• Tidak ada hasil yang ditemukan

Istilah korupsi pada mulanya berasal dari bahasa Latin “corruptie” atau

cooruptus”. Kata “corruptie” turunan dari kata Latin yang tua yaitu “corrumpore”.56

Kata-kata tersebut kemudian diikuti dalam bahasa Inggris yaitu ”cooruption”,

corrupt”, bahasa Perancis yaitu “corruption”, bahasa Belanda yaitu “corruptie

(korruptie).57 Ensiklopedia Indonesia mendefinisikan corruptio artinya penyuapan,

corrumpore artinya merusak yang secara luas diartikan yaitu gejala para pejabat

badan-badan negara menyalahgunakan kewenangan sehingga terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidakberesan lainnya.58 Pengertian korupsi secara harfiah adalah:59

1. Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak normal, kebejatan, dan

ketidakjujuran;

2. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan

sebagainya;

3. Perbuatan yang kenyataannya menimbulkan keadaan yang bersifat buruk

misalnya: perbuatan yang jahat dan tercela atau kebejatan moral; penyuapan dan bentuk ketidakjujuran; sesuatu yang dikorup seperti kata yang diubah atau diganti secara tidak tepat dalam satu kalimat; pengaruh-pengaruh yang korup.

56

Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia, Normatif, Teoritis, Praktik, dan Masalahnya, (Bandung: Alumni, 2007), hal. 78.

57

Andi Hamzah, Korupsi Di Indonesia, Masalah dan Pemecehannya, (Jakarta: Gramedia, 1984), hal. 9.

58

Ensiklopedia Indonesia, Jilid 4, (Jakarta: Ikhtiar Baru van Hoeve dan elsevier Publishing Project, 1983), hal. 1876.

59

Pengertian korupsi tersebut di atas, sangat sederhana tidak dapat dijadikan tolok ukur atau standar untuk dapat menjerat pelaku tindak pidana korupsi. Berdasarkan sudut yuridis, tindak pidana korupsi adalah tingkah laku setiap orang atau badan yang menguntungkan kepentingan diri sendiri dengan cara melanggar batas-batas hukum sebagaimana dalam Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 (UUPTPK) ditegaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”, dan dalam Pasal 3 ayat (1) UUPTPK ditegaskan, “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

UUPTPK menegaskan bukan saja pejabat publik yang dapat bertindak sebagai pelaku tindak pidana korupsi tetapi menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) UUPTPK di atas adalah “setiap orang” yang menurut Pasal 1 angka (3) UUPTPK, setiap orang yang dimaksud adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka dapat dipahami bahwa tindak pidana korupsi dapat dilakukan oleh setiap orang atau badan yang merupakan suatu perbuatan termasuk melawan hukum baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merugikan perekonomian atau keuangan negara yang dari segi materil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat.

Pelaku tindak pidana korupsi dalam kasus ini adalah DL Sitorus bersama- sama dengan Sutan Bahruddin Hasibuan, Sutan Malim Hasibuan, Tongku Muda Hasibuan, Minan Hasibuan, Tongku Soripada Hasibuan, Baginda Partomuan Hasibuan, Rongkaya Sutan Siregar, Tongku Mara Usin Harahap, Tongku Satia Dalimunthe, Tongku Maraudin Hasibuan, Tongku Mahmud Hasibuan, Baginda Junjungan Dalimunthe, Tongku Iskandar Hasibuan, Raja Asli Hasibuan, dan Abdul Azis Harahap, Raja Manippo Hasibuan, Sutan Tua Hasibuan, Zamhuri Hasibuan, Sutan Bandaharo Harahap, Tongku Saibun Harahap alias Baginda Huayan Harahap, Latong S (sebagai Ketua KPKS Bukit Harapan) dan Ir. Yonggi Sitorus (sebagai Bendahara KPKS Bukit Harapan) yang masing-masing diperiksa dalam perkara terpisah.

Mahkamah Agung RI sesuai dengan Pasal 35 UU No.16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan (asas oportunitas)60 menunjuk Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN

Jakpus) untuk memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi khususnya yang dilakukan oleh DL Sitorus dengan identitas terdakwa sebagai berikut:61

Nama : Darianus Lungguk Sitorus (DL Sitorus)

Tempat Lahir : Porsea Kabupaten Tobasa (dahulu Kabupaten Tapanuli

Utara)

60

Penjelasan Pasal 35 UU Kejaksaan, terkait dengan kepentingan umum atau kepentingan masyarakat luas. Sehingga dapat mengesampingkan perkara sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan pelaksanaan asas oportunitas, yang hanya dapat dilakuka oleh Jaksa Agung setelah memperhatikan saran dan pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang mempunyai hubungan dengan masalah tersebut.

61

Berdasarkan Surat Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor: KMA/003/SK/I/2006 tanggal 5 Januari 2006.

Umur/Tgl. Lhr : 68 tahun / 12 Maret 1937

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jl. Kebon Raya No.2 Kepa Duri Jakarta Barat Jl. Abdullah Lubis No.26 Medan

Agama : Kristen Protestan

Pekerjaan : Wiraswasta / Direktur Utama PT. Torganda dan PT.

Torus Ganda

DL Sitorus dan kawan-kawan telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut dengan cara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara atau diketahui atau patut diduga olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Tindak pidana korupsi tersebut bermula sekitar pada bulan April tahun 1998 DL Sitorus tanpa hak dan tanpa ijin dari Menteri Kehutanan telah menduduki atau

menguasai hutan Negara kawasan hutan produksi Padang Lawas ± 80.000 Ha62

62

Berdasarkan Akta Notaris Nomor: 323/L/1998 tertanggal 30 September 1998 dengan Notaris Setiawati, SH di Rantau Parapat.

yang berada di areal Register 40 Padang Lawas Propinsi Sumatera Utara, padahal DL

didudukinya atau yang dikuasainya tersebut adalah hutan Negara yang diperuntukkan sebagai hutan tetap dan berfungsi sebagai hutan produksi yang ditetapkan berdasarkan:

1. Gouvernment Besluit (GB) No.50/1924 tertanggal 25 Juni 1924;

2. Berita Acara Penyerahan tanah kawasan hutan Padang Lawas dari masyarakat

kepada Gubernur: tertanggal 20 Mei 1981 seluas 12.000 Ha; tertanggal 26 Mei 1981 seluas 10.000 Ha; dan tertanggal 6 Juni 1981 seluas 8.000 Ha;

3. Keputusan Menteri Kehutanan No. 923/Kpts/Um/12/1982 pada tanggal 27

Desember 1982 tentang Penunjukan Areal Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara;

4. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Utara Nomor 7 Tahun 2003 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah Tingkat I Sumatera Utara tahun 2003- 2018;

5. Peraturan Daerah Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 14 Tahun 1998 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan. Ketentuan tersebut di atas melarang untuk menduduki atau menguasai tanpa izin dari Menteri Kehutanan RI sesuai dengan ketentuan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan yang menegaskan, “Kawasan hutan dan hutan cadangan dilarang dikerjakan atau diduduki tanpa izin Menteri”. DL Sitorus mengetahui atau patut mengira bahwa kawasan hutan produksi

Bahruddin Hasibuan dkk serta Raja Manippo Hasibuan dkk tidak berhak dan tidak berwenang menyerahkan kawasan tersebut kepada siapapun karena kawasan tersebut adalah kawasan hutan yang dikuasai oleh negara.

Sebelum kawasan hutan produksi Padang Lawas seluas ± 80.000 Ha yang

telah dikuasai DL sitorus tersebut dikerjakan (dirubah fungsi dan peruntukannya menjadi areal perkebunan kelapa sawit), DL Sitorus membentuk dan mendirikan Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan dengan maksud untuk

mempermudah pelaksanaan pekerjaan.63

Tahap pertama, setelah KPKS terbentuk, kemudian DL Sitorus seolah-olah

menyerahkan hutan negara kawasan hutan produksi Padang Lawas seluas ± 80.000

Ha tersebut kepada pengurus KPKS Bukit Harapan untuk dikerjakan (dirubah fungsi dan peruntukannya menjadi areal perkebunan kelapa sawit) dengan sistim Bapak Angkat.

64

63

Sesuai dengan Akta Pendirian Nomor: 07/BH/KPK.2.9/IX/1998 tertanggal 29 September 1998. Susunan pengurusnya adalah: Ketua: Latong S; Wakil Ketua: H. Moh. Baryadi; Sekretaris: Arif Prabowo; Wakil Sekretaris: Alex Karsoastalora; Bendahara: Yonggi Sitorus.

Selanjutnya DL Sitorus bersama-sama dengan Latong S dan Yonggi Sitorus membuka hutan untuk membuat jalan dan mengkavling-kavling kawasan hutan produksi Padang Lawas tersebut bertujuan untuk imas tumbang dan pembersihan (istilah yang lazim disebut untuk menebang pepohonan, membabat ilalang/semak belukar dan membakar habis hingga bersih). Sehingga menyebabkan

64

Dimana DL Sitorus bertindak sebagai Bapak Angkat. DL Sitorus berperan sebagai penyandnag dana padahal pembentukan KPKS Bukit Harapan dan pengelolaan kawasan hutan produksi Padang Lawas tersebut adalah atas dasar inisiatif DL Sitorus sendiri.

berkurangnya kawasan hutan produksi Padang Lawas seluas ± 12.000 Ha telah ditanami kelapa sawit.65

Tahap kedua, pada tanggal 16 Agustus 1999 sampai pada bulan Juli 2005, DL Sitorus (pemilik PT Torganda dan PT Torus Ganda) melanjutkan perbuatannya dengan menanami kelapa sawit di hutan negara kawasan hutan produksi Padang Lawas yang telah imas tumbang ± 11.000 Ha.66

Tahap ketiga, pada tanggal 16 September 2003 DL Sitorus bersama-sama

dengan Sangkot Hasibuan (Ketua Koperasi Parsub), Mulkan Harahap (Wakil Sekretaris Koperasi Parsub) membuat perjanjian di hadapan Notaris Setiawati SH, Nomor 139 tertanggal 16 September 2003 untuk membuka hutan, mengelola serta

membudidayakan perkebunan kelapa sawit seluas ± 24.000 Ha

Sehingga total luas areal yang telah ditanami kelapa sawit mencapai ± 23.000 Ha.

67

65

Keadaan ini sesuai dengan surat yang dibuat dan ditandatangani oleh Latong s dan Arif Prabowo selaku pengurus KPKS Bukit Harapan dalam Suratnya Nomor: 05/LP/KPKS/II tertanggal 11 Februari 1999.

yang berada di Kecamatan Simangambat (dahulu Kecamatan barumun Tengah) dimana bahwa kawasan yang dimaksudkan dalam akta Notaris Nomor 139 tersebut juga merupakan kawasan hutan negara hutan produksi Padang Lawas. Sehingga total areal yang telah ditanami kelapa sawit mencapai ± 47.000 Ha dari total keseluruhan ± 80.000 Ha.

66

Keadaan ini sesuai dengan surat yang dibuat dan ditandatangani oleh Ir. Yonggi Sitorus (Ketua KPKS Bukit Harapan) Nomor: 30/KPKS-BH/VIII/2002 tertanggal 12 Agustus 2002.

67

Sesuai dengan surat yang dibuat dan ditandatangani oleh terdakwa DL. Sitorus No.164/Ta/Menhut/XI/2004 tanggal 25 Nopember 2004, yang menyatakan telah menanami kelapa sawit seluas ± 24.000 Ha di Kawasan Hutan Produski Padang Lawas.

Perbuatan DL. Sitorus, PT. Torus Ganda (PT. Torganda), Pengurus Koperasi Persadaan Masyarakat Ujung Batu (Parsub), dan pengurus Koperasi Perkebunan Kelapa Sawit (KPKS) Bukit Harapan dilakukan secara bertahap, berlanjut, dan berlangsung secara terus-menerus hingga bulan Nompember 2004 selesai ditanami kelapa sawit ± 24.000 Ha. Terhadap perbuatan terdakwa tersebut telah merugikan lahan atau sebagai objek perkara atas kawasan hutan Negara hingga sampai ± 47.000 Ha menyebabkan berkurangnya luas areal hutan Negara Kawasan Hutan Produksi Padang Lawas, hilangnya tegakan Kayu Bulat Besar (KKB) jenis kayu meranti

berdiameter 30 cm ke atas yang diperhitungkan sebanyak 27,99 m2/Ha dan Kayu

Bulat Sedang (KBS) berdiameter antara 20-29 cm yang diperhitungkan sebanyak 2,10

m2/Ha. Selain itu, perbuatan terdakwa menimbulkan hilangnya perolehan Provisi

Sumber Daya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR) serta menimbulkan kerugian rehabilitasi yang harus ditanggung oleh Pemerintah Cq. Departemen Kehutanan RI.68

B. Putusan Terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan oleh DL Sitorus