B EBERAPA K AJIAN P ENGANTAR Prolog
III. Faktor Perbedaan Pendapat tentang Sebagian Sifat Allah swt.
Terdapat sebagian dari Muslimin yang percaya bahwa Allah telah menciptakan Adam as. dalam bentuk rupa-Nya1; Dia memiliki jari-jari,2 betis,3 dan kaki. Bahsa Dia juga meletakkan kaki-Nya di dalam neraka Jahanam pada hari Kiamat sehingga neraka Jahanam itu berteriak:
“Cukup, cukup, cukup!”4. Bahwasanya Allah memiliki tempat; Dia
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain., karena Rasulullah saw. bersabda: “Sebelum segala sesuatu diciptakan, tidak ada sesuatu
apapun yang bersama Tuhan kita; yang berada di bawah-Nya adalah hawa, dan yang berada di atas-Nya juga hawa. Dan karena itu, Dia menciptakan
‘Arasy-Nya di atas air.”5
Beliau bersabda, “Sesungguhnya ‘Arasy Allah di seluruh langit-Nya
adalah seperti ini—beliau mengisyaratkan dengan tangannya bahwa ‘Arasy
itu seperti qubah—dan ‘Arasy itu membawa-Nya seperti layaknya binatang
tunggangan membawa penunggangnya.”6
Beliau bersabda: “Allah akan turun di penghujung malam ke langit
yang paling rendah seraya berfirman: ‘Siapakah yang memohon kepada-
1 Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Ist’dzân, bab Bad’ As-Salâm; Shahîh Muslim, kitab Al-
Jannah wa Shifah Na‘îmihâ, bab Yadkhul Al-Jannah Aqwâm(un) Afi’idatuhum mitsl(u) Af’idah Ath-Thair, hadis ke-28 dan kitab Al-Birr, bab An-Nahy ‘an Dharb Al-Wajh, hadis ke-115; Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 244, 251, 323, 365, 424, 462, dan 569.
2 Shahîh Al-Bukhârî, tafisr surat Az-Zumar, jil. 2, hal 122 dan kitab At-Tauhîd, bab
firman Allah “Lamâ kholaqtu bi yadî”, jil. 4, hal. 186 dan bab “wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh”, jil. 4, hal. 192; Shahîh Muslim, kitab Shifah Al-Qiyâmah wa Al-Jannah wa An-Nâr, hadis ke-19, 21, dan 22.
3Shahîh Al-Bukhârî, tafsir firman Allah “yauma yuksyaf ‘an sâq” yang terdapat dalam
surat Nun dan Al-Qalam, ayat 43 dan kitab At-Tauhîd, bab firman Allah “wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh”, jil. 4, hal. 189.
4Shahîh Al-Bukhârî, tafsir surat Qaf dan kitab At-Tauhîd, bab “inna rohmatallôh qarîb
minal-muhsinîn”, jil. 4, hal. 191; Sunan At-Tirmidzi, kitab Shifah Al-Jannah, bab Mâ
Jâ’a fî Khulûd Ahl Al-Jannah wa Ahl An-Nâr; Shahîh Muslim, kitab Al-Jannah wa
Shifah Na‘îmihâ, bab An-Nâr Yadkhuluhâ Al-Jabbârûn wa Al-Jannah Yadkhuluhâ adh-
Dhu‘afâ’, hadis ke-35, 36, 37, dan 38.
5Sunan Ibn Mâjah, Al-Muqadimah, bab Mâ Ankarat Al-Jahmiyah, hadis ke-182; Sunan
At-Tirmidzi, tafsir surat Hud, hadis pertama; Musnad Ahmad, jil. 4, hal. 11-12.
6 Sunan Abi Dawud, kitab As-Sunnah, bab Al-Jahmiyah, hadis ke-4726; Sunan Ibn
Mâjah, Al-Muqadimah, bab Mâ Ankarat Al-Jahmiyah; Sunan Ad-Dârimî, kitab Ar-
Raqâ’iq, bab Fî Sya’n As-Sâ‘ah wa Nuzûl Ar-Rabb Ta‘âlâ. Silakan juga rujuk buku At- Tauhîd, karya Muhammad bin Abdul Wahab (wafat 1206 H.) dan Minhâj As-Sunnah, karya Ibn Taimiyah.
Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya dan siapakah yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan kepadanya.’”1
Beliau bersabda: “Dia turun pada malam pertengahan Sya‘ban ke
langit yang paling rendah, lalu mengampuni.”2
Tentang Hari Kiamat beliau bersabda: “Tatkala neraka Jahanam ditanya: ‘Apakah kamu sudah penuh?’, ia akan menjawab: ‘Apakah ada
tambahan?’ Maka Allah meletakkan kaki-Nya di dalamnya. Setelah itu,
neraka Jahanam berkata: ‘Cukup, cukup!’”
Dan dalam hadis yang lain disebutkan: “Neraka tidak akan pernah
penuh sampai Allah meletakkan kaki-Nya (di dalamnya). Lalu, neraka akan
berkata: ‘Cukup, cukup!’ Dengan demikian, ia akan penuh dan segi-
seginya akan saling berhimpitan (karena kepenuhan).”3
Melihat Allah
Para perawi hadis meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. akan melihat Tuhannya pada Hari Kiamat. Beliau pernah bersabda: “Setelah para nabi
enggan memberikan syafaat, kaum mukminin datang kepadaku untuk memohon syafaat. Lalu aku pergi ke sisi Tuhanku untuk memohon izin, dan Dia memberikan izin kepadaku. Ketika aku melihat Tuhanku, aku bersimpuh. Kemudian aku memberikan syafaat secara terbatas. Lalu
1Shahîh Al-Bukhârî, kitab At-Tahajjud, bab Ad-Du‘â’ wa Ash-Shalâh wa Adz-Dzikr fî
Âkhir Al-Lail dan kitab At-Tauhîd, bab firman Allah “yurîdûna an(y) yubaddilû
kalâmallôh” dan kitab Ad-Da‘âwât, bab Ad-Du‘â’ Nishf Al-Lail; Shahih Muslim, kitab Ad-Du‘â’, bab At-Targhîb fî Ad-Du‘â’ wa Adz-Dzikr fî Âkhir Al-Lail; Sunan Abi Dawud, kitab As-Sunnah, bab Fî Ar-Radd ‘alâ Al-Jahmiyah, hadis ke- 4733; Sunan At-Tirmidzi, kitab Ash-Shalâh, bab Mâ Jâ’a fî Nuzûl Ar-Rabb ilâ As-Samâ’ Ad-Dunyâ Kulla Lailah, jil. 2, hal. 233 dan 235 dan kitab Ad-Da‘awât, bab Haddatsanî Al-Anshârî, jil. 13, hal. 30; Sunan Ibn Mâjah, kitab Iqâmah Ash-Shalâh, bab Yanzilullâh ilâ As-Samâ’ Ad- Dunyâ; Muwatha’ Malik, kitab Al-Qur’an, bab 30; Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 264, 267, 282, 419, 433, 487, 504, dan 521, jil. 3, hal. 34, dan jil. 4, hal. 16.
2Sunan At-Tirmidzî, bab-bab Ash-Sahum, bab Mâ Jâ’a fî Lailah An-Nishf min Sya‘ban;
Sunan Ibn Mâjah, kitab Ash-Shalâh, bab Mâ Jâ’a fî Lailah An-Nishf min Sya‘ban; Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 433.
3 Kedua hadis tersebut diriwayatkan oleh Au Hurairah dalam tafsir surat Qaf yang
terdapat di dalam buku Shahîh Al-Bukhârî, jil. 3, hal. 128 dan bab “wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh” dari kita At-Tauhîd, jil. 4, hal. 191. Diriwayatkan dari Anas
bahwa hadis “Kaki Allah” itu termaktub di dalam bab firman Allah swt.: “wa huwa-l
‘azîzul hakîm subhânaka robbik” dari kita At-Tauhîd, jil. 2, hal. 396. Begitu juga silakan Anda rujuk Sunan At-Tirmidzi, kitab Al-Jannah, bab Mâ jâ’a fî Khulûd Ahl Al-Jannad wa Ahl An-Nâr, jil. 10, hal. 29 dan Musnad Ahmad, jil. 2, hal. 396.
kumasukkan mereka ke dalam surga. Lalu aku kembali ke tempatku semula. Ketika aku melihat Tuhanku, aku bersimpuh dan bersujud ....”1
Beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah swt. turun (berada) di tengah-
tengah para hamba-Nya pada Hari Kiamat untuk memutuskan seluruh
urusan mereka.”2
Beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian semua akan melihat Tuhan
kalian dengan mata kepala kalian sendiri.”3
Beliau bersabda juga: “Sesungguhnya kaum muslimin akan melihat
Tuhan mereka pada Hari Kiamat sebagaimana mereka melihat bulan.
Bahkan saat melihat Tuhan, mereka tidak terhalangi oleh sesuatu pun.”4
Pada saat itu (Hari Kiamat) Allah berfirman: “Barang siapa menyem-
bah sesuatu, ia akan mengikutinya. Di antara mereka ada yang mengikuti matahari; ada yang mengikuti bulan; dan ada yang mengikuti taghut. Dan dari umat ini terdapat golongan munafik. Allah datang kepada mereka dengan wajah yang tidak mereka kenal seraya ber-firman: ‘Aku adalah
Tuhanmu.’ Mereka menjawab: ‘Kami berlindung kepada Allah darimu. Di
sinilah tempat kami sehinga Tuhan kami mendatangi kami. Jika Dia
mendatangi kami, pasti kami mengenalnya.’ Lalu Allah mendatangi mere-
ka dengan wajah yang mereka kenal seraya berfirman: ‘Aku adalah
Tuhanmu.’ Mereka menjawab: ‘Kali ini Engkau adalah benar-benar tuhan
kami.’ Dan mereka mengikuti-Nya.”5
Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Sehingga ketika tidak tersisa
kecuali orang yang selalu menyembah Allah, yang baik ataupun yang jahat, Tuhan semesta alam mendatangi mereka dengan wajah yang tidak pernah
mereka kenali sebelumnya. Dia bertanya kepada mereka: ‘Apa yang kamu
1Shahîh Al-Bukhârî, kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt.: “limâ kholaqtu biyadî”, jil.
4, hal. 185 dan bab firman Allah: “wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh” dengan penjelasan yang lebih sempurna, jil. 4, hal. 190.
2Sunan At-Tirmidzi, kitab Az-Zuhd, bab Mâ Jâ’a fî Ar-Riyâ’ wa As-Sum‘ah, jil. 9, hal.
229.
3 Shahîh Al-Bukhârî, kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt.: “wujûh(un) yaumaidzin
nâdhiroh”, jil. 4, hal. 188.
4 Shahîh Al-Bukhârî, kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt. “wujûh(un) yaumaidzin
nâdhiroh”, kitab Ash-Shalâh, bab Fadhl Shalâh Al-‘Ashr dan bab Waqt Shalâh Al-‘Isyâ’ ilâ Nishf Al-Lail, dan kitab At-Tafsîr, bab surat Qaf; Shahîh Muslim, kitab ahs-Shalâh, bab Fadhl Shalâtai Ash-Shubh wa Al-‘Ashr wa Al-Muhâfazhah ‘alaihâ; Sunan At- Tirmidzi, kitab Shifah Al-Jannah, bab Mâ Jâ’a fî ru’yah Ar-Rabb, jil. 10, hal. 18-19.
5 Shahîh Muslim, kitab Al-Imân, bab Ma‘rifah Tharîq Ar-Ru’yah; Shahîh Al-Bukhârî,
kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt. “limâ kholaqtu biyadî”, jil. 4, hal. 188. Dan silakan merujuk tafsir surat Qaf.
tunggu? Setiap umat telah mengikuti apa yang sebelumnya mereka
sembah.’ Mereka menjawab: ‘Kami menunggu Tuhan kami yang selalu kami sembah.’ Dia berkata: ‘Akulah Tuhanmu.’ Mereka menjawab: ‘Kami tidak akan pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.’ Mereka mengucapkan itu dua atau tiga kali. Lalu Dia bertanya: ‘Apakah kalian
memiliki tanda yang dengannya kalian akan mengenal-Nya?’ ‘Betis’, jawab
mereka singkat. Dia menying-kap betis-Nya. Kemudian mereka bersujud dan mengangkat kepala. Saat itu wajah Allah telah berubah, tidak seperti
wajah pertama yang mereka lihat. Lalu, Allah berkata: ‘Akulah Tuhanmu.’
Mereka menjawab: ‘Engkau benar-benar Tuhan kami.’”1
Di Surga
Berkenaan dengan keadaan kaum Mukminin di surga, Rasulullah saw.
bersabda: “Tidak ada jarak bagi mereka di surga ‘Adn untuk melihat
Tuhannya kecuali tabir keagungan yang tergantung di wajah-Nya.”2
Beliau bersabda: “Ketika penghuni surga masuk ke dalamnya, Allah
swt. berfirman: ‘Apakah kalian menginginkan sesuatu?’ Mereka menjawab: ‘Apakah Engkau belum memutihkan wajah kami? Apakah Engkau belum
memasukkan kami ke dalam surga dan menyelamatkan kami dari neraka?
Cukuplah semua itu bagi kami.’ Lalu Dia menying-kapkan tabir, maka
tidak ada anugerah yang lebih mereka cintai dari yang telah diberikan kepada mereka daripada melihat Tuhan ‘Azza Wajalla.’”3
Rasulullah saw. bersabda: “Ketika penghuni surga sedang tengge-lam
dalam nikmat mereka, tiba-tiba seruak cahaya melejit ke atas. Mereka mengangkat kepala dan seketika Tuhan telah mengawasi mereka. Dia
berfirman: ‘Salam sejahtera bagimu, hai penghuni surga!’ Hal itu adalah
1Shahîh Muslim, kitab Al-Imân, bab Ma‘rifah Tharîq Ar-Ru’yah, hadis ke-229. Redaksi
hadis itu berasal dari bukunya; Shahîh Al-Bukhârî, tafsir surat An-Nisa’, bab firman
Allah “innallôh lâ yazhlim mitsqâla dzarrah”, jil. 3, hal. 80. Redaksi di dalam buku telah diringkas dan kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt.:“wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh”, jil. 4, hal. 189.
Seandainya Tuhan mereka telah memberikan anugerah kepada mereka dan mereka memberitahukan kepada kita wajah-Nya yang telah dilihatnya dan betis-Nya yang berfungsi sebagai tanda pengenal antara mereka dan Tuhan mereka, niscaya hal itu adalah sebuah keutamaan yang mereka pasti disyukuri dan dipuji karena itu.
2 Shahîh Al-Bukhârî, kitab At-Tauhîd, bab firman Allah swt. “wujûh(un) yaumaidzin
nâdhiroh”, jil. 4, hal. 191; Shahîh Muslim, kitab Al-Imân, Bab Itsbât Ru’yah Al- Mukminin fî Al-Âkhirah Rabbahum, hadis ke-296.
3 Shahîh Muslim, kitab Al-Imân, Bab Itsbât Ru’yah Al-Mukminin fî Al-Âkhirah
arti firman Allah: ‘Salam sejahtera sebagai ucapan dari Tuhan Yang Maha Pengasih.’” Beliau melanjutkan: “Allah memandang mereka dan mereka
memandang-Nya. Dengan itu mereka tidak lagi memperhatikan nikmAt- nikmat yang lain selama memandang-Nya sampai Dia menghilang dari pandangan mereka, tetapi cahaya dan berkah-Nya masih tersisa.”1
Beliau bersabda: “Orang yang paling mulia di antara mereka adalah
orang yang melihAt-Nya di pagi dan petang hari.” Lalu beliau membaca
firman Allah: “Wujûh(un) yaumaidzin nâdhiroh, ilâ robbihâ nâzhiroh”.2
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya penghuni surga akan
bertamu kepada Allah ‘Azza Wajalla dan Dia menampakkan ‘Arasy-Nya kepada mereka, serta menemui mereka di salah satu taman surga. Tidak ada satu orang pun dari mereka kecuali Dia mengajaknya berbicara, bahkan sampai-sampai Dia bertanya kepada salah seorang dari mereka:
‘Hai Fulan, apakah Engkau tidak ingat suatu hari kamu berbuat demikian?’ Dia menimpali: ‘Hai Tuhanku, apakah Engkau tidak akan mengampuniku?’ Dia menjawab: ‘Iya! Aku telah mengampunimu.’ Mereka
berkata: ‘Kemudian kami pulang kembali ke rumah kami dan disambut
oleh istri kami seraya menyapa: ‘Selamat datang. Keindahan, cahaya, dan
wewangian yang kamu miliki sekarang ini lebih baik dari keindahan,
cahaya, dan wewangian saat sebelum kamu pergi dariku.’ Kami menjawab:
‘Pada hari ini kami telah duduk bersama Tuhan kami. Kami memang
pantas untuk berubah seperti ini.’”3
Kami kira cukup untuk menyebutkan sekian banyak hadis yang menjelaskan sifat-sifat organ tubuh Allah, dan bahwa hamba-hamba akan melihAt-Nya pada Hari Kiamat. Karena, kami hanya bermaksud untuk memberikan contoh dalam rangka menjelaskan sebab perbedaan pendapat dalam hal ini, bukan untuk menyebutkan seluruh hadis yang berkaitan dengannya. Pada pembahasan selanjutnya kita akan mempelajari perbe- daan pendapat tentang takwil hadis-hadis tersebut.
Perbedaan Pendapat Tentang Takwil Hadis-Hadis Tersebut
Di kalangan muslimin, terdapat orang-orang yang meyakini seluruh hadis tersebut secara literal, dan menganggap bahwa beriman kepadanya berarti
1Sunan Ibn Mâjah, kitab Al-Muqadinah, bab Fiî Mâ Ankarat Al-Jahmiyah, hadis 184. 2Sunan At-Tirmidzi, kitab Shifah Al-Jannah, bab Ru’yah Ar-Rabb, jil. 10, hal. 18-19. 3Sunan Ibn Mâjah, kitab Az-Zuhd, bab Shifah Ahl Al-Jannah, hadis ke-4336, hal. 1451-
1452; Sunan At-Tirmidzi, bab-bab Shifah Al-Jannah, bab Mâ Jâ’a fî Sûq Al-Jannah, jil. 10, hal. 16-17.
beriman kepada Allah dan bukti atas pengesaan-Nya. Mereka menyebut orang yang menakwilkan hadis-hadis tersebut dengan julukan Mu‘aththilah Ash-Shifât (golongan yang absen terhadap makna sifat-sifat Allah).
Muslim telah menyebutkan hadis-hadis itu dalam bab Al-Imân dari Shahîh-nya dan Al-Bukhari memasukkannya ke dalam bab At-Tauhîd dari Shahîh-nya. Ibn Khuzaimah1 telah menulis sebuah buku yang berjudul At-
Tauhîd wa Itsbât Shifât Ar-Rabb ‘Azza Wajalla allatî Washafa bihâ Naf-sah fî Tanzîlih wa ‘alâ Lisân Nabiyyih, Naql Al-Akhbâr Ash-Shahîhah Naql Al-‘Udûl ‘an Al-‘Udûl min Ghairi Qath‘in fî Isnâd wa lâ Jarhin fî Nâqilî Al-Akhbâr Ats- Tsiqât.
Berikut ini adalah sebagian daftar isi buku tersebut seperti telah disebutkan di bagian akhirnya:
Bab-bab buku Ibn Khuzaimah. Penetapan Jiwa bagi Allah. Penetapan Wajah bagi Allah.
Bab Penjelasan Mengenai Wajah Tuhan Kita ‘Azza Wajalla. Bab Penetapan Mata bagi Allah ‘Azza Wajalla.
Bab Pembuktian bahwa Allah Dapat Mendengar dan Melihat. Bab Penetapan Tangan bagi Dzat Yang Maha Pencipta. Bab Penetapan Kaki bagi Allah.
Bab Pembuktian bahwa Seluruh Mukminin Dapat Melihat Allah ‘Azza Wajalla.
Bab Pembuktian bahwa Seluruh Mukminin akan Melihat Allah pada Hari Kiamat tanpa Tabir.
Al-Imam Al-HâfizhUtsman bin Sa‘id Ad-Dârimî (wafat 280 H.) pernah menulis sebuah buku yang berjudul Ar-Radd ‘alâ Al-Jahmiyah, dan di antara bab-babnya adalah:
Bab Bersemayamnya Allah di atas ‘Arasy dan ‘Arsy itu dapat Meng-halangi- Nya dari Makhluk.
Bab Turunnya Allah pada Malam Pertengahan Bbulan Sya‘ban Bab Turunnya Allah pada Hari Arafah
Bab Turunnya Allah pada Hari Kiamat untuk Menghisab Bab Turunnya Allah pada Penghuni Surga
1 Ia adalah Al-Hâfizh Imâm Al-A’immah Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah (wafat
311 H.), guru Al-Bukhârî dan Muslim dalam ilmu hadis. Buku itu telah dicetak pada tahun 1378 H. dan diterbitkan oleh Maktabah Al-Kulliyât Al-Azhâriyah, Al-Azhar, Kairo. Silakan merujuk biografi penulisnya di mukadimah buku tersebut.
Bab Melihat Allah1
Adz-Dzahabî juga pernah menulis buku yang berjudul Al-‘Uluw Al-‘Âlî li Al-‘Alî Al-Ghaffâr. Di dalamnya dia menyebutkan ayat dan hadis-hadis yang dapat dipahami bahwa Allah berada di tempat yang tinggi (dengan penggambaran fisikal—pent.). Kemudian ia menyebutkan pendapat para
sahabat, tabi‘in, ulama, dan ahli hadis untuk memperkuat ayat dan hadis-
hadis tersebut.
Sumber Perbedaan Pendapat Tentang Melihat Allah dan Sebagian Sifat- sifat-Nya
Kita telah mengetahui pendapat kaum muslimin tentang sifat-sifat Allah tersebut. Dan dalam menyanggah pendapat tersebut, ada juga di kalangan mereka yang mengajukan ayat Al-Qur’an yang berbunyi: “Dia tidak dapat disentuh oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu.” (QS. Al-An‘am [6]:103) Ia juga menegaskan bahwa firman Allah yang
berbunyi: “Wujûhun(y) yaumaidzin nâdhiroh ilâ robbihâ nâzhirah” berarti
bahwa “wajah (mereka) pada hari itu berseri-seri, karena menunggu
(nâzhirah) perintah Tuhannya”. Makna ini seperti firman Allah swt. yang
menceritakan ucapan putra-putra Ya‘qub as. kepada ayah mereka: “Was’alil qoryatil latî kunnâ fîhâ” (QS. Yusuf [12]:82) yang berarti “bertanyalah
kepada (penduduk) kota yang kami sebelumnya berada di situ”. Dalam
ayat pertama terdapat tambahan kata ’amr (perintah, sehingga ayat itu menjadi ’amri robbihâ), sementara dalam ayat ini terdapat tambahan kata ahl (penduduk, sehingga ayat itu menjadi ahlal qaryah). Begitulah seluruh ayat yang menyiratkan kera-gaan Allah swt. dapat ditakwil.
Para pendukung pendapat pertama itu disebut dengan julukan Al- Mujassimah atau Al-Musyabbihah. Yaitu, kelompok yang menyerupakan Tuhan mereka dengan makhluk-Nya dan mereka berkeyakinan bahwa Dia memiliki raga.
(Akan tetapi), diriwayatkan dari Imam Ja‘far Ash-Shâdiq as. bahwa
beliau berkata: “Barang siapa meyakini bahwa Allah berada di atas ‘Arsy,
dia telah menjadikan Allah sebagai sesuatu yang ditampung. Konse- kuensinya, sesuatu yang menampung-Nya tentu lebih kuat dari-Nya. Dan barang siapa meyakini bahwa Allah berada di dalam sesuatu, di atas sesuatu, sesuatu kosong dari-Nya, atau sesuatu disibukkan (baca: dipenuhi) dengan-Nya, niscaya dia telah menyifati-Nya dengan sifat-sifat para
makhluk, sedangkan Allah adalah Pencipta segala sesuatu, Dia tidak dapat diukur dengan ukuran, tidak dapat diserupakan dengan seseorang, tidak pernah kosong dari-Nya suatu tempat, dan tidak disibukkan (baca: dipenuhi) dengan-Nya tempat apapun.”1
Diriwayatkan juga dari Imam Ali as.: “Sesungguhnya Allah tidak akan
turun dan tidak perlu untuk turun; hanya orang yang menis-batkan-Nya kepada kekurangan dan kelebihan yang mengatakan demikian, (yaitu bahwa Allah perlu untuk turun—pen.). Setiap yang bergerak perlu kepada penggerak yang menggerakannya dan alat untuk bergerak. Dengan demikian, berhati-hatilah dalam menyatakan sifat-sifat-Nya; jangan sampai kamu menentukan bagi-Nya batasan yang kamu membatasi-Nya dengan kekurangan atau kelebihan, penggerakan (tahrîk) atau kebergerakan (taha- rruk), kebinasaan (zawâl) atau turun (istinzâl), serta berdiri atau duduk.”2
Perawi berkata kepada Imam Ali bin Musa Ar-Ridhâ as.: “Sesung- guhnya kami meriwayatkan bahwa Allah ‘Azza Wajalla telah mem-berikan (anugerah) berbicara (dengan diri-Nya) kepada Musa dan (anungrah) melihat (diri-Nya) kepada Muhammad.” Abul Hasan Ar-Ridhâ as.
menimpali: “Siapakah yang menyampaikan (firman-Nya): ‘Seluruh pengliha-
tan tidak dapat menggapai-Nya dan Dia menggapai seluruh penglihatan itu’, ‘Dan mereka tidak akan dapat mengetahui-Nya’, dan ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya’ kepada bangsa jin dan manusia? Bukankah Muhammad
yang menyampaikannya?” “Betul”, jawabnya pendek. Beliau melanjutkan: “Bagaimana mungkin seseorang datang kepada makhluk untuk mengajak
mereka kepada Allah sedangkan dia berkata kepada mereka bahwa ‘Seluruh penglihatan tidak dapat menggapai-Nya dan Dia menggapai seluruh penglihatan itu’, ‘Dam mereka tidak dapat mengetahui-Nya’, dan ‘Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya’, lalu ia sendiri berkata: ‘Aku pernah melihat-Nya dengan mataku sendiri, mengetahui-Nya dengan detail, dan Dia berbentuk
1 Al-Kâfî, jil. 1, kitab At-Tauhîd, bab Al-‘Arsy wa Al-Kursî, hadis ke-7 dan bab Al-
Harakah wa Al-Intiqâl, hadis ke-7 dan 9; At-Tauhîd, karya Syaikh Ash-Shadûq, bab Nafy Al-Makân wa Az-Zamân wa Al-Harakah ‘anhu Ta‘âlâ, hadis ke-9, 10, dan 12, bab
“Wa Kâna ‘Arsyuhû ‘Alal Mâ’”, hadis ke-11, dan bab Ma‘nâ “ar-Rahmân ‘alal ‘Arsy-
istawâ”, hadis ke- 5, 6, 7, dan 8; Al-Bihâr, cet. Baru, kitab At-Tauhîd, bab Nafy Al-Jism wa Ash-Shûrah wa At-Tasybîh wa Al-Hulûl wa Al-Ittihâd, hadis ke- 23, jil. 3, hal. 87.
2 Al-Kâfî, kitab At-Tauhîd, bab Al-Harakah wa Al-Intiqâl, hadis ke-1; At-Tauhîd, karya
Syaikh Ash-Shadûq, bab Nafy Al-Makân wa Az-Zamân wa Al-Harakah ‘anhu Ta‘âlâ, hadis ke-18; Al-Bihâr, karya Al-Majlisî, kitab At-Tauhîd, bab Nafy Al-Makân wa Az- Zamân wa Al-Harakah ‘anhu Ta‘âlâ, hadis ke-25, jil., 3, hal. 311.
seperti bentuk manusia? Apakah kamu tidak merasa malu?” Orang-orang Zindîq itu pun tidak akan dapat menjawab argumentasinya, yakni