• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Tinjauan Teoritis Desentralisasi Fiskal

2.1.2. Flypaper Effect Dana Perimbangan terhadap Pengeluaran

Sumber pembiayaan pemerintah daerah yang masuk dalam APBD dalam kerangka desentralisasi fiskal meliputi: (1) pendapatan daerah yang diperoleh dari penggalian potensi pedapatan daerah berupa pajak daerah, pendapatan BUMD, dan retribusi daerah, (2) transfer pemerintah pusat, dalam bentuk dana perimbangan, berupa Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil, dan Dana Alokasi

Khusus, serta beberapa komponen transfer lainnya seperti dana otonomi khusus dan dana insentif daerah untuk beberapa daerah, (3) sumber pendapatan daerah lainnya, seperti pinjaman daerah, hibah, dan lain-lain.

Sumber pendanaan berupa transfer dari pemerintah pusat ke daerah merupakan fenomena yang lazim dalam sistem desentralisasi. Namun keberadaan dana transfer dari pusat ke daerah ini mempengaruhi perilaku pemerintah daerah dalam upaya penggali pendapatan dari potensi daerahnya maupun dalam penentuan besarnya pengeluaran pemerintah daerah. Besarnya dana transfer pusat dibandingkan dengan pendapatan asli daerah dalam struktur keuangan daerah menyebabkan ketergantungan yang tinggi pendanaan daerah terhadap pusat.

Perilaku pemerintah daerah dalam merespon dana transfer berbeda antara transfer yang peruntukan sudah ditentukan oleh pusat atau transfer bersyarat (conditional transfer) dengan transfer yang peruntukannya diserahkan kepada pemerintah daerah (unconditional transfer) dengan pertimbangan untuk lebih dapat mencapai keseimbangan fiskal antar daerah dan antara pusat dan daerah. Banyak bukti empiris menunjukkan bahwa tingginya ketergantungan pada transfer ternyata berhubungan negatif dengan dampaknya terhadap pembangunan (Mello and Barenstrein, 2001). Hasil ini menunjukkan bahwa perilaku pengeluaran pemerintah daerah dipengaruhi oleh sumber pendanaanya. Pemerintah daerah akan lebih berhati-hati dalam menggunakan dana yang digali dari masyarakat sendiri dibandingkan daripada uang yang diterima dari pusat. Faktor ini menyebabkan pemerintah daerah cenderung lebih boros menggunakan anggaran transfer dibandingkan dengan anggaran yang diperoleh dari pendapatan daerah. Sebelumnya Bradford and Oates (1971), memprediksi bahwa transfer pusat ke daerah adalah identik dengan pendapatan daerah, karena fungsi anggaran adalah identik, sehingga pemerintah daerah seharusnya memiliki propensity to spend yang sama untuk kedua jenis sumber anggaran ini. Namun kenyataanya tidak demikian, propensity to spend anggaran transfer pusat lebih besar dibandingkan dengan anggaran dari sumber daerah sendiri.

Fenomena dimana pemerintah daerah merespon pendapatan dari transfer pusat dengan pengeluaran daerah yang lebih besar dibandingkan dengan penerimaan dari sumber daerah sendiri (PAD) dikenal sebagai flypaper effect (Inman, 2008; Roemer and Silvestre, 2002). Dalam kontek yang lebih umum, Roemer and Seilvestre (2002) menyatakan bahwa flypaper effect, adalah

dampak yang tidak sama antara pengaruh transfer pusat (unconditional transfer) dengan pendapatan daerah terhadap pengeluaran pemerintah daerah. Aragon (2008) menyatakan bahwa sebelumnya penjelasan mengenai hal ini terjadi karena masalah teknis, antara lain karena masalah spesifikasi model (Becker, 1996), tidak memasukan variabel yang relevan (Hamilton, 1983), formulasi sebab akibat yang keliru (Knight, 2002) atau karena kekeliruan dalam klasifikasi

conditional transfers sebagai unconditional transfer (Moffitt, 1984).

Sesuai dengan teori ekonomi, jika transfer berupa lump-sum (unconditional

transfer), maka transfer ini identik dengan peningkatan pendapatan, sehingga

dampak dari unconditional transfer hanya berupa dampak pendapatan bagi pemerintah daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah merupakan representasi dari preferensi masyarakat. Sementara bila transfer dari pusat berupa conditional

transfer atau transfer yang peruntukannya sudah ditetapkan pemerintah pusat,

maka efeknya meliputi efek substitusi dan pendapatan. Bila diasumsikan masyarakat menentukan kombinasi konsumsi optimal antara barang publik dan barang privat yang memaksimumkan utilitasnya dengan konstrain anggaran pendapatannya dan pendapatan transfer pusat. Dengan demikian, preferensi masyarakat dapat digambarkan dengan kurva indiferen (U0, U1, dan U2) dengan kendala anggaran (garis Y dan Y+G (grant)). Dengan garis anggaran demikian dapat dikatakan bahwa anggaran transfer dari pusat bersifat substitusi dengan anggaran dari daerah.

Transfer bersyarat (conditional grants) dari pemerintah pusat, berarti menurunkan harga barang publik di daerah, sehingga merubah kemiringan garis anggaran, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1. Pengaruh terhadap tingkat konsumsi barang privat terjadi melalui efek harga. Penurunan harga barang publik akan memiliki efek substitusi dan efek pendapatan. Dengan adanya conditional transfer, maka konsumsi barang publik mengalami peningkatan dari yang semula Z0menjadi sebesar Z1. Pengaruh transfer bersyarat pada konsumsi barang privat tergantung pada sensitivitas silangnya. Harga barang publik yang lebih rendah akan meningkatkan konsumsi barang privat apabila pemerintah daerah mengambil kebijakan menurunkan tarif pajak, sebagai respon adanya transfer dari pusat. Sebelum ada penurunan tarif pajak, konsumsi barang privat adalah sebesar X1. Setelah penurunan tarif pajak, konsumsi barang privat meningkat menjadi sebesar X2. Dengan demikian, kenaikan transfer sebagian berakibat pada kenaikan konsumsi barang publik dan sebagian lagi pada

konsumsi barang privat secara tidak langsung melalui pada tingkat anggaran yang sama

Sumber: Kuncoro, 2007

Gambar 3. Dampak Transfer Bersyarat

Apabila transfer dari pemerintah pusat b (unconditional grants), maka dampaknya berupa ke Y+G sebagaimana nampak pada

sebagai barang normal, transfer yang bersifat umum (lump menggeser keseimbangan konsumen dari titik E

keseimbangan yang baru tersebut, konsumsi barang publik dan barang privat masing-masing menjadi sebesar Z1 dan X1.

Adanya transfer tidak bersyarat ini, akan mengurangi tekanan kepada pemerintah daerah untuk memungut pajak sebagai sumber pendanaan barang publik, sehingga pajak lokal akan menurun

pengeluaran pemerintah daerah dalam penyediaan barang publik tidak akan berubah karena adanya kenaikan transfer, karena akan diikut

penurunan pajak.

Namun kerangka teori ini ternyata tidak didukung dengan fakta empiris. Peningkatan transfer tanpa syarat, direspon dengan peningkatan pengeluaran publik pemerintah daerah yang lebih besar. Demikian juga dengan penerimaan pajak daerah. Sehingga keseimbangan masyarakat setelah menerima transfer tidak berada pada titik E

kenaikan penerimaan pajak daerah (+

t secara tidak langsung melalui efek penurunan tarif pajak yang sama.

Transfer Bersyarat Pusat kepada Pemerintah Daerah Apabila transfer dari pemerintah pusat berupa bantuan tak bersyarat

maka dampaknya berupa kenaikan garis anggaran dari Y ke Y+G sebagaimana nampak pada Gambar 2. Bila barang publik diasumsikan sebagai barang normal, transfer yang bersifat umum (lump-sum) akan seimbangan konsumen dari titik E0 ke EM. Pada posisi keseimbangan yang baru tersebut, konsumsi barang publik dan barang privat

masing menjadi sebesar Z1 dan X1.

Adanya transfer tidak bersyarat ini, akan mengurangi tekanan kepada ntuk memungut pajak sebagai sumber pendanaan barang pajak lokal akan menurun sebesar –∆TR. Dengan demikia pengeluaran pemerintah daerah dalam penyediaan barang publik tidak akan

karena adanya kenaikan transfer, karena akan diikut

Namun kerangka teori ini ternyata tidak didukung dengan fakta empiris. Peningkatan transfer tanpa syarat, direspon dengan peningkatan pengeluaran publik pemerintah daerah yang lebih besar. Demikian juga dengan penerimaan keseimbangan masyarakat setelah menerima transfer pada titik EM, tetapi pada titik EFP, yang menunjukkan

kenaikan penerimaan pajak daerah (+∆TR) dan juga kenaikan konsumsi barang penurunan tarif pajak,

Pusat kepada Pemerintah Daerah bantuan tak bersyarat

aris anggaran dari Y Gambar 2. Bila barang publik diasumsikan sum) akan ke EM. Pada posisi keseimbangan yang baru tersebut, konsumsi barang publik dan barang privat

Adanya transfer tidak bersyarat ini, akan mengurangi tekanan kepada ntuk memungut pajak sebagai sumber pendanaan barang Dengan demikian, pengeluaran pemerintah daerah dalam penyediaan barang publik tidak akan karena adanya kenaikan transfer, karena akan diikuti dengan

Namun kerangka teori ini ternyata tidak didukung dengan fakta empiris. Peningkatan transfer tanpa syarat, direspon dengan peningkatan pengeluaran publik pemerintah daerah yang lebih besar. Demikian juga dengan penerimaan keseimbangan masyarakat setelah menerima transfer yang menunjukkan adanya TR) dan juga kenaikan konsumsi barang

publik (dari Z1 menjadi Z

pengeluaran konsumsi barang publik daerah.

Sumber: Kuncoro, 2007 Gambar 4. Dampak

Pemerintah Daerah

Fenomena flypaper effect akan meningkatkan pengeluaran penerimaan transfer itu sendiri ( terjadi dalam dua versi peningkatan pajak daerah dan mengarah pada elastisitas peng

daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah. Teori yang dikembangkan untuk m

adalah teori birokratik ( Model birokratik menelaah

sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya

Dalam model birokratik, dijelaskan bahwa birokrat berperilaku

pemerintah pusat. Tingginya biaya

keputusan fiskal pemerintah daerah mendorong terjadinya and Feiock, 2004). Dengan demikian, s

menjadi Z2). Hal ini menunjukkan bahwa transfer meningkatkan pengeluaran konsumsi barang publik, tetapi tidak menjadi substitu

, 2007

Dampak Transfer Tak Bersyarat Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah

flypaper effect membawa implikasi lebih luas bahwa transfer

pengeluaran pemerintah daerah yang lebih besar daripa penerimaan transfer itu sendiri (Kuncoro, 2007). Fenomena flypaper effect terjadi dalam dua versi (Gorodnichenko, 2001). Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan pengeluaran pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.

Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya flypaper effect birokratik (bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illu

Model birokratik menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya (Kuncoro, 2007; Widarjono, 2006; Bae and Feiock, 2004

Dalam model birokratik, dijelaskan bahwa flypaper effect

birokrat berperilaku memaksimumkan anggaran, dengan adanya trasfer Tingginya biaya overhead dan lemahnya kontrol terhad keputusan fiskal pemerintah daerah mendorong terjadinya flypaper effect

Dengan demikian, secara implisit, penjelasan ini

transfer meningkatkan , tetapi tidak menjadi substitusi bagi pajak

Pemerintah Pusat kepada

membawa implikasi lebih luas bahwa transfer pemerintah daerah yang lebih besar daripada

flypaper effect dapat

Pertama merujuk pada pemerintah yang berlebihan. Kedua eluaran terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap penerimaan pajak daerah.

terjadinya flypaper effect,

fiscal illusion model).

dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami keterbatasan informasi terhadap anggaran ; Bae and Feiock, 2004).

flypaper effect terjadi karena

memaksimumkan anggaran, dengan adanya trasfer dan lemahnya kontrol terhadap

flypaper effect (Bae

bahwa flypaper effect terjadi sebagai akibat dari perilaku birokrat yang lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak.

Turnbull, (1998) menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan dengan ilusi fiscal, yang disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi. Transfer akan menurunkan biaya rata-rata penyediaan barang publik. Namun, masyarakat tidak memahami penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya rata-rata atau biaya marginalnya. Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun, sehingga permintaan terhadap barang publik meningkat, lebih besar dari dampak pendapatan dari adanya transfer pemerintah pusat.

Bae and Feiock (2004), mengembangkan hipotesis ilusi fiskal dalam konteks ketidaktahuan masyarakat akan jumlah transfer yang diterima. Dalam kasus ini, pemerintah daerah menyembunyikan jumlah transfer yang diterima dari pusat dan kemudian membelanjakannya pada level puncak. Akibatnya, masyarakat memandang telah terjadi kenaikan pengeluaran pemerintah daerah dengan kenaikan yang lebih tinggi daripada kenaikan kuantitas yang diminta sebagai cerminan dari kenaikan pendapatannya.

2.2. Tinjauan Penelitian Desentralisasi Fiskal di Berbagai Negara