• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYEBAB KEKERASAN TERHADAP TOKOH MIRA DALAM NOVEL WAJAH SEBUAH VAGINA KARYA NANING PRANOTO

3.2 Penyebab Kekerasan terhadap Tokoh Mira .1 Adanya Ketidakadilan Gender

3.2.2 Faktor Ekonomi

Selain faktor gender dan patriarki, kekerasan yang menimpa Mira juga disebabkan adanya faktor ekonomi. Faktor ekonomi yang menyebabkan Mira mengalami kekerasan, karena tingkat kehidupan Mira yang Miskin. Dalam mengkaji mengenai faktor ekonomi penyebab kekerasan terhadap Mira, peneliti

memaparkan dua fase kehidupan Mira mengalami krisis ekonomi yang mengakibatkan ia mengalami kekerasan.

Kemiskinan seseorang menyebabkan adanya tindak kekerasan pada dirinya. Kemiskinan yang dialami Mira sejak kecil membawa Mira pada kehidupan yang penuh dengan kekerasan. Pada bab II telah disinggung mengenai bentuk-bentuk serta akibat kekerasan, kekerasan yang dialami Mira terdapat empat bentuk kekerasan, yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi dan kekerasan psikologi, dari empat kekerasan tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain dan disebabkan oleh faktor yang sama.

Faktor ekonomi dikatakan penyebab terjadinya tindak kekerasan yang dialami Mira, karena keadaan ekonomi Mira yang Miskin sebagai anak petani membuat kedua orang tua Mira meninggal dibunuh oleh negara, karena terlibat partai komunis, orang tua Mira seorang petani miskin yang tidak berpendidikan dimanfaatkan oleh partai komunis. Partai yang dibenci oleh pemerintah karena di anggap sebagai pemberontak. Setelah kematian kedua orang tuanya, kemudian Mira tinggal bersama neneknya yang bekerja sebagai dukun bayi dan penganyam bongsang atau tempat buah.

Apalagi ditambah kehidupan tanah yang berkapur di desa Mijil membuat Mira dan warga desa kekurangan pangan, karena hanya makan jagung, singkong dan gadung bisa ditanam. Keadaan ekonomi yang sangat miskin inilah yang membuat Mira tergiur akan bantuan dari Lurah Prakoso, bantuan yang hanya alasan Lurah agar Mira mau mendekatinya. Pada usia 14 tahun, dimana usia yang

masih belia yang mudah sekali untuk dirayu dan dibujuk menjadikan Mira kehilangan keperawanannya.

(53)“Ayah-ibu saya dibunuh ketika saya masih berusia 5 tahun, ya itu sekitar tahun enam-lima akhir.

“Dibunuh?siapa yang membunuh?”Totti terkejut. “Petugas Keamanan Negara!”Sahut Mira lirih.

“Alasannya?Pasti politik!”sela Totti, dengan nada tinggi.

“saya tidak tahu politik, yang saya tahu, ayah-ibu saya petani Miskin. Setelah saya masuk Sekolah Dasar saya dengar bahwa ayah-ibu saya dibunuh karena terlibat partai komunis.—BTI, Barisan Tani Indonesia, adalah organisasi dibawah paying Partai Komunis Indonesia ( PKI).

(hlm 45)

(54) Tinggal di wilayah kumuh lebih baik dari pada hidup didesa mati kelaparan” Tegas Mira.

“Mati kelaparan?” mulut Totti ternganga. “Orang desa sini tidak ada yang kelaparan. Mengapa kakak kelaparan?”

“Desa kami tidak subur, sesubur desa sini, Dik” tegas Mira. “Apa nama desanya?” tanyam Totti.

“Namanya Desa Mijil, Jawa Tengah, tanahnya kering berkapur. Tanaman pangan enggan tumbuh di sana. Kami tidak bisa menanam padi, kecuali jagung singkong dan gadung. Itu semua makan bergizi rendah bukan?( hlm 44-45)

Kemiskinan sebagai kondisi ekonomi di mana seseorang atau kelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermatabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, sumber daya alam, dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial-politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki (Wijaya,1998).

Mira dalam kehidupannya tidak mampu memenuhi kehidupannya, sebagai seorang pelajar ia tidak bisa melanjutkan sekolah ketingkat lebih tinggi, yaitu ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kondisi tersebut di karenakan kemiskinan

yang ia alami. Sejak kecil ia hanya tinggal bersama neneknya dengan kondisi ekonomi miskin, neneknya hany bekerja sebagai tukang pijat bayi dan penganyam tempat buah. Di tambah kondisi alam yang kurang menguntungkan untuk bahan makanan membuat warga yang miskin mengalami kelaparan. Hal tersebut terdapat pada kutipan (51).

Kemiskinan yang di alami Mira membuat ia mudah terbujuk dan terpengaruh akan bantuan dari Lurah Desanya. Pak Prakoso selaku lurah di desanya merupakan orang terkaya, kekayaannya hanya untuk foya-foya dan main perempuan. Ketimpangan status sosial antara yang kaya dan uyang miskin atau pejabat dan warga inilah yang membuat orang kadang tunduk.

Pejabat desa yang seharusnya bertugas menyejahterakan warga yang Miskin seperti Mira, karena kekuasaan dan budaya patriarki membuat Lurah Prakoso tidak memikirkan kesejahteraan warganya. Benar dikatakan sebagian perempuan, lebih berpikir bahwa “tubuh”, dan bukan “pikiran”, oleh karena itulah banyak perempuan memakai tubuhnya sebagai aset utama memperoleh uang. Pemikiran tersebut terbukti pada kisah Mira, setelah ia terbujuk janji Lurah Prakoso dan akhirnya diperkosa, Mira pergi ke Surabaya menemui Mbak Dinah tetangganya yang kata bekerja sebagai pelayan restoran, dan ternyata Mbak Dinah seorang mucikari.

Karena kurangnya pendidikan, tidak mempunyai ijasah atau keahlian, ditambah harus membayar sewa kamar dan makan serta tuntutan Mira harus melanjutkan hidupnya di Surabaya, Mira dituntut bekerja sebagai Pelacur di rumah bordil milik Mbak Dinah. Tuntutan kebutuhan hidup di kota besar

menjadikan Mira terguur akan pekerjaan sebagai pelacur, ia menjual vaginanya selama lima tahun.

Selama 5 tahun Mira bekerja sebagai pelacur dan akhirnya menikah dengan kang Suhar, keadaan ekonomi yang pas-pasan dialami Mira kembali setelah ia menikah dengan kang Suhar, berbeda ketika ia bekerja sebagai pelacur apa yang ia inginkan selalu tercukupi walau mengalami tindak kekerasan. Menjadi istri kang Suhar tidak bisa mengantongi uang sebanyak, ketika Mira bekerja di rumah bordil milik Mbak Dinah. Di tambah keadaan nenek yang mengidap tumor di perut, tentu saja memerlukan biaya pengobatan yang tidak sedikit. Mira menguras tabungannya untuk biaya operasi neneknya, dan ternyata neneknya meninggal dunia. Keadaan tersebut membuat Mira frustasi, melihat istrinya kang Suhar tidak tega dan dengan sabar merawat dan mencarikan Mira objekan sebagai penjual bir di hotel, berikut kutipannya.

(55) “Ya , karena tidak ada jalan lain yang bisa saya lakukan pada waktu itu, selain menjadi WTS.”tanggap Mira geram. “seteh Lurah Edan itu merenggut kehormatan saya.

Pak lurah terus mengancam saya, saya lalu pergi ke Surabaya—menemui seorang tetangga saya yang katanya bekerja di sebuah restoran. Namanya, Mbak Dinah. Ternyata, Mbak Dinah menjadi Mucikari, dia tega menjual saya….”

“Haaa…menjual kakak!” Totti membelalak.

“iya, karena saya harus membayar makan dan sewa kamar tidur selama saya tinggal bersamanya. Mbah Dinah menuntut itu. Padahal aku sudah merengek berkali-kali, mau menjadi babu dirumah itu untuk membayar biaya hidup selama menumpang di rumahnya.”

“Hidup di kota besar memang tidak mudah kalau tidak punya pekerjaan pasti. Pekerjaan pasti hanya bisa diperoleh bila kita punya keahlian lebih baik lagi, kalua punya pendidikan lebih tinggi lagi, ijasah. Sejak kecil aku mendambakan punya ijazah sekolah tinggi, agar bisa mendapat pekerjaan pasti, pekerjaan yang mapan. Kenyataannya? Karena kemiskinan yang parah, jadi saya hanya mampu memiliki ijazah SD yang tidak laku untuk melamar pekerjaan. Akhirnya ya saya ikut Mbak Dinah, saya menjual

vagina saya sekitar 5 tahun, sampai akhirnya saya berhenti karena dilamar Kang Suhar.” Mira berbisik.(hlm 49-50)

Kemiskinan yang dialami Mira membuat ia ulet dalam bekerja, sampai ia bertemu dengan Mister Mulder, lelaki Belanda yang menjadi langgan birnya. Setiap Mister Mulder singgah di hotel Mira selalu menjual Bir kepada Mister Mulder dan teman-temannya. Hasil kerja Mira membuat keadaan ekonominya membaik, Mira bisa membeli perhiasan yang ia mimpikan sejak kecil dan mengontrak rumah lebih besar dari rumah yang sebelumnya yang hanya berukuran kecil.

Pertemuannya dengan Mister Mulder menemukan dunia baru yang menyenangkan. Perkenalan dengan Mister Mulder menjadikan Mira bisa memiliki barang-barang bagus. Mister Mulder sering memberikan oleh-oleh pakaian bagus, parfum, sepatu, tas yang bermerk, buatan luar negri. Bahkan ketika mister Mulder dari Afrika Mira di beri hadiah emas dan subang berlian. Benda-benda yang belum pernah Mira dapatkan selama hidupnya. Kemewahan itulah yang membuat Mira meninggalkan Kang suhar suaminya untuk hidup bersama Mister Mulder di rumah gedongan tanpa ikatan pernikahan. Kemewahan dan gemerlap harta membuat mira lupa akan keadaan ekonominya yang dulu miskin dan menjadi kaya, membuktikan bahwa Mira sebagai perempuan ingin hidup layak atau tercukupi, kemiskinan membuat ia berpikir untuk mendapat uang dengan tubuhnya.

(56)Mukder sering memberi saya tips. Wuah, waktu itu saya jadi bisa beli perhiasan—subang, kalung dan gelang yang sejak kecil saya inginkan. Bahkan, saya dan kang Suhar jadi bisa megontrak rumah yang lebih besar. Sebelum dagang bir, melayani Mulder, saya dan Kang Suhar hanya

mampu mengontrak rumah petak berukuran empat kali tiga meter, bareng-bareng sama tukang bakso, tukang sayur, sopir becak..tempatnya becek, bau pesing, kalau hujan banjir..”(hlm 44)

(57)”Ternyata hidup dengan Kang Suhar tidak bisa mengantongi uang sebanyak yang saya dapatkan ketika kerja di Wisma –Sumringah, bordil yang dikelola Mbak Dinah. (hlm 50)

“Kang Suhat sangat sabar terhadap saya. Maka saya lalu dicarikan obyekan, yaitu menjual Bir pada Mister Mulder dan teman-temannya. Tada sudah saya ceritakan ekonomi saya membaikkarena obyekan ini. Bahkan, saya juga merasa menemukan dunia baru yang menyenangkan. Mister Mulder sering memberi saya oleh-oleh berupa pakaian bagus, parfum, sepatu, tas bermerk, buatan luar negri. Bahkan, ketika Mister Mulder pulang dari Afrika, saya diberi oleh-oleh emas dan subang berlian indah sekali. Benda terindah, yang pernah saya miliki. Maka, ketika ia melamar saya, saya langsung mau dan Mas suhar saya tinggalkan begitu saja...”

”Kakak menikah dengan mulder, sebelum bercerai dengn Kang Suhar!” sela Totti.

”tidak. Begitu Mulder melamar saya, saya tidak langsung dinikahi. Kami hidup bersama. Mulder menyewa rumah mewah di kebayoranBaru-wilayah Jakarta Selatan. Saya tinggal dirumah mewah itu semua serba bersih, wangi, lantainya berkarpet, kursi-kursinya empuk tempat tidur saya berkasur mendut-mendut bantal seta gulingnya lembut, dilengkapi ruangan sejuk ber-AC, selimutnya hangat. Kemana-manasaya naik mobil bagus, sopirnya hormat. Saya benar-benar senang, bisa menikmati hidup gaya Nyonya Gedongan. Kenangan hidup pahit rumah bordil Mbak Dinah dan tinggal di wilayah kumuh bersama kang Suhar saya lupakan. Saya kubur dalam-dalam.(hlm 51-52)

Hidup dengan kemewahan yang diberikan Mulder menjadikan Mira merubah penampilannya, dan cara berpenampilan, sampai nama Mira yang aslinya bernama Sumirah menjadi Mira. Berikut kutipan yang menyebutkan nama asli Mira sebelum mengalami kekerasan.

(58)”Selamat pagi! Nama saya Sumirah, dari bukit Mijil, Tanah Jawa” (hlm 11)

Mira mendapat pelajaran mengenai berbisnis bisnis jual beli berlian. Dunia yang selalu diinginkan setiap perempuan. Namun, dunia yang dimiliki Mira hanya sementara, dunia yang menghantar Mira pada tindak kekerasan yang sudah

dipaparkan pada bab II. Mira merasa mendapat hukuman karena telah meninggalkan kang Suhar.

(59) Saya mulai dengan kehidupan yang baru. Saya ubah penampilan saya. Juga nama saya-Sumirah-Mirah, menjadi mira...biar seperti benar-benar seperti perempuan kota, perempuan kota yang kaya...”

”Jelas dandanan rambut saya berubah, Rambut saya yang semula panjang, saya potong sebahu dan dikriting. Tapi, yang paling menyenangkan saya adalah, saya dekat dengan Mulder bisa cas-cis-cus berbahasa inggris. Jadi, saya bisa gaul dengan teman-teman Mulder yang bule-bule itu. Lebih hebat lahi, Mulder mengajari saya berbisnis menangani usahanya, jual-beli emas dan berlian.” (lm 53)

Kemewahan yang diberikan Mulder inilah yang membawa Mira mendapat kekerasan. Mira terlena akan harta dan janji-janji yang Mulder ucapkan. Karena ekonomilah, Mira tega dijual oleh sesama perempuan yaitu Mbak Dinah. Dan pada kenyataannya Mira menikmati pekerjaannya, karna sangat mudah mendapat uang. Keadaan ekonomi yang miskin, menyebabkan seseorang tidak mampu meraih pendidikan yang diinginkan. Pendidikan yang rendah membawa Mira mudah terpengaruh bujuk-rayu Lurah Prakoso, tidak mampu mendapat pekerjaan yang pantas dan tentu saja membuat Mira terlena akan kemewahan yang ia miliki dengan cara menjual harga dirinya.

3.3 Rangkuman

Dari analisis bab III dapat disimpulkan bahwa, Mira yang sebelumnya bernama Sumirah mendapat kekerasan terhadap perempuan disebabkan, 1) gender-patriarki. Perbedaan jenis kelamin antara perempuan dan laki-laki menjadikan kedudukan keduanya berbeda. Perbedaan itulah yang menyebabkan ketidakadilan gender, kondisi itulah yang melahirkan suatu budaya yang

memposisikan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Karena budaya patriarki tersebut, laki-laki memiliki kekuasaan dalam masyarakat maupun keluarga. Kekuasaan yang ada dalam masyarakat menjadikan laki-laki seperti pak Prakoso menjabat sebagai Lurah di desa Mijil dan mampu berbuat sewenang-wenang terhadap warga terutama warga perempuan.

Kekuasaan dan kekayaan yang ia miliki hanya untuk berfoya-foya dan main perempuan. Seperti yang ia lakukan pada Mira. Dengan kekuasaannya sebagai pejabat dan kekayaannya ia memperdaya Mira dengan dalih akan membiayai melanjutkan sekolah, Lurah Prakoso memperkosa Mira dan mengancan akan membunuh.

Sifat patriarki, melekat sekali pada sebagaian kaum laki-laki yang notabene sebagai kepala keluarga. Di dalam keluarga budaya patriarki terbentuk karena seorang laki-laki yang menjadi tiang dalam rumah tangga dan harus mampu menafkahi dan melindungi. Namun, berbeda ketika budaya tersebut memposisikan perempuan pada pemuasan nafsu birahi. Perempuan dibeli hanya untuk pemuas dan banyak juga perempuan menjual tubuhnya sebagai pemuas. Seperti yang dialami Mira, ia menjadi pelacur selama 5 tahun. Ia harus melayani pelanggannya, sampai mendapat kekerasan fisik maupun seksual.

Sifat budaya patriarki juga terlihat pada tokoh Mulder, laki-laki Belanda yang bekerja sebagai penambang emas. Kebudayaan barat yang ia miliki menjadikan ia memperlakukan perempuan sesukanya. Ia bisa menjadikan Mira rembulan dan bidadari, memanjakan, memberi kemewahan dan ketika Mulder bosan ia tega menjual Mira dan menganianya Mira.

2) ekonomi, keadaan ekonomi yang miskin membuat Mira terbujuk akan tawaran-tawaran yang membuat ia bisa melanjutkan sekolah, karena ia sadar ia tidak mampu melanjutkan sekolah karena keadaannya yang miskin. Keinginan dan mimpinya untuk sekolah yang nantinya untuk mendapat pekerjaan dimanfaatkan oleh Lurah Prakoso.

Dalam kehidupan seseorang harus mampu bertahan dan berusaha menghasilkan uang untuk keuntungan dirinya. Seperti pada tokoh mbah Dinah tetangga Mira dari desa Mijil yang bekerja di kota Surabaya. Ia menjadi mucikari, dan tega menjual Mira untuk keuntungan dirinya sendiri. Bekerja sebagai pelacur, bukan impian Mira. Karena hidup di kota besar tanpa siapa-siapa dan tidak mempunyai bekal pendidikan yang tinggi untuk mendapatkan pekerjaan yang baik. Mira menjual vaginanya untuk dinikmati laki-laki selama 5 tahun. Kehidupan selama menjadi pelacur, menjadikan Mira bisa mengantongi uang banyak walaupun sering mendapat kekerasan dari pelanggannya.

Mira keluar dari dunia pelacuran, karena dinikahi oleh Kang Suhar. Namun, kehidupan Mira tidak seindah impiannya. Kehidupan ekonomi yang kekurangan, menjadikan Mira tega meninggalkan suaminya Kang Suhar untuk hidup bersama Mulder dengan gerlap harta. Kehidupan ekonomi yang miskin menjadikan Mira, gila akan kemewahan yang membuat ia dieksploitasi kembali oleh Mulder.

Adanya gender-patriarki dan keadaan ekonomi membuat Mira menjadi seorang perempuan yang gila akan kemewahan. Pemikiran Mira yang berpikir bahwa “tubuh”, dan bukan pikiran, yang merupakan bagian terpenting dari

seorang perempuan. Itulah sebabnya Mira memakai tubuhnya sebagai aset utama memperoleh uang. Penyebab itulah yang melatarbelakangi Mira mendapat kekerasan terhadap perempuan.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan penganalisisan di atas, peneliti menarik suatu kesimpulan bahwa novel Wajah Sebuah Vagina karya Naning Pranoto merupakan novel yang mengangkat masalah kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan serangkaian tindakan yang menyerang perempuan yang mengakibatkan kesengsaraan baik secara psikologi maupun fisik.

Dalam mengkaji kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira, menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi sastra bertujuan untuk menganalisis kekerasan terhadap perempuan dengan mendiskripsikan mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira.

Analisis bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dialami tokoh Mira. 1. Kekerasan seksual berupa: perkosaan dan pelecehan seksual. Mira menjadi korban perkosaan sebanyak tiga kali, pertama dilakukan oleh Lurah Prakoso, saat Mira berusia 14 tahun lulus Sekolah Dasar. Kedua, dilakukan oleh Mister Mulder setelah menganiaya Mira. Ketiga dilakukan oleh pemuda amoral, perbuatan tersebut dilakukan setelah Mulder mengubur Mira di semak-semak. Pelecehan yang didapat Mira ketika ia melayani pelanggannya, payudaranya diremas-remas, digigit dan bahkan vagina Mira disulut rokok. Pelecehan lain juga dilakukan Mulder, Mulder menganggap Mira seperti mainan, ia membelikan Mira

celana dalam yang bagian bawah celana berlubang, tujuannya agar Mulder dengan mudah dan leluasa memainkan vagina Mira.

2. Kekerasan Nonseksual: a). Kekerasan fisik berupa: gigitan, remasan pemukulan, sulutan rokok pada vagina yang menyababkan luka dan rasa sakit pada tubuh. Kekerasan tersebut dilakukan oleh pelanggan Mira ketika menjadi pelacur dirumah bordil milik mbak Dinah. Kekerasan fisik yang dilakukan Mister Mulder kepada Mira, perbuatan seenaknya saat berhubungan intim yang membuat seputar alat kelamin atau vagina Mira nyeri dan sakit, tendangan pada perut, pukulan pada wajah, sampai mengubur Mira hidup-hidup. b). Kekerasan ekonomi adanya pemaksaan, Mira menjadi pelacur karena paksaan dari mbak Dinah selama 5 tahun. Eksploitasi juga dilakukan Mister Mulder, ia menjual Mira kepada teman-temannya diatas kapal ketika berlayar ke Afrika dan di Afrika Mira dijual kembali oleh Mulder kepada tuan Lulumban. c). Kekerasan psikologi berupa: kenangan pahit waktu kecil, karena orang tua Mira dibunuh oleh petugas negara karena terlibat partai komunis, pemerkosaan Lurah Prakoso yang terjadi satu bulan Mira mendapat datang bulan. Ancaman pembunuhan, fitnah dari lurah Prakoso, cemoohan, hinaan, dikucilkan dan dibenci teman sekolah dan tetangganya, karena dicap sebagai anak PKI. Frustasi karena nenek yang Mira cintai dan sayangi meninggal karena penyakit tumor. Adanya umpatan, perbuatan kasar yang dilakukan Mulder sampai memperkosa dan mengubur yang mengakibatkan tekanan psikologi seperti trauma. d). Kekerasan Politik, adanya perempasan kemerdekaan secara sewenang-wenang dalam kehidupan Mira yang menyebabkan Mira terisolasi oleh lingkungan sosialnya.

Analisis mengenai bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, memudahkan peneliti untuk mendiskripsikan penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami Mira. Adapun penyebab kekerasan terhadap perempuan yang dialami sebagai berikut.

1. Ketidakadilan gender yang mengakibatkan peran dan kedudukan laki-laki dan perempuan berbeda tingkatannya. Perbedaan status sosial atau gender membentuk seuatu budaya yang memposisikan perempuan lebih rendah dari laki-laki. Budaya patriarki inilah yang menyebabkan perempuan sering ditindas keberadaannya. Seperti pada kisah Mira, ia menjadi korban nafsu birahi laki-laki. Budaya patriarki terlihat pada tokoh Lurah Prakoso, seorang lurah yang kaya. Tokoh lain yang memiliki budaya patriarki, pelanggan Mira yang membeli tubuh Mira untuk menyalurkan nafsu dan Tokoh Dicky Mulder Claas, serta pemuda amoral. Mereka menganggap perempuan hanya sebagai pemuas laki-laki dan patut untuk ditindas. Tokoh Mulder adalah laki-laki Belanda yang bekerja sebagai penambang emas. Mister Mulder yang berdarah barat tentu saja memiliki budaya patriarki, dimana perempuan hanya pemuas kaum laki-laki, patut ditindas dan dimanfaatkan.

2. Faktor ekonomi juga mendukung adanya kekerasan yang menimpa Mira. Di kisahkan Mira sebagai orang miskin tidak mampu melanjutkan sekolah dan pada akhirnya keadaan tersebut dimanfaatkan oleh Lurah Prakoso, dengan tawaran akan membiayai Mira melanjutkan sekolah Lurah Prakoso memperkosa Mira. Ekonomi membuat orang tega menjual sesama perempuan untuk dijadikan pelacur. Seperti yang dilakukan mbak Dinah, Mira dijual oleh mbak Dinah

sebagai pelacur. Karena paksaan, dan keadaan Mira yang tidak mempuanyai pendidikan yang tinggi untuk mencari pekerjaan yang baik membawa Mira menjual vaginanya selama 5 tahun. Kemudian Mira dipersunting oleh Kang Suhar, seorang supir taxi. Karena keadaan ekonomi yang kekurangan atau miskin menjadikan Mira meninggalkan kang Suhar untuk hidup bersama Mister Mulder yang memberinya kemewahan. Ekonomi yang melimbahi Mira, merubah Mira seperti boneka yang mau seenaknya diperlakukan Mulder saat berhubungan intim. Keadaan ekonomi membuat Mira kembali dieksploitasi, Mulder menjual Mira. Kesimpulannya, faktor ekonomi menjadikan Mira mudah terbujuk oleh kemewahan yang membawa ia mendapat kekerasan.

Dari analisis di atas, dapat ditarik kesimpulan kekerasan terhadap perempuan terdapat empat bentuk kekerasan yaitu kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi dan kekerasan psikologi. Penyebab kekersan terhadap perempuan yang paling mendasar adalah adanya perbedaan gender dan budayapatriarki. Serta keadaan ekonomi seseorang juga mempengaruhi

Dokumen terkait