B. Kajian Teori
4. Evaluasi
a. Pengertian Evaluasi Program
Terdapat tiga istilah yang difungsikan dan perlu kesepakatan dalam penggunaannya, sebelum penyampaian tentang uraiannya lebih mendalam tentang evaluasi program, yaitu penggunaan istilah evaluasi (evaluation), pengukuran (measurement) dan penilaian (assessment).55
Asal kata Evaluasi adalah evaluation yang telah mengalami penyerapan kedalam susunan bahasa Indonesia, bertujuan untuk kata asli tetap dipertahankan dengan sedikit menyesuaikan pelafalan Indonesia menjadi “Evaluasi” yang bermakna to find out, decide the amount or value dengan arti suatu usaha yang berfungsi sebagai penentu dari nilai atau jumlah. Selain makna yang didasarkan pada terjemahan, berbagai istilah yang tertuang dalam makna itupun memperlihatkan bahwa tindakan evaluasi seharusnya dilaksanakan dengan penuh kehati-hatian, bertanggung jawab, menggunakan strategi, dan dapat dipertanggunjawabkan.
55 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program Pendidikan Edisi Kedua (Jakarta: Bumi Aksara, 2018), 1
Suchman memandang evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan sebagai dukungan dalam pencapaian tujuan.56 Pengertian lainnya dicetuskan oleh Worthen dan Sanders dalam Suharsimi yang mengemukakan bahwa evaluasi merupakan pencarian sesuatu yang bernilai; dalam pencarian tersebut, juga termasuk pencarian informasi yang mempunyai manfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur, serta mengajukan alternatif strategi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Seorang pakar yang sangat mashur dalam evaluasi program bernama Stuffbeam mengemukakan bahwa evaluasi merupakan proses memberi gambaran, pencarian, dan penginformasian yang sangat berguna bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan.57
Adapun makna dari istilah “program” secara umum artinya “rencana”.58 Rencana yang dimaksud merupakan sesuatu yang ingin dicapai dan ketika mengaitkan program ini secara langsung dengan evaluasi program maka program diartikan dengan unit kegiatan yang menjadi bentuk realisasi atau penerapan dari suatu kebijakan, berlangsung dalam proses kontinyu, dan terjadi keterlibatan sekelompok orang dalam suatu organisasi.
Telah terjadi pemantapan arti yang dialami oleh evaluasi program.
Pendefinisian evaluasi program yang paling terkenal adalah oleh Ralph Tyler yang menjabarkan bahwasannya evaluasi program merupakan proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat dijalankan. Penerimaan makna yang lebih
56 Scarvia B. Anderson et.al and Associates, Encyclopedia on Evaluation (California: Jossey-Bass Inc., 1975), 17
57 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 2
58 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 3
dikenal masyarakat luas dicetuskan oleh dua pakar evaluasi antara lain Cronbach dan Stuffbeam yang menyatakan bahwa evaluasi program merupakan usaha untuk menyampaikan informasi yang telah disediakan kepada pembuat keputusan.
Berhubungan dengan definisi tersebut The Standford Evaluation Consorsium Group mengemukakan bahwa walaupun informasi disediakan evaluator, akan tetapi evaluator bukanlah pengambil keputusan tentang suatu program.59
b. Tujuan Evaluasi Program
Sebuah evaluasi program mempunyai tujuan untuk mengetahui pencapaian rencana atau tujuan program dengan cara mengetahui aktivitas program yang terlaksana, sebab evaluator program menginginkan untuk mengetahui bagaimana dari bagian dan sub komponen program yang belum terealisasi dan apa penyebabnya. Oleh sebab itu, sebelum memulai langkah evaluasi, diperlukan untuk evaluator menjelaskan kepada dirinya tentang apa tujuan dari program yang akan dilakukan evaluasi.
c. Manfaat dan Pelaksana Evaluasi Program
Dalam organisasi pendidikan, evaluasi program bisa diartikan sama dengan kegiatan supervisi. Singkatnya, supervisi didefinisikan sebagai usaha melakukan penilaian guna memberi arahan, evaluasi program juga merupakan langkah awal dalam supervisi yaitu pengumpulan data yang sesuai sehingga dapat juga dilanjutkan dengan pemberian bimbingan yang sesuai.
59 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 5
Adapun keterkaitan antara evaluasi program dengan kebijakan ialah bahwa program adalah rangkaian kegiatan sebagai pencapaian dari suatu kebijakan. Jika tidak dilakukan evaluasi pada suatu program maka akan sulit mengetahui bagaimana dan sejauh mana kebijakan yang telah ditetapkan dapat terealisasi.
Informasi yang didapatkan dari kegiatan evaluasi memiliki tingkat kegunaan yang tinggi bagi pembuat keputusan dan kebijakan lanjutan dari program, karena masukan hasil evaluasi program itulah keberlanjutan dari program yang tengah terlaksana ataupun yang sudah terlaksana akan ditentukan oleh para pengambil keputusan. Hasil pengevaluasian merupakan sebuah saran dari evaluator untuk para pembuat keputusan (decision maker). Terdapat empat kebijakan yang memungkinkan untuk dilaksanakan berlandaskan pada hasil dari penerapan sebuah program keputusan60, yaitu:
a. Melakukan penghentian program, sebab memandang bahwa program tersebut tidak bermanfaat, atau pelaksanaan tidak dapat disesuaikan dengan rencana dan harapan.
b. Memperbaiki program, sebab terdapat beberapa bagian yang belum mendekati kesesuaian dengan rencana dan harapan (ada kesalahan, walaupun tidak banyak)
c. Melanjutkan program, sebab penerapan program memperlihatkan bahwasanya segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan, harapan dan hasilnya memberi manfaat.
60 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 22
d. Melakukan penyebarluasan program (menjalankan program di beberapa tempat lainnya atau mengulang kembali program pada waktu yang lainnya), karena keberhasilan program dinilai baik, akan lebih baik apabila melaksanakan kembali program pada tempat dan waktu lainnya.
Syarat yang dibutuhkan seorang evaluator adalah: pertama, mampu melaksanakan, yang berarti bahwa memiliki kemampuan melakukan tindakan evaluasi dengan dukungan teori dan ketrampilan praktik. Kedua, cermat dengan arti mampu meperhatikan kelemahan dan seluruh perincian dari program dan komponen program yang akan dilakukan evaluasi. Ketiga, obyektif dan sulit terpengaruh oleh keingingan dan kepentingan diri sendiri atau kelompok dengan tujuan bisa mengumpulkan data sesuai keadaannya.
Berdasarkan syarat diatas evaluator diklasifikasikan kedalam dua jenis antara lain evaluator internal dan eksternal.61 Evaluator internal merupakan salah satu anggota pelaksana program yang dievaluasi dengan kelebihan anggota tersebut sangat paham dengan program yang akan dievaluasi sehingga evaluasinya tepat sasaran dan cenderung tidak membutuhkan banyak dana. Walaupun kemungkinan subyektifitas dan ketergesaannya tinggi karena keinginan kuat programnya dapat dinilai baik dan dapat di implementasikan dengan baik dan cepat.
Selain evaluasi dari dalam, terdapat evaluator dari luar yang diminta pengambil kebijakan guna tindakan evaluasi keberhasilan program atau keterlaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan, kemudian dikenal dengan istilah evaluator eksternal yang bersifat independen yang bertindak obyektif karena tidak
61 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 24
adanya keterlibatan emosional dalam mengevaluasi sehingga hasilnya lebih sesuai dengan keadaan dan kenyataan. Walaupun dalam prosesnya dibutuhkan waktu dan dana yang lebih.
d. Keterkaitan Tujuan Program dan Tujuan Evaluasi Program
Hubungan tujuan program dan evaluasinya ialah bahwa evaluasi program mengarah untuk mendapatkan saran sehingga tujuan evaluasi program tidak dibolehkan lepas dari tujuan program yang akan dievaluasi. Keduanya sangat memiliki kaitan karena evaluasi program bertujuan sebagai perumusan yang berdasar pada tujuan program. Singkatnya bisa ditentukan bahwasannya tujuan evaluasi program harus dirumuskan dengan titik balik tujuan program yang dievaluasi.
Untuk mengetahui kecermatan dan ketelitian penghitungan tujuan sampai terlihat sisi positif dan negatifnya, bisa menampakkan sisi mana dari kebijakan yang dapat diimplementasikan dan sisi yang tidak dapat diimplementasikan, serta apa yang menjadi sebabnya maka tujuan evaluasi harus detail.62 Dalam menetapkan tujuan program, evaluator harus dapat meraih ekspektasi dari penentu kebijakan yang dimungkinkan bertindak sekaligus sebagai pengelola, atau bisa jadi tidak.
Sebelum evaluasi dilakukan, kita harus mengamati tujuan program dan menimbang apa yang menjadi tujuan evaluasi program.
e. Controlling dan Pentingnya Pengawasan
Pengendalian didefinisikan sebagai proses pengamatan kegiatan guna memperoleh kepastian mereka sedang dalam tindakan untuk dicapai seperti yang
62 Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul Jabar, Evaluasi Program …, 27
direncanakan dan mengevaluasi tiap-tiap penyimpangan yang signifikan.63 Semua pengelola diharuskan ikut andil dalam fungsi kontrol bahkan jika unit-unitnya telah bekerja sesuai rencana, karena mereka tidak akan tahu apakah mereka melakukannya sampai semua pengelola melakukan evaluasi terhadap kegiatan apa yang sudah dijalankan dan melakukan perbandingan performa sesungguhnya dengan standart yang diinginkan. Sistem pengendalian yang efektif memberi kepastian bahwa penyelesaian kegiatan sesuai dan menuju pada pencapaian tujuan organisasi. Kriteria sistem pengendalian yang efektif adalah sejauh mana ia menciptakan keselarasan tujuan. Jika sistem kontrol yang terkadang mengarah pada keselarasan tujuan dan terkadang mengarah pada konflik tujuan, itu efektif, atau kurang efektif dibandingkan dengan hal-hal yang mungkin diinginkan.
Sebuah ilustrasi yang bijak untuk menggambarkan pentingnya pengawasan adalah bahwasannya pembuatan rencana bisa dijalankan, struktur organisasi dapat dibuat sebagai penunjang tercapaianya tujuan secara efektif, dan anggota organisasi dapat diarahkan dan dimotivasi. Akan tetapi, tidak menjamin bahwa kegiatan berjalan seperti yang direncanakan dan bahwa tujuan yang dicari pengelola, pada kenyataannya dapat dicapai. Oleh sebab itu, pengendalian menjadi penting karena merupakan mata rantai paling akhir dalam rangkaian fungsional manajemen dengan melakukan pemeriksaan terhadap semua aktivitas guna memberi kepastian kegiatan sejalan dengan perencanaan dan, bila ada penyimpangan yang signifikan, mengambil tindakan yang dibutuhkan guna melakukan perbaikan terhadap
63 Stephen P. Robbins, Management Second Edition (Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, Inc., 1988), 472
penyimpangan tersebut. Namun, nilai fungsi kontrol lebih banyak terletak pada hubungannya dengan kegiatan perencanaan dan pengorganisasian.
Dalam banyak diskusi yang berlatar dan dalam bingkai konteks pesantren, secara khusus dalam diskusi tentang pengorganisasian, perlu adanya penekanan pentingnya pengelola mendelegasikan wewenang, dan adanya catatan bahwa banyak pengelola merasa sulit untuk melakukan pendelegasian.64 Alasan utama yang diberikan adalah ketakutan apabila bawahan akan melakukan sesuatu yang keliru dan pengelola harus bertanggung jawab atas kesalahan yang diperbuat. Jadi, banyak pengelola tergoda untuk melakukan sesuatu sendiri dan menghindari pendelegasian. Keengganan untuk mendelegasikan, bagaimanapun, dapat dikurangi jika pengelola mengembangkan sistem kontrol yang efektif. Sistem kontrol seperti itu dapat memberikan informasi dan feedback mengenai performa kerja bawahan yang kepadanya mereka telah mendelegasikan wewenangnya. Oleh sebab itu, pentingnya sistem pengendali yang efektif karena pengelola memerlukan pendelegasian wewenang, namun karena pengelola pada akhirnya bertanggung jawab atas keputusan yang diambil oleh bawahan, mereka juga membutuhkan mekanisme feedback yang baik.
f. Proses Pengawasan Evaluasi Program
Sebelum kita mempertimbangkan setiap langkah secara rinci, kita harus menyadari bahwa proses pengendalian mengasumsikan bahwa standar performa kerja telah tersedia. Standar ini ialah tujuan khusus yang dapat dipakai untuk mengukur kemajuan. Mereka diciptakan dalam fungsi perencanaan. Jika seorang
64 Stephen P. Robbins, Management …, 473
pengelola menerapkan manajemen berdasarkan tujuan atau management by objectives (MBO), maka makna tujuan, menurut definisi, berwujud (tangible), variabel, dan dapat diukur (measurable).65 Dalam pola seperti itu, beberapa tujuan ini adalah standar yang digunakan untuk mengukur dan membandingkan kemajuan.
Jika MBO tidak dipraktikkan, maka standar adalah indikator kinerja spesifik yang digunakan manajemen. Maksud mulianya adalah bahwa standar-standar ini dikembangkan dalam fungsi perencanaan; oleh karena itu, perencanaan harus mendahului pengendalian.
Terdapat tiga tahapan dalam proses pengendalian 66, yaitu:
a. Mengukur performa kerja yang sebenarnya (Measuring actual performance)
Untuk menentukan maksud kinerja yang sebenarnya, maka perlu untuk memperoleh informasi tentang hal itu. Langkah pertama dan utama dalam pengendalian, kemudian adalah dengan mengukur. Sangat perlu mempertimbangkan bagaimana proses pengukuran dan apa yang diukur.
Empat asal informasi umum, yang sering dipakai oleh pengelola untuk mengukur performa kerja aktual, adalah observasi pribadi (personal observation), laporan statistik (statistical reports), laporan lisan (oral reports), dan laporan tertulis (written reports). Kombinasi kesemuanya dapat meningkatkan jumlah asal masukan dan memungkinkan dapat menerima informasi yang dapat diandalkan atau reliable.
65 Stephen P. Robbins, Management …, 473
66 Stephen P. Robbins, Management …, 473-478
Informasi pribadi (personal observation) menyediakan pengetahuan pertama secara langsung dan mendalam tentang aktivitas aktual-informasi yang tidak perlu disaring melewati orang lain. Ini memungkinkan liputan yang intensif, karena aktivitas kinerja kecil maupun besar dapat diamati, serta peluang bagi pengelola untuk dapat "membaca yang tersirat". Berbeda dengan informasi personal, laporan statistik (statistical reports) mengalami kemajuan pesat dengan penggunaan komputer yang luas dalam organisasi yang telah membuat pengelola semakin bergantung pada laporan statistik untuk mengukur kinerja aktual. Meskipun data statistik mudah untuk divisualisasikan dan efektif untuk menunjukkan hubungan, mereka memberikan informasi terbatas tentang suatu aktivitas. Statistik melaporkan hanya beberapa bidang utama dan mengabaikan faktor penting lainnya.
Informasi juga dapat diperoleh melalui laporan lisan (oral reports) – yaitu, melalui konferensi, rapat, percakapan satu lawan satu, atau telekonferensi. Metode ini mirip dengan observasi pribadi (personal observation). Selain itu, kemampuan teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah berkembang ke titik dimana laporan lisan dapat di dokumentasikan dengan baik dan permanen seolah-olah mereka tertulis.
Selain itu, kinerja aktual juga dapat diukur dengan laporan tertulis (written reports). Seperti laporan statistik, model ini lebih lambat namun lebih formal daripada pengukuran lisan tangan pertama atau kedua. Sebagai tambahan, laporan tertulis biasanya lebih mudah untuk katalog dan referensi.
Setelah mengetahui bagaimana cara mengukur, apa yang diukur kemungkinan lebih penting untuk proses kontrol dibanding bagaimana kita mengukur. Pemilihan tolok ukur yang keliru berakibat resiko disfungsional yang berat. Selain itu, apa yang kita ukur sebagai penentu, sebagian besar, apa yang orang-orang dalam organisasi akan coba untuk kuasai. Pengelola perlu menentukan nilai apa yang disumbangkan oleh seseorang, departemen, atau unit kepada organisasi dan mengubah kontribusi tersebut menjadi standar.
b. Membandingkan performa aktual dengan standar (Comparing actual performance against a standard)
Langkah membandingkan menentukan tingkat keberagaman antara performa aktual dan standar. Keberagaman dalam performa harapannya didapatkan dalam semua kegiatan; oleh sebab itu, pentingnya untuk menetapkan kisaran keberagaman yang dapat diterima. Penyimpangan yang melebihi kisaran ini menjadi signifikan dan harus diperhatikan oleh pengelola. Jadi dalam tahap perbandingan, pengelola harus sangat memperhatikan secara khusus terhadap ukuran dan arah variasi.
c. Tindakan manajerial yang diambil sebagai koreksi penyimpangan standar yang tidak memadai (Taking managerial action to correct deviations of inadequate standards).
Langkah terakhir dalam proses pengendalian adalah tindakan manajerial. Tiga tindakan yang bisa dipilih pengelola diantaranya; tidak bisa berbuat apapun (do nothing); memperbaiki performa kerja yang sebenarnya
(correct the actual performance); atau merevisi standar (revise the standard). Sebab, "do nothing" cukup jelas. Lebih lihatlah pada kinerja aktual yang benar. Contoh tindakan korektif tersebut mungkin termasuk perubahan dalam strategi, struktur, praktik kompensasi, atau program pelatihan; desain ulang pekerjaan; atau pergantian personel. Pengelola yang bertindak efektif, bagaimanapun, menganalisis penyimpangan dan, ketika manfaat membenarkannya, pengelola harus meluangkan waktu untuk secara permanen memperbaiki perbedaan yang signifikan antara standar dan kinerja aktual.
Langkah selanjutnya adalah merevisi standar (revise the standard).
Ada kemungkinan bahwa terjadinya varians adalah hasil dari standar yang tidak sesuai dengan kenyataan – yaitu, kemungkinan tujuan yang ditetapkan terlalu tinggi ataupun sebaliknya. Pada kasus semacam itu, standarlah yang membutuhkan perhatian korektif, bukan kinerja. Harus diingat bahwa jika karyawan atau pengelola tidak memenuhi standar, hal pertama yang mungkin mereka serang adalah standar itu sendiri. Jika sudah yakin standar itu realistis, pegang teguh pendirian itu. Jelaskan posisi utama anda, tegaskan kembali kepada karyawan atau pengelola bahwa anda mengharapkan kinerja di masa mendatang meningkat, dan setelah itu mengambil tindakan korektif yang dibutuhkan guna mengubah harapan itu menjadi kenyataan.
Yes
Yes
YesDo Nothing Do Nothing Identify cause of variation Correct PerformanceRevise standard
StandardMeasure actual performanceObjectives
Compare actual performance with standard Is standard acceptable?
Is variance acceptable?
Is standard being attained? Gambar 2.5 Proses evaluasi dan pengawasan