R EALITAS S EJARAH B ERDIRINYA K HILÂFAH P ADA M ASA P ERMULAAN I SLAM
7. Orang-orang yang Menolak Baiat kepada Abu Bakar
a. Farwah bin ‘Amr
Dalam Al-Muwaffaqiyât-nya, Zubair bin Bikâr berkata: “Farwah bin ‘Amr
termasuk orang-orang yang menolak membaiat Abu Bakar. Ia pernah berjihad bersama Rasulullah saw. dan memacu dua kuda di jalan Allah. Ia sering memberikan sedekah kurma sebanyak seribu wasaq setiap tahun. Ia orang besar dan termasuk salah seorang sahabat Ali, serta pernah mengi-
kuti perang Jamal bersama beliau.”
Khaibar, jil. 3, hal. 38; Shahîh Muslim, jil. 1, hal. 72 dan jil. 5, hal. 153, bab sabda Rasulullah, “Nahnu lâ nuwarrits, mâ taraknâhu shadaqah.”;Ibn Katsîr, jil. 5, hal. 285- 286; Ibn Abil Hadîd, jil. 1, hal. 122; Al-Mas‘ûdî, jil. 2, hal. 414 dengan menukil dari Murûj Adz-Dzahab; At-Tanbîh wa Al-Isyrâf, karya Al-Mas‘ûdî, hal. 250. Dalam buku ini
deisebutkan, “Ali tidak membaiat sehingga Fathimah meninggal dunia.”; Ash-Shawâ‘iq,
jil. 1, hal. 12; Târîkh Al-Khamîs, jil. 1, hal. 193; Al-Imâmah wa As-Siyâsah, jil. 1, hal. 14.
Dalam buku ini terdapat, “Sesungguhnya baiat Ali terjadi setelah Fathimah wafat dan Fathimah hidup setelah ayahnya (meninggal) selama tujuh lima hari.”; Al-Istî‘âb, catatan kaki Al-Ishâbah, jil. 2, hal. 244. Dalam buku ini disebutkan, “Sesungguhnya Ali tidak membaiatnya kecuali setelah Fathimah wafat.”; Abul Fidâ’, jil. 1, hal. 156; Al-Bad’ wa At-Târîkh, jil. 5, hal. 66; Ansâb Al-Asyrâf, jil. 1, hal. 586; Usud Al-Ghâbah, cet. Asy-
Sya‘b, Kairo, jil. 3, hal. 332. Di dalam biografi Abu Bakar disebutkan, “Menurut
pendapat yang paling sahih, mereka membaiat setelah enam bulan berlalu.” Al-Ya‘qûbî
berkata, “Ali tidak membaiat kecuali setelah enam bulan.” (jil. 2, hal. 126) Di dalam
buku Al-Ghadîr, jil. 3, hal. 102, menukil dari Al-Fashl, karya Ibn Hazm, hal. 96-96
disebutkan, “Kami mendapatkan Ali ra. terlambat membaiat selama enam bulan.”
Kemudian, Zubair bin Bikâr menyebutkan teguran Farwah kepada sebagian kaum Anshar yang telah membantu Abu Bakar dalam pem- baiatannya.1
b. Khâlid bin Sa‘id Al-Umawî
Ia adalah gubernur Rasulullah saw. Shan‘â’-Yaman. Ketika Rasulullah
meninggal dunia, ia dan kedua saudaranya, Abân dan Umar mening-
galkan jabatan itu. Abu Bakar pernah bertanya kepada mereka: “Mengapa
kamu meninggalkan jabatan gubernur? Tak seorang pun yang lebih berhak untuk menjadi gubernur kecuali gubernur-gubernur Rasulullah. Sekarang kembalilah kalian kepada jabatanmu semula.” Mereka menjawab: “Kami,
keturunan Uhaihah tidak akan pernah bekerja untuk siapa pun setelah
Rasulullah.”2
Khâlid dan saudaranya, Abân menunda pembaiatan mereka kepada
Abu Bakar. Ia berkata kepada Bani Hasyim: “Pohon-pohonmu rindang
dan buah-buahmu baik. Kami hanya menjadi pengikutmu.”3
Ia menunda untuk berbaiat selama dua bulan dan berkata:
“Rasulullah saw. mengangkatku sebagai pemimpin di sebuah daerah dan tidak pernah memecatku dari jabatan tersebut sampai beliau wafat.”
Ia pernah berjumpa dengan Utsman bin ‘Affan. Lalu berkata: “Wahai
keturunan Abdi Manâf, kamu merasa bangga dengan suatu urusan yang dipegang oleh orang lain. Adapun berkenaan dengan Abu Bakar, ia tidak
1 Al-Muwaffaqiyât, hal. 590.
Farwah bin ‘Amr Al-Anshârî Al-Bayâdhî. Ia pernah mengikuti Baiat ‘Aqabah, perang
Badar, dan peperangan-peperangan setelahnya bersama Rasulullah saw. Silakan merujuk Usud Al-Ghâbah, jil. 4, hal. 178.
2 Khalid bin Sa‘id bin ‘Ash bin Umaiyah dan Abdi Syams. Ia telah memeluk Islam
generasi pertama. Ia adalah orang ketiga atau keempat, bahkan diriwayatkan, orang kelima yang memeluk Islam. Dalam Al-Ma‘ârif-nya Ibn Qutaibah berkata, “Ia masuk Islam sebelum Abu Bakar memeluk Islam.” Dan begitu juga Ibn Abil Hadîd, jil. 2, hal.
13. Ia termasuk orang-orang yang pernah berhijrah ke Habasyah. Rasulullah pernah mengangkatnya bersama kedua saudaranya untuk menjadi ‘âmil zakat di kalangan
kabilah Midzhaj. Begitu juga beliau pernah mengangkatnya menjadi gubernur Shan‘â’,
Yaman. Setelah Nabi saw. meninggal dunia, mereka kembali. Mereka bertiga singgah di Syam (Suriah) dan dibunuh di situ. Khalid meneguk cawan syahadah di daerah Ajnâdîn pada hari Sabtu, 28 Jumadil Ula 13. Silakan merujuk Al-Istî‘âb, jil. 1, hal. 398-400; Al- Ishâbah, jil. 1, hal. 406; Usud Al-Ghâbah, jil. 2, hal. 82; Ibn Abil Hadîd, jil. 6, hal. 13 dan 16.
3 Usud Al-Ghâbah, jil. 2, hal. 82; Ibn Abil Hadîd, jil. 6, hal. 135, cet. Al-Mishriyah,
merasa rela dengan kekhalifahan itu. Sedangkan Umar di matanya hanya- lah orang yang memaksakan diri memegang kepemimpinan.”1
Ia pernah mendatangi Ali seraya berkata: “Aku akan membaiatmu.
Demi Allah, tak seorang pun di antara manusia ini yang lebih layak untuk
kedudukan Muhammad saw. selainmu.”2
Ketika Bani Hasyim membaiat Abu Bakar, Khâlid baru membaiat- nya.3
Saat Abu bakar mengirim bala tentara ke Syam (Suriah) dan orang yang ditunjuk oleh Abu Bakar untuk menjadi komandan sebagian
pasukan tentara itu adalah Khâlid bin Sa‘id, Umar memprotes keras:
“Apakah engkau akan mengangkatnya menjadi komandan pasukan pada-
hal ia telah melakukan dan mengucapkan sesuatu yang menentangmu!”
Umar selalu mendesak Abu Bakar untuk memecatnya serta menggantinya dengan Yazid bin Abi Sufyan.4
c. Sa‘d bin ‘Ubâdah5
Para sejarawan menyebutkan bahwa Sa‘d dibiarkan selama beberapa hari,
kemudian dikirim utusan untuk meminta baitnya. Pengirim utusan
berpesan: “Seluruh masyarakat dan kaummu telah berbaiat.” Ia menjawab:
“Demi Allah, sampai aku memanah kalian dengan anak-anak panah yang
terdapat dalam sarung anak panahku ini, menu-sukkan ujung-ujung
1Târîkh Ath-Thabarî, jil. 2, hal. 586 dan cet. Eropa, jil. 1, hal. 2079; Thadzîb Târîkh Ibn
‘Asâkir, jil. 5, hal. 51. Di dalam Ansâb Al-Asyrâf, jil. 1, hal. 588 disebutkan, “Khalid bin
Sa‘id menunda baiatnya.”
2Târîkh Al-Ya‘qûbî, jil. 2, hal. 126.
3Usud Al-Ghâbah, jil. 2, hal. 82. Silakan merujuk perincian tentang hal itu dalam Ibn
Abil Hadîd, jil. 1, hal. 135, menukil dari As-Saqîfah, karya Abu Bakar Al-Jauharî.
4Târîkh Ath-Thabarî, jil. 2, hal. 586 dan cet. Eropa, jil. 1, hal. 2079; Thadzîb Târîkh Ibn
‘Asâkir, jil. 5, hal. 51. Di dalam Ansâb Al-Asyrâf, jil. 1, hal. 588 disebutkan, “Khalid bin
Sa‘id menunda baiatnya.”
5 Sa‘d bin ‘Ubâdah bin Dulaim bin Hâritsah bin Abi Khuzaimah bin Tsa‘labah bin
Tharîf bin Al-Khazraj bin Sâ‘idah bin Ka‘b bin Al-Khazraj Al-Anshârî. Ia pernah
menyaksikan Baiat ‘Aqabah dan berbagai peperangan Rasulullah selain perang Badar,
karena masih diperdebatkan apakah ia pernah mengikutinya atau tidak. Ia adalah orang dermawan. Bendera kaum Anshar dipegang olehnya pada saat peristiwa pembebasan
kota Mekkah. Ketika ia berseru, “Hari ini adalah hari pertempuran. Hari ini kehormatan
dapat dinodai,” maka Rasulullah merampas bendera tersebut dari tangannya dan
menyerahkannya kepada anaknya, Qais. Ia tidak membaiat Abu Bakar sehingga ia terbunuh dengan perantara dua anak panah di Syam pada tahun 15 H. dan dikuburkan di Huwârain. Silsilah keturunannya itu terdapat dalam buku Jamharah Ibn Hazm, hal. 65 dan biografinya terdapat dalam Al-Istî‘âb, jil. 2, hal. 23-37; Al-Ishâbah, jil. 1, hal. 27-28.
tombakku, memenggal kepalamu dengan pedangku yang berada di tanganku ini, dan memerangimu bersama keluarga dan kaumku yang patuh kepadaku, aku tidak akan pernah melakukannya. Demi Allah, seandainya bangsa jin beserta seluruh umat manusia bersamamu, aku tidak akan membaiatmu sampai aku menghadap Tuhan dan mengetahui
perhitungan amalku.”1
Ketika kabar tersebut sampai pada Abu Bakar, Umar segera berkata:
“Jangan kau tinggalkan dia sampai menyatakan baiat.”
Basyîr bin Sa‘d berkata: “Ia bersikeras tidak membaiatmu sampai
terbunuh dan ia tidak akan terbunuh sampai anak-anak, keluarga, dan kabilahnya terbunuh bersamanya. Maka, biarkanlah, karena dia tidak akan
membahayakanmu. Ia hanya seorang diri.”
Akhirnya mereka menerima usulan Basyîr bin Sa‘d untuk mem-
biarkannya. Sa‘d tidak pernah mengerjakan salat bersama mereka, tidak
juga dalam pelaksanaan haji dan perjalanan ke manapun ... Demikian hingga akhir kisah. Dan ia tetap mengambil sikap demikian sampai Abu Bakar meninggal dunia dan digantikan oleh Umar.2
Ketika Umar menjadi khalifah, Ia bertemu dengan Sa‘d bin ‘Ubâdah
di sebuah jalan Madinah.
Umar berkata kepadanya: “Sa‘d!?” “Umar!?”, jawabnya.
Umar bertanya kepadanya:
“Apakah engkau orang yang pernah mengatakan ucapan itu?”
Sa‘d menjawab: “Betul. Saat ini kepemimpinan diserahkan kepada-
mu. Sahabatmu itu lebih kami sukai daripada kamu. Demi Allah, kami
tidak suka berada di sisimu.”
Umar berkata: “Barang siapa tidak suka berada di sisi seseorang, ia harus pergi darinya.”
Sa‘d menjawab: “Aku memang tidak menyukai hal itu. Karena itu aku akan mendukung orang yang lebih baik daripada kamu.”
1Târîkh Ath-Thabarî, jil. 3, hal. 459; Ibn Atsîr, jil.2, hal. 126. Ie menyebutkan kisah itu
hingga ungkapan, “... maka tinggalkanlah ia.”; Kanz Al-‘Ummâl, jil. 3, hal. 134, hadis
ke-2296; Al-Imâmah wa As-Siyâsah, jil. 1, hal. 10; As-Sîrah Al-Halabiyah, jil. 4, hal.
397. Setelah itu, ia menyebutkan, “Ia tidak pernah mengucapkan salam kepada siapa saja
dari mereka yang dijumpainya.”; Târîkh Ath-Thabarî, cet. Eropa, jil. 1, hal. 1844.
Sa’ad tidak terlalu lama tinggal di daerah itu, dan akhirnya ia pindah
ke Syam di awal masa kekhalifahan Umar...1
Dalam riwayat Al-Balâdzurî disebutkan: “Sesungguhnya Sa‘d tidak
pernah membaiat Abu Bakar. Ia pergi ke Syam. Lalu Umar mengutus sese-
orang dan berpesan kepadanya: “Ajak dan rayulah ia untuk memberikan baiat. Jika tidak mau, maka mintalah tolong kepada Allah atasnya.” Orang
itu tiba di Syam dan berjumpa dengan Sa‘d yang tengah berada di sebuah
kebun di daerah Huwârain.2 Lalu ia mengajaknya untuk berbaiat.
Sa‘d menjawab: “Aku tidak akan pernah berbaiat kepada Quraisy selamanya.”
Utusan itu berkata: “Jika begitu, aku akan membunuhmu.” Sa‘ad menjawab: “Meskipun engkau membunuhku.”
Utusan itu bertanya: “Apakah engkau keluar dari apa yang telah disepakati oleh umat?”
Ia menjawab: “Jika yang dimaksud adalah baiat, maka aku keluar.”
Lalu utusan itu membunuhnya dengan anak panah.3
Dalam buku Tabshirah Al-‘Awwâm disebutkan: “Mereka mengutus
Muhammad bin Maslamah Al-Anshârî dan ia melemparnya dengan anak panah. Disebutkan bahwa sesungguhnya Khâlid berada di Syam pada
waktu itu, lalu ia membantu Muhammad bin Maslamah.”4
Al-Mas‘ûdî berkata: “Sa‘d bin ‘Ubâdah keluar dan tidak member-kan
baiat. Lalu ia pergi ke Syam dan dibunuh di sana pada tahun 15 H.”5
Di dalam riwayat Ibn Abdi Rabbih disebutkan: “Sa‘d bin ‘Ubâdah
dilempar dengan anak panah yang menancap di dalam tubuhnya, lalu ia meninggal dunia. Bangsa jin menangis seraya berkata,
Kami bunuh pemuka Khazraj, Sa‘d bin ‘Ubâdah,
kami lesakkan dan mengenai jantungnya dua anak panah.6
1Thabaqât Ibn Sa‘d, jil. 3, Q2, hal. 145; Tahdzîb Târîkh Ibn ‘Asâkir, jil. 6, hal. 90 dalam
biografi Sa‘d; Kanz Al-‘Ummâl, jil. 3, hal. 134, no. 2296; As-Sîrahh Al-Halabiyah, jil. 3, hal. 397.
2 Salah sebuah desa terkenal di kota Halab-Suriah. (Mu‘jam Al-Buldân).
3 Ansâb Al-Asyrâf, jil. 1, hal. 589; Al-‘Iqd Al-Farîd, jil. 3, hal. 64-65 dengan sedikit
perbedaan.
4Tabshirah Al-‘Awwâm, cet. Al-Majlis, Tehran, hal. 32. 5Murûj Adz-Dzahab, jil. 2, hal. 301 dan 304.
Ibn Sa‘d meriwayatkan, “Ketika sedang duduk di sebuah jalan untuk
buang air kecil, ia dibunuh dan meninggal dunia pada waktu itu juga.
Mereka menemukannya dalam kondisi tubuhnya telah membiru.”1
Dalam Usud Al-Ghobahdisebutkan: “Sa‘d tidak pernah membaiat Abu
bakar dan tidak juga Umar. Ia pergi ke Syam dan berdomisili di Hûrân hingga akhir hayatnya tahun 15 H. Para ahli sejarah sepakat bahwa ia ditemukan mati di kamar mandi dengan tubuh yang telah membiru. Orang-orang pun tidak pernah tahu akan kematiannya sampai mereka mendengar seseorang mengatakan, ia ditemukan di dalam sumur dan mereka tidak melihat seorang pun ....”2
Demikianlah akhir kehidupan Sa‘d. Sebagain ahli sejarah tidak menjelaskan, bahwa karena pembunuhan Sa‘d termasuk peristiwa yang
tidak disukai3. Sebagian yang lain menyebutkan bahwa semua itu karena ulah jin,4 hanya saja mereka tidak mampu menyingkap permusuhan yang
terjadi antara Sa‘d bin ‘Ubâdah dan jin. Mengapa anak panahnya
menembus jantung Sa‘d, tidak seperti para sahabat yang lain.
Seandainya mereka menyempurnakan kisah itu dengan menyata-kan bahwa jin-jin yang saleh itu tidak senang melihat Sa‘d enggan memberikan baiat. Lalu mereka melemparnya dengan dua anak panah dan keduanya tepat mengenai jantung Sa’d, maka sempurnalah kisah tersebut.
Para ahli sejarah yang meriwayatkan bahwa Sa ‘d tidak memberi-kan
bai‘at adalah sebagai berikut:
Ibn Sa ‘d dalam Ath-Thabaqât.
Ibn Jarîr dalam At-Târîkh.
Al-Balâdzurî dalan Ansâb Al-Asyrâf, jil. 1. Ibn Abdil Barr dalam Al-Istî‘âb.
Ibn Abdi Rabbih dalam Al-‘Iqd Al-Farîd.
Ibn Qutaibah dalam Al-Imâmah wa As-Siyâsah, jil. 1, hal. 9
Al-Mas‘ûdî dalam Murûj Adz-Dzahab.
Ibn Hajar Al-‘Asqallânî dalam Al-Ishobah, jilid 2, hal. 28.
Muhibbuddîn Al-Thabarî dalam Ar-Riyâdh An-Nadhiroh, jil. 1, hal. 168. Ibn Atsîr dalam Usud Al-Ghobah, jil. 3, hal. 222.
1 Ath-Thabaqât, jil. 3, Q2, hal. 145; Al-Ma‘ârif, karya Abu Hanîfah Ad-Dînûrî, hal. 113. 2Usud Al-Ghâbah, dalam biografinya; Al-Istî‘âb, jil. 2, hal. 37.
3 Seperti Ibn Jarîr, Ibn Katsîr, dan Ibn Atsîr dalam buku sejarah mereka.
4 Seperti Muhibbuddîn Ath-Thabarî dalam Ar-Riyâdh An-Nadhirah dan Ibn Abdil Barr
Târîkh Al-Khamîs.
Ali bin Burhânuddîn dalam As-Sîrah Al-Halabiyah, jil. 3, hal. 396 dan 397.
Abu Bakar Al-Jauharî berdasarkan riwayat Ibn Abil Hadîd darinya. Seluruh penjelasan tersebut adalah ringkasan kisah pengangkatan dan pembaiatan Abu Bakar sebagai khalifah. Kami telah mengutipnya secara ringkas dari buku Abdullah bin Saba’.
Pembahasan berikutnya, berkenaan dengan pengangkatan dan pem- baiatan Umar sebagai khalifah.