• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengambil Berkah dari Peninggalan Para Nabi a.s.

B EBERAPA K AJIAN P ENGANTAR  Prolog

IV. Faktor Perbedaan Pendapat Seputar Sifat dan Keutamaan Para Nab

1. Mengambil Berkah dari Peninggalan Para Nabi a.s.

Untuk membuktikan keabsahan pengambilan berkah dari peninggalan- peninggalan para nabi as., mereka berargumentasi dengan hadis-hadis mutawâtir—yang terdapat dalam seluruh buku referensi hadis—yang menya- takan bahwa para sahabat pernah meminta berkah kepada Rasulullah saw. dan peninggalan-peninggalan beliau ketika beliau masih hidup dengan disaksikan langsung oleh beliau sendiri, dan beliau juga mengajak mereka untuk berbuat demikian. sepeninggal beliau pun, mereka masih mengam- bil berkah dari peninggalan-peninggalan beliau.

Mengambil Berkah dari Ludah Nabi saw.

Dalam kitab Shahîh Al-Bukhari, bab Al-Maghâzî,1 pasal Mâ Qîla fî Liwâ’ An-

Nabi, diriwayatkan dari Sahl bin Sa‘d bahwa pada peristiwa perang

Khaibar, Rasulullah saw. bersabda: “Aku akan memberikan bendera

perang ini besok pagi kepada seseorang yang akan diberi kemenangan oleh

1Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Maghâzî, bab Ghazwah Khaibar, jil. 3, hal. 35, kitab Al-

Jihâd wa As-Sair, bab np. 102, jil. 2, hal. 108, bab Mâ Qîla fî Liwâ’ An-Nabi, jil. 2, hal. 111, dan bab Fadhl(u) Man Aslama ‘alâ Yadaih Rajul, jil. 2, hal. 115; Shahîh Muslim, kitab Fadhâ’il Ashhâb An-Nabi, bab Min Fadhâ’il Ali bin Abi Thalib ra, hadis ke-32 dan 34, bab Ghazwah Dzî Qard wa Ghairihâ, hadis ke-132; Sunan At-Tirmidzi, kitab Al- Manâqib, bab Manâqib Ali bin Abi Thalib, jil. 13, hal. 172.

Allah. Ia mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya, serta Allah dan Rasul-

Nya juga mencintainya.” Pada malam itu seluruh pasukan Islam tidak

dapat tidur nyenyak; setiap orang mengharapkan akan mendapatkan kebanggan menerima bendera itu. Ketika esok pagi tiba, mereka segera menemui Rasulullah saw., setiap dari mereka mengharapkan akan mene-

rima bendera tersebut. Lantas Rasulullah saw. bersabda: “Manakah Ali?” Ada seseorang menjawab, “Ya Rasulullah, ia mengeluh karena matanya sakit.” Beliau mengutus seseorang untuk memanggilnya, maka ia datang membawanya.”

Sementara, dalam kitab Al-Jihâd wa As-Siyar,1 teks hadisnya adalah

“Kemudian beliau memerintahkan seseorang untuk mendatang Ali.

Rasulullah saw. meludahi kedua matanya dan ia sembuh seketika itu juga seakan-akan penyakit itu tidak berbekas sama sekali.”

Adapun redaksi hadis yang diriwayatkan oleh Salamah bin Al-Akwa‘ adalah ia berkata: “Lalu aku menjumpai Ali dan aku membawanya sambil

menuntunnya, sedangkan matanya sakit parah. Ketika aku telah mem- bawanya kepada Rasulullah saw., beliau meludahi kedua matanya. Ia

sembuh dan beliau menyerahkan bendera itu kepadanya.”2

Mengambil Berkah dari Wudhu Nabi saw.

Dalam kitab Shahîh Al-Bukhari, diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa ia

berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah saw. tepat ketika waktu salat

‘Ashar telah tiba. Orang-orang mencari air wudhu dan mereka tidak

menemukannya. Lalu Rasulullah saw. membawakan air wudhu. Beliau meletakkan tangannya di dalam bejana air itu dan memerin-tahkan mereka untuk berwudhu. Kulihat air mengalir dari jari-jari beliau sehingga mereka seluruhnya berwudhu.”3

Dalam sebuah riwayat lain dari Jabir bin Abdillah bahwa ia berkata:

“Aku pernah (mengadakan perjalanan) bersama Rasulullah saw. dan waktu salat ‘Ashar telah tiba, sedangkan kami tidak memiliki air kecuali air

sisa. Air itu dituangkan di dalam sebuah bejana lalu beliau membawanya. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana dan membuka jari-jarinya lantas berkata: ‘Kemarilah orang-orang yang ingin berwudhu.

Telah datang berkah dari sisi Allah.’ Aku melihat air mengalir deras dari

1Shahîh Al-Bukhârî, bab Du‘â’ An-Nabi ilâ Al-Islam, jil. 2, hal. 107. 2Shahîh Muslim, kitab Al-Jihâd wa As-Sair, hadis ke-132.

3Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Wudhû’, bab Iltimâs Al-Wudhû’ Idzâ Hânat Ash-Shalâh,

selah-selah jemari beliau, maka kami semua berwudhu dan meminumnya. Aku tidak pernah melupa-kan air yang telah kureguk ke dalam perutku

itu.” Lalu Jabir ditanya: “Berapa orang kamu waktu itu?” “Seribu empat

ratus orang”, jawabnya pendek. Dan dalam sebuah riwayat disebutkan

seribu lima ratus orang.1

Mengambil Berkah dari Dahak Nabi saw.

Dalam bab Perdamaian Hudaibiyah, Al-Bukhari meriwayatkan dari

‘Urwah bin Mas‘ud bahwa ia pernah bercerita tentang Rasulullah saw. dan

para sahabat: “Demi Allah! Rasulullah saw. tidak pernah membuang

dahak kecuali dahak itu pasti jatuh di tangan salah seorang dari mereka, lalu mengusapkannya ke wajah dan kulitnya sendiri. Jika beliau berwudhu, mereka hampir-hampir saling berbunuh-bunuhan untuk memperebutkan bekas air wudhu beliau.”2

Mengambil Berkah dari Rambut Nabi saw.

Dalam kitab Shahîh-nya, Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. tiba di Mina dan menggundul kepalanya setelah melempar (Jumrah) dan menyembelih korban. (Lalu beliau membagi-bagikan rambutnya kepada para sahabat).

Dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa beliau memanggil tukang cukur, lalu ia menggundul rambut beliau dan memberikannya kepada

Abu Thalhah seraya berkata: “Bagi-bagikanlah di antara orang-orang yang

ada.”3

1Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Asyribah, bab Syurb Al-Barakah wa Al-Mâ’ Al-Mubârak,

jil. 3, hal. 219; Sunan An-Nasa’i, kitab Ath-Thahârah, bab Al-Wudhû’ mi Al-Inâ’, jil. 1, hal. 25; Musnad Ahmad, jil. 1, hal. 402; Sunan Ad-Dârimî diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, Al-Muqadimah, bab Mâ Akramallâh An-Nabi saw. min Tafjîr Al-Mâ’ min Baini Ashûd‘ih, jil. 1, hal. 15.

2Shahîh Al-Bukhârî, kitab Asy-Syurûth, bab Asy-Syurûth fî Al-Jihâd wa Al-Mushâlahah

ma‘a Ahl Al-Harb wa Kitâbah Asy-Syurûth, jil. 2, hal. 82 dan kitab Al-Wudhû’ dari buku yang sama, bab Al-Buzâq wa Al-Makhâth wa Nahwih ..., jil. 1, hal. 38 dan bab Isti‘mâl Fadhl Wudhû’ An-Nâs ..., jil. 1, hal. 33; Musnad Ahmad, jil. 4, hal. 329-330.

3 Shahîh Muslim, kitab Al-Hajj, bab Bayân anna As-Sunnah Yaum An-Nahr an Yarmî

tsumma Yanhar tsumma Yahliq wa Al-Ibtidâ’ fî Al-Halq bi Al-Jânib Al-Ayman min Ra’s

Al-Mahlûq, hadis ke-323 dan 326; Sunan Abi Dawud, kitab Al-Manâsik, bab Al-Halq wa At-Taqshîr, hadis ke-1981, jil. 2, hal. 203; Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 1, hal. 135; Musnad Ahmad, jil. 3, hal. 133, 137, 146, 208, 214, 239, 256, 287 dan jil. 4, hal. 42; Al-Maghâzî, karya Al-Waqidi, hal. 429.

Muslim juga meriwayatkan dari Anas dan berkata: “Aku pernah

melihat Rasulullah saw. sedang dicukur oleh seorang pencukur dan para sahabat beliau mengelilinginya. Mereka tidak ingin setiap helai rambut

beliau jatuh kecuali di tangan salah seorang dari mereka.”1

Dalam kitab Usud Al-Ghâbah, tentang biografi Khâlid bin Al-Walid disebutkan bahwa ia memiliki peran yang sangat masyhur dalam penak- lukan Persia dan Romawi. Ia juga berhasil menaklukkan Damaskus. Di dalam topi kepalanya yang selalu dipakai ketika berperang terdapat sehelai rambut Rasulullah saw.; ia selalu memohon menuai kemenangan dengan berkah rambut itu. Dan selama rambut itu ada, ia selalu dianugerahi kemenangan.

Di dalam biografinya juga yang tercatat dalam kitab Usud Al-Ghâbah, Al-Ishâbah, dan Al-Mustadrak, karya Al-Hâkim disebutkan—teks biografi ini diambil dari Al-Mustadrak—bahwa Khâlid kehilangan topi perangnya para peperangan Yarmuk. Ia memerintahkan para prajurit-nya untuk mencari- nya. Akan tetapi, mereka tidak berhasil menemukan topi. Kemudian mereka mencarinya sekali lagi dan pada kali ini mereka baru berhasil menemukannya. Ternyata topi perang itu adalah sebuah topi yang sudah

usang. Khâlid berkata: “Pada suatu hari Rasulullah saw. pergi melaksana-

kan umrah dan beliau memotong rambutnya. Para sahabat berlomba- lomba memperebutkannya dan aku berhasil merebut rambut bagian depan beliau. Lalu aku meletakkannya di dalam topi ini. Aku tidak pernah mengikuti peperangan sementara topi ini selalu bersamaku, kecuali aku

pasti mendapatkan kemenangan.”2

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah saw. memiliki sehelai rambut beliau. Jika seseorang terkena mata, semangkok air dikirim kepadanya. Ia mencelupkan rambut tersebut di dalam mangkok itu, dan orang yang terkena mata itu diobati dengan cara demikian.3

1 Shahîh Muslim, kitab Al-Fadhâ’il, bab Qurb An-Nabi saw. min An-Nâs wa

Tabarrukihim bih, hadis ke-74, hal. 1812.

2 Al-Mustadrak, karya Al-Hakim, kitab Ma‘firah Ash-Shahâbah, bab Manâqib Khalid

bin Al-Walid, jil. 3, hal. 299. Teks biografi itu disadur dari kitab ini. Begitu juga biografi Khalid ini termaktub di dalam kita Usud Al-Ghâbah dan Al-Ishâbah; Mûjaz Al-Khabar bi Muntakhab Kanz Al-‘Ummâl yang terdapat dalam catatan pinggir kitab Musnad Ahmad, jil. 5, hal. 178; Târîkh Ibn Atsîr, jil. 7, hal. 113.

3 Kami sebutkan ringkasan hadis ini dari kitab Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Libâs, bab

‘Ubaidah berkata: “Sehelai rambut Rasulullah saw. yang kumiliki ini

lebih kucintai dari segala yang ada di dunia ini.”1

Mengambil Berkah dari Panah Nabi saw.

Berkenaan dengan perdamaian Hudaibiyah, Al-Bukhari meriwayatkan:

“Rasulullah saw. memberhentikan bala tentaranya di ujung daerah

Hudaibiyah di sekeliling sebuah oase yang memiliki air sedikit sehingga mereka terpaksa harus membagi-bagi kesempatan kepada selainnya untuk minum. Tidak lama oase itu menjadi kering dan mereka menga-dukan kehausan (yang mencekik) kepada Rasulullah saw. Beliau men-cabut anak panah dari sarungnya dan memerintahkan mereka untuk menancap- kannya di dalam oase tersebut. Demi Allah, air dari oase itu memancar dengan segar sampai mereka beranjak dari tempat itu.”2

Mengambil Berkah dari Bekas Telapak Tangan Nabi saw.

Dalam kitab Al-Ishâbah dan Musnad Ahmad terdapat biografi Hanzhalah yang ringkasannya adalah sebagai berikut:

Hanzhalah berkata: “Kakekku membawaku mendekati Rasulullah

saw. seraya berkata: ‘Aku memiliki keturunan yang berjanggut dan selain

itu, dan ini adalah putraku yang paling kecil. Berdoalah kepada Allah

untuknya.’ Rasulullah saw. mengusap kepalanya seraya bersabda: ‘Semoga Allah memberkahimu!’”

Perawi berkata: “Aku pernah melihat seseorang yang wajahnya

bengkak atau seekor binatang yang susunya bengkak dibawa kepada Hanzhalah (untuk diobati). Ia meludahi tangannya seraya membaca bismillâh dan meletakkannya di atas bagian kepalanya yang pernah diusap oleh tangan Rasulullah saw. itu, lalu ia mengusapkan tangannya di atas

tempat tersebut.” “Bengkak (di wajahnya atau di susunya itu) hilang

seketika,” lanjut perawi tersebut.3

1 Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 6, hal. 63; Shahîh Al-Bukhârî, kitab Al-Wudhû’, bab Al-Mâ’

alladzî Yughsal bihi Sya‘r Al-Insân, jil. 1, hal. 31.

2Shahîh Al-Bukhârî, kitab Asy-Syurûth, bab Asy-Syurâth fî Al-Jihâd wa Al-Mushâlahah

ma‘a Ahl Al-Harb wa Kitâbah Asy-Syarth, jil. 2, hal. 81. Begitu juga silakan rujuk kitab Al-Maghâzî dari kitab tersebut, bab Ghazwah Al-Hudaibiyah; Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 3, hal. 29 dan bab Dzikr ‘Alâmât ba‘da Nuzûl Al-Wahy, jil. 1, hal. 118; Al-Maghâzî, karya Al-Wâqidî, hal. 247.

3Musnad Ahmad, jil. 5, hal. 68. Detail peristiwa itu terdapat dalam biografi Hanzhalah

bin Hudzaim bin Hanifah At-Tamîmî yang dicatatn dalam Al-Ishâbah. Penulis kitab ini juga menyebutkan kisah ini dengan sanad-sanad (mata rantai perawi—pen.) yang lain.

Dan dalam kitab Al-Ishâbah, terdapat redaksi demikian: “Seraya

membaca bismillâh dan meletakkan tangannya itu di atas kepalanya tepat di tempat yang pernah diusap oleh Rasulullah saw., lalu meng-usapkannya. Setelah itu, ia mengusapkan tangannya di tempat yang bengkak, dan

bengkak itu sirna seketika.”

Berkah-berkah Rasulullah saw. ini tersebar kepada orang-orang sekeliling beliau bak binaran cahaya sinar matahari dan semerbak wangi sekuntum bunga. Berkah itu tidak pernah terpisah dari beliau di mana pun beliau berada, baik pada masa beliau masih kecil maupun sesudah besar, baik beliau berada di dalam perjalanan maupun berada di kota sendiri, baik ketika beliau masih berada di pangkuan Halimah As-Sa‘diyah

ketika masih menyusu maupun ketika beliau pergi ke Syam sebagai

seorang saudagar, baik pada waktu beliau berada di kemah Ummi Ma‘bad

ketika melakukan hijrah (ke Madinah) maupun ketika berada di Madinah sebagai seorang penguasa dan pemimpin.

Seluruh berkah yang telah kami sebutkan itu hanyalah sekedar contoh dari sekian berkah yang beliau miliki, bukan maksud kami untuk untuk menghitung semua berkah beliau. Karena menyebutkan seluruhnya tidak mudah bagi seorang peneliti. Dan apa yang telah kami kemukan itu adalah cukup (sebagai bukti) bagi orang yang memiliki kalbu (yang sadar) atau mau mendengarkan (suara kebenaran), sedangkan dia menyaksikan.

Kemudian pada pembahasan berikut ini, kita akan mempelajari kon- sep memohon syafaat kepada Rasulullah saw., kemudian menggali foktor perbedaan pendapat mengenai sejumlah keistimewaan yang dimiliki Rasulullah saw. di atas seluruh manusia, Insyâ-Allah.