• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGGUNAAN SURAT KUASA MUTLAK DALAM AKTA

B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Penggunaan Surat Kuasa

Pemberian kuasa sekarang ini semakin sering digunakan oleh masyarakat karena kesibukkan mereka, namun masyarakat memerlukan pengetahuan hukum yang terkait dengan praktek pemberian kuasa mutlak.

Pemberian kuasa mutlak tidak diatur di dalam KUHPerdata, namun diakui di dalam lalu lintas bisnis di masyarakat yang oleh beberapa putusan hakim dipandang sebagai penemuan hukum. Pemberian kuasa mutlak merupakan suatu perikatan yang muncul dari perjanjian, yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang mengakui adanya kebebasan berkontrak dengan pembatasan bahwa perjanjian tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan harus dilandasi dengan itikad baik.

Sahnya kuasa mutlak disyaratkan bahwa pemberi kuasa harus mempunyai kepentingan terhadap pelaksanaan kuasa mutlak tersebut dengan memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut : kuasa mutlak tersebut harus diterima baik oleh Penerima kuasa, agar mempunyai kekuatan tidak dapat dibatalkan atau dicabut kembali, pemberi kuasa harus mampu, objek pemberi kuasa mutlak harus terbatas dan tertentu dan harus ada dasar hukum yang sah, artinya perjanjian yang menjadi dasar terbitnya kuasa mutlak tersebut haruslah sah menurut hukum.

Kuasa mutlak disini dapat dijabarkan sebagai kuasa yang diberikan disertai hak dan kekuasaan yang luas sekali terhadap objek tertentu, pada perbuatan mana pemberi kuasa tidak dapat menarik kembali kuasanya serta tidak akan gugur kapan

atau dengan alasan apapun. Si kuasa dibebaskan dari kewajiban memberikan pertanggung jawaban selaku kuasa kepada pemberi kuasa dan bertindak seolah-olah objek tersebut adalah kepunyaannya.82

Pemberian kuasa yang demikian tidak termasuk dalam surat kuasa mutlak yang dilarang. Dengan catatan bahwa kuasa yang diberikan didalam perjanjian jual beli yang dibuat secara notaril dimana hak-hak pemberi kuasa sudah terpenuhi sedangkan pelaksanaan jual beli kepada pembeli belum dapat dilaksanakan karena adanya syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan yang belum dapat dipenuhi akan tetapi syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan tersebut jelas dapat dipenuhi kemudian hanya saja tidak dapat diselesaikan pada hari penandatanganan perjanjian jual beli, misalnya sertipikat masih melekat hak tanggungan sehingga perlu dilaksanakan penghapusan hak tanggungan (roya) terlebih dahulu oleh Badan Pertanahan yang berwenang atau penjual dan pembeli hanya sepakat untuk menjual dan membeli sebahagian saja dari objek sehingga perlu diadakan pemecahan sertipikat terlebih dahulu sesuai dengan luas tanah yang akan dijual itu atau karena objek terletak di luar wilayah kerja PPAT dan sering juga karena Pajak Penghasilan (PPh) atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) belum dapat disetor oleh penjual dan pembeli dengan alasan belum cukup uang karena tanah teretak di luar wilayah kerja PPAT sedangkan penjual dan pembeli berada di wilayah kerja PPAT.83

82 Haripin A Tumpa, Op,cit, hlm.137.

83 Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Lindawani, pada tanggal 24 Mei 2017.

Perjanjian Jual Beli yang didalamnya terdapat kuasa mutlak dapat memberi tenggang waktu bagi para pihak untuk memenuhi segala persyaratan-persyaratan atau ketentuan-ketentuan dimaksud dengan tidak menunda pelaksanaan pembayaran lunas atas harga jual beli tanah kepada penjual demikian pula penjual dapat menyerahkan tanah kepada pembeli serta dapat dikuasainya dengan ketentuan bahwa kuasa demikian diberikan hanya untuk pelaksanaan jual beli kepada pembeli sendiri, bukan kepada pihak lain dan sebagainya jangan diberikan dengan hak substitusi untuk menghindari penyalahgunaan kuasa mutlak tersebut.84

Sahnya suatu perjanjian, maka syarat mutlak yang harus ada dalam pemberian kuasa adalah persetujuan para pihak untuk melakukan perjanjian pemberian kuasa, maka dalam hal ini peranan Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugas jabatannya berkewajiban untuk memberikan penerangan-penerangan yang lengkap dan jelas mengenai akibat-akibat hukum dari tiap-tiap perjanjian yang dibuatnya, serta dalam hal memberikan pelayanan dan jasa kepada pihak-pihak sejauh mungkin menghindarkan terjadinya sengketa dikemudian hari agar terciptanya suatu kepastian hukum terhadap Akta PPAT yang dibuat sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.85

Perjanjian antara pihak Pemberi Kuasa dengan Penerima Kuasa untuk melaksanakan hal tertentu. Dasar Hukum tentang pemberian kuasa diatur dalam KUHPerdata Pasal 1792 sampai dengan Pasal 1819 KUHPerdata. Salah satu bentuk

84 Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Ali, pada tanggal 2 Juni 2017.

85 Herlien Budiono, Op,cit, hlm. 59.

perikatan karena perjanjian maka Kuasa harus memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata bersifat garansi kontrak atau sebatas mandat yang diberikan dan tidak boleh melebihi wewenang yang diberikan karena akan menjadi tanggung jawab penerima kuasanya.

Prinsipnya sebenarnya kuasa untuk menjual diberikan oleh karena pihak penjual (pemilik tanah) tidak dapat hadir sendiri pada saat pembuatan Akta Jual Beli karena alasan-alasan tertentu, misalnya: pelaksanaan penjualan terjadi di luar kota atau ia tidak dapat meninggalkan pekerjaannya.

Pasal 1796 KUHPerdata menentukan “Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan untuk memindahtangankan benda-benda hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.”

Ketentuan Pasal 1796 KUHPerdata tersebut, Kuasa untuk menjual haruslah diberikan dalam bentuk kuasa khusus dan menggunakan kata-kata yang bersifat tegas.

Kuasa untuk menjual tidak boleh menggunakan kuasa umum. Kuasa untuk menjual haruslah notariil atau sekurang-kurangnya diberikan dalam bentuk akta kuasa yang dilegalisasi dihadapan notaris. Tidak ada ketentuan yang mengaturnya secara tegas, tapi dalam praktek kuasa untuk menjual dalam bentuk surat kuasa yang dibuat di bawah tangan sulit untuk diterima (bahkan tidak dapat dipergunakan karena menanggung risiko atas kebenarannya).86

86Herlien Budiono, Op,cit, hlm.60.

Surat kuasa menjual, tunduk pada pengaturan surat kuasa dalam Pasal 1792 – Pasal 1819 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Pasal-pasal ini tidak ada pengaturan mengenai jangka waktu berlakunya suatu surat kuasa. Jadi, jangka waktu berlakunya suatu surat kuasa bergantung pada kesepakatan para pihak, sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 KUHPerdata.

Masa berlakunya Kuasa yang bersangkutan pada saat pembuatan akta.

Berakhirnya pemberian kuasa diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan pasal 1816 KUHPerdata.

Pasal 1813 KUHPerdata : “Pemberian kuasa berakhir: dengan ditariknya kembali kuasanya si kuasa; dengan pemberitahuan penghentian kuasanya oleh si kuasa; dengan meninggalnya, pengampuannya atau pailitnya si pemberi kuasa maupun si kuasa;

Pasal 1814 KUHPerdata : “Si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu memaksa si kuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya.”

Pasal 1816 KUHPerdata : “Pengangkatan kuasa baru, untuk menjalankan suatu urusan yang sama, menyebabkan ditariknya kembali kuasa yang pertama, terhitung mulai diberitahukannya kepada orang yang belakangan ini tentang pengangkatan tersebut.”

Pengecualian terhadap ketentuan mengenai berakhirnya kuasa biasanya dilakukan dengan mengesampingkan ketentuan mengenai berakhirnya kuasa yang diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata tersebut.

Peralihan hak atas tanah melalui proses jual beli yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli tanah hanya bisa menggunakan Surat Kuasa Khusus yang harus khusus obyeknya karena Surat Kuasa itu dilekatkan pada Akta jual belinya, dan dilampirkan Sertifikat asli hak atas tanah dimaksud.

Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997, menjelaskan bahwa Surat Kuasa Khusus dimaksud adalah Surat Kuasa Khusus yang bentuknya bisa Akta PPAT, dan yang dilegalisir oleh PPAT bila si pemberi kuasa tidak bisa hadir.

Ketentuan yang tercantum dalam Pasal 39 huruf d PP Nomor 24 Tahun 1997, sebelumnya diatur dalam Instruksi Menteri dalam Negeri No. 14 Tahun 1982, kuasa untuk menjual tidak boleh diberikan dalam bentuk kuasa mutlak. Pasal 39 ayat (1) huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yaitu PPAT menolak pembuatan akta, jika salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak.

Sehubungan dengan hal tersebut oleh karena kuasa untuk menjual tidak boleh diberikan dalam bentuk kuasa mutlak maka untuk kuasa yang tidak berkaitan dengan adanya perjanjian pokok yang menjadi dasar pemberiannya, berlaku baginya ketentuan mengenai berakhirnya kuasa yang diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan Pasal 1816 KUHPerdata.

“Instruksi Menteri Dalam Negeri menyatakan “Kuasa Mutlak yang dimaksud dalam Diktum Pertama adalah …kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa… Kuasa Mutlak yang pada

hakekatnya merupakan pemindahan hak atas tanah adalah Kuasa Mutlak yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang menurut hukum dapat dilakukan oleh pemegang haknya.”

Hakekatnya kuasa mutlak adalah kuasa yang memberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala perbuatan hukum yang pada prinsipnya hanya dapat dilakukan oleh seorang pemegang hak atas tanah dan tidak dapat ditarik kembali oleh pihak yang memberi kuasa.87

Hukum perdata mengenal asas freedom of contract (kebebasan berkontrak) sebagaimana pasal 1338 KUHPerdata. Berdasarkan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 731 K/Sip/1975 dan No. 3604 K/SPdt/1985 yang antara lain memberikan dasar bahwa kuasa yang tidak dapat dicabut kembai misalnya pemberian kuasa menjual untuk melaksanakan jual beli. Menurut Pasal 1338 KUH Perdata bahwa perikatan yang dibuat berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang Kuasa mutlak yang tidak diperbolehkan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 39 huruf d PP No 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 yaitu kuasa-kuasa yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan atau merupakan satu kesatuan dari suatu perjanjian (integrerend deel) yang mempunyai alas hukum yang sah atau kuasa yang diberikan untuk kepentingan penerima kuasa agar penerima kuasa tanpa bantuan pemberi kuasa dapat menjalankan hak-haknya untuk kepentingan dirinya sendiri.

87 Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Lindawani, pada tanggal 24 Mei 2017.

membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau karena alasan apapun yang cukup menurut undang-undang dan harus dilaksanakan dengan baik.

Para pihak untuk menghindari larangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) maka jual beli akan dilaksanakan di PPAT lain (bukan PPAT yang sama dengan PPAT yang membuat PPJB dan Kuasa untuk menjual selaku notaris).

Sebelum melaksanakan jual beli biasanya PPJB yang telah dibuat dibatalkan terlebih dahulu. Pembatalan tersebut biasanya bertujuan agar Kuasa Untuk menjual tersebut menjadi kuasa yang berdiri sendiri sehingga penjualan tanah tersebut dapat dilakukan langsung dari Pemilik tanah awal kepada pihak ketiga dimana pemilik tanah diwakili oleh Investor. Kuasa tersebut masih berlaku atau tidak karena dengan dilakukannya pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) berarti Kuasa tersebut yang semula merupakan kuasa yang bersifat mutlak menjadi kuasa yang berakhir karena sebab-sebab yang diatur dalam Pasal 1813, 1814 dan 1816 KUHPerdata.

PPAT masih ada yang kurang memperhatikan hal-hal yang diuraikan diatas.

Hal tersebut dapat berakibat kemungkinan pada saat akta Jual beli dibuat ternyata pemberi kuasa telah meninggal dunia. Jika hal tersebut terjadi maka tentunya akta jual beli yang bersangkutan batal demi hukum. PPAT dalam prakteknya biasanya hanya berkaitan dengan waktu pemberian kuasa tersebut, yaitu apakah kuasa tersebut telah lewat dari 1 (satu) tahun atau belum, sesuai yang diperbolehkan oleh pihak BPN sekalipun kuasa tersebut belum lewat 1 (satu) tahun kita tetap harus meneliti apakah kuasa tersebut masih berlaku atau tidak.

C. Alasan Boleh Tidaknya Penggunaan Surat Kuasa Mutlak Dalam Akta PPAT