• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN

C. Fenomena Sosial dalam Puisi Pesan Uang

Kota, merupakan wilayah yang dipenuhi dengan unsur atau pola kehidupan yang amat bervariasi atau heterogen, mulai dari penduduknya, golongannya, pekerjaannya dan sebagainya. Hal yang demikian mengacu pada apa yang dikatakan oleh Astrid Susanto:

Bahwa kota adalah heterogen juga di dalam pandangan hidupnya, terbuktikan dari statistik wilayah yang memberikan hasil perbedaan antara angka kelahiran, angka kematian dan lain-lain halmana memberikan petunjuk tentang perbedaan norma tentang hidup pada umumnya.7

Sementara itu, MC Iver menjelaskan bagaimana perbedaan antara suasana kehidupan di kota dibandingkan dengan kehidupan di desa, hal ini disebabkan oleh “sifat heterogen kota yang berbeda dengan desa yang mempunyai kehidupan yang homogen.”8

Di desa pekerjaan lebih tertuju pada banyaknya pekerjaan yang dikerjakan oleh orang dengan keahlian dan kemampuan yang hampir sama, hal inilah yang menyebabkan kehidupan sosialnya cenderung pada kehidupan masyarakat yang homogen. Berbeda halnya dengan di kota, dimana spesialisasi makin bertambah penting dengan akibatnya yaitu berkurangnya tenaga terdidik, sementara tenaga kerja spesialisasi semakin dibutuhkan.

Spesialisasi akan mengakibatkan kepada orang-orang dengan pekerjaan yang sama akan lebih dekat satu sama lain, berbeda dengan di desa. Keadaan inilah yang merupakan salah satu faktor tambahan mengapa kota adalah wilayah yang sangat heterogen, yaitu salah satu contohnya dengan adanya pengelompokan menurut spesialisasi tadi.

7

Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Jakarta: Binacipta, 1997), hal. 163.

8 Ibid

Sehubungan hal-hal yang ada di atas, kota atau yang notabenenya adalah wilayah yang lebih maju dibandingkan pedesaan, di sisi lain merupakan tujuan utama dari urbanisasi. Menurut Soerjono Soekanto, “urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.” 9

Lebih jauh Soerjono Soekanto menganalisis hal-hal yang menyebabkan orang-orang pedesaan meninggalkan tempatnya dan memilih untuk pergi ke kota, dan hasilnya kurang lebih sebagai berikut:

1)Di desa lapangan kerja pada umumnya kurang.

2)Penduduk desa, terutama kaum muda-mudi, meras tertekan oleh adat-istiadat yang mengakibatkan cara hidup yang monoton. Untuk mengembangkan pertumbuhan jiwa, banyak yang pergi ke kota. 3)Di desa tidak banyak untuk menambah pengetahuan. Oleh sebab itu

banyak orang yang ingin maju, kemudian meninggalkan desa.

4)Rekreasi yang merupakan salah satu faktor penting di bidang sepiritual kurang sekali dan kalau juga ada, perkembangan sangat lambat.

5)Bagi penduduk desa yang mempunyai keahlian lain selain bertani seperti misalnya kerajinan tangan, tentu mengingini pasaran yang lebih luas bagi hasil produksinya. Ini tidak mungkin didapatkan di desa.10

Keadaan-keadaan seperti inilah yang mungkin coba digambarkan oleh Joko Pinurbo lewat puisinya yang berjudul Pesan Uang. Pada larik pertama Joko Pinurbo seolah sengaja menggambarkan subjek-lirik pada puisinya tersebut akan merantau untuk mencari kehidupan dan bukan untuk sekedar

9

Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), hal.157.

10

mencari kekayaan saja, hal ini dapat terlihat seperti pada petikan puisi sebagai berikut:

Ketika aku akan merantau cari penghidupan

uang berpesan: “Hiduplah hemat, jangan royal, supaya kamu Cepat kaya. Kalau kaya, kamu bisa balas dendam

terhadap kemiskinan .”

Sementara itu, kota atau bahkan lingkupnya yang lebih besar yaitu negara yang lebih maju, pada saat tertentu akan menyedot perhatian masyarakat di daerah-daerah yang belum berkembang pada sebuah angan-angan akan kesuksesan atau kesejahteraan hidup jika bekerja di kota atau wilayah yang lebih maju, yang menjajikan upah keuntungannya yang jauh lebih tinggi. Di sisi lain pekerjaan juga akhirnya akan menentukan sikap mental, yaitu karena pekerjaan menjadi semacam soal rutinitas, dan orang-orang akan tergantung dengan hal itu demi sebuah keberhasilan yang menentukan kekuatan sosial, ekonomi bahkan sebuah tingkat yang bakal menentukan kekuasaan. Semua ini akhirnya menentukan sikap mental dan pola pandang individu.

Pada kasusnya ada seorang yang bernama Ace dengan profesi sehari-harinya sebagai pemulung. Sejak berumur lima tahun, Ace ikut ayahnya memungut sampah. Mereka datang dari sebuah desa di Pandeglang, Banten, demi sebuah mimpi kecil, yaitu hidup sejahtera meski dengan cara mengais rezeki dari setumpukan sampah yang masih bisa didaur ulang kembali.11

Perjalanan Ace dan keluarganya untuk pergi merantau dari Pandeglang, Banten menuju ke Jakarta seolah mengantarkan pada beberapa kesimpulan yang dibuat oleh Phill. Astrid dan dapat kita ambil beberapa poin dari kesimpulan itu. Phill. Astrid menyimpulkan sebagai proses sosial maka masalah urbanisasi merupakan:

11

_____________ ,Tidak Seharusnya Merek a Di Jalan, dalam Harian Kompas, Jakarta, 10 April 2012.

1)Suatu masalah kesempatan kerja dan perkembangan baru.

2)Suatu gejala akibat pengaruh perkembangan bangsa atas kehidupan sosial khususnya masyarakat yang belum dipengaruhinya.

3)Suatu gejala usaha modernisasi oleh manusia dengan memandang kota sebagai pusat modernisasi.

4)Akibat dari perubahan kebudayaan lama yang di pengaruhi oleh kebudayaan unsur-unsur baru.

5)Sebenarnya merupakan akibat pengaruh kota atas desa dengan mengakibatkan suatu situasi sosial yang sukar untuk kota sendiri (= urbanisasi = problema kota)

6)Adanya perubahan bentuk dan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. 7)Indikasi adanya kemajuan ekonomi.12

Pada prosesnya ketika seseorang telah mencapai apa yang dicari atau dituju pada proses urbanisasi atau katakanlah merantau, orang itu cenderung akan „gelap mata‟ dan pada tataran ini Mochtar Lubis dalam bukunya yang berjudul Manusia Indonesia seolah-olah sedang mencibir watak masyarakat Indonesia pada umumnya sebagai sebagai berikut:

Hari ini ciri manusia Indonesia ini adalah menjelma dalam membangun rumah mewah, mobil mewah, pesta besar, hanya memakai barang buatan luar negeri, main golf, singkatnya segala apa yang serba mahal.

Dia lebih suka tidak bekerja keras, kecuali terpaksa. Gejalanya hari ini adalah cara-cara banyak orang ingin segera menjadi “miliuner seketika”, seperti orang Amerika membuat instant tea, atau dengan mudah mendapat gelar sarjana, sampai memalsukan atau membeli gelar sarjana, supaya segera dapat pangkat, dan dari ke-dudukan berpangkat cepat bisa menjadi orang kaya.”13

Apa yang dipaparkan oleh Mochtar Lubis tidak terlepas dari bagaimana pola yang dipakai untuk mengukur wilayah atau bahkan individu-individu

12

S. Susanto, op.cit., hal.174.

13

yang belum maju dengan yang sudah maju, terkadang sepenuhnya dilihat dari ukuran materi saja, bukan dari nilai-nilai yang muncul dari pembawaannya. Hal yang seperti ini makin lama makin menimbulkan kesan yang salah, seakan-akan sesuatu hal yang lebih kaya itu lebih maju dalam segala bidang, dan kemudian menimbulkan rasa kurang pada wilayah-wilayah atau individu-individu yang dikotak-kotakkan sebagai pihak yang terbelakang.

Pemaparan Mochtar Lubis mungkin bisa sedikit member penjelasan tentang apa-apa yang mendorong subjek-lirik, si “Aku”, ketika sekembalinya dari merantau dan mendapati dirinya sukses, ia seakan ingin menaikkan kedudukannya dengan cara mengubah tatanan hidupnya yang pada awalnya miskin dengan tatanan hidup yang baru, mungkin merujuk pada pola hidup yang terpandang. Hal itu dapat dilihat dari petikan puisi berikut:

Sekian tahun kemudian aku pulang sebagai orang kaya. Aku bangun daerah baru di atas perkampungan lama. Hore, aku telah mengalahkan kemiskinan.

Aku tak butuh lagi masa depan.

Hal lain yang tampak pada bait puisi ini adalah bagaimana eksperesi “Aku” ketika telah mengalahkan kemiskinan, kemudian mendapati dirinya telah di puncak tertinggi dalam tatanan kehidupan sehingga merasa tak perlu lagi memperdulikan tentang apa-apa yang akan terjadi di kehidupan sehari-harinya atau pada jenjang kehidupannya nanti, yang kemudian digambarkan oleh Joko Pinurbo sebagai “tak butuh lagi masa depan”. Hal yang seperti ini boleh dikatakan sebagai “perasaan cepat puas”.

Dilansir dari situs berita online di www.merdeka.com pada tahun 2013, yang memberitakan bahwa konglomerat Aburizal Bakrie aktif menjual aset-aset perusahaannya kepada investor dalam maupun luar negeri, hal ini disebabkan perusahan-perusahan milik Aburizal Bakrie yang terhimpun dalam kelompok bisnis PT Bakrie & Brothers Tbk terlilit utang yang jumlahnya sangat besar. Salah satu anak usahanya, Bakrie Life diduga pernah

pailit pada tahun 2008 sampai dengan angka Rp 360 miliar kepada nasabah diamond investa, namun sampai dengan tahun 2013 setidaknya utang perusahaan Bakrie Life kepada nasabah diperkirakan tersisa Rp 270 miliar.14

Utang-utang yang menggunung, yang menunggu untuk di lunasi oleh kelompok bisnis PT Bakrie & Brothers Tbk pada akhirnya mempengaruhi citra baik Aburizal Bakrie bukan saja di dalam negeri, namun sampai dengan di luar negeri. Dari pemberitaan media internet di www.bisnis.liputan6.com, melaporkan bahwa peringkat Aburizal Bakrie sebagai orang terkaya di Asia selama tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 yang dikutip dari Forbes Asia turun drastis. Semula, pada tahun 2009 Aburizal Bakrie ada di peringkat keempat, tahun 2010 Aburizal Bakrie turun di peringkat kesepuluh, tahun 2011 Aburizal Bakrie kembali turun peringkat di urutan ketiga puluh, lalu penurunan peringkat yang paling drastis adalah ketika di tahun 2012 dan tahun 2013, Aburizal Bakrie berada di peringkat empat puluh terbawah orang terkaya di RI.15

Mengenai bagaimana pasang-surut Aburizal Bakrie dalam menata usaha bisnisnya merupakan salah satu contoh dari banyak kejadian yang ada dalam ritual “merantau buat cari penghidupan” atau “merantau buat cari kekayaan”, kira-kira seperti itulah bait berikut ini menggambarkannnya:

Kemudian aku jatuh miskin.

Hartaku amblas, harga diriku kandas. Kekayaanku tinggal hutang-hutangku.

Pada saat-saat “jatuh” bisa jadi merupakan sebuah awal perubahan bagi seseorang, dan perubahan ini pula yang mengantarkan seseorang pada

14

Reporter: Novita Intan Sari, Utang abadi perusahaan Bak rie, di unggah pada tanggal 11 September 2013, pukul 07:35 WIB, ( http://www.merdeka.com/uang/utang-abadi-perusahaan-bakrie.html)

15

______________, 2 Tahun Sudah Aburizal Bak rie Tak Masuk Daftar Orang Kaya RI, di unggah pada tanggal 21 November 2013, pukul 11:59 WIB, (http://www.merdeka.com/ uang/utang-abadi-perusahaan-bakrie.html)

semacam perubahan sosial yang cepat, sehingga “akan menimbulkan perubahan nilai-nilai yang cepat. Perubahan yang cepat itu akan melahirkan perbedaan sikap terhadap nilai-nilai yang ada.”16

Dalam keadaan ini, kiranya pendapat Mochtar Lubis patut dipertimbangkan, ia berpendapat sebagai berikut:

Pada suatu hari, yang tidak lama lagi di masa depan, masyarakat kaya-kaya ini pun akan tiba pada jalan buntu dan mereka akan dihadapkan dengan pilihan; mempertahankan tingkat hidup mewah mereka yang boros itu dengan segala daya upaya, juga dengan memaksakan kemauan mereka pada negeri-negeri yang memiliki sumber-sumber bahan mentah yang mereka perlukan atau mengubah gaya hidup mereka, menyesuaikan diri dan belajar hidup sederhana kembali.17

Pada puisi ini setidaknya kita telah melihat gambaran tentang bagaimana seseorang yang berusaha memperbaiki kondisi hidupnya yang berada di tataran bawah untuk naik ke permukaan dengan cara “merantau”. Namun dalam “merantau” ini kita setidaknya dapat menilai bagaimana “merantau” itu sendiri tidak hanya berdampak pada sisi materi, namun menyentuh pada sisi yang lebih dalam lagi dalam kehidupan manusia, yaitu sisi moril.

Kita dapat melihat bagaimana ketika subjek-lirik telah pulang dari “merantau” kemudian bergelimangan harta, akan tetapi menjadikan dirinya ke dalam proses berpikir yang dangkal, semacam proses berpikir yang telah dibutakan oleh materi atau hedonisme. Hingga suatu ketika obsesi dari subjek-lirik terhadap hal-hal yang berupa kekayaan malah menenggelamkannya ke keadaan miskin, ia belajar untuk tidak menyia-nyiakan apa yang telah terjadi padanya dan agar semuanya menjadi pembelajaran untuk kehidupan di waktu mendatang dan amanat yang dapat diambil dari keseluruhan puisi ini adalah

16

Ng.Philipus dan Nurul Aini, Sosiologi dan Politik, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.34.

17

agar bagaimana kita sebagai manusia tidak dikalahkan oleh hal-hal yang bersifat sementara, seperti harta dan tahta contohnya.