) bisa saja tidak memiliki niat untuk melukai tetapi niat itu muncul seketika. Sebagaimana Moeljatno mengatakan bahwa salah satu unsur perbuatan pidana bergantung pada bagaimana sikap batinnya pelaku (unsur subjektif) atau melawan hukum yang subjektif harus disertai sikap batin atau niat dari si pelaku.134

Penolakan massa terhadap eksekusi berdasarkan alasan-alasan bahwa putusan Mahkamah agung RI Nomor: 2642 K/Pid/2006 atas nama terpidana DL Sitorus tidak sah dengan alasan bertolak belakang dengan putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 134K/TUN/2007/ yang menyatakan batalnya surat Menteri Kehutanan RI No.S.419/Menhut-II/2004 tertanggal 13 Oktober 2004. Hingga sampai saat ini eksekusi materil (fisik) terhadap Kawasan Hutan Register 40 Padang Lawas tidak terealisasi, dan alasan kedua terdapatnya tiga putusan yaitu putusan pidana, perdata, dan tata usaha negara dalam satu objek perkara adalah melanggar HAM.135

134

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hal. 63.

135

Menganalisis alasan-alasan yang dikemukakan oleh wakil pendemo di atas, lihat: pembahasan dalam sub bab Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang telah dibahas sebelumnya.

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI DAN UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN DALAM EKSEKUSI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI

ATAS NAMA TERPIDANA DL SITORUS DI AREAL REGISTER 40 PADANG LAWAS