• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pijakan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah terkait dengan fungsi pemerintah dalam perekonomian. Menurut Pogue and Sgontz (1978) bahwa bentuk intervensi pemerintah terhadap perekonomian (1) membuat undang-undang dan peraturan, serta (2) pengeluaran pemerintah. Perumusan regulasi dan perundang-undangan memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian, namun perhatian utama akan diarahkan pada dampak pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian. Tujuan utama pengeluaran pemerintah ini adalah untuk menjamin alokasi dan penggunaan sumberdaya melalui efek realokasi sumberdaya untuk kesejahteraan masyarakat dan berfungsi juga dalam redistribusi pendapatan.

Mengacu pada konsepsi Barro sebagaimana dijelaskan di atas, bahwa pengeluaran pemerintah akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi baik melalui stimulus investasi publik maupun secara tidak langsung melalui konsumsi pemerintah. Konsepsi Barro ini sejalan dengan teori ekonomi aliran Keynesian, terkait dengan peranan pengeluaran pemerintah dalam perekonomian, melalui peningkatan pengeluaran agregate dan pada akhirnya pada peningkatan produksi nasional. Meskipun ada crowding out effect, yaitu

terjadinya penurunan ekonomi karena investasi berkuran sebagai akibat pengenaan pajak oleh negara untuk membiayai pengeluarannya, namun umumnya multiplier effect dari pengeluaran pemerintah lebih besar. Model Barro dapat menjelaskan bahwa kedua dampak yang saling berlawanan ini akan tergantung pada besaran pengeluaran pemerintah relatif terhadap perekonomian.

Dalam sistem politik dan kebijakan yang terdesentralisasi, analisis terhadap dampak kebijakan pengeluaran pemerintah menjadi lebih kompleks, karena menyangkut hubungan antar tingkat pemerintahan, terkait dengan pembagian tugas dan tanggung jawab penyediaan barang dan layanan publik, serta distribusi pendapatan dan pengeluaran antar tingkat pemerintahan. Stiglitz (2006) mengatakan bahwa pembagian tugas dan tanggung jawab penyediaan barang dan layanan publik antar tingkat pemerintahan didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan terkait dengan keputusan jenis barang/layanan publik yang sesuai dengan preferensi masyarakat. Desentralisasi penyediaan barang dan layanan publik ini kemudian diikuti dengan desentralisasi dari aspek anggaran, baik terkait dengan aspek pendapatan maupun keputusan pengeluaran.

Dalam kondisi esktrim, dimana sistem pemerintahan terpusat sepenuhnya atau terdesentralisasi sepenuhnya, analisis terhadap kebijakan fiskal akan lebih sederhana dibandingkan dengan kondisi diantaranya, dimana desentralisasi dilakukan tidak secara penuh. Pada aspek tertentu masih dipegang oleh pemerintah pusat, sementara aspek lainnya sudah diserahkan ke daerah. Bahkan pada beberapa kasus, untuk suatu aspek tertentu dikelola secara bersama oleh daerah dan pusat. Bahasan terkait desentralisas menjadi lebih kompleks sekaligus menarik bila dikaitkan dengan ruang lingkup desentralisasi yang tidak hanya menyangkut aspek fiskal tetapi juga politik dan kelembagaan ketiganya saling terkait. Meskipun bahasan dalam penelitian ini akan difokuskan pada aspek kebijakan fiskal.

Desentralisasi merupakan fenomena yang kompleks tidak saja terkait dengan anggaran negara juga menyangkut aspek politik, administrasi, dan sosial. Karena itu pembahasan tentang desentralisasi sebenarnya tidak bisa dilepaskan satu dengan lainnya. Bila dilihat dari konsep desentralisasi, kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia, paling tidak telah mencakup tiga konsep desentralisasi, yaitu desentralisasi politik (political

decentralization), desentralisasi administrasi (administrative decentralization),

dan desentralisasi fiskal (fiscal decentralization). Sementara desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), yang berarti menyerahkan layanan umum (public service) kepada swasta belum dilakukan meskipun dalam beberapa hal telah menunjukkan ke arah tersebut. Pada penelitian ini, akan dianalisis dampaknya terhadap efektivitas alokasi pengeluaran terhadap perekonomian daerah dan kemiskinan.

Desentralisasi politik di tengarai dengan penyerahan pemilihan kepala daerah dan juga DPRD secara langsung kepada masyarakat, yang dimulai sejak tahun 2004. Desentralisasi politik secara lebih luas ini merupakan langkah tindak lanjut dari desentralisasi administrasi, yaitu penyerahan berbagai urusan pemerintah pusat ke daerah dan desentralisasi fiskal yang telah dimulai sejak tahun 2001. Pemilihan pimpinan daerah secara langsung membawa dampak signifikan terhadap tata kelola pemerintahan, termasuk dalam alokasi anggaran, struktur birokrasi dan juga alokasi pegawai daerah. Hal ini akan mempengarui efektivitas pemerintah dan efektivitas anggaran daerah.

Disamping aspek politik, administrasi pemerintahan daerah juga akan mempengaruhi efektivitas dan efisiensi pengelolaan anggaran di daerah. Kewenangan pemerintah daerah bersama DPRD untuk menyusun organisasi pemerintahan daerah, termasuk pegawai menyebabkan ukuran pemerintah akan beragam dan berdampak pula pada efektivitas dan efisiensi pemerintah daerah. Kebijakan desentralisasi fiskal di Indonesia, meliputi kewenangan pemerintah daerah dalam menggali penerimaan daerah dan juga kewenangan dalam alokasi anggaran. Proses politik di daerah akan berpengaruh terhadap penerimaan daerah melalui penetapan perda yang mengatur pajak dan retribusi daerah serta terhadap pengeluaran, yaitu proses alokasi anggaran daerah. Penelitian ini akan menangkap kedua aspek desentralisasi fiskal, baik sisi penerimaan maupun pengeluaran.

Indikator desentralisasi fiskal yang digunakan adalah share pengeluaran dan penerimaan pemerintah daerah terhadap pengeluaran dan penerimaan pemerintah pusat. Indikator ini merupakan indikator yang paling banyak digunakan untuk merepresentasikan tingkat desentralisasi fiskal pada penelitian sebelumnya (Oates, 1985, 1993; Davoodi and Zou, 1998; Woller and Philips, 1998; Thießen; 2003; Iimi, 2005; dan Rodríguez-Pose and Ezcurra, 2010). Secara lebih detail akan dipelajari perilaku penerimaan daerah sesuai dengan

komponennya seperti PAD, dana perimbangan (DBH, DAU, dan DAK), serta alokasi pengeluaran daerah. Dalam konteks ini akan dilihat bagaimana respon pemerintah daerah baik dalam aspek penerimaan maupun pengeluaran dengan adanya perubahan berbagai sumber penerimaan daerah. Melalui analisis ini akan dapat diketahui apakah terjadi fenomena flypaper effect dalam pengeluaran pemerintah daerah.

Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa anggaran yang dibelanjakan di daerah bukan hanya anggaran yang dikelola oleh pemerintah daerah saja, namun juga yang dikelola pemerintah pusat melalui kementerian/KL berupa dana dekonsentrasi dan tugas perbantuan serta program khusus, terutama dalam pengentasan kemiskinan serta dana subsidi. Penggunaan anggaran di daerah baik yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari APBD sering kali digunakan untuk penyediaan barang/layanan atau infrastruktur serta sektor yang sama. Dengan demikian desentralisasi fiskal yang dilaksanakan ini termasuk kategori desentralisasi parsial (partial decentralization). Menurut Jametti dan Joanis (2010), desentralisasi parsial adala kondisi dimana suatu barang/layanan publik disediakan lebih dari satu tingkat pemerintahan. Dengan demikian akan menarik untuk melihat tingkat efektivitas anggaran yang dikeluarkan oleh tingkat pemerintah yang berbeda dalam pembangunan ekonomi. Hal ini akan menjadi salah satu permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, dengan mengambil kasus pada sektor pertanian, yaitu dengan membandingkan efektivitas dana dekonsentrasi dari Kementerian Pertanian dengan pengeluaran pembangunan daerah dari APBD.

Selain perbedaan efektivitas pengeluaran antar tingkat pemerintahan, alokasi anggaran juga mempengaruhi dampak kebijakan desentralisasi terhadap pembangunan ekonomi. Dalam penelitian ini alokasi anggaran dibedakan ke dalam beberapa sektor, terutama terkait dengan sektor layanan umum, infrastruktur, dan pembangunan ekonomi yang meliputi pertanian, industri dan jasa. Alokasi terhadap sektor pertanian akan menjadi fokus tersendiri dengan meilihat lebih dalam ke dalam sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Pertimbangan yang mendasarinya, karena sektor pertanian ini pada umumnya masih memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi daerah, penyerapan tenaga kerja dan besar kaitannya terhadap pengentasan kemiskinan. Sebagian besar penduduk miskin berada di perdesaan dan di sektor pertanian, sehingga pembangunan sektor pertanian

memiliki dampak lebih besar

pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Pembangunan Daerah Desentralisasi Fiskal

Dampak pengeluaran pemerintah akan dilihat dari beberapa indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan penduduk miskin. Indikator dampak

pertumbuhan ekonomi, merupakan indikator yang lazim digunakan untuk analisis pengeluaran pemerintah sebagaimana diulas dalam tinja

terdahulu. Dampak

merupakan dampak lanjutan dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pengeluaran pemerintah pada sektor layanan umum, yang meliputi

listrik dan air bersih manusia dan juga nantin

memiliki dampak lebih besar dalam pengentasan kemiskinan. pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 5.

Kerangka Pemikiran Dampak Pengeluaran Pemer Pembangunan Daerah dan Kemiskinan dalam Desentralisasi Fiskal

pengeluaran pemerintah akan dilihat dari beberapa indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan penduduk dampak pengeluaran pembangunan dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi, merupakan indikator yang lazim digunakan untuk analisis pengeluaran pemerintah sebagaimana diulas dalam tinjauan teori dan peneli

terhadap penyerapan tenaga kerja dan ke

merupakan dampak lanjutan dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pengeluaran pemerintah pada sektor layanan umum, yang meliputi pendidikan, kesehatan, listrik dan air bersih akan dilihat dampaknya terhadap indeks pembangunan manusia dan juga nantinya pada kemiskinan.

dalam pengentasan kemiskinan. Kerangka

Pengeluaran Pemerintah terhadap dalam Kerangka

pengeluaran pemerintah akan dilihat dari beberapa indikator, yaitu pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengurangan penduduk pengeluaran pembangunan dengan menggunakan pertumbuhan ekonomi, merupakan indikator yang lazim digunakan untuk analisis an teori dan penelitian terhadap penyerapan tenaga kerja dan kemiskinan merupakan dampak lanjutan dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pengeluaran pendidikan, kesehatan, dampaknya terhadap indeks pembangunan