• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pendorong Pergeseran Bahasa

Dalam dokumen BAB I BAHASA DAN KEBUDAYAAN (Halaman 118-122)

PERUBAHAN, PERGESERAN, DAN PEMERTAHANAN BAHASA

2. Pengertian Pergeseran Bahasa

2.1 Faktor Pendorong Pergeseran Bahasa

Beberapa kondisi cenderung diasosiasikan dengan pergeseran bahasa. Akan tetapi, kondisi yang paling mendasar adalah bilingualisme, meskipun bilingualisme bukan satu-satunya hal yang mendorong terjadinya pergeseran bahasa. Menurut Lieberson (1972, 1980) hampir semua kasus pergeseran bahasa dalam masyarakat terjadi melalui peralihan intergenerasi. Dengan kata lain, peralihan bahasa terjadi melalui beberapa generasi dalam satu masyarakat bilingual dalam jangka waktu yang cukup panjang. Namun, ada juga komunitas bilingual yang tetap bilingual selama berabad-abad, sehingga ini berarti bahwa keberadaan masyarakat bilingual tidak berarti akan terjadinya pergeseran bahasa.

119

Ada banyak faktor yang menyebabkan pergeseran dan kepunahan suatu bahasa. Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan di berbagai tempat di dunia, faktor-faktor tersebut seperti loyalitas bahasa, konsentrasi wilayah pemukiman penutur, pemakaian bahasa pada ranah tradisional sehari-hari, kesinambungan peralihan bahasa- ibu antargenerasi, pola-pola kedwibahasaan, mobilitas sosial, sikap bahasa, dan lain-lain. Menurut Romaine (1989) faktor-faktor itu juga dapat berupa kekuatan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, kelas sosial, latar belakang agama dan pendidikan, hubungan dengan tanah leluhur atau asal, tingkat kemiripan antara bahasa mayoritas dengan bahasa minoritas, sikap kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas, perkawinan campur, kebijakan politik pemerintah terhadap bahasa dan pendidikan kelompok minoritas, serta pola pemakaian bahasa.

Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus pergeseran bahasa di Oberwart-Austria berbeda dari faktor-faktor penyebab atas kasus yang sama di Sutherland-Scotlandia ataupun kasus pergeseran dan pemertahanan bahasa Lampung di Lampung. Grosjean (1982:107) mengelompokkan faktor-faktor itu ke dalam lima faktor: sosial, sikap, pemakaian bahasa, kebijakan pemerintah, dan faktor-faktor lain. Adanya pola-pola sosial dan budaya yang beragam dalam suatu masyarakat ikut menentukan identitas sosial dan keanggotaan kelompok sosialnya, faktor-faktor sosial itu meliputi status sosial, kedudukan sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan atau jabatan, serta keanggotaan seseorang dalam suatu jaringan sosial.

Menurut para ahli bahasa, selain bilingualisme terdapat beberapa faktor lain yang menjadi pemicu pergeseran bahasa. Faktor-faktor tersebut antara lain migrasi, baik yang dilakukan oleh kelompok kecil ke wilayah yang menyebabkan bahasa mereka tidak lagi digunakan, maupun oleh kelompok besar yang memperkenalkan populasi lokal dengan bahasa baru, industrialisasi dan perubahan ekonomi, sekolah bahasa dan kebijakan pemerintah, urbanisasi prestise yang lebih tinggi, dan jumlah populasi yang lebih sedikit untuk bahasa yang mengalami pergeseran. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Holmes (2001) bahwa faktor-faktor yang medorong pergeseran bahasa adalah fakor ekonomi, sosial, politik, demografis, perilaku, dan nilai dalam suatu komunitas.

Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Faktor Ekonomi, Sosial, dan Politik

Masyarakat memandang adanya alasan penting untuk mempelajari bahasa kedua dan mereka tidak memandang perlu untuk mempertahankan bahasa etnisnya. Semua

120

itu untuk tujuan meningkatkan ekonomi, status sosial, atau kepentingan politik. Salah satu faktor ekonomi itu adalah industrialisasi (yang kadang-kadang bergabung dengan faktor migrasi). Kemajuan ekonomi kadang-kadang mengangkat posisi sebuah bahasa menjadi bahasa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Bahasa Inggris misalnya, menjadi minat banyak orang untuk menguasai dan kalau perlu meninggalkan bahsa pertama.

b . Faktor Demografi

Letak daerah baru yang jauh dari daerah asal bisa menjadi salah satu penyebab terjadinya pergeseran bahasa. Hal ini disebabkan kelompok-kelompok pendatang akan mengadakan asimilasi dengan penduduk setempat agar mudah diterima menjadi bagian masyarakat setempat. Pergeseran bahasa biasanya terjadi di negara, daerah, atau wilayah yang bisa memberi harapan untuk kehidupan sosial ekonomi yang lebih baik sehingga mengundang penduduk daerah lain untuk mendatanginya. Adanya pergeseran bahasa tersebut dapat mengakibatkan punahnya suatu bahasa karena ditinggalkan oleh para penuturnya. Peristiwa ini terjadi bila pergeseran bahasa terjadi di daerah asal suatu bahasa digunakan.

c. Sekolah

Sekolah sering juga dituding sebagai faktor penyebab bergesarnya bahasa ibu murid, karena sekolah biasanya mengajarkan bahasa asing kepada anak-anak. Anak- anak ini kemudian menjadi dwibahasawan. Padahal. Kedwibahasaan seperti kita ketahui, mengandung resiko bergesarnya salah satu bahasa. Sekolah pada zaman Belanda di Indonesia kadang-kadang tidak mengizinkan pemakaian bahasa daerah, bahasa pengantar harus dengan bahasa Belanda.

d. Migrasi

Salah satu faktot itu adalah migrasi atau perpindahan penduduk, yang bisa berwujud dua kemungkinan. Pertama, kelompok-kelompok kecil bermigrasi ke daerah atau Negara lain yang tentu saja menyebabkan bahasa mereka tidak berfungsi di daerah baru. Ini misalnya terjadi pada kelompok-kelompok migrasi berbagai etnik di Amerika Serikat. Kedua, gelombang besar penutur bahasa bermigrasi membanjiri sebuah wilayah kecil dengan sedikit penduduk, menyebabkan penduduk setempat terpecah dan bahasanya tergeser.Ini misalnya banyak terjadi di wilayah Inggris ketika industry mereka berkembang. Beberapa bahasa kecil tergeser oleh bahasa Inggris yang dibawa oleh para buruh industri ke tempat kecil itu.

121

Para linguis seperti Danie, Tallei, Yahya, Walker, dan Ayatrohaedi dengan hasil penelitian yang telah mereka lakukan sebelumnya terhadap beberapa daerah mengutarakan umumnya beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran bahasa ialah, bahasa itu akan punah ketika tidak ada lagi penutur di dalamnya, punahnya bahasa juga dipengaruhi oleh arus mobilitas para penuturnya.

Namun, kita setidak-tidaknya dapat menunjuk tanda-tanda bahwa guyup itu dalam proses pergeseran bahasa pada saat tertentu. Suatu kecenderungan umum untuk mempertahankan perbedaan antara “kita” dan “mereka”, yaitu warga (dalam kelompok) dan bukan warga (luar kelompok), merupakan tanda bahwa pergeseran tidak sedang dalam proses. Bahasa sering menjadi fokus bagi konsep tentang “kita-mereka” itu: orang yang berbahasa sama dengan saya orang kita, warga kita; mereka yang berbahasa lain adalah orang diluar kelompok kita.

Prasyarat nyata bagi pergeseran bahasa adalah kedwibahasaan, tetapi banyak masyarakat dwibahasa, diglosianya benar-benar stabil. Barangkali tanda awal pergeseran adalah bergeraknya satu bahasa (B2, bahasa baru, bahasa dominan) ke dalam ranah yang semula memakai bahasa lain. Tahap-tahap selanjutnya memiliki beberapa ciri. Bahasa yang sedang bergeser itu mungkin akan dianggap atau dipandang rendah (inferior) dibandingkan dengan bahasa baru, bahkan mungkin dipandang lebih rendah dari satu atau lebih ragam bahasa dari bahasa yang sama. Bisa jadi terdapat ketidakseimbangan dalam peminjaman bahasa: kata-kata dari bahasa baru bebas dipinjam oleh bahasa lama, tetapi arah yang sebaliknya sangan jarang. Jika agama merupakan suatu jalan untuk bergeser ke kelompok lain, pergeseran bahasa akan mendekati sempurna manakala kegiatan keagamaan diselenggarakan dalam bahasa baru. Akhirnya, suatu tanda yang tak mungkin salah lagi bagi tahap akhir pergeseran bahasa adalah kalau orang tua yang dwibahasawan mewariskan hanya bahasa baru kepada anak-anak mereka.

Tanda-tanda yang lebih luas lagi adalah kondisi-kondisi sosial ekonomi dalam skala besar yang menyebabkan pergeseran, meskipun ini bukan jaminan pasti. Orang yang tinggal di pusat perkotaan, industri, atau perdagangan, kalau dia adalah penutur bahasa minoritas, sangat mungkin bergeser bahasanya ke bahasa yang pakai secara luas di situ. Orang yang tinggal di wilayah terpencil secara geografis, atau berani, mempunyai kesempatan lebih baik untuk mempertahankan bahasa minoritas. Perbaikan transportasi (jalan, angkutan, kendaraan) dan komunikasi (radio, televisi, telepon, koran) ke kota, dari pusat kebudayaan yang terkait dengan bahasa baru (ibu kota, ilmu, teknologi) juga

122

mendorong pergeseran. Namun, faktor-faktor umum semacam itu hanyalah kondisi yang mungkin menyebabkan suatu guyup mengidentifikasikan diri dengan guyup baru dan besar. Apakah pergeseran bahasa itu betul-betul sedang berlangsung, harus dijawab dengan penelitian guyup demi guyup secara etnografi.

Penelitian yang dilakukan Lieberson terhadap guyup keturunan Prancis di Kanada merupakan contoh jelas tentang kasus kedwibahasaan yang stabil. Pola-pola kedwibahasaan disini bukanlah bukti perubahan bahasa karena perjalanan waktu melainkan merupakan masalah penjenjangan umur. Penutur bahasa Prancis di Mentreal memakai bahasa Inggris hanya kalau bahasa Inggris itu dituntut oleh ranah tertentu, misalnya setelah dia pensiun. Bagaimana pun, di sini tidak ada kecendrungan sama sekali untuk menurunkan bahasa Inggris kepada anak-anak; sebaliknya, anak-anak di bawah usia sekolah kebanyakan tetap ekabahasawan Prancis. Penelitian terhadap guyup Indian Tiwa menunjukkan bahasa Tiwa tetap dipertahankan selama beberapa abad terakhir, sementara bahasa H telah bergeser dari bahasa Spayol ke bahasa Inggris. Sebagian data menunjukkan, pergeseran Tiwa ke Inggris sedangkan dimulai, tetapi petunjuk-petunjuk lain menyarankan tidak adanya pergeseran itu, atau bahkan ada harus balik yang terjadi, yaitu dari bergeser ke bertahanan.

Hal serupa terjadi pada bergesernya B2 yang satu ke B2 yang lain, sementara B1 tetap bertahan juga terjadi di guyup lolohan putih. Sikap keagamaan penutur terhadap B2 sangat menentukan, atau setidak-tidaknya merupakan faktor utama.

Dalam dokumen BAB I BAHASA DAN KEBUDAYAAN (Halaman 118-122)