• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Demografi Guru

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 56-60)

Pengaruh Faktor Kontekstual dan Faktor Guru

4.2 Faktor Demografi Guru

Kerangka teori studi ini juga menjelaskan hubungan faktor demografi guru yang berdampak langsung dan tidak langsung terhadap ketidakhadiran guru. Dampak tidak langsung diturunkan melalui pengaruh faktor demografi guru terhadap kepuasan atau komitmen guru (Gambar 2). Sementara itu, banyak studi yang telah mengidentifikasi adanya hubungan langsung yang signifikan antara faktor demografi dengan ketidakhadiran guru, meskipun arah hubungan tersebut berubah-ubah.

Hasil studi tahun 2003, guru perempuan di Indonesia memiliki tingkat ketidakhadiran lebih rendah dibandingkan dengan guru laki-laki, dengan tingkat ketidakhadiran masing-masing 18% dan 21%.65

Seperti disajikan pada Tabel 13, dibandingkan 10 tahun yang lalu studi ini menunjukkan adanya perbedaan yang lebih besar antara tingkat ketidakhadiran guru laki-laki dengan guru perempuan. Selama kunjungan tanpa pemberitahuan, 7,7% (± 1,8%) guru perempuan dan 13,4% (± 3,5%) guru laki-laki tidak hadir di sekolah. Secara statistik perbedaan tingkat ketidakhadiran tersebut adalah signifikan. Perlu dicatat bahwa berdasarkan hasil wawancara di kantor dinas pendidikan dan kantor kemenag kabupaten/kota, sebagian besar responden berpendapat bahwa tidak ada perbedaan tingkat ketidakhadiran antara guru perempuan dan guru laki-laki, namun sebagian dari mereka memperkirakan bahwa tingkat ketidakhadiran guru perempuan akan lebih tinggi karena faktor urusan rumah tangga/keluarga. Pendapat yang terakhir ini lebih sejalan dengan temuan studi ketidakhadiran guru di wilayah lain seperti di Timur Tengah, dengan tingkat ketidakhadiran guru perempuan lebih tinggi karena adanya beban tanggung jawab keluarga yang lebih besar,66 dan di wilayah Afrika Sub-Sahara, karena perempuan terkait dengan penyakit dan tugas resmi.67

65 Usman, Akhmadi & Suryadarma, 2004 66 ibid

Tabel 13. Ketidakhadiran Guru di Sekolah, berdasarkan Demografi Guru

Tingkat

Ketidakhadiran (%) SE Jenis kelamin guru

Perempuan (n=5.404) 7,7 0,9

Laki-laki (n=2.895) 13,4 1,8

Guru memiliki anak yang berusia < 5 tahun

Guru tanpa anak balita (n=5.725) 8,6 1,0

Guru memiliki 1 atau lebih anak balita (n=2.577) 12,2 1,5

Tempat lahir guru

Di provinsi yang sama dengan lokasi sekolah (n=7.183) 10,1 1,1

Di luar provinsi lokasi sekolah (n=1.104) 6,5 1,3

Transportasi guru ke sekolah

Berjalan kaki atau bersepeda (n=197) 10,5 4,4

Kendaraan bermotor pribadi (n=7.357) 10,0 1,0

Angkutan umum (n=731) 5,9 1,9

Sumber: Survei Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 1, 2013

Alasan ketidakhadiran guru di sekolah yang disampaikan oleh kepala sekolah berdasarkan jenis kelamin guru disajikan pada Tabel 14. Data menunjukkan adanya beberapa perbedaan alasan yang disampaikan oleh guru laki-laki dan guru perempuan. Sesuai dengan literature sebelumnya, gGuru perempuan cenderung tidak hadir karena sakit dan merawat orang sakit. Sedangkan, alasan guru laki-laki tidak hadir karena harus melakukan tugas resmi, sehingga mereka harus keluar dari sekolah lebih cepat, atau karena alasan yang tidak diketahui kepala sekolah.

Tabel 14. Alasan Ketidakhadiran Guru di Sekolah Berdasarkan Jenis Kelamin

Alasan Ketidakhadiran

Guru Perempuan (%) Alasan Ketidakhadiran Guru Laki-laki (%) Alasan ketidakhadiran guru yang dikemukakan oleh kepala sekolah

Tugas resmi yang terkait dengan mengajar 18,4 29,6

Tugas resmi yang tidak terkait dengan mengajar 2,0 3,2

Sakit 20,9 8,6

Merawat orang sakit 5,7 2,2

Tugas belajar 4,4 3,0

Belum datang 15,2 12,2

Keluar dari sekolah lebih cepat 2,6 7,5

Tidak tahu 7,6 10,9

Gambar 8. Ketidakhadiran Guru di Sekolah, berdasarkan Jenis Kelamin dan Apakah Guru Mempunyai Anak Usia < 5 Tahun

5 10 20 25

Perempuan Laki-laki

Tanpa balita Satu atau lebih balita

15

Sumber: Survei Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 1, 2013

Tabel 13 juga memperlihatkan bahwa guru yang memiliki anak balita (anak berumur di bawah lima tahun) lebih cenderung tidak hadir di sekolah dari pada guru yang tidak memiliki anak balita. Berkaitan dengan alasan ketidakhadiran guru seperti telah dikemukakan sebelumnya, yaitu karena pengasuhan anak lebih menjadi tanggung jawab guru perempuan dibandingkan guru laki-laki (lihat Tabel 14).

Temuan ini sesuai dengan analisis ketidakhadiran guru berdasarkan jenis kelamin dan kepemilikan anak balita, seperti pada Gambar 8. Hanya 6,7% (± 1,9%) dari guru perempuan yang tidak memiliki anak balita tidak hadir di sekolah – sangat rendah dan signifikan dibandingkan proporsi guru laki-laki yang tidak hadir, baik yang mempunyai anak balita (16,0% ± 5,4%) maupun yang tidak memiliki anak balita (12,2% ± 3,4%). Sedangkan tingkat ketidakhadiran guru perempuan yang mempunyai anak balita (10,0% ± 2,7%) tidak berbeda signifikan dengan tingkat ketidakhadiran guru dalam kelompok lainnya.

Salah satu faktor paling penting yang memengaruhi tingkat ketidakhadiran adalah jumlah guru yang bertugas di suatu sekolah, yang akan dibahas lebih lanjut pada Bab 5. Hal ini juga dapat membantu menjelaskan lebih lanjut perbedaan ketidakhadiran menurut jenis kelamin. Guru laki-laki dan perempuan yang bertugas di lebih dari satu sekolah sangat mungkin tidak hadir dibandingkan dengan guru lain yang bertugas hanya di satu sekolah. Namun, guru laki-laki hampir dua kali lebih mungkin bertugas di lebih dari satu sekolah dibandingkan dengan guru perempuan.

Gambar 9. Ketidakhadiran Guru di Sekolah, Berdasarkan Tempat Lahir Guru 5 0 10 20 25 Tin gk at K et id ak ha dira n G uru (% )

Sumatra Java Bali & NT Kalimantan Sulawesi Maluku & Papua Di Provinsi yang sama Di luar Provinsi

15

Sumber: Survei Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 1, 2013

Variabel demografi lain yang ditampilkan dalam kerangka teori studi ini adalah suku asal guru. Meskipun dikemukakan sebagai faktor penting, Guerrero dkk. (2012) belum memberikan penjelasan yang pasti tentang arah hubungannya. Studi di Indonesia tahun 2003 tentang ketidakhadiran guru tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara tingkat ketidakhadiran guru berdasarkan letak provinsi tempat mereka lahir, baik di dalam maupun di luar provinsi dimana mereka tugas mengajar.68

Sementara itu, hasil studi tentang ketidakhadiran guru di Papua pada 2011 menunjukkan bahwa meskipun secara teori guru yang direkrut dari masyarakat setempat akan lebih aktif dalam menjalankan tugas mereka, namun pada kenyataannya tingkat ketidakhadiran “para guru asli Papua adalah paling tinggi, baik guru yang berasal dari lokasi sekolah yang disurvei maupun yang berasal dari daerah lain di Provinsi Papua.”69 Penulis menghubungkan hal ini dengan kenyataan bahwa para guru asli Papua lebih sering ditempatkan di daerah terpencil.

Dalam studi ini, 11,3% guru sampel lahir di luar provinsi dimana sekolah tempat mereka mengajar berada. Terdapat perbedaan antar wilayah yang perlu diperhatikan berkaitan dengan tempat guru lahir. Di wilayah Bali & Nusa Tenggara, hanya 3,5% guru berasal dari provinsi lain, sementara di wilayah Maluku & Papua jumlahnya mencapai 34,5%. Sesuai dengan hasil studi di Papua, studi ini juga menemukan bahwa lebih dari separuh (56,9%) guru di sekolah perkotaan di Maluku & Papua adalah berasal dari provinsi lain, dan hanya 11,0% dari guru tersebut yang bertugas di sekolah-sekolah di daerah terpencil di wilayah Maluku & Papua .

Seperti juga dapat dilihat dalam Tabel 13, guru yang lahir di luar provinsi dimana sekolah berada memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah (6,5% ± 2,6%) dibandingkan dengan guru yang lahir di provinsi yang sama dengan lokasi sekolah (10,1% ± 2,1%). Terdapat perbedaan di seluruh wilayah sampel, seperti terlihat dalam Gambar 9. Di Bali & Nusa Tenggara, perbedaan tingkat ketidakhadiran antara guru yang lahir di provinsi yang sama dengan lokasi sekolah (14,6% ± 5,3%) dengan yang lahir di luar provinsi (1,8% ± 3,9%) sangat besar. Sementara itu, Sulawesi merupakan satu-satunya wilayah yang antara provinsi tempat lahir guru dengan ketidakhadiran berhubungan terbalik.

Secara nasional, kecenderungan tersebut terjadi di seluruh kategori lokasi sekolah – guru yang lahir di luar provinsi lebih rendah kecenderungannya untuk tidak hadir terlepas mereka berada di sekolah terpencil, pedesaan atau perkotaan. Hal yang sama terjadi pula di sebagian besar wilayah, kecuali di Sulawesi dan Maluku & Papua. Di Sulawesi, guru yang lahir di luar provinsi lebih cenderung tidak hadir dan pola ini 68 Usman, Akhmadi & Suryadarma, 2004

berlaku di semua kategori lokasi sekolah, sedangkan hanya guru yang lahir di luar provinsi yang bekerja di sekolah terpencil di Maluku & Papua yang lebih kecil kecenderungannya untuk tidak hadir di sekolah. Akan tetapi, jumlah guru sampel dalam analisis ini terlalu kecil untuk mendapatkan kesimpulan yang kuat tentang perbedaan di dalam setiap wilayah tersebut.

Faktor lain yang dianalisis dalam studi sebelumnya adalah jarak antara tempat tinggal guru dengan lokasi sekolah. Sudi ini menunjukkan bahwa perbedaan antara tingkat kehadiran guru yang tinggal dekat sekolah dengan yang tinggal jauh dari lokasi sekolah tidak signifikan secara statistik, temuan ini sesuai dengan hasil studi tahun 2003.

Namun, seperti tampak dalam Tabel 13, terdapat perbedaan tingkat ketidakhadiran guru berdasarkan jenis moda transportasi yang digunakan guru untuk menuju ke sekolah. Terutama, hanya 5,9% (± 3,8%) dari guru yang menggunakan transportasi umum ke sekolah tidak hadir ketika mereka dijadwalkan untuk mengajar. Angka ini lebih rendah dari tingkat ketidakhadiran guru yang berjalan kaki, bersepeda, menggunakan mobil atau sepeda motor. Hal ini dapat dijelaskan bahwa mungkin begitu mereka tiba di sekolah, adanya ketergantungan pada transportasi umum lebih menyulitkan ketika guru akan pulang di tengah-tengah jam mengajar – dengan demikian kecil kemungkinan mereka meninggalkan jam mengajar yang sudah dijadwalkan.

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 56-60)