• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi yang ada dan sepanjang penelusuran kepustakaan yang ada dilingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya dilingkungan Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian sebelumnya yang berjudul Tesis “Analisis Yuridis Penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam Akta PPAT (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 104 K/TUN/2013)”, sehingga Tesis dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

Adapun beberapa penelitian terdahulu yang pernah melakukan penelitian mengenai permasalahan antara lain :

1. Nelly Sri wahyuni Siregar (NIM.067011059),Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara,dengan judul penelitian “Tinjauan Yuridis Kedudukan Kuasa Mutlak Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Oleh Notaris/PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah)”,dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Mengapa kuasa mutlak sebagai tindak lanjut dari perjanjian pendahuluan dalam peralihan hak atas tanah masih dapat diberlakukan?

b. Bagaimana secara yuridis kedudukan Kuasa Mutlak dalam peralihan hak atas tanah yang dibuat dihadapan Notaris/PPAT?

c. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak yang telah melakukan peralihan hak atas tanah dengan memakai Kuasa Mutlak?

2. Amelia Prihartini (NIM. 037011004), Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Analisis Hukum Terhadap Keberadaan Kuasa Mutlak Dalam Perikatan Jual Beli Hak Atas Tanah”, dengan permasalahan yang diteliti adalah:

a. Bagaimana keberadaan Kuasa Mutlak dalam perikatan jual beli hak atas tanah bila dihubungkan dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Kuasa Mutlak?

b. Bagaimana faktor apa yang menyebabkan Kuasa Mutlak dalam Perikatan jual beli hak atas tanah diberlakukan?

c. Bagaimana perlindungan hukum yang dapat diberikan bagi pemegang hak atas tanah yang tanahnya dialihkan berdasarkan Kuasa Mutlak?

Berdasarkan penelitian diatas, tidak ada yang menyangkut dengan penelitian yang berjudul “Analisis Yuridis Penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam Akta PPAT (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 104 K/TUN/2013)”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli adanya dan dapat dipertanggungjawabkan kemurniannya karena belum ada yang melakukan penelitian ini sebelumnya dan tidak ada kesamaan permasalahan maupun pembahasan dalam penelitian ini dengan yang tersebut di atas.

F. Kerangka Terori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Kerangka teori dapat diartikan sebagai suatu kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori-teori, penelitian mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang dijadikan bahan perbandingan, pegangan teoritis, yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui yang dijadikan masukan dalam membuat kerangka berpikir dalam penulisan.19 Menurut Lili Rasjidi “teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-putusan hukum.”20

M. Solly Lubis mengemukakan bahwa “ Kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, mengenai sesuatu kasus ataupun permasalahan yang bagi pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan tertulis, yang mungkin ia setuju ataupun tidak. Ini merupakan masukan eksternal bagi pembaca”.21

Teori adalah serangkaian asumsi, definisi dan proposi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep.22 Keberadaan Teori sangat penting karena teori merupakan konsep yang akan menjawab suatu masalah, teori oleh kebanyakan ahli dianggap sebagai sarana yang memberikan rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu pengetahuan.23

19 M. Solly Lubis dan Muhammad Yamin, Gadai Tanah Sebagai Lembaga Pembiayaan Rakyat Kecil, Medan : Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm.36.

20 Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum,Bandung: Citra Aditya Bakti, 2007, hlm.11.

21 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : Mandar Madju, 1994, hlm.80.

22 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Rineka Cipta, 1996, hlm.19.

23 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta : Ghalia Indonesia, 2004, hlm.113.

Penelitian ini membahas mengenai analisis yuridis penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam Akta PPAT maka diharapkan Teori Penyelundupan Hukum merupakan teori yang dianggap paling relevan kepada penelitian ini yang bertujuan untuk dapat menghindarkan suatu akibat hukum yang tidak dikehendaki atau untuk mewujudkan suatu akibat hukum yang dapat dikehendaki. Akibat dari adanya penyelundupan hukum tersebut mengakibatkan batalnya perbuatan hukum yang bersangkutan.24

Penyelundupan hukum terjadi bilamana ada seseorang atau pihak-pihak yang mempergunakan berlakunya hukum dengan cara-cara yang tidak benar dengan maksud dengan menghindari berlakunya hukum atau peraturan-peraturan yang sudah ada.25

Konsepsi adalah bagian yang terpenting dalam teori, yang diterjemahkan sebagai usaha membawa dari abstrak menjadi suatu yang konkrit dan disebut operasional definition. Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama

dalam judul penelitian, bukanlah untuk keperluan semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani proses penelitian bersangkutan.

2. Konsepsi

26

Menurut Burhan Ashofa, suatu konsep merupakan abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari jumlah karakteristik kejadian,

24Lisa Desiana, Penyelundupan Hukum, http: //prezi.com/m/hnxfyetn5m-q/penyelundupan-hukum. html, diakses pada tanggal 9 april 2017.

25 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2013, hlm.72.

26 Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1999, hlm.107.

keadaan, kelompok atau individu tertentu.27 Oleh karena itu dalam penelitian ini didefinisikan beberapa konsep dasar atau istilah, agar pelaksanaannya sebagian diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu : Kuasa Mutlak adalah kuasa yang didalamnya mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa yang tujuannya adalah untuk memindahkan hak atas tanah secara terselubung.28

Akta PPAT adalah Akta tanah yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.29

Metode penelitian merupakan suatu sistem dan suatu proses yang mutlak harus dilakukan dalam suatu kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan. Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiataan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu dengan jalan menganalisanya, kecuali itu diadakan juga pemeriksaan suatu mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang bersangkutan.

G. Metode Penelitian

30

27 Burhan Ashofa,Op.cit, hlm. 19.

28 Republik Indonesia, Intruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah,Diktum kedua.

29 Kartini Soedjendro,Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah yang berpotensi Konflik, Tafsir Sosial Hukum PPAT-Notaris Ketika Menangani Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Yogyakarta : Kanisius,2001, hlm.7.

30 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkatan, Jakarta : Rajawali Pers, 1995, hlm.43.

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan mengkategorikan sebagai suatu penelitian yang bersifat yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan dengan meneliti data sekunder.31

Maksud dari yuridis normatif adalah penelitian merupakan pengungkapan dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang merujuk pada sumber bahan hukum, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum, demikian juga hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan objek.32

Penelitian dengan menggunakan metode yuridis normatif ini diambil dengan mempertimbangkan bahwa pendekatan ini dipandang cukup bisa untuk diaplikasikan dalam topik ini, karena metode penelitian ini akan diperoleh data dan informasi secara menyeluruh yang bersifat normatif, baik dari bahan hukum primer, sekunder,

Untuk penelitian ini, akan dilakukan dengan menguraikan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan menganalisis data-data yang ada secara komprehensif, yang merupakan data-data sekunder dari berbagai kepustakaan dan literatur baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan mupun informasi dari media massa yang dapat dijamin validitasnya. Sementara itu, pendekatan penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif analitis yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan dianalisis dengan doktrin dari para sarjana hukum.

31 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1983, hlm.24.

32 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2011, hlm.106.

maupun tersier. Data atau informasi yang didapatkan akan diambil perbandingannya dengan menggunakan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penggunaan surat kuasa mutlak dalam Akta PPAT.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dan dokumen, yang merupakan hasil penelitian dan pengolahan orang lain, yang sudah tersedia dalam bentuk buku-buku atau dokumen yang biasanya disediakan diperpustakaan, atau milik pribadi.33

a. Bahan Hukum Primer

Data sekunder dalam penelitian tesis ini diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu untuk memperoleh bahan-bahan hukum yang digunakan dengan mengumpulkan data-data yang ada di kepustakaan yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, antara lain:

Bahan hukum primer ini sendiri adalah bahan-bahan utama yang akan menjadi dasar untuk membuat penelitian ini melalui bahan hukum primer inilah nantinya akan diolah data-data yang akan dimasukkan menjadi substansi-substansi penelitian.

Adapun bahan-bahan hukum primer yang akan digunakan adalah segenap peraturan perundang-undangan yang ada, antara lain :

1) Kitab undang-undang hukum perdata

33 Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung:

Mandar Maju, 1995, hlm. 65.

2) Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun 1982 tentang Larangan Penggunaan Kuasa Mutlak Sebagai Pemindahan Hak Atas Tanah.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

4) Putusan Mahkamah Agung Nomor Perkara 104 K/TUN/2013 Tentang Penggunaan Surat Kuasa Mutlak dalam Akta PPAT.

5) Peraturan-peraturan lainnya yang mendukung.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, makalah-makalah, artikel-artikel, dan tulisan-tulisan yang isinya berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat penunjang untuk dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, jurnal hukum jurnal ilmiah, surat kabar, internet, serta makalah-makalah yang berkaitan dengan objek penelitian.34

Data primer yaitu data yang diambil langsung oleh peneliti dengan wawancara yang dilakukan secara terarah

Bahan hukum tersier ini merupakan bahan tambahan yang juga merupakan pelengkap terhadap data-data yang akan dirangkum dalam mengisi penelitian ini sehingga menjadi karya ilmiah yang nantinya tersusun secara terangkai dan berurutan.

35

34 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung :Alfabeta, 2009 hlm.137.

35 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri,Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988, hlm.55.

, yaitu kepada PPAT untuk menunjang penelitian ini.

3. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Penelitian Kepustakaan (Library Research).

Penelitian Kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan data sekunder yng terkait dengan permasalahan yang diajukan dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait. Metode penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, asas-asas dan hasil-hasil pemikiran lainnya yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.36

Adapun alat pengumpulan data yang akan digunakan dalam penulisan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi dokumen dan pedoman wawancara. Studi dokumen merupakan alat atau instrumen yang dikembangkan untuk penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis isi.

Dalam teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan (Library Research) ini, akan dipelajari, diinventarisi, dikumpulkan, dan diolah data-data yang berupa peraturan-peraturan perundang-undangan, informasi-informasi, karya tulis ilmiah, pendapat para ahli sarjana hukum, media-media cetak dan media elektronik, dan sumber-sumber tertulis lain yang ada guna mendukung penulisan penelitian ini sampai dengan selesai.

37

36 Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2002, hlm.106.

37 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta : Rake Sarahsin, 1996, hlm.136.

Selain itu digunakan juga dalam penelitian untuk mencari bukti-bukti, landasan hukum dan

peraturan-peraturan yang pernah berlaku. Subjek penelitiannya dapat berupa buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan.

Pedoman wawancara yaitu sebuah instrumen atau alat yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara dalam bentuk dialog.38

4. Analisis Data

Dalam pelaksanaannya, penelitian pedoman wawancara yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dengan PPAT.

Penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisi data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan.39

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan Metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

40

Dalam penelitian ini, langkah yang pertama kali dilakukan adalah mengumpulkan data dari bahan hukum primer yaitu berupa putusan perkara, data tersebut kemudian diklarifikasikan sesuai dengan masalah pokok yang diteliti dan diolah kemudian disajikan dengan cara membandingkan dengan konsep-konsep yang

38 Ibid, hlm.137.

39 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2001, hlm.106.

40 Lexy J. Moleong.Metode Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004, hlm.3.

ada pada bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku dan literatur lainnya.41 Terhadap data tersebut kemudian dilakukan pembahasan dengan membandingkan teori-teori atau aturan-aturan yang mengaturnya, sehingga analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara kualitatif yang artinya penelitian ini akan berupaya untuk memaparkan sekaligus melakukan analisis terhadap permasalahan yang ada dengan kalimat yang sistematis untuk memperoleh kesimpulan jawaban yang jelas dan benar. Sehingga ditarik suatu kesimpulan dengan metode berpikir deduktif yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya menarik hal-hal yang khusus dengan menggunakan ketentuan berdasarkan pengetahuan umum, seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat khusus sehingga diharapkan dapat menjawab semua permasalahan-permasalahan hukum dalam penelitian ini.42

41 Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Jambi : Mandar Maju, 2008, hlm.174.

42 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, hlm.112

BAB II

KEBERADAAN SURAT KUASA MUTLAK DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG BERLAKU

A. Tinjauan Tentang Surat Kuasa 1. Pengertian Kuasa

Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang mempunyai hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak dapat melakukan perbuatan itu sendiri. Hal tersebut dapat disebabkan karena perbenturan kepentingan pada waktu yang sama atau kurangnya pengetahuan seseorang terhadap seluk beluk pengurusan sesuatu yang menjadi kepentingannya.

Untuk mengatasi hambatan-hambatan tersebut, diperlukan jasa orang lain untuk membantu menyelesaikan suatu kepentingan atas nama dari orang yang meminta bantuannya. Dari kenyataan ini terlihat, adanya perwakilan, dimana seseorang melakukan suatu pengurusan suatu kepentingan tetapi bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk orang lain yaitu pemilik kepentingan yang sebenarnya.

Dalam bahasa hukum, perwakilan ini disebut juga dengan nama pemberian kuasa.

Pemberian kuasa sudah biasa dan sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari walaupun dilakukan dalam cara yang sangat sederhana dan tanpa ada perjanjian tertulis. Pasal 1792 KUHPerdata memberikan pengertian pemberian kuasa sebagai berikut : “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan mana seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.

Menyelenggarakan suatu urusan yang dimaksud adalah melakukan suatu perbuatan hukum, yaitu suatu perbuatan yang mempunyai akibat hukum. Bahwa apa yang dilakukan itu adalah atas tanggungan si pemberi kuasa dan segala hak dan kewajiban yang timbul dari perbuatan yang dilakukannya itu menjadi hak dan kewajiban orang yang memberi kuasa.43

Pemberian kuasa sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1792 KUHPerdata, adalah persetujuan seseorang sebagai pemberi kuasa dengan orang lain sebagai penerima kuasa; guna melakukan perbuatan/tindakan untuk dapat “atas nama” si pemberi kuasa. Dari pengertian yang tersebut, sifat pemberian kuasa tiada lain dari pada mewakili atau perwakilan.44 Pemberian kuasa itu menerbitkan

“perwakilan”45

1. Pemberian kuasa tersebut merupakan suatu perjanjian;

, yaitu adanya seorang yang mewakili orang lain untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Perwakilan seperti ini ada yang dilahirkan oleh Undang-Undang dan ada oleh suatu perjanjian.

Ketentuan Pasal 1792 KUHperdata maka dapat diambil kesimpulan bahwa unsur dari pemberian kuasa adalah :

2. Adanya penyerahan kekuasaan atau wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa;

3. Adanya perwakilan, yaitu seseorang mewakili orang lain dalam mengurus suatu kepentingan.

43R.Subekti ,Op.cit, hlm.141.

44M. Yahya Harahap, Op.cit, hlm.306.

45R.Subekti ,Op.cit, hlm.141.

Aspek yang perlu diperhatikan dari batasan tersebut di atas bahwa pemberian kuasa harus berupa “menyelenggarakan suatu urusan”, dalam arti melakukan suatu perbuatan hukum tertentu yang akan melahirkan akibat hukum tertentu karena perbuatan hukum itulah yang bisa dikuasakan kepada orang lain. Dalam pemberian kuasa, orang yang telah diberikan kepadanya kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum maka apa yang dilakukannya dalam pengurusan adalah atas nama orang yang memberikan kuasa.

2. Jenis-Jenis Surat Kuasa

Pasal 1793 KUHPerdata menyatakan dari cara pemberian kuasa dapat diberikan dan diterima, yaitu dengan memakai:

1. Akta Umum

Pemberian kuasa dengan akta umum adalah suatu pemberian yang dilakukan antara pemberi kuasa dan penerima kuasa dengan menggunakan akta otentik.

Adapun yang dimaksud dengan Akta Otentik, dinyatakan dalam Pasal 1868 KUHPerdata :

“Suatu Akta Otentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh dan dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuat”

2. Tulisan Dibawah Tangan

Pemberian kuasa dengan surat dibawah tangan adalah pemberian kuasa yang dilakukan antara pemberi kuasa dengan penerima kuasa, artinya surat pemberian kuasa itu diletakkan didalam suatu surat diatas segel dan hanya dibuat oleh para

pihak tanpa melalui seorang pejabat umum pemberian kuasa ini. Dengan kekuatan pembuktiannya terletak pada segi pengakuan saja, kalau diakui maka akan menjadi bukti yang sempurna, namun apabila disangkal maka orang yang mempergunakannya harus membuktikan kebenarannya. Tulisan dibawah tangan ini apabila didaftarkan atau dicatat pada pejabat umum/Notaris dapat ditingkatkan menjadi akta otentik.

3. Sepucuk Surat

Pemberian kuasa yang diberikan dengan cara surat biasa adalah surat tidak diatas segel yang juga memuat persetujuan yang dinyatakan antara si pemberi kuasa dengan si penerima kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum.

4. Lisan

Pemberian kuasa yang dilakukan dengan diucapkan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa dan selanjutnya pemberian kuasa ini diterima baik oleh penerima kuasa.

5. Secara Diam-Diam

Pemberian kuasa secara diam-diam adalah suatu kuasa yang dilakukan secara diam-diam oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa.

Pasal 1795 KUHPerdata menyatakan dari sifat perjanjiannya, maka pemberian kuasa dapat dengan cara, yaitu :

1. Pemberian Kuasa Khusus

Pasal 1795 KUHPerdata menyatakan : “Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu mengenai hanya satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa”46

Pemberian kuasa secara khusus ini berisi tugas tertentu.Pemberi kuasa hanya menyuruh si kuasa untuk melaksanakan suatu atau beberapa hal tertentu saja contohnya hanya untuk menjual sebuah rumah, atau untuk menggugat seseorang tertentu saja.47

2. Pemberian Kuasa Umum

Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal.

Namun, agar bentuk kuasa yang disebut dalam pasal ini sah sebagai surat kuasa khusus di depan pengadilan, kuasa tersebut harus disempurnakan terlebih dahulu dengan syarat-syarat yang disebut Pasal 123 HIR.

Pemberian kuasa umum yaitu pemberian kuasa yang dilakukan oleh pemberi kuasa kepada penerima kuasa yang isi atau substansi luasnya bersifat umum dan segala kepentingan diri pemberi kuasa.

Pasal 1796 ayat (1) KUHPerdata menyatakan :

“Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan”48

46 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pasal 1795.

47 M.Yahya Harahap, Op.cit, hlm.309.

48 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), Pasal 1796 ayat (1).

Menurut Pasal ini, kuasa umum bertujuan memberi kuasa kepada seseorang untuk mengurus kepentingan pemberi kuasa, yaitu:

1. Melakukan tindakan pengurusan harta kekayaan pemberi kuasa;

2. Pengurusan itu, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan pemberi kuasa atas harta kekayaannya;

3. Dengan demikian titik berat kuasa umum, hanyalah meliputi perbuatan dan pengurusan kepentingan pemberi kuasa

Segi hukum dari kuasa umum adalah pemberian kuasa mengenai pengurusan yang disebut beherder atau manager untuk mengatur kepentingan pemberi kuasa.

Oleh karena itu, ditinjau dari segi hukum surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa. Sebab sesuai dengan ketetntuan Pasal 123 HIR untuk dapat tampil di depan pengadilan sebagai wakil pemberi kuasa, penerima kuasa harus mendapat surat kuasa khusus.49

3. Pemberian Kuasa Istimewa

Pasal 1796 KUHPerdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa, selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan Pasal 157

Pasal 1796 KUHPerdata mengatur perihal pemberian kuasa istimewa, selanjutnya ketentuan pemberian kuasa istimewa dapat dikaitkan dengan Pasal 157