• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendapat Mazhab Ahlul Bait tentang Keadilan Sahabat

K EADILAN S AHABAT M ENURUT D UA M AZHAB

II. Pendapat Mazhab Ahlul Bait tentang Keadilan Sahabat

Bersandar pada Al-Qur’an, Mazhab Ahlul Bait berkeyakinan bahwa di antara sahabat ada orang-orang beriman yang dipuji oleh Allah di dalam Kitab-Nya. Dia berfirman sekaitan dengan peristiwa baiat Syajarah:

“Sesungguhnya Allah telah rida terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berbaiat kepadamu di bawah pohon. Maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka, lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat [waktunya].” (QS. Al-Fath [48]:18)

Di dalam ayat ini, Allah telah mengkhususkan pujian kepada mukminin yang menghadiri acara baiat Syajarah dan pujian itu tidak mencakup munafikin yang telah hadir juga di situ, seperti Abdullah bin Ubay dn Aus bin Qaizhâ.2

1Al-Ishâbah, jil. 1, hal. 18. Abu Zar‘ah adalah ‘Ubaidillah bin Abdul Karim bin Yazid.

Ibn Hajar dalam buku Taqrîb At-Tahdzîb, jil. 2, hal. 536, biografi no. 1479 berkata, “(Dia

adalah) seorang imam, hâfizh, tsiqah (terpercaya), dan masyhur di dalam tingkatan kesebelas dari tingkatan para perawi hadis. Dia meninggal dunia pada ta-hun 164 H. Di antara para pemilik buku-buku hadis sahih yang meriwayatkan darinya adalah Muslim, At-Tirmidzî,An-Nasa’î, dan Ibn Mâjah.”

Aku tidak tahu, apakah pendapat Abu Zar‘ah tentang orang-orang munafik dari saha-bat

Raslullah saw.?

2 Silakan Anda rujuk peristiwa baiat Syajarah (baiat Ridhwân) di dalam buku Al-

Dengan mengikuti konsep Al-Qur’an juga, mazhab Ahlul Bait as. berpendapat bahwa di antara sahabat ada orang-orang munafik yang telah mendapatkan celaan dari Allah di dalam ayat yang tidak sedikit, seperti firman-Nya:

“Di antara orang-orang Arab Badui yang berada di sekelilingmu itu, ada orang-orang munafik; dan [juga] di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu [Muhammad] tidak mengetahui mereka, [tetapi] Kami-lah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali, kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.” (QS. At-Taubah [9]:101) Di antara sahabat ada orang yang diberitakan oleh Allah sebagai pem-bawa berita bohong; mereka telah menuduh keluarga Nabi saw. dengan (menyebarkan) berita bohong1na‘ûdzu billâh min dzâlikdan ada juga di antara mereka yang disebutkan oleh Allah dengan firman-Nya:

“Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri [berkhotbah].” (QS. Al-Jumu‘ah [62]:11)

Hal ini terjadi ketika Rasulullah saw. sedang berdiri di masjid mem-

bacakan khotbah salat Jum’at.

Di antara sahabat juga ada orang yang ingin menteror Rasulullah saw.

ketika beliau melewati ‘Aqabah pada saat kembali dari perang Tabuk,2

atau dari Hajjatul Wadâ‘.3

Penulis buku Imtâ‘ As-Sâmi‘ telah keliru persepsi dan menyebutkan nama Ibn Khaulâ. Yang benar adalah apa yang telah kami sebutkan itu.

1 Hal ini mengisyaratkan kisah peristiwa Ifk. Berkenaan dengan hal ini, telah turun ayat

11-17, surat An-Nur dalam rangka membebaskan Ummul Mukmini ‘Aisyah dari segala

tuduhan yang telah ditujukan kepadanya—berdasarkan riwayat yang berasal darinya sendiri—atau Mâriyah dari segala tuduhan yang ditujukan kepadanya—berdasarkan riwayat yang berasal dari selain ‘Aisyah, sebagaimana hal itu telah disebutkan dalam jil.

2 buku Ahâdîts Ummil Mukminin ‘Aisyah.

2Musnad Ahmad, jil. 5, hal. 390 dan 453; Shahîh Muslim, jil. 8, hal. 122-123, bab Shifât

Al-Munâfiqîn; Majma‘ Az-Zawâ’id, jil. 1, hal. 110 dan jil. 6, hal. 195; Al-Maghâzî, karya Al-Wâqidî, jil. 3, hal. 1042; Imtâ‘ As-Sâmi‘, karya Al-Maqrîzî, hal. 477; Ad-Durr Al- Mantsûr, jil. 3, hal. 258-259, tafsir firman Allah “wa hammû bimâ lam yanâlû”, surat At-Taubah, ayat 74.

3 Di dalam hadis-hadis Syi‘ah disebutkan bahwa aksi teror itu terjadi ketika beliau

Menjadi sahabat Rasulullah saw. tidaklah memiliki keistimewaan lebih tinggi daripada menjadi istri beliau, karena kebersamaan para istri beliau itu (dengan Rasulullah) memiliki tingkat kebersamaan yang paling tinggi. Sedangkan Allah swt. telah berfirman berkenaan dengan mereka:

“Hai istri-istri Nabi, barang siapa di antaramu mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan dilipatgandakan siksaan kepadanya dua kali lipat. Dan yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. Dan barang siapa di antara kamu sekalian tetap taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan mengerjakan amal salih, niscaya Kami akan memberikan kepadanya pahala dua kali lipat dan Kami sediakan baginya rezeki yang mulia. Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain.” (QS. Al-Ahzab [33]:30-33)

Berkenaan dengan dua istri beliau, Allah berfirman:

“Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hatimu berdua telah condong [untuk menerima kebaikan], dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesung- guhnya Allah adalah pelindungnya dan [begitu pula] Jibril dan orang- orang mukmin yang baik, dan selain itu, para malaikat adalah penolongnya pula .... Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya bera-da di bawah pengawasan dua orang hamba yang salih di antara hamba- hamba Kami. Lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua [suami]nya. Maka, kedua [suami]nya itu tidak dapat membantu mereka dari [siksa] Allah. Dan dikatakan [kepada keduanya], ‘Masuklah ke dalam neraka bersama orang-orang yang masuk [neraka].’ Dan Allah menjadikan istri Fir‘aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, ‘Ya Tuhanku, bangun-lah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga ... dan Maryam binti ‘Imran.” (QS. At-Tahrim [66]:1-12)

Di antara mereka ada orang yang diberitakan oleh Rasulullah saw. pada

Hari Kiamat dalam sabdanya: “Didatangkan beberapa orang dari umatku dan mereka dikumpulkan di barisan bagian kiri. Aku berkata: ‘Ya

Tuhanku, mereka adalah para sahabatku.’ Beliau dijawab: ‘Sesung-guhnya

Khum di Juhfah. Silakan Anda rujuk lampiran di akhir buku ini dan Bihâr Al-Anwâr, cet. Al-Maktabah Al-Islamiyah, Tehran, 1392 H., jil. 28, hal. 106.

engkau tidak tahu apa yang telah mereka perbuat setelahmu.’ Aku berkata

seperti yang pernah dikatakan oleh hamba yang saleh, (Isa), ‘Aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka.’” (QS. Al-Ma’idah [5]:117) Datang jawaban kepada beliau: “Sesungguhnya mereka telah murtad

semenjak engkau berpisah dengan mereka.”1

Dan dalam sebuah riwayat disebutkan: “Masuk menghadapku

beberapa orang dari sahabatku ketika aku berada di telaga (surga) sehingga aku mengenal mereka. Mereka cekcok dan bertengkar di hadapanku. Aku

berkata: ‘Mereka adalah sahabat-sahabatku.’ Allah berfirman: ‘Engkau

tidak tahu apa yang telah mereka perbuat setelahmu.’”2

Dalam Shahîhh Muslim disebutkan: “Masuk menghadapku beberapa orang yang pernah menjadi sahabatku sehingga ketika aku melihat mereka dan mereka dihadapkan kepadaku, mereka cekcok dan bertengkar di

hadapanku. Aku berkata: ‘Ya Tuhanku, mereka adalah sahabat-sahabatku.’

Allah menjawab: ‘Engkau tidak tahu apa yang telah mereka perbuat

setelahmu.’”3