• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

IV PETA SOSIAL KELURAHAN SUKAMISKIN DAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN SUKAMISKIN BANDUNG

VI. PELAKSANAAN PEMBINAAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN

6.7. Faktor-faktor yang mempengaruhi Potensi Ekonomi Narapidana

6.7.3. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri narapidana. Faktor tersebut terdiri dari sumber daya lokal dan modal sosial. Sumber daya lokal dimaksud disini adalah modal ekonomi berupa tenaga kerja. Di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin tersedia tenaga narapidana usia produktif yang banyak (dapat dilihat pada peta sosial) namun tidak bisa dimanfaatkan karena stigma masyarakat yang memandang bahwa narapidana tidak bisa dipercaya dan orang jahat dan menganggap narapidana tidak perlu dibina dan diberi pekerjaan. Padahal modal tenaga kerja ini sangat bisa dimanfaatkan untuk memberikan jalan sebagai upaya membantu mereka memperoleh premi atau pendapatan selama berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan, sehingga yang diperlukan adalah kesadaran masyarakat untuk menerima dan percaya bahwa narapidana sama seperi anggota masyarakat lainnya.

Selain modal berupa tenaga kerja, pengembangan ekonomi harus pula ditunjang oleh modal ekonomi lainnya, misalnya lahan dan fasilitas kegiatan pembinaan. Di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, lahan yang tersedia sangat terbatas, juga fasilitas ruang kegiatan pembinaan, sehingga narapidana tidak seluruhnya dapat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan.

Faktor lain yang juga mempengaruhi terhadap upaya memaksimalkan potensi ekonomi narapidana selain sumber daya lokal adalah modal sosial, seperti saling mengenal antar narapidana, adanya kegiatan pembinaan keagamaan, olahraga dan bekerja dalam kelompok, hubungan kerjasama yang didasarkan atas persamaan nasib dan penderitaan akan lebih memperkuat rasa solidaritas merupakan faktor yang dapat mendukung narapidana untuk meningkatkan potensi ekonominya. Dengan modal sosial yang mereka miliki, mereka dapat menularkan keterampilan dan keahlian yang mereka miliki antar sesama penghuni atau narapidana dalam hal yang positif. Dengan modal sosial tersebut juga, melalui Lembaga Pemasyarakatan, mereka dapat meluaskan jaringan atau membuat jaringan baru dengan kelembagaan lokal dalam mengatasi sulitnya memperoleh modal, bahan baku dan pemasaran hasil produksi.

99

Narapidana Bg (40 tahun) dipercaya Lapas untuk mengelola peternakan itik, bantuan Dinas Peternakan, walau hanya sebanyak 15 itik, dia dapat mengelola dengan baik, dimana setiap minggunya dia dapat menjual sekitar 50 sampai 100 butir telur itik kepada penjual jamu yang ada di sekitar Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, dari hasil penjualan tersebut disisihkan untuk pakan ternak dan sisanya dibagi dua untuk dirinya dan petugas pengawas. Semua kegiatan ini dikelola sendiri oleh narapidana mulai dari memberi makan sampai merawat ternak-ternak tersebut, hal ini karena antara narapidana dan petugas sudah ada rasa saling pecaya bahwa mereka tidak akan melarikan diri.

Didalam meningkatkan potensi ekonomi narapidana tidak terlepas dari sistem pembinaan yang dilaksanakan di lingkungan Lembaga Pemasyarakatan, maka pembinaan yang dilaksanakan seyogyanya diikuti oleh seluruh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan. Berdasarkan uraian sebelumnya dijelaskan bahwa dari jumlah narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan yaitu sebanyak 485 orang, hanya sebagian narapidana atau sebanyak 32% atau 156 orang yang mengikuti pembinaan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, sedangkan sisanya sebanyak 68% atau 329 orang belum atau tidak dapat mengikuti pembinaan. Hal ini disebabkan jumlah kegiatan dan sarana/fasilitas yang mendukung kegiatan terbatas, sehingga tidak seluruh narapidana dapat mengikuti kegiatan yang diselenggarakan Lembaga Pemasyarakatan.

Pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, selama ini masih jauh dari yang diharapkan, baik bagi pelaksana kegiatan, pelaksanaan program maupun bagi penerima kegiatan program yaitu Warga Binaan Pemasyarakatan atau narapidana. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, sebagian besar narapidana merasakan masih adanya perbedaan perlakuan antara narapidana. Seperti narapidana yang berasal dari kalangan atas (kaya) sering diberikan kemudahan-kemudahan, baik dalam hal fasilitas maupun kemudahan kunjungan (besuk). Sebagaimana yang diungkapkan narapidana berinisial “YN” yang berasal dari Palembang, ia ditahan 8 tahun kasus perampokan dan sudah menjalani pidama selama 5 tahun.

“saya sudah lama berada disini pak, karena saya berasal dari kampung orang tidak punya, ya beginilah keadaannya, susah untuk berbuat macam- macam, abis gak punya duit pak, coba itu lihat (sambil menunjuk ke arah orang (Napi) yang sedang dibesuk, walau bukan jam besuk..) mereka itu

100

bisa kapan saja dikunjungi (besuk) karena mereka punya duit…kamarnya enak, pakai kasur empuk, kalau saya yah seadanya, kasur disket alias tipis…yah mau gimana lagi pak..”

Hal-hal yang mempengaruhi sistem pembinaan pada tiap Lembaga Pemasyarakatan berbeda-beda, demikian juga di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung, dimana bila dilihat dari peruntukkannya yaitu sebagai tempat menampung narapidana yang pada umumnya dengan masa pidana di atas 5 tahun, kapasitas isi Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung dibatasi. Pembinaan yang dilaksanakan diarahkan kepada reintegrasi sosial bagi narapidana, untuk mengembalikan kepercayaan diri, potensi diri, harga diri dan perilaku yang baik. Hal itu juga didukung dengan tingginya masa pidana narapidana yang ada di Lapas Sukamiskin, memungkinkan narapidana dan Lapas melaksanakan kegiatan tersebut, sehingga waktu yang tersedia itu dapat dimanfaatkan sebaik mungkin.

Faktor eksternal lainnya yang menghambat proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskian dalah kualitas dan jumlah petugas pemasyarakatan. Petugas yang melaksanakan tugas senantiasa dilandasi dengan profesionalisme, tanpa membeda-bedakan didalam memberikan pembinaan dan pelayanan kepada narapidana, begitu pula dengan jumlah tenaga petugas yang ada perbandingannya harus sesuai antara jumlah narapidana dengan jumlah petugas yang ada, sehingga pembinaan yang dilaksanakan dapat lebih maksimal. (perbadingan napi dan petugas, 1 : 5). Hal ini sudah sesuai dengan perbandingan antara petugas yang ada dengan jumlah narapidana yang ada yaitu 1 berbanding 6 atau 7 orang. (Jumlah petugas pengamanan sebanyak 76 orang dan jumlah Narapidana per Agustus 2007 sebanyak 485 orang).

Sarana dan fasilitas pembinaan juga merupakan faktor eksternal yang dapat menjadi faktor penghambat. Keterbatasan sarana dan fasilitas, baik dalam jumlah maupun mutu akan menjadi faktor penghambat dalam proses pembinaan, bahkan merupakan faktor yang sangat penting dan dapat menjadi salah satu penyebab rawannya keamanan serta ketertiban. Sarana dan fasilitas di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin merupakan tempat/lokasi bekas peninggalan Belanda, sehingga masih terdapat sarana dan fasilitas yang merupakan warisan

101

penjajah Belanda, yang sudah tidak memadai, baik ruangan maupun peralatan keterampilan yang ada. Untuk itu perlu adanya modernisasi fasilitas perlengkapan keterampilan kerja didalam mengoptimalkan pembinaan bagi narapidana.

Faktor eksternal lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah anggaran/biaya. Jumlah narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin sebanyak 485 orang per Agustus 2007, dan jatah makan narapidana per harinya/orang sebesar Rp. 15.000,- maka anggaran yang dibutuhkan setiap bulannya sebesar Rp. 218.250.000,- ditambah anggaran pembinaan Rp. 5.000.000 setiap bulannya (Rp. 60.000.000/tahun), maka anggaran yang dibutuhkan pada bulan Agustus 2007 sebesar Rp. 223.250.000,- sedangkan anggaran yang tersedia sebesar Rp. 148.222.991,95, sehingga masih terdapat kekurangan anggaran untuk bulan Agustus 2007 sebesar

Rp. 70.027.008,05. (Rp. 223.250.000,- dikurangi Rp. 148.222.991,95).

Sekalipun dirasakan kurang mencukupi untuk kebutuhan seluruh kegiatan program pembinaan dan biaya makan narapidana, namun kegiatan tetap dilaksanakan secara optimal dengan memanfaatkan anggaran yang tersedia seefektif dan seefisien mungkin.

Sumber daya alam juga merupakan salah satu faktor eksternal yang dapat menjadi faktor penghambat dan pendukung di dalam proses pembinaan bagi narapidana. Namun, sebagai konsekuensi dari pelaksanaan konsep pemasyarakatan, terbuka dan produktif, maka sumber daya alam merupakan salah satu faktor pendukung.

Mengingat letak Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin berada di Kotamadya (perkotaan), maka lahan atau sumber daya alam yang ada terbatas, sehingga kegiatan yang dilaksanakan dan diikuti oleh narapidana terbatas sehingga tidak semua narapidana dapat mengikuti kegiatan tersebut. Untuk itu, perlu lahan yang luas dan sumber daya alam yang memadai dengan memaksimalkan kegiatan pembinaan terbuka, melalui kegiatan kemitraan dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan pihak pemerintah setempat (Kelurahan) dalam hal penyediaan lahan dan sumber daya alam. Namun demikian, dengan keterbatasan lahan atau sumber daya alam yang tersedia, kegiatan pembinaan yang dilaksanakan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin tetap berjalan dengan memanfaatkan sarana dan fasilitas yang ada.

102

Faktor eksternal lainnya yaitu jenis dan ragam/jenis kegiatan program pembinaan. Ragam/jenis kegiatan program pembinaan tidak semata-mata ditentukan oleh anggaran ataupun sarana dan fasilitas yang tersedia. Untuk itu perlu adanya kreatifitas dan inovasi dari pelaksana pembinaan dalam hal ini pihak Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Jenis/ragam kegiatan program pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin belum merata, hanya beberapa bidang kegiatan yang menjadi unggulan, seperti bidang percetakan dan pertanian (peternakan dan perikanan), sedangkan kegiatan program pembinaan kerajinan tangan kurang mendapat perhatian, seperti kerajinan kaligrafi, perkayuan, pertaman, pembuatan aquarium, ikan hias dan sebagainya. Padahal kegiatan program pembinaan kerajinan tersebut lebih murah modalnya dibandingkan dengan kegiatan program pembinaan lainnya.

Namun pada dasarnya setiap kegiatan program pembinaan yang dilakukan memerlukan program-program kreatif yang lebih murah dan mudah dilaksanakan serta memiliki dampak edukatif yang optimal bagi warga binaan pemasyarakatan atau narapidana.

6.8. Analisis Pelaksanaan Sistem Pembinaan Narapidana (SWOT)