• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etti Swasti 1* , Nurwanita Ekasari Putri 1 , dan Darul Hikmah 2

1Fakultas Pertanian Universitas Andalas;2PT Sinar Mas

email: etti swasti14@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola pewarisan karakter gabah baik karakter kualitatif maupun karakter kuantitatif dari persilangan padi merah lokal Sumatera Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode tanam berjarak (space planted) tanpa ulangan generasi F2. Setiap individu tanaman dijadikan tanaman sampel. Pengamatan yang dilakukan terhadap karakter kualitatif adalah bentuk gabah, warna gabah, warna apikulus dan warna beras, sedangkan terhadap karakter kantitatif adalah ukuran gabah (bobot 1000 butir gabah bernas). Analisis χ² yang berdasarkan hukum Mendel pada pengamatan karakter kualitatif digunakan sebagai parameter pengujian. Pengujian untuk karakter kuantitatif menggunakan parameter populasi dan parameter genetik. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesesuian pola pewarisan sifat kualitatif dengan pewarisan Hukum Mendel pada karakter warna gabah dan warna beras . Sedangkan karakter bentuk gabah dan warna apikulus dikendalikan secara epistasi. Karakter bobot 1000 butir memiliki keragaman fenotip dan genetik yang luas dan nilai duga heritabilitas yang tinggi (0.87) sehingga dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi. Nilai heritabilitas yang tinggi menjelaskan bahwa karakter bobot 1000 butir diwariskan secara sederhana yang dikendalikan oleh 1 gen.

Kata kunci: Padi merah, padi lokal, generassi F2, segregasi, heritabilitas PENDAHULUAN

Varietas unggul hasil pemuliaan tanaman merupakan salah satu teknologi kunci dalam peningkatan hasil padi, sebagian besar petani Indonesia menanam padi varietas unggul karena memiliki umur genjah dan hasil yang lebih banyak dibanding varitas lokal, hal ini menandakan bahwa varetas unggul merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia.

Penyediaan varietas-varietas padi unggul diperlukan untuk dapat memenuhi keinginan dan kecukupan konsumen serta untuk mencapai swasembada. Perakitan varietas-varietas unggul akan berhasil apabila tersedia keragaman genetik dari kekayaan plasma nutfah padi. Plasma nutfah dapat dikatakan sebagai bahan mentah untuk parbaikan tanaman (varietas baru) dan merupakan sumber daya genetik yang tidak tergantikan. Sumberdaya genetik dapat berupa varietas lokal, kerabat liar, varietas komersil dan galur-galur pemuliaan (Makmur, 1995).

Swasti, Syarif, Suliansyah dan Putri (2007) telah mengoleksi sejumlah genotipe padi lokal yang ada di propinsi Sumatera Barat, dari kegiatan karakterisasi baik secara morfologis, agronomis maupun molekular diperoleh beberapa genotipe padi lokal yang potensial dikembangkan maupun dijadikan sebagai tetua-tetua dalam perbaikan varietas baru. Untuk itu perlu diketahui variabilitas genetik dan korelasi antar sifat sehingga seleksi terhadap sifat yang diinginkan dapat berhasil.

Untuk perbaikan genetik tanaman padi diperlukan adanya plasmanutfah yang mempunyai karakter dengan keragaman genetik yang luas. Keragaman genetik yang luas dari suatu karakter akan menghasilkan peluang yang lebih besar dalam seleksi karakter terbaik dibandingkan dengan yang mempunyai keragaman genetik yang sempit. Karakter yang diseleksi sebaiknya mempunyai heritabilitas yang tinggi, sebab karakter dengan heritabilitas tinggi akan mudah diwariskan dan seleksi dapat dilakukan pada generasi awal. Populasi dasar dengan variasi genetik yang tinggi merupakan bahan pemuliaan yang penting untuk perakitan varietas unggul. Populasi dasar yang memiliki variasi genetik yang tinggi akan memberikan respon yang baik terhadap seleksi karena

variasi genetik yang tinggi akan memberikan peluang yang besar untuk mendapatkan kombinasi persilangan yang tepat dengan gabungan sifat-sifat yang baik (Fehr, 1987).

Usaha pemerintah dalam mencukupi kebutuhan pangan yang bermutu sesuai dengan standar kesehatan dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan menemui banyak kendala. Salah satu kendala yang dihadapi adalah terbatasnya varietas unggul padi yang memenuhi standar gizi seperti yang memiliki kandungan protein dan antosianin serta mineral (besi dan zinkum). Dengan demikian sangat terbuka peluang untuk menghasilkan varietas unggul padi dengan kandungan gizi yang tinggi. Peluang ini semakin besar dengan tersedianya keragaman genetic padi termasuk padi beras merah local khususnya di Sumatera Barat yang telah diketahui kandungan protein, antosianin, serat dan mineralnya (Swasti et al, 2011). Padi merah tersebut dapat dijadikan tetua sebagai sebagai sumber gen protein, antosianin, serat dan mineral yang dapat dipindahkan ke padi varietas unggul yang telah dikenal masyarakat melalui hibridisasi. Evaluasi terhadap komponen hasil dan hasil, mutu fisik dan kimiawinya (nutrisinya) diperoleh keragaman yang luas pada beberapa komponen hasilnya serta pada kandungan protein dan antosianinnya, dari hasil penelitian ini terseleksi 3 kultivar sebagai tetua persilangan yakni Siopuk dengan kandungan protein dan antosianin tinggi (18.7% dan 33.43 mgCyE/g), Karajut sebagai tetua dengan sifat jumlah gabah permalai tinggi (> 300 butir) dan Silopuk dengan potensi hasil tinggi namun tanaman tinggi dan umur dalam serta ukuran gabah relaatif kecil. Kelemahan dari padi lokal tersebut dapat diperbaiki melalui persilangan dengan varietas unggul yang memiliki tinggi ideal, produksi tinggi dan ukuran gabah besar. Dari persilangan tersebut diharapkan diperoleh segregan-segregan yang diinginkan.

BAHAN DAN METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan metode percobaan dengan sistem tanam berjarak (space planted) tanpa ulangan. Penelitian dilakukan dari bulan Februari sampai dengan bulan Juni 2014 di UPT Farm Fakultas Pertanian Universitas Andalas. Generasi F2 merupakan keturunan persilangan antara padi merah lokal kultivar silopuk dengan varietas unggul nasional Fatmawati. Benih F2 merupakan koleksi Fakultas Pertanian Universitas Andalas (Swasti, Putri dan Zainal, 2013). Populasi F2 ditanam dalam satu petakan dengan ukuran 2 m x 5 m, jarak tanam 25 cm x 25 cm, bibit ditanam 1 bibit per lubang tanam dan setiap individu atau rumpun tanaman dijadikan tanaman sampel dengan jumlah rumpun 128 rumpun. Pendugaan ragam lingkungan maka ditanam sumber tetuanya yaitu Fatmawati dan Silopuk. Uji χ² digunakan untuk analisis karakter kualitatif. Pengujian untuk karakter kuantitatif menggunakan parameter populasi dan parameter genetik menurut Makmur (1995).

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Penampilan Gabah dan Beras

Hasil pengamatan empat karakter kualitatif pada populasi F2 memperlihatkan bahwa populasi F2 menampilkan sifat- sifat dominan dan resesif untuk masing- masing karakter. Analisis

Chi-square dan interaksi gen pengendali keempat karakter kualitatif yang diamati pada populasi F2

disajikan pada Tabel 1.

Hasil uji χ2yang terdapat pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa karakter-karakter yang diamati dikendalikan oleh satu sampai tiga pasang gen. Terdapat beberapa nisbah yang sesuai, namun jika dilihat dari nilai χ2, maka yang paling sesuai adalah nisbah dengan nilai χ2paling kecil. Karakter yang dikendalikan oleh satu pasang gen yaitu karakter warna gabah, dan karakter warna beras. Bentuk aksi gen pengendali kedua karakter tersebut yaitu dominan penuh.

Tabel 1. Tabel 1. Hasil uji χ2dengan beberapa nisbah Mendel pada empat karakter kualitatif hasil persilangan Silopuk dengan Fatmawati

Hipotesis (2 Kelas) Karakter Kualitatif WG (kuning :kng cklt) BG (medium : ramping) WA (kuning :merah) WB (merah:putih) 1 Pasang gen 3:1 0,00tn 1,50tn 1,04tn 0,04tn 2 Pasang gen 13:3 3,28tn 10,06* 0,47tn 4,16* 15:1 29,54* 120,00* 48,14* 83,34* 9:7 18,28* 10,28* 26,70* 16,80* 3 Pasang gen 55:9 12,68* 25,86* 5,24* 14,54* 37:27 15,50* 8,20* 23,35* 14,13* 45:19 48,51* 0,00tn 4,52* 0,94tn

Keterangan : WG = Warna Gabah; BG = Bentuk Gabah; WA = Warna Apikulus; WB= Warna Beras tn = tidak nyata; * = nyata

Salah satu contoh nisbah 3:1 untuk warna beras merah (dominan) terhadap warna beras putih (resesif) merupakan hasil proses penggabungan gamet secara acak. Melalui proses segregasi, pada kasus ini yang melibatkan persilangan dua tetua yang warna beras berbeda, Silopuk dengan warna beras merah sedangkan Fatmawati warna berasnya putih (Gambar 2). Pada F1 misalnya, kombinasi kedua faktornya Aa akan dihasilkan gamet A dan gamet a. Melalui proses penggabungan gamet secara acak akan diperoleh kombinasi faktor AA, Aa, dan aa. Karena A dominan terhadap a maka pada F2 antara dominan (AA, Aa) dengan resesif (aa) akan diperoleh perbandingan 3:1. Fenomena yang sama terjadi pada pewarisan karakter warna gabah dimana warna gabah kuning dominan terhadap warna kuning kecoklatan (Gambar 1) dan diwariskan oleh aksi gen dominan. Varietas Fatmawati memiliki warna gabah kuning sedangkan Silopuk memiliki warna gabah kuning kecoklatan.

Karakter bentuk gabah dikendalikan oleh 1-3 pasang gen dan yang paling sesuai adalah oleh 3 pasang gen karena memiliki nilai χ2paling kecil . Bentuk interaksi gen pengendali karakter ini adalah epistasis komplek. Nisbah 37:27, 55:9, dan 45:19 merupakan modifikasi dari rasio fenotipe 27:9:9:9:3:3:3:1. Menurut Crowder (1990), epistasis yang merupakan bentuk interaksi inter allelic, interaksi antar alele pada lokus yang berbeda yaitu pengaruh suatu gen pada satu lokus terhadap penampilan (ekspresi) gen pada lokus lain; mungkin ada interaksi antar ketiga gen atau tekanan/ supressi terhadap ekspresi gen yang lain (interaksi dominan dan resesif).

Karakter warna apikulus (Gambar 3) dikendalikan oleh 1-2 pasang gen, namun yang paling sesuai adalah dikendalikan oleh 2 pasang gen dan diwariskan secara epistasi dominan dan resesif dengan rasio 13:3 antara lokus pengendali warna apikulus kuning ((Fatmawati) dengan lokus pengendali warna apikulus merah (Silopuk).

Satu gen dominan pada satu lokus dan hoozigot resesif pada lokus yang lain bersifat epistasis, yaitu bila terdapat salah satu gen itu akan mencegah pembuatanhasil akhir gen. Contoh yang sama terjadi pada warna kulit bawang merah (Lilik, 1993).

Gambar 2. Representatif Penampilan warna beras populasi F2

Gambar 3. Representatif Penampilan warna apikulus populasi F2

b. Bobot 1000 Butir

Bobot 1000 butir merupakan salah satu variabel pengamatan yang erat hubungannya dengan produksi dan kebutuhan tanaman dalam satuan luas. Berat 1000 butir padi semakin tinggi maka semakin banyak pula hasil yang akan diperoleh, semakin rendahnya berat 1000 butir maka semakin sedikit hasil produksinya.Komponen yang menentukan dari banyaknya produksi tanaman terbaik yaitu persentase dari anakan produktif, bobot 1000 butir dan gabah isi (Gardner et al,1991). Berikut paparan nilai rataan, ragam, standar deviasi dan variabilitas fenotipe karakter bobot 1000 butir pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rataan, ragam, standar deviasi dan variabilitas fenotipe karakter bobot 1000 butir populasi F2

Populasi Rataan (gram) σ²p σ²G σ²Ebs KKG

F2 22.45 28.76 25.06 3,70 0.87 22.82

Keterangan: σ²p = Ragam Fenotipe; σ²E= Ragam Lingkungan; = Ragam Genetik; = Heritabilitas Dalam

Arti Luas; KKG = Koefisien Keragaman Genetik (%)

Hasil analisis yang tertera pada Tabel 2 menunjukkan bahwa bobot 1000 butir gabah dalam populasi F2 memiliki rataan 22,45 g. Berdasarkan nilai rataan tersebut, populasi F2 memiliki ukuran gabah yang lebih besar dari rataan tetua silopuk atau berada di anatara kedua tetuanya. Hal ini menunjukkan bahwa adanya rekombinasi dari ukuran atau bentuk gabah. Bobot 1000 butir gabah mencerminkan ukuran gabah dan bentuk gabah, semakin tinggi bobot 1000 butir gabah

Warna Beras Putih