• Tidak ada hasil yang ditemukan

f Kebijakan Penanggulangan Bencana

Pasca Bencana 1.1.1

1.1.1.43 f Kebijakan Penanggulangan Bencana

Kepercayaan (trust) yang diberikan oleh pihak perbankan, atas inisiasi Gubernur (lebih dipandang rakyat sebagai Raja-Sultan) diwujudkan oleh lembaga perbankan melalui kebijakan pemberian masa tenggang waktu dan fasilitasi pencicilan kredit (pinjaman). Model pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan demikian tampaknya lebih sesuai karena masyarakat merasa ”diwongkan” (ditempatkan sebagai manusia yang mampu/berdaya). Semangat untuk bangkit inilah yang merupakan salah satu modal sosial masyarakat DIY yang tidak muncul pada masyarakat lain yang sama-sama mengalami bencana alam.

Budaya yang kuat melekat pada warga DIY, sebagaimana berwujud tunduk- patuh kepada pimpinan (tentu pimpinan yang amanah) menjadi faktor penentu keberhasilan penanggulangan/penanganan bencana. Faktor ini pula yang dijadikan media (alat) untuk mensosialisasikan sistem penanggulangan bencana seperti yang dilakukan dalam antisipasi bencana Merapi dan atau Angin Puting Beliung di Kabupaten Sleman. Sistem Mitigasi bencana Merapi dan Puting Beliung di Kabupaten Sleman DIY, dapat dijadikan contoh bagaimana menyatunya masyarakat dengan aparat pemerintahannya untuk bersama-sama menanggulangi bencana. Bahkan jika di wilayah kabupaten lain seperti Bantul, Kulon Progo, Gunung Kidul dll. , penanganan bencana merupakan bagian dari

81

Dinas Kesbanglinmas, namun di Kabupaten Sleman penanganan bencana dalam wadah dinas tersendiri, yaitu P3BA (Dinas Pengairan, Pertambangan dan Penanggulangan Bencana Alam).

Rencana Aksi Daerah, merupakan salah satu proses pemulihan, dimana ”Silaturahmi untuk menghilangkan friksi-friksi”, menjadi roh perhelatan tersebut. Suatu bentuk rekonsiliasi (rujuk) agar para pihak/stake holder yang terlibat baik pejabat, masyarakat, LSM atau pihak lainnya sama-sama sepakat untuk bertindak membangun kembali DIY dalam nuansa kerjasama saling mengisi demi kebaikan bersama. Kebijakan dalam rangka pemulihan sektor ekonomi dapat dilihat pada pemberian keringanan pada pengusaha yang terkena bencana sedangkan kebijakan dalam penanganan aspek psikologis korban diwujudkan dengan dibukanya Training Center.

Kebijakan dalam bidang pendidikan dapat dilihat dalam bentuk regrouping sekolah dan rehabilitasi sekolah. Kebijakan sektor pertanian diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan bibit dan membangun infrastruktur irigasi.

Kebijakan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi dituangkan dalam bentuk:

1). Rehabilitasi perumahan dan permukiman; kebijakan ini ditujukan untuk menyediakan perumahan dan permukiman tahan gempa yang lebih sehat, lebih tertib, lebih teratur dengan sarana dan prasarana pendukungnya dengan memperhatikan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.

2). Rehabilitasi sarana dan prasarana publik; kebijakan ini bertujuan untuk mengembalikan fungsí sarana dan prasarana layanan publik yang diarahkan untuk mendukung revitalisasi kehidupan sosial dan perekonomian daerah. 3). Revitalisasi perekonomian daerah dan masyarakat; kebijakan ini bertujuan

untuk memberikan dukungan dalam rangka menstimulasi dan mendorong kembali aktivitas perekonomian lokal dan pendapatan masyarakat. Ketiga kebijakan ini penting untuk dilakukan, karena pemerintah baik di pusat maupun di daerah hanya akan membantu pembiayaan rehabilitasi sektor publik, dan akan memberikan dukungan pada sektor swasta untuk dapat melakukan rehabilitasi,

Selain prioritas program yang harus diperhatikan dalam rehabilitasi dan rekonstruksi, pelaksanaannya harus mencakup prinsip berikut ini ;

1. Dilaksanakan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga kegiatan pembangunan perlu memperhatikan dampak jangka panjang;

82

2. Dilaksanakan dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia dan masyarakat masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi masa depan memenuhi kebutuhannya;

3. Dilaksanakan dengan pendekatan komprehensif dengan mempertimbangkan hubungan keterkaitan antar pelaku (alam, sosial, dan buatan manusia); 4. Dilaksanakan dengan pendekatan partisipasi masyarakat. Artinya dalam

pelaksanakan rehabilitasi dan rekonstruksi dilaksanakan untuk, oleh dan dari masyarakat. Masyarakat merupakan pelaku utama kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi karena dianggap lebih memahami karakter sosial yang telah terbentuk selama ini, sedangkan peranan pemerintah baik pusat dan daerah hanya sebagai fasilitator bagi kegiatan yang dilaksanakan masyarakat;

5. Mengoptimalkan sumberdaya material lokal dengan memperhatikan daya dukung lingkungan;

6. Memanfaatkan sumberdaya alam dengan mengedepankan prinsip alokasi ruang secara efisien dan terbarukan;

7. Pelaksanaan pembangunan harus memenuhi persyaratan building code,

struktur bangunan tahan gempa dengan spesifikasi yang telah terstandar; 8. Dilaksanakan dengan mengedepankan keterbukaan bagi semua pihak

melalui pelayanan dan penyediaan informasi, terutama bagi masyarakat korban gempa;

9. Adanya proses dan mekanisme pertanggungjawaban atas kemajuan, hasil, dan manfaat baik oleh pemerintah, dunia usaha, maupun masyarakat luas; 10. Koordinasi yang efektif dan kerjasama antar pihak di semua tingkatan dan

lintas sektor dalam pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi.

Pada tahap ini Pemda Provinsi DIY berupaya untuk mengembalikan kondisi sosial-ekonomi-budaya seperti sedia kala (sebelum bencana terjadi). Pada tahap ini pemda Prov. DIY melakukan pembenahan dan pencermatan termasuk terhadap Renstra Penanggulangan Bencana dan rencana Aksi Daerah. Untuk tahap Rehab-Rekons, penanganannya dikoordinir oleh Dinas Kimpraswil/PU berkoordinasi dengan Satkorlak-satlak. Dalam penanganan pasca bencana masih terdapat perbedaan-perbedaan (konflik) horisontal antara warga dengan pengurus RT/Desa; terutama terkait dengan penggolongan (kelas) kerusakan fisik bangunan/rumah, siapa-siapa yang berhak menerima bantuan untuk merehabilitasi rumah/bangunan yang rusak.

Perbedaan-perbedaan kecil yang semula tidak dipermasalahkan, karena provokasi-provokasi (oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab) menjadi pemicu konflik. Namun hal demikian segera teratasi, karena di DIY dilakukan

83

koordinasi yang kuat dengan ketegasan perintah dan ketentuan-ketentuan mengenai siapa yang berhak dibantu, kriteria bantuan dll.

Percepatan pemulihan pasca gempa bumi DIY dilakukan dengan pembentukan wadah koordinasi dengan pembentukan Forum Yogya Bangkit yang disahkan melalui surat Keputusan Gubernur DIY No. 23/TIM/2006 (Lihat Gambar 5.6).

Gambar 5.6. Organisasi KP2E Yogya Bangkit Forum Yogya Bangkit beranggotakan unsur-unsur antara lain : 1. Pemerintah Provinsi DIY

2. Muspida Provinsi DIY 3. Pemerintah Kabupaten/Kota 4. Mitra manajemen Yogya Bangkit

5. Komite Percepatan Pemulihan Ekonomi (KP3E) Yogya Bangkit 6. Komite Percepatan Pemulihan Pendidikan Yogya Bangkit 7. Perguruan Tinggi

Organisasi Masyarakat/LSM

Forum Yogya Bangkit bertujuan untuk: (1) melaksanakan koordinasi program percepatan pemulihan pasca gempa bumi, (2) melaksanakan koordinasi pelaksanaan pemulihan pasca gempa bumi, dan (3) melaksanakan koordinasi monitoring evaluasi pemulihan pasca gempa bumi. Forum ini

SEKRETARIAT