• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan Guru selama Ketidakhadiran Mereka di Kelas

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 95-99)

Ketidakhadiran Guru di Kelas

7.3 Kegiatan Guru selama Ketidakhadiran Mereka di Kelas

Untuk mengamati guru yang berada di sekolah tetapi tidak dijadwalkan mengajar, pencacah diminta untuk mencatat apa yang dilakukan guru, menempatkan kegiatannya ke dalam beberapa kategori berikut: kegiatan akademis atau pengajaran/pembelajaran lain (misalnya, mengajar privat atau membantu siswa, tugas menilai), kegiatan administrasi yang berkaitan dengan pekerjaan di sekolah (misalnya, mengisi formulir, mengumpulkan data), jam istirahat/kegiatan yang tidak berkaitan dengan sekolah (misalnya, makan siang, merokok) dan kategori ‘lain’ yang kemudian sebagian besarnya dimasukkan ke dalam jam istirahat/kegiatan yang tidak berkaitan dengan kategori sekolah berdasarkan deskripsi selanjutnya yang diberikan.

Mengembangkan kategori ini dan mengklasifikasikan guru terbukti merupakan sesuatu yang menantang. Sering kali apa yang dilakukan guru tidak terlalu jelas sementara meminta mereka untuk memberikan jawaban akan menghilangkan obyektivitas kegiatan ini. Terkadang, pencacah akan membuat asumsi tentang jenis kategori yang ditekuni seorang guru berdasarkan di mana mereka berada. Proporsi guru

yang terlibat dalam kategori kegiatan ini ketika mereka tidak hadir di kelas ditampilkan pada Gambar 16, yang juga memberikan perbandingan dengan kegiatan yang ditekuni oleh guru yang tidak dijadwalkan untuk mengajar.

Gambar 15. Kegiatan Guru Ketika berada di Sekolah, tetapi Tidak Mengajar

Sumber: Studi Ketidakhadiran Guru, Kunjungan 2, tahun 2014

Sering kali, terlepas apakah mereka dijadwalkan untuk mengajar atau tidak, guru yang berada di sekolah, tetapi tidak mengajar didapati melakukan kegiatan yang tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan akademis maupun administrasi. Uraian paling umum yang diberikan pencacah sebagai informasi lebih jauh adalah guru ‘menunggu’ dimulainya kelas berikut atau ‘menunggu’ berakhirnya hari sekolah jika mereka tidak mengajar lagi hari itu. Terkadang mereka mengobrol dengan guru lain di ruang guru, membaca, menyiapkan makanan atau makan. Akan tetapi, uraian yang diberikan oleh pencacah, secara subyektif tidak menunjukkan ini sebagai kegiatan yang produktif.

Jenis kegiatan yang paling sering berikutnya adalah pekerjaan administrasi. Pada beberapa kejadian pencacah memberikan informasi lebih jauh tentang kegiatan yang mereka amati. Ini mencakup membantu di ruang kepala sekolah atau administrasi, menjaga ruang kesehatan, memasukkan informasi ke dalam database pendidikan nasional (Dapodik) dan menjaga piket (yang, selain bertanggung jawab atas kelas yang tidak diawasi terkadang juga bertanggung jawab untuk mengawasi siswa yang datang terlambat atau yang menyelinap keluar kelas).

Akhirnya, satu di antara empat guru yang tidak hadir di kelas didapati terlibat dalam kegiatan akademis lainnya. Beberapa guru dimasukkan ke dalam kategori ini karena mereka berada di ruang guru, meskipun mereka belum tentu terlibat dalam kegiatan pengajaran atau yang terkait dengan belajar. Contoh lainnya antara lain merancang materi penilaian untuk ujian percobaan akhir semester dan tugas pemberian nilai. Beberapa contoh alasan ketidakhadiran adalah karena mengajar di sekolah lain. Ini merujuk pada guru yang mengajar di tingkat sekolah yang lain yang berada di gedung yang sama (contohnya, seorang guru SMP/MTs yang meninggalkan kelas untuk menggantikan guru sekolah dasar yang tidak hadir di kompleks sekolah yang sama).

7.4 Ringkasan

Studi ini adalah survei skala-besar pertama di Indonesia yang mengamati ketidakhadiran guru di kelas. Kepustakaan yang ada tidak banyak mengungkapkan faktor-faktor yang memengaruhi ketidakhadiran guru di kelas ketika mereka sudah berada di sekolah. Faktor-faktor ini agaknya berbeda dari apa yang memengaruhi ketidakhadiran guru di sekolah.

Dalam studi ini ukuran ini didefinisikan sebagai jumlah guru yang, meskipun hadir di sekolah, tidak ada di ruang kelas, dinyatakan sebagai proporsi semua guru yang dijadwalkan untuk mengajar selama berlangsungnya pengamatan. Beberapa temuan kunci terkait ukuran ini adalah sebagai berikut:

• Di antara para guru yang dijadwalkan mengajar, pada kunjungan pertama 13,5% (± 3,2%) guru berada di sekolah tetapi tidak di ruang kelas, dan pada kunjungan kedua 11,6% (± 3,2%) guru berada di sekolah tetapi tidak di ruang kelas.

• Proporsi guru sekolah negeri yang tidak hadir di kelas secara signifikan lebih tinggi (14,9% ± 4,0%) dibandingkan dengan guru sekolah swasta (9,7% ± 3,9%), sebaliknya dari ketidakhadiran guru di sekolah.

• Guru laki-laki 1,5 kali lebih mungkin tidak hadir di kelas dibandingkan dengan guru perempuan. Pola ini serupa dengan ketidakhadiran di sekolah, walaupun hubungan keduanya tidak kuat.

• Kebalikan pada ketidakhadiran guru di sekolah, guru dengan pengalaman paling sedikit sangat kecil kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas.

• Di SD/MI, guru yang mengajar di tingkat kelas yang lebih tinggi lebih besar kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas.

• Di SMP/MTs, guru Bahasa Inggris kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas separuh dari guru lain, sementara guru yang mengajar mata pelajaran selain Bahasa Inggris, yaitu Bahasa Indonesia, matematika, sains, ilmu sosial, agama, kewarganegeraan, pendidikan jasmani dan seni (yang paling umum, mata pelajaran lokal, seperti kesehatan atau bahasa daerah) kemungkinan tidak hadir di kelas 1,6 kali lebih besar.

• Hanya sekitar satu dari sepuluh guru kelas menengah pertama yang mengajar lebih dari satu mata pelajaran pada sekolah-sekolah yang dikunjungi. Kebanyakan dari guru-guru ini mengajar berbagai mata pelajaran di luar mata pelajaran inti (misalnya, pendidkan jasmani, kesenian, dan lain-lain). Meskipun guru-guru yang mengajar lebih dari satu mata pelajaran memiliki tingkat ketidakhadiran di sekolah yang sedikit lebih rendah daripada guru-guru lain, guru-guru yang mengajar lebih dari satu mata pelajaran lebih sering tidak hadir daripada guru-guru lain yang hanya mengajar satu mata pelajaran.

• Guru yang mempunyai peran lain dalam lingkup sekolah, misalnya peran dalam lingkup komite sekolah atau peran sebagai wakil kepala sekolah, lebih besar kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas, sebagaimana juga guru yang terlibat dalam masyarakat sebagai petugas fasilitas kesehatan masyarakat/posyandu atau fasilitator untuk program pemerintah.

• Guru yang menyatakan bahwa beban kerja tinggi di luar pengajaran sangat memengaruhi kinerja mereka lebih besar kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas.

• Guru yang puas dengan pekerjaan mereka kemungkinannya untuk tidak hadir di kelas separuh dari rekan-rekan mereka yang tidak puas.

• Tidak seperti ketidakhadiran di sekolah, keterlibatan dalam komite sekolah umumnya dikaitkan dengan tingkat ketidakhadiran guru di kelas yang lebih tinggi. Pengecualiannya adalah keterlibatan yang relatif pasif dari komite yang menerima laporan tentang kehadiran guru di sekolah, yang dikaitkan dengan tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah di kelas .

• Sebagian besar waktu ketika guru berada di sekolah, tetapi tidak mengajar tampaknya dihabiskan untuk menunggu kelas berikutnya atau menunggu tugas administrasi, dan bukan tugas akademis. Secara keseluruhan, tingkat ketidakhadiran guru di kelas kurang stabil, mempunyai variasi lebih besar dan lebih sulit untuk diprediksi daripada ketidakhadiran guru di sekolah. Ada lebih banyak hal yang perlu dipahami berkenaan dengan jenis ketidakhadiran guru yang ini. Studi ini meletakkan dasar-dasar dari segi konseptual dan metodologis dan mengidentifikasi persoalan yang akan diselidiki dalam penelitian pada masa mendatang.

Untuk menyelidiki pengaruh ketidakhadiran guru di sekolah, pembelajaran guru dan siswa lain, bab ini membahas dinamika antara ketidakhadiran di sekolah dan ketidakhadiran di kelas, menggabungkan temuan dari pengamatan guru dan pengamatan ruang kelas. Studi terdahulu mengenai hubungan antara ketidakhadiran guru dan nilai prestasi siswa membenarkan bahwa hubungannya dapat dijelaskan dengan terganggunya waktu belajar jika seorang guru tidak hadir dan tidak digantikan; studi ini mengumpulkan informasi untuk menyelidiki persoalan ini.

Studi Indonesia tahun 2003, contohnya, membahas terjadinya penggantian guru yang lebih rendah (atau substitusi) di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju, dan di daerah pedesaan di Indonesia dibandingkan dengan daerah perkotaan. Akan tetapi, tidak banyak data yang tersedia tentang sistem penggantian atau substitusi untuk menangani ketidakhadiran guru. Menggunakan hasil wawancara kepala sekolah dan wawancara guru, serta pengamatan langsung terhadap guru dan kelas, bab ini menyajikan temuan tentang sumber daya sekolah yang tersedia dan kegiatan di ruang kelas yang terdapat di sekolah-sekolah di Indonesia ketika guru tidak hadir. Bab ini diakhiri dengan penyelidikan terhadap pengaruh ketidakhadiran guru terhadap prestasi siswa dalam mata pelajaran matematika.

Dalam dokumen Studi Ketidakhadiran Guru di Indonesia 2014 (Halaman 95-99)