• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gaji dan Tunjangan

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 74-77)

Pengaruh Kebijakan dan Penerapan di Tingkat Sistem

6.2 Gaji dan Tunjangan

Kebijakan tentang gaji dan tunjangan guru merupakan bentuk intervensi ekonomi/keuangan utama, karena bertujuan untuk menjamin kesejahteraan guru maupun mendorong kinerja guru, termasuk meningkatkan kehadiran guru di sekolah. Di Indonesia, gaji pegawai negeri sipil (PNS), termasuk guru PNS, diatur secara nasional. Sekarang ini, gaji diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2012 tentang Perubahan Keempat Belas Atas PP Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS. Sejak 1977, gaji PNS telah meningkat 14 kali. Sementara itu, mekanisme pembayaran dan jumlah gaji bagi guru bukan PNS, seperti guru honorer dan guru sekolah swasta atau yayasan, tidak diatur oleh pemerintah. Gaji mereka ditetapkan oleh masing-masing sekolah atau pimpinan yayasan sekolah berdasarkan kesepakatan antara guru dan kepala sekolah atau yayasan dan kemampuan keuangan sekolah.

Studi ini memperlihatkan perbedaan yang signifikan antara besarnya gaji guru PNS dan gaji guru bukan PNS. Gaji pokok rata-rata guru PNS sekitar Rp 3,4 juta setiap bulan, mencapai 7 kali gaji pokok rata-rata guru bukan PNS yang hanya Rp 450.000 per bulan. Adanya perbedaan yang besar antara gaji guru bukan PNS dan gaji guru PNS tersebut konsisten dengan kurangnya peraturan dalam penetapan gaji bagi guru bukan PNS. Pemerintah Indonesia juga telah menerapkan beberapa jenis insentif keuangan dalam bentuk tunjangan yang diberikan kepada kepala sekolah, guru PNS, guru honorer dan guru sekolah swasta. Guru PNS secara nyata cenderung menerima tunjangan lebih besar (89% dari penerimaan mereka) dibandingkan yang diterima guru bukan PNS (56%), sehingga jumlah penghasilan guru PNS lebih tinggi lagi.

Sekarang ini, tunjangan dari pemerintah pusat terdiri dari: (1) tunjangan sertifikasi atau profesi, diberikan kepada guru yang sudah mememiliki sertifikat guru, jumlah tunjangan untuk guru PNS adalah sebesar gaji pokok satu bulan dan untuk guru bukan PNS sesuai tingkat kesetaraan, masa kerja dan kualifikasi akademis, (2) tunjangan daerah terpencil, diberikan kepada guru di daerah tertentu/terpencil, sebesar gaji pokok satu bulan bagi guru PNS dan sesuai dengan tingkat kesetaraan, masa kerja dan kualifikasi akademis bagi guru bukan PNS, (3) tunjangan khusus bagi guru tetap bukan PNS yang belum memiliki jabatan fungsional, sebesar Rp. 1.500.000 per bulan hingga mereka memiliki jabatan fungsional; dan (4) tunjangan fungsional bagi guru bukan PNS pada unit-unit pendidikan yang dikelola oleh masyarakat, sebesar Rp 300.000 per bulan.

Selain tunjangan dari pemerintah pusat, beberapa pemerintah provinsi dan kabupaten/kota juga memberikan tunjangan bagi guru-guru yang bertugas di wilayahnya. Dari 64 kabupaten/kota sampel studi ini, sekitar sepertiganya mengaku memberikan tunjangan tambahan bagi guru di sekolah umum dan/atau madrasah. Sementara itu, guru mengaku menerima tunjangan dari berbagai sumber seperti dapat dilihat dalam Tabel 22. Sekitar separuh dari seluruh guru menerima tunjangan dari pemerintah pusat. Proporsi guru yang menerima tunjangan dari pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan sumber lain berbeda tergantung daerah. Lebih banyak guru di Sulawesi yang melaporkan menerima tunjangan dari pemerintah provinsi. Sedangkan, tunjangan dari pemerintah kabupaten/kota yang diterima guru proporsinya lebih merata di wilayah Kalimantan, Papua dan Maluku. Sebaliknya, pada level provinsi dan kabupaten/kota, sedikit sekali guru yang menerima tunjangan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara.

Tabel 22. Tunjangan Guru, berdasarkan Wilayah Studi

Wilayah

Proporsi Guru Penerima Tunjangan dari

Sumber Berikut Jenis Tunjangan yang Ada^ Pusat Prov. Kab./Kota Lainnya

Sumatra 53% 10% 19% 2%

Insentif guru (provinsi) Tunjangan daerah Tunjangan kesejahteraan Tunjangan petugas pendidikan Tunjangan pendapatan tambahan Tunjangan lauk pauk

Jawa 58% 11% 17% 6%

Tunjangan kesejahteraan daerah (provinsi)

Tunjangan kinerja

Tunjangan Guru Honorer/bukan PNS Tunjangan transportasi

Tunjangan daerah Bali dan Nusa

Tenggara 43% 1% 5% 1%

Insentif tambahan jam mengajar Tunjangan lauk pauk

Kalimantan 58% 2% 39% 9% Tunjangan guru honorerTunjangan perumahan

Sulawesi 53% 23% 11% 3% Tunjangan jam mengajar dari danaBOSDA (provinsi) Tunjangan kinerja daerah

Papua dan Maluku 47% 3% 36% 9% Tunjangan lauk paukTunjangan perbaikan pendapatan Tunjangan daerah perbatasan Sumber: Survei Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 1, 2013. Survei Guru dan Wawancara di Tingkat Kabupaten/Kota.

^Catatan: Wawancara di tingkat kabupaten/kota dilakukan di 61 Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan 54 Kantor Kemenag Kabupaten/ Kota dari total 64 kabupaten/kota sampel di 25 provinsi sampel.

Dibandingkan dengan guru yang tidak menerima tunjangan, guru yang menerima tunjangan sertifikasi, tunjangan daerah terpencil, dan jenis tunjangan lain, memiliki tingkat ketidakhadiran lebih rendah, seperti terlihat pada Tabel 23. Sebagian besar tunjangan dari pemerintah pusat direalisasikan di antara waktu pelaksanaan studi ketidakhadiran pada 2003 dengan studi ini. Program Sertifikasi Guru diberlakukan pada 2007 sebagai upaya untuk mendorong guru agar mampu mengajar secara profesional, seperti diamanatkan Undang-Undang tentang Guru dan Dosen yang diundangkan pada 2005.77 Salah satu persyaratan dalam program sertifikasi adalah guru memiliki ijazah S1. Upaya ini dapat mendorong peningkatan proporsi guru yang memiliki gelar S1 secara dramatis dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu.

77 Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan.

Tabel 23. Ketidakhadiran Guru di Sekolah, berdasarkan Gaji dan Tunjangan

Tingkat Ketidakhadiran Guru (%) SE Gaji pokok

Di bawah rata-rata Rp 2,4 juta (n=3.752) 9,4 1,2

Sesuai atau di atas rata-rata (n=3.784) 5,4 0,8

Total gaji

Di bawah rata-rata Rp 10,75 juta (n=2.437) 7,3 1,0

Sesuai atau di atas rata-rata (n=2.438) 5,2 0,9

Tunjangan yang diterima

Tidak menerima tunjangan (n=2.179) 9,1 1,7

Menerima tunjangan sertifikasi (n=4.654) 6,3 0,9

Menerima tunjangan daerah terpencil (n=1.922) 4,7 0,9

Menerima jenis tunjangan lain (n=426) 2,4 1,2

Kecukupan gaji

Guru tidak menganggap gaji mereka terlalu rendah (n=4.728) 6,4 1,0 Guru menganggap gaji mereka terlalu rendah (n=2.870) 9,5 1,3

Keandalan pembayaran gaji

Guru menikmati pembayaran gaji rutin (n= 5.910) 6,5 0,9

Guru menikmati pembayaran gaji tidak rutin (n= 5.910) 11,9 2,1 Sumber: Survei Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 1, 2013

Untuk mendapatkan sertifikasi, guru menyampaikan portofolio (sekumpulan dokumen yang menunjukkan bukti kualifikasi dan pengalaman mereka serta keterlibatan mereka dalam kegiatan pengembangan profesi) atau, jika portofolio mereka dianggap tidak cukup, maka mereka dapat menjalani program pelatihan yang telah ditetapkan. Begitu mereka tersertifikasi, guru yang memenuhi persyaratan minimal 24 jam mengajar per minggu akan menerima tunjangan profesi sehingga penghasilan mereka meningkat hingga dua kali lipat.

Baru-baru ini, persyaratan terkait gelar formal telah diperbarui guna memungkinkan guru yang belum memiliki gelar S1 dapat mengikuti sertifikasi. Dalam waktu tiga tahun pertama setelah program sertifikasi diberlakukan, alokasi peserta yang ditetapkan oleh pusat sebagian besar diberikan kepada guru PNS. Namun, pada tahun berikutnya, Dinas Pendidikan Kabupaten dapat menentukan berapa banyak guru PNS dan bukan PNS yang dapat diusulkan untuk sertifikasi. Berdasarkan hasil survei ini, dua per tiga guru yang tersertifikasi adalah guru PNS yang memiliki gelar S1. Sepertiga guru lainnya terbagi hampir sama antara guru PNS yang tidak memiliki gelar S1 dan guru bukan PNS yang memiliki gelar S1.

Studi ini menunjukkan bahwa guru bersertifikat lebih kecil kemungkinannya tidak hadir di sekolah dibandingkan guru yang tidak bersertifikat. Hal ini bisa disebabkan oleh peningkatan gaji dan status profesi terkait dengan program sertifikasi tersebut. Namun, karena studi ini bersifat pengamatan, maka dampak dari sertifikasi dapat bercampur dengan faktor lain yang juga memengaruhi ketidakhadiran guru di sekolah - baik meliputi faktor yang diamati maupun yang tidak diamati. Sebuah studi eksperimen pada 2012, misalnya, mendapati bahwa meskipun sertifikasi mengurangi kemungkinan guru memiliki pekerjaan sampingan, hal tersebut belum mengurangi ketidakhadiran mereka (berdasarkan laporan guru sendiri).78

Antara pengalaman guru dan sertifikasi juga memiliki hubungan. Persyaratan resmi lain untuk mengikuti sertifikasi adalah guru telah berpengalaman mengajar 2-5 tahun (dibedakan menurut tahun, status dan sektor). Implikasi praktis dari persyaratan ini tercermin pada hasil studi, yaitu hanya 10% guru dengan pengalaman mengajar 7-11 tahun yang disertifikasi, dan 40-50% guru dengan pengalaman lebih dari 12 tahun pada saat survei dilakukan. Dalam studi ini, sertifikasi tetap memiliki dampak terhadap ketidakhadiran guru setelah memperhitungkan tingkat pendidikan dan status pekerjaan. Namun, sertifikasi tidak berdampak signifikan terhadap tingkat ketidakhadiran guru ketika pengalaman mengajar diperhitungkan.

Selain status pekerjaan, tingkat ketidakhadiran juga dipengaruhi jumlah gaji pokok dan total penerimaan guru termasuk tunjangan serta sejumlah faktor lain, terutama kualifikasi dan pengalaman guru. Pada akhirnya, gaji guru dihipotesiskan memengaruhi tingkat ketidakhadiran secara tidak langsung, yaitu melalui kepuasan guru dengan pekerjaan dan komitmen terhadap sekolah mereka. Perlu diingat bahwa ketika membaca ringkasan tentang tingkat ketidakhadiran guru menurut tingkat gaji pada Tabel 23, tampak bahwa guru dengan jumlah gaji sama dengan atau di atas nilai median memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah.

Ketika ditanya tentang tantangan yang guru hadapi dalam melakukan pekerjaannya, guru yang memiliki gaji bulanan di bawah nilai median cenderung lebih menganggap bahwa gaji mereka terlalu rendah. Guru yang beranggapan bahwa gaji mereka terlalu rendah memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi, sebesar 9,5% (± 2,6%), dibandingkan dengan guru yang tidak mempermasalahkan jumlah gajinya, sebesar 6,4% (± 2,0%).

Data lain dari survei guru dalam studi ini memperlihatkan bahwa pengaruh dari kebijakan tentang gaji dan tunjangan yang memengaruhi ketidakhadiran guru dapat diperburuk oleh aspek mekanisme pembayarannya. Pertama, terjadi keterlambatan dalam penerimaan pembayaran gaji. Satu dari lima orang guru melaporkan bahwa mereka menerima pembayaran gaji tidak tepat pada waktunya. Seperti tampak pada Tabel 22, guru yang menerima pembayaran tidak rutin memiliki tingkat ketidakhadiran yang lebih tinggi, sebesar 11,9% (± 4,2%), dibandingkan dengan guru yang menerima pembayaran tepat pada waktunya, sebesar 6,5% (± 1,7%). Sementara itu, dua per tiga guru melaporkan bahwa pembayaran tunjangan sertifikasi sering terlambat, dan sekitar sepertiga guru melaporkan bahwa pembayaran tunjangan lainnya juga sering terlambat.

Isu lain dalam penerapan kebijakan tunjangan adalah sasaran program atau penerima tunjangan. Hanya 7,6% dari guru yang melaporkan menerima tunjangan daerah terpencil berada di sekolah yang dikategorikan oleh kepala sekolah sebagai daerah terpencil, sedangkan sekitar 43,2% di daerah pedesaan. Sementara itu, hampir separuh guru yang melaporkan menerima tunjangan daerah terpencil berada di sekolah yang dikategorikan oleh kepala sekolahnya sebagai daerah perkotaan.

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 74-77)