• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL S U M E D I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL S U M E D I"

Copied!
276
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINT

PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM

KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP

PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM

KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL

S U M E D I

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

AH TERHADAP

PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertas berjudul Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah dan Kemiskinan dalam Kerangka Desentralisasi Fiskal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Sumedi

(4)
(5)

ABSTRACT

SUMEDI. Impact of Government Spending on Economic Performance and

Poverty Allevation in Term of Fiscal Decentralization under supervision BONAR

M. SINAGA, MUHAMMAD FIRDAUS, dan PANTJAR SIMATUPANG.

The purposes of this study were to analyze the factors affecting the revenue and allocation of national budget and local government spending and its impact on the economy, flypaper effect, and to formulate policy recommendations in term of more effective and efficient government spending. This study used pooled data at the provincial level on period 2005-2010 and a simultaneous equations model applied to capture the behaviour of each variables. The results were: (1) potential local goverment revenue, fiscal need, and central government transfer were factors that determined the local goverment revenue, sharing revenue, and central government transfer, (2) flypaper effect occured on local expenditures, (3) decocentration funding and assistant task in agricultural sector had more affect on the growth of the agricultural sector, (4) sectoral budget allocation has a positive impact on the economic growth, employment, welfare and poverty allevation, especialy on Indonesia Easterm Regions and (5) The increased general fund allocation (DAU) had a greatest impact on fiscal performance and the regional economy (6) increase revenue-sharing and specific fund had positive impact on economic growth and reduce local government depedency on central government budget. Policy recommendations were: (1) enhancing the sources of local revenue potentially to be the alternative policy due to the fact that increased DAU provide the greatest impact to the regional economy, but will lead to increased dependency to the central government, then increasing revenue sharing may improve fiscal capacity and economic performance, (2) realocation of routine spending to development spending may improve economic performance, (3) designing the clearly authorities between central and local government on several sectors, including on the agricultural development that will be able to improve the efficiency and effectiveness of government spending, and (4) Future studies need to be done with the data at the district or town level, and separate spesific fund by sector.

Key Words: fiscal decentralization, deconcentration and assistance tasks, flypaper effect, regional economy.

(6)
(7)

RINGKASAN

SUMEDI. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah dan Kemiskinan dalam Kerangka Desentralisasi Fiskal. Dibimbing oleh BONAR M. SINAGA, MUHAMMAD FIRDAUS, dan PANTJAR SIMATUPANG.

Setelah lebih dari 10 tahun berjalan sejak dilaksanakan kebijakan otonomi daerah yang diikuti dengan desentralisasi fiskal, berbagai pertanyaan mengemuka terkait efektivitas kebijakan tersebut untuk mengatasi masalah pembangunan, terutama menyangkut pengentasan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, penyelesaian masalah pengangguran dan juga peningkatan kualitas layanan pemerintah terhadap masyarakat. Besarnya porsi pengeluaran rutin menjadi salah satu indikator kurang efektifnya APBD. Struktur penerimaan daerah yang beragam menyebabkan perbedaan perilaku dalam pengelolaan pengeluaran daerah.

Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, dan terjadinya fenomena flypaper effect pada pengeluaran daerah, (2) menganalisis dampak pengeluaran pembangunan pemerintah daerah terhadap kinerja ekonomi sektoral ekonomi daerah (pertumbuhan dan penyerapan tenaga), pengurangan angka kemiskinan dan indeks pembangunan manusia, (3) menganalisis efektivitas pengeluaran pembangunan pertanian daerah dan dana dekonsentrasi pada kinerja sektor pertanian daerah, (4) melakukan simulasi kebijakan berbagai perubahan penerimaan dan alokasi pengeluaran daerah, baik pada sumber penerimaan daerah, maupun alokasi pengeluarannya, dan (5) merumuskan rekomendasi kebijakan pengelolaan fiskal daerah yang lebih efektif dan efisien.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data panel (pool data), dengan unit data tingkat provinsi dan deret waktu tahun 2005-2010. Secara garis besar data yang dikumpulkan dapat dikelompokan menjadi 4 kategori, yaitu: (1) Penerimaan Daerah, (2) Pengeluaran Daerah, (3) Alokasi Dana Dekonsentrasi untuk Sektor Pertanian, dan (4) Data Sektor Riil, yang meliputi PDRB, penyerapan tenaga kerja, kemiskinan dan sebagainya. Unit data yang digunakan adalah tingkat provinsi. Dengan demikian untuk data keuangan daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran daerah merupakan penggabungan antara keuangan daerah provinsi dan keuangan daerah kabupaten/kota di provinsi tersebut. Jenis pengeluaran pemerintah daerah akan dikategorikan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan berdasarkan sektor ekonomi. Pengeluaran pembangunan akan dikelompokan menjadi enam sektor, yaitu sektor: (1) pertanian, (2) industri, (3) jasa, (4) infrastruktur, dan (5) pelayanan umum, serta (6) sektor lainnya. Metode analisis meliputi: (1) analisis deskriptif dan (2) analisis regresi yaitu sistem persamaan simultan. Secara keseluruhan, model yang dibangun terdiri atas 40 persamaan yang terdiri dari 25 persamaan struktural dan 15 persamaan identitas. Identifikasi model menunjukkan bahwa semua persamaan bersifat over identified. Pendugaan menggunakan metode 2SLS.

Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Struktur penerimaan daerah sebagian besar masih bersumber dari dana perimbangan, sehingga ketergantungan fiskal daerah kepada pemerintah pusat masih tinggi. Pengeluaran pemerintah daerah masih lebih dominan untuk pengeluaran rutin, dibandingkan dengan pengeluaran pembangunan, (2) Dari Hasil estimasi, dapat disimpulkan: (a) faktor potensi penerimaan daerah (PDRB), dana perimbangan dari pusat dan kebutuhan fiskal

(8)

daerah saling mempengaruhi, dan secara bersama berpengaruh terhadap pengeluaran pemerintah daerah, (b) fenomena flypaper effect terjadi pada pengeluaran daerah (rutin dan pembangunan), (c) alokasi dana pembangunan sektoral memiliki dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, IPM, dan pengurangan kemiskinan, (d) efektivitas Dana dekon TP sektor pertanian lebih besar dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian dibandingkan dengan dana dari Pemerintah Daerah; (3) Dari berbagai skenario kebijakan, dapat disimpulkan bahwa: (a) peningkatan DAU memberikan dampak positif relatif besar terhadap penerimaan, pengeluaran dan perekonomian daerah, namun akan meningkatkan ketergantungan fiskal kepada pemerintah pusat, (b) peningkatan alokasi dana bagi hasil, disamping meningkatkan perekonomian pada satu sisi, pada sisi lain juga akan meningkatkan kapasitas fiskal dan mengurangi ketergantungan fiskal kepada pemerintah pusat, (c) peningkatan DAK akan lebih mendorong kinerja perekonomian daerah karena peruntukannya yang lebih berorientasi pada program-program pembangunan tertentu, (d) realokasi anggaran rutin ke anggaran pembangunan, memiliki dampak positif terhadap perekonomian, tanpa perlu kebijakan penambahan anggaran daerah. (e) dampak total peningkatan dana dekonsentrasi kementerian pertanian memiliki dampak yang lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pengeluaran pembangunan daerah pada sektor pertanian, (f) dampak peningkatan kinerja perekonomian wilayah dari berbagai simulasi, cenderung lebih besar terjadi pada wilayah Timur Indonesia. Keberpihakan alokasi transfer pemerintah pusat kepada wilayah timur akan menghasilkan dampak yang lebih besar.

Rekomendasi Kebijakan: (1) Peningkatan porsi bagi hasil pajak dan sumberdaya bagi daerah dapat menjadi alternatif kebijakan agar pemerintah daerah lebih mampu membiayai kebutuhan anggarannya, serta dampak yang lebih besar terhadap pembangunan daerah. DAU lebih diposisikan sebagai instrumen penyeimbang untuk aspek pemerataan pembangunan dan pengurangan ketimpangan fiskal antar daerah, (2) Dari aspek pengeluaran, realokasi pengeluaran rutin ke pembangunan akan meningkatkan efektivitas pengeluaran pemerintah daerah, (3) Peningkatkan komponen Dana Alokasi Khusus dalam struktur dana perimbangan dapat lebih mendorong alokasi anggaran pembangunan daerah dibandingkan dengan meningkatkan Dana Alokasi Umum, (4) Peningkatan efektivitas anggaran pada sektor pertanian dapat dilakukan dengan meningkatkan sinergi program pusat dan daerah, atau adanya pemilahan secara tegas kewenangan pusat dan daerah terhadap Pembangunan Pertanian, (5) Penelitian kedepan perlu dilakukan kajian nasional dengan data pada tingkat kabupaten kota dan membandingkan antara anggaran provinsi dan kabupaten dan pemilahan DAK menurut sektor atau peruntukannya, untuk dapat melihat lebih detail pengaruh komponen DAK terhadap perekonomian daerah.

Kata kunci: desentralisasi fiskal, dana dekonsentrasi, flypaper effect, perekonomian daerah

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

DAMPAK PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP

PEREKONOMIAN DAERAH DAN KEMISKINAN DALAM

KERANGKA DESENTRALISASI FISKAL

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Harianto, MS

Staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS

Staf pengajar Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Penguji pada Ujian Terbuka:

1. Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, MSc.

Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian 2. Drs. Sumedi Andoyo Mulyo, MA., Phd.

(13)

Judul Disertasi : Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian Daerah dan Kemiskinan dalam Kerangka Desentralisasi Fiskal

Nama : Sumedi

NIM : H363080111

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Ketua

Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi Anggota

Prof. Dr. Ir. Pantjar Simatupang, MS Anggota

Mengetahui,

2. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian

Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS

3. Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa

ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini

berhasil diselesaikan. Tanpa dukungan dari komisi pembimbing, para

penguji, rekan-rekan, pegawai sekretariat, dan keluarga, tidak mungkin

penulis dapat menyelesaikan Disertasi seperti ini. Untuk itu penulis

mengucapak terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai ketua komisi

pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bukan saja terkait

dengan substansi disertasi namun juga sebagai guru dalam

kehidupan ilmiah.

2. Dr. Muhammad Firdaus, SP, MSi, anggota komisi pembimbing,

atas segala bimbingan, masukan, dan dorongan untuk terus

mencari informasi terbaru dan untuk tidak cepat merasa ‘cukup’

dengan informasi yang dimiliki.

3. Prof. Dr. Ir. Pantjar Simatupang, MS, anggota komisi pembimbing,

atas segala masukan dan arahan, terutama dalam membangun

kerangka berfikir logis sistematis, dan atas motivasi dan teladan

untuk berfikir kritis dan mendorong curiousity yang lebih besar

dalam intepretasi fenomena empiris di lapangan dan hasil analisis

data.

4. Dr. Ir. Parulian Hutagaol, MS (penguji proposal dan ujian tertutup),

dan Dr. Ir. Harianto, MS (penguji pada ujian tertutup), atas segala

kritik dan saran yang diberikan untuk penyempurnaan disertasi ini.

5. Dr. Ir. Winny Dian Wibawa, MSc dan Drs. Sumedi Andoyo Mulyo,

MA, Ph.D (penguji pada ujian terbuka) atas segala kritik, saran, dan

masukan terutama terkait kondisi empiris baik pada tataran mikro

(sektor pertanian) maupun kebijakan makro terkait kebijakan

desentralisasi fiskal, serta saran lain yang membangun untuk

perbaikan disertasi ini.

6. Kepala Badan Litbang Pertanian dan Kepala Balai Besar

Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian atas

kesempatan tugas belajar yang diberikan dan dukungan

pembiayaan sehingga penulis dapat menempuh studi lanjutan ini.

7. Secara khusus penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada

Bapak Prof. Dr. Achmad Suryana dan Ibu Prof. Dr. Rita Nurmalina

Suryana, atas perhatian, bimbingan, motivasi dan teladan, bukan

saja selama penulis menyelesaikan studi ini, juga dalam proses

perjalanan tugas penulis selama ini.

8. Ibu Dr. Ir. Anny Ratnawati, MS atas perhatian dan dorongan yang

diberikan untuk segera dapat menyelesaikan studi ini.

9. Prof. Dr. Ir. Nur Azam Achsani, Dr. Ir. Hari Widjayanto, Dr. Bugus

Sukoco, dan Laode Abdul Rachman, MSi, atas dorongan, saran

masukan terutama terkait analisis data.

10. Rekan-rekan seperjuangan, EPN angkatan 2008, terutama Dr. Sudi

Mardianto, Dr. Tanti Novianti dan yang lainnya, atas kebersamaan

(16)

dan

kerja

samanya

selama

proses

perkuliahan

hingga

penyelesaian tugas akhir.

11. Teman-teman di sekretariat EPN (Mba Yani, Om Johan, On

Husein, Teh Kokom dan yang lainnya), atas bantuannya selama

proses perkuliahan hingga penyelesaian tugas akhir ini.

12. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga, Istri

tercinta Sri Wiyati Suci Andayani atas doa dan dorongan semangat

yang diberikan selama ini; serta anak-anak, Farah Fadhlilah

Widiaputri dan Muhammad Fadhli Widiansyah yang selalu menjadi

penyejuk hati selama ini.

13. Ibunda tercinta serta kakak-kakak atas doa dan restu dan

semangat dan motivasi yang diberikan selama ini.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang

berkontribusi dalam proses belajar sampai penyusunan disertasi

ini, mulai dari staf di Badan Litbang Pertanian, Biro Perencanaan

Kementeria Pertanian, Badan Pusat Statistik dan Kementerian

Keuangan.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, untuk

itu kritik dan saran membangun sangat dihargai. Terlepas dari itu semua,

semoga karya ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Agustus 2013

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen, Jawa Tengah pada tanggal 3 Februari 1973, putra ke empat dari pasangan Bapak Sugito Noto Rahadjo dan Ibu Sutirah. Penulis menikah dengan Sri Wiyati Suci Andayani dan dikaruniai dua orang putra putri yang bernama Farah Fadhilah Widiaputri dan Muhammad Fadhli Widiansyah.

Pendidikan Sekolah Dasar sampai dengan SMA diselesaikan di Kebumen, dan pada tahun 1992, penulis melanjutkan studi di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan lulus pada tahun 1997. Sejak tahun 1999 penulis bekerja sebagai peneliti pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (sekarang Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian) Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian hingga tahun 2005. Sejak tahun 2006 hingga saat ini penulis bekerja sebagai peneliti pada Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Penulis mendapat kesempatan tugas belajar pendidikan pascasarjana (S2) Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian, dengan beasiswa dari Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian.

(18)
(19)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xxii

DAFTAR GAMBAR ... xxvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Perumusan Masalah ... 4 1.3. Tujuan ... 8 1.4. Luaran... 8 1.5. Manfaat ... 9

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Tinjauan Teoritis Desentralisasi Fiskal ... 11

2.1.1. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi ... 11

2.1.2. Flypaper Effect Dana Perimbangan terhadap Pengeluaran Daerah ... 21

2.2. Tinjauan Penelitian Desentralisasi Fiskal di Berbagai Negara ... 26

2.3. Desentralisasi Fiskal di Indonesia ... 29

2.4. Kerangka Pemikiran ... 37

2.5. Hipotesis ... 42

III. METODOLOGI ... 43

3.1. Lokasi Penelitian ... 43

3.2. Data dan Variabel ... 43

3.3. Spesifikasi Model ... 48

3.4. Idetifikasi dan Metode Estimasi ... 54

3.5. Validasi Model ... 57

3.6. Simulasi ... 57

IV. ANGGARAN PEMERINTAH DAN KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ... 59

4.1. Struktur Penerimaan Pemerintah Daerah ... 59

4.1.1. Pendapatan Asli Daerah ... 60

4.1.2. Dana Perimbangan ... 63

(20)

4.3. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Kementerian Pertanian 71

4.4. Kinerja Ekonomi Daerah ... 74

4.4.1. Produk Domestik Regional Bruto ... 74

4.4.2. Penyerapan Tenaga Kerja dan Pengangguran ... 76

4.4.3. Indikator Pembangunan Manusia dan Kemiskinan ... 78

V. HASIL ESTIMASI MODEL ... 81

5.1. Perilaku Penerimaan Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi ... 81

5.2. Perilaku Pengeluaran Pemerintah Daerah ... 87

5.3. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Perekonomian Wilayah. 93 5.3.1. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto ... 94

5.3.2. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 99

5.3.3. Dampak Pengeluaran Pemerintah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat ... 102

VI. SIMULASI DAN PERAMALAN ... 107

6.1. Validasi Model ... 107

6.2. Simulasi Kebijakan Historis ... 108

6.2.1. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Penerimaan dan Kapasitas Fiskal Daerah ... 110

6.2.2. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Pengeluaran Pemerintah Daerah ... 112

6.2.3. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Produk Domestik Regional Bruto ... 114

6.2.4. Dampak Simulasi Kebijakan terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 118

6.2.5. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Indikator Kesejahteraan Masyarakat ... 120

6.3. Hasil Simulasi Menurut Wilayah ... 122

6.4. Peramalan Data Dasar ... 132

6.5. Peramalan Menurut Wilayah ... 135

6.6. Peramalan Simulasi Kebijakan ... 143

6.6.1. Penerimaan Daerah ... 143

6.6.2. Pengeluaran Daerah ... 148

(21)

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ... 164

7.1. Kesimpulan ... 164

7.2. Saran ... 166

DAFTAR PUSTAKA ... 169

(22)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Perkembangan Transfer ke Daerah, Tahun 2005-2010 ... 6 2. Dana ke Daerah yang Dikelola dalam APBD dan APBNP,Tahun 2010 .. 7 3. Jenis-Jenis Pajak Daerah menurut UU No 28, Tahun 2009 ... 31 4. Jenis Retribusi Daerah menurut UU No 28, Tahun 2009 ... 31 5. Besaran Pembiayaan di Daerah dari Sumber Dana Hibah Daerah,

Tahun 2009 dan 2010 ... 33 6. Reklasifikasi Pengeluaran Pembangunan Daerah berdasarkan

Klasifikasi Urusan Wajib dan Pilihan ... 47 7. Pengkembangan Pendapatan Pajak Daerah Kab/Kota dan Provinsi di

Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 61 8. Perkembangan Pendapatan Retribusi Daerah Kab/Kota dan Provinsi di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 61 9. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kab/Kota dan Provinsi dari

sumber Lainnya, di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 62 10. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Kab/Kota dan Provinsi, di

Indonesia Tahun 2005-2010 ... 63 11. Perkembangan Penerimaan Daerah Kab/Kota dan Provinsi dari Dana

Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 64 12. Perkembangan Penerimaan Daerah Kab/Kota dan Provinsi dari Dana

Alokasi Umum di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 65 13. Perkembangan Penerimaan Daerah Kab/Kota dan Provinsi dari Dana

Alokasi Khusus di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 66 14. Perkembangan Penerimaan Daerah Kab/Kota dan Provinsi dari Dana

Perimbangan di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 67 15. Komposisi Penerimaan Daerah Kab/Kota dan Provinsi, di Indonesia

Tahun 2005-2010 ... 68 16. Perkembangan Pengeluaran Rutin Daerah Kab/kota dan Provinsi di

Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 69 17. Perkembangan Pengeluaran Pembangunan Daerah Kab/kota dan

Provinsi di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 70 18. Persentase Pengeluaran Daerah Kab/kota dan Provinsi di Indonesia,

Tahun 2005-2010 ... 71 19. Rata-rata dan Share PDB Atas harga konstan Tahun 2000, Per

Wilayah Ekonomi di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 75 20. Perkembangan PDB Perkapita menurut Wilayah di Indonesia, Tahun

2005-2010 ... 76 21. Perkembangan Rata-rata Tenaga Kerja menurut Wilayah di

(23)

22. Perkembangan Rata-rata Jumlah Pengangguran menurut Wilayah di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 78 23. Perkembangan Angka Indeks Pembangunan Manusia menurut

Wilayah di Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 79 24. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin menurut Wilayah di

Indonesia, Tahun 2005-2010 ... 80 25. Persen Penduduk Miskin, menurut Wilayah di Indonesia, Tahun

2005- 2010 ... 80 26. Hasil Estimasi Pendapatan Pajak Daerah ... 81 27. Hasil Estimasi Pendapatan Retribusi Daerah... 83 28. Hasil Estimasi Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) ... 84 29. Hasil Estimasi Bagi Hasil Pajak ... 85 30. Hasil Estimasi Alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya ... 85 31. Hasil Estimasi Dana Alokasi Khusus ... 86 32. Hasil Estimasi Pengeluaran Pengeluaran Rutin ... 88 33. Hasil Estimasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor Pertanian ... 89 34. Hasil Estimasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri ... 90 35. Hasil Estimasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor Jasa ... 90 36. Hasil Estimasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor

Infrastruktur ... 91 37. Hasil Estimasi Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor Layanan

Umum ... 92 38. Hasil Estimasi Jumlah Pegawai Negeri Sipil Daerah ... 93 39. Hasil Estimasi PDRB Sub Sektor Tanaman Pangan dan Hortikultura .... 95 40. Hasil Estimasi PDRB Sub Sektor Perkebunan ... 96 41. Hasil Estimasi PDRB Sub Sektor Peternakan ... 97 42. Hasil Estimasi PDRB Sektor Industri ... 98 43. Hasil Estimasi PDRB Sektor Jasa ... 99 44. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Sub Sektor Tanaman

Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan ... 100 45. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Sub Sektor Peternakan ... 101 46. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri ... 101 47. Hasil Estimasi Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Jasa ... 102 48. Hasil Estimasi Indeks Pembangunan Manusia ... 103 49. Hasil Estimasi Jumlah Penduduk Miskin ... 104 50. Hasil Estimasi Indeks Kedalaman Kemiskinan ... 105 51. Hasil Estimasi Indeks Keparahan Kemiskinan ... 106

(24)

52. Validasi Model Pada Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap

Perekonomian Daerah dan Kemiskinan ... 107 53. Dampak Peningkatan Komponen PAD dan Dana Perimbangan

Terhadap Penerimaan Daerah ... 110 54. Dampak Realokasi Anggaran Rutin, Dana Dekonsentrasi, dan

Pengeluaran Pertanian Daerah terhadap Penerimaan Daerah ... 112 55. Dampak Peningkatan Komponen PAD dan Dana Perimbangan

Terhadap Pengeluaran Pemerintah Daerah ... 113 56. Dampak Realokasi Anggaran Rutin, Dana Dekonsentrasi, dan

Pengeluaran Pertanian Daerah Terhadap Pengeluaran Daerah ... 114 57. Dampak Peningkatan Komponen PAD dan Dana Perimbangan

Terhadap Produk Domestik Regional Bruto ... 115 58. Dampak Realokasi Anggaran Rutin, Dana Dekonsentrasi, dan

Pengeluaran Daerah pada Sektor Pertanian terhadap Produk

Domestik Regional Bruto ... 117 59. Dampak Peningkatan Komponen PAD dan Dana Perimbangan

Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja ... 118 60. Dampak Realokasi Anggaran Rutin, Dana Dekonsentrasi, dan

Pengeluaran Daerah pada Sektor Pertanian terhadap Penyerapan

Tenaga Kerja ... 119 61. Dampak Peningkatan Komponen PAD dan Dana Perimbangan

Terhadap Indikator Kesejahteraan dan Kemiskinan ... 120 62. Dampak Realokasi Anggaran Rutin, Dana Dekonsentrasi, dan

Pengeluaran Daerah pada Sektor Pertanian terhadap Indikator

Kesejahteraan dan Kemiskinan ... 121 63. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Penerimaan Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 1-5 ... 122 64. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Penerimaan Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 6-9 ... 123 65. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Pengeluaran Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 1-5 ... 125 66. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Pengeluaran Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 6-9 ... 126 67. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap PDRB Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 1-5 ... 127 68. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap PDRB Daerah Menurut

Wilayah, untuk Skenario Kebijakan 5-8 ... 129 69. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia dan Kemiskinan Menurut Wilayah, untuk Skenario 1-4 ... 130 70. Dampak Simulasi Kebijakan Terhadap Indeks Pembangunan

Manusia dan Kemiskinan Menurut Wilayah, untuk Skenario 6-9 ... 131 71. Hasil Peramalan Dasar Variabel Endogen, Tahun 2013 – 2017 ... 133

(25)

72. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Peningkatan DAU, DBH dan DAK terhadap Penerimaan Daerah ... 144 73. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan, Realokasi Anggaran

Peningkatan Dana Dekonsetrasi terhadap Penerimaan Daerah ... 145 74. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Peningkatan DAU, DBH, dan

DAK terhadap Pengeluaran Daerah ... 149 75. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Realokasi Anggaran

Peningkatan Dana Dekonsetrasi terhadap Pengeluaran Daerah ... 150 76. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Peningkatan DAU, DBH, dan

DAK terhadap Produk Domestik Regional Bruto ... 155 77. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Realokasi Anggaran

Peningkatan Dana Dekonsetrasi terhadap Produk Domestik Regional Bruto ... 157 78. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Peningkatan DAU, DBH, dan

DAK terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Indikator

Kesejahteraan Masyarakat ... 159 79. Peramalan Dampak Skenario Kebijakan Realokasi Anggaran

Peningkatan Dana Dekonsetrasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja dan Indikator Kesejahteraan Masyarakat ... 161

(26)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Dampak Transfer Bersyarat Pusat kepada Pemerintah Daerah ... 24 2. Dampak Transfer Tak Bersyarat Pemerintah Pusat kepada

Pemerintah Daerah ... 25 3. Perkembangan Transfer ke Daerah (Dana Perimbangan, Otsus, dan

Dana Penyesuaian), Tahun 2005-2010 ... 32 4. Perkembangan Kontribusi Pinjaman Daerah Terhadap Pembiayaan

Defisit APBD, Tahun 2007-2010 ... 34 5. Kerangka Pemikiran Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap

Pembangunan Daerah dan Kemiskinan dalam Kerangka

Desentralisasi Fiskal ... 41 6. Total Alokasi Anggaran Kementan Pertanian, Tahun 2006-2010 ... 72 7. Alokasi Anggaran Kementan di Daerah, Tahun 2005-2010 ... 73 8. Persentase Alokasi Dana Dekonsentrasi Kementan, Tahun

2005-2010 ... 74 9. Hasil Peramalan Rata-Rata Pendapatan Asli Daerah menurut

Wilayah, Tahun 2013-2017 ... 135 10. Hasil Peramalan Rata-Rata Dana Perimbangan menurut Wilayah,

Tahun 2013-2017 ... 136 11. Hasil Peramalan Rata-Rata Kapasitas Fiskal menurut Wilayah, Tahun

2013-2017 ... 137 12. Hasil Peramalan Rata-Rata Pengeluaran Rutin menurut Wilayah,

Tahun 2013-2017 ... 135 13. Hasil Peramalan Rata-Rata Pengeluaran Pembangunan Daerah

menurut wilayah, Tahun 2013-2017 ... 136 14. Hasil Peramalan Rata-Rata PDRB Sektor Pertanian menurut

Wilayah, Tahun 2013-2017 ... 137 15. Hasil Peramalan Rata-Rata Total PDRB Provinsi menurut Wilayah,

Tahun 2013-2017 ... 139 16. Hasil Peramalan rata-rata Penyerapan Tenaga Kerja Sektor

Pertanian, menurut Wilayah, Tahun 2013-2017 ... 140 17. Hasil Peramalan Rata-Rata Penyerapan Tenaga Kerja menurut

Wilayah,Tahun 2013-2017 ... 141 18. Hasil Peramalan Jumlah Pengangguran menurut Wilayah, Tahun

2013-2017 ... 141 19. Hasil Peramalan Indeks Pembangunan Manusia menurut Wilayah,

Tahun 2013-2017 ... 142 20. Hasil Peramalan Jumlah Penduduk Miskin menurut Wilayah, Tahun

(27)

21. Hasil Peramalan Pendapatan Asli Daerah dengan berbagai Skenario Kebijakan ... 146 22. Hasil Peramalan Dana Perimbangan dengan berbagai Skenario

Kebijakan ... 147 23. Hasil Peramalan Kapasitas Fiskal Daerah dengan berbagai Skenario

Kebijakan ... 147 24. Hasil Peramalan Total Penerimaan Daerah dengan berbagai

Skenario Kebijakan ... 148 25. Peramalan Pengeluaran Rutin Daerah dengan berbagai Skenario

Kebijakan Peningkatan Penerimaan Daerah... 151 26. Peramalan Pengeluaran Rutin Daerah dengan Skenario Kebijakan,

Alokasi Pengeluaran Daerah ... 152 27. Peramalan Pengeluaran Pembangunan Daerah dengan berbagai

Skenario Kebijakan Peningkatan Sumber Penerimaan Daerah ... 152 28. Peramalan Pengeluaran Pembangunan Daerah dengan Skenario

Kebijakan Realokasi Anggaran Daerah ... 153 29. Peramalan Total Pengeluaran Daerah dengan berbagai Skenario

Kebijakan Sumber Penerimaan Daerah ... 153 30. Peramalan Total Pengeluaran Daerah dengan Skenario Kebijakan

Alokasi Pengeluaran Daerah ... 154 31. Peramalan PDRB dengan Skenario Kebijakan Peningkatan

Penerimaan Daerah ... 158 32. Peramalan PDRB dengan Skenario Kebijakan Peningkatan

Pengeluaran Daerah ... 159 33. Peramalan IPM dengan berbagai Skenario Kebijakan Peningkatan

Penerimaan Daerah ... 162 34. Peramalan IPM dengan berbagai Skenario Kebijakan Pengeluaran

Daerah... 162 35. Peramalan Jumlah Penduduk Miskin dengan Skenario Kebijakan

Peningkatan Penerimaan Daerah ... 163 36. Peramalan Jumlah Penduduk Miskin dengan Skenario Kebijakan

(28)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Penerimaan Pemerintah Daerah Kab/Kota dan Provinsi,

Tahun 2005-2010 ... 175 Tabel 1. Pendapatan Pajak Daerah Pemerintah Kab/Kota dan

Provinsi menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 175 Tabel 2. Pendapatan Retribusi Daerah Pemerintah Kab/Kota dan

Provinsi menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 176 Tabel 3. Pendapatan Asli Daerah Pemerintah Kab/Kota dan

Provinsi menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 177 Tabel 4. Penerimaan Bagi Hasil Pajak Pemerintah Kab/Kota dan

Provinsi menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 178 Tabel 5. Penerimaan Bagi Hasil SUmberdaya Pemerintah

Kab/Kota dan Provinsi menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 179 Tabel 6. Penerimaan Bagi Hasil Pemerintah Kab/Kota dan Provinsi

menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 180 Tabel 7. Penerimaan Dana Alokasi Umum Kab/Kota dan Provinsi

menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 181 Tabel 8. Penerimaan Dana Alokasi Khusus Kab/Kota dan Provinsi

menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 182 Tabel 9. Penerimaan Lainnya Untuk Kab/Kota dan Provinsi

menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 183 2. Data Pengeluaran Pemerintah Daerah Kab/Kota dan Provinsi,

Tahun 2005-2010 ... 184 Tabel 1. Pengeluaran Rutin Pemerintah Kab/Kota dan Provinsi

menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 184 Tabel 2. Pengeluaran Pembangunan Pertanian Pemerintah

Kab/Kota dan Provinsi menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 185 Tabel 3. Pengeluaran Pembangunan Sektor Industri Pemerintah

Kab/Kota dan Provinsi menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 186 Tabel 4. Pengeluaran Pembangunan Sektor Jasa Pemerintah

Kab/Kota dan Provinsi menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 187 Tabel 5. Pengeluaran Pembangunan Infrastruktur Pemerintah

Kab/Kota dan Provinsi menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 188 Tabel 6. Pengeluaran Layanan Umum Pemerintah Kab/Kota dan

Provinsi menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 189 Tabel 7. Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Kab/Kota dan

(29)

3. Data Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Kementerian Pertanian menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 191 Tabel 1. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian pada Sub Sektor Tanaman Pangan menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 191 Tabel 2. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian pada Sub Sektor Hortikultura menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 192 Tabel 3. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian pada Sub Sektor Perkebunan menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 193 Tabel 4. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian pada Sub Sektor Peternakan menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 194 Tabel 5. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian pada Sub Sektor Lainnya menurut Provinsi, Tahun 2005-2010 ... 195 Tabel 6. Alokasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Kementerian Pertanian menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 196 4. Data Indeks Pembangunan Manusia menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 197 5. Data Rata-Rata Jumlah Penduduk Miskin menurut Provinsi, Tahun

2005-2010 ... 198 6. Model Kebijakan Fiskal dan Perekonomian Daerah ... 199 7. Program Estimasi Model Kebijakan Fiskal dan Perekonomian

Daerah... 200 8. Hasil Estimasi Model Kebijakan Fiskal dan Perekonomian Daerah ... 204 9. Program Validasi Model Kebijakan Fiskal dan Perekonomian

Daerah... 217 10. Hasil Validasi Model Kebijakan Fiskal dan Perekonomian Daerah

menurut Wilayah ... 223 Tabel 1. Validasi Model untuk Wilayah Sumatera ... 223 Tabel 2. Validasi Model untuk Wilayah Jawa dan Bali ... 224 Tabel 3. Validasi Model untuk Wilayah Kalimatan ... 225 Tabel 4. Validasi Model Untuk Wilayah Sulawesi ... 226 Tabel 5. Validasi Model Untuk Wilayah Nusa Tenggara, Maluku,

dan Papua ... 227 11. Program Simulasi Kebijakan Fiskal dan Perekonomian Daerah ... 228 12. Contoh Hasil Simulasi Kebijakan Peningkatan DAU sebesar 10

Persen ... 236 13. Program Simulasi Peramalan Kebijakan Fiskal dan Perekonomian

Daerah... 238 14. Hasil Simulasi Peramalan Peningkatan DAU sebesar 10 Persen... 245

(30)
(31)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Justifikasi kebijakan desentralisasi, sebagaimana diungkapkan oleh Oates (1999), adalah untuk meningkatkan kemandirian daerah dan meningkatkan efisiensi anggaran. Pemberian keleluasaan kepada pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terhadap program dan pengelolaan anggaran juga akan meningkatkan efektivitas penyediaan layanan umum kepada masyarakat (Bjornestad, 2009). Desentralisasi fiskal juga akan meningkatkan efisiensi pembiayaan, akuntabilitas penggunaan anggaran, dan dapat lebih memberi ruang kepada masyarakat untuk ikut terlibat dalam perumusan kebijakan, serta meningkatkan pelayanan publik. Lebih jauh, kebijakan desentralisasi fiskal juga diharapkan mampu menurunkan angka kemiskinan melalui program-program

pro-poor yang lebih efektif.

Mulai awal tahun 1970-an, banyak negara berkembang yang mulai melaksanakan kebijakan desentralisasi fiskal (Ismail, et.al., 2004). Hasil kajian empiris terkait dengan analisis hubungan desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi tidak menghasilkan kesimpulan yang konsisten. Berbagai penelitian menunjukkan hubungan negatif, sebagian lagi menunjukkan hubungan yang tidak nyata, dan beberapa yang lain, menunjukkan hubungan positif. Hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif desentralisasi fiskal terhadap pertumbuhan ekonomi (Lin and Liu, 2000; Desai et.al., 2003; Akai et.al., 2004; Zhang and Zou 1998; Akai and Sakata, 2002; Ismail, et.al., 2004; Iimi, 2005; Huther and Shah, 1998; Bjornestad, 2009; dan Armas, et.al., 2010). Penelitian yang menganalisis dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan dampak negatif, antara lain ditunjukkan oleh Zhang and Zou, (1998); Davoodi and Zou, (1998), sementara penelitian lain menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan (Wolter and Phillips, 1998; Xie et.al., 1999).

Implementasi otonomi daerah yang diikuti dengan kebijakan desentralisasi fiskal Indonesia sebenarnya lebih didorong karena masalah politik dan kegagalan pemerintah yang terpusat untuk membawa kesejahteraan secara lebih berkeadilan, dibandingkan oleh justifikasi ekonomi dan kesiapan yang matang. Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal dilaksanakan mulai Januari tahun 2001. Setelah lebih dari 10 tahun pelaksanaan tersebut, banyak pihak

(32)

yang mempertanyakan efektivitas kebijakan desentralisasi fiskal dalam mendorong kinerja ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Hal ini dikonfirmasi dengan berbagai kajian yang telah dilakukan bahwa kebijakan desentralisasi fiskal yang telah dilaksanakan selama ini belum mampu membawa peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat (Aziz, 2009).

Beberapa penelitian tentang dampak desentralisasi fiskal yang dilakukan untuk kasus Indonesia, menunjukkan bahwa desentralisasi belum mampu mencapai tujuan yang dikehendaki (Brodjonegoro, 2003; Aziz, 2009; dan Ramayandi, 2003). Sementara Darsono dkk., 2008 menunjukkan dampak positif desentralisasi fiskal terhadap kinerja sektor pertanian dan agroindustri.

Struktur sumber anggaran daerah untuk membiayai pengeluarannya meliputi sumber pendapatan daerah (kabupatan/kota dan provinsi) dan transfer dari pemerintah pusat, baik berupa conditional transfer maupun unconditional

transfer. Hal ini menimbulkan adanya perbedaan perilaku pengeluaran

pemerintah daerah, dimana terdapat kecenderungan transfer dari pusat (terutama unconditional transfer) akan mendorong pengeluaran daerah lebih besar dibandingkan dengan dana dari pendapatan daerah (flypaper effect) (Bae and Feiock, 2004; Widarjono, 2006; Kuncoro, 2007; Aragon, 2008). Fenomena ini membawa implikasi bahwa terdapat kecenderungan pemerintah daerah menjadi lebih “boros” dan kurang hati-hati menggunakan dana yang bersumber dari transfer pusat. Dalam kontek Indonesia hal ini menjadi menarik untuk ditelaah, pada kondisi dimana sumber pembiayaan pemerintah daerah sampai saat ini yang masih dominan dari transfer pusat.

Iimi (2005) mencermati hasil penelitian yang tidak konklusif tentang hubungan antara desentralisasi fiskal dengan pertumbuhan ekonomi, dan mensinyalir bahwa hal ini terutama disebabkan karena desentralisasi merupakan fenomena yang kompleks meliputi politik, fiskal, dan administrasi (kelembagaan), masalah kapasitas dari pemerintah daerah dan respon pemerintah daerah terhadap otoritas yang diberikan tidak sama. Disamping itu, faktor struktur perekonomian suatu negara turut berpengaruh terhadap dampak desentralisasi.

Disamping penjelasan konseptual tersebut, menurut Breuss dan Eller (2004), terdapat beberapa permasalahan statistik dalam mengkaji hubungan desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi, yaitu: (1) masalah spesifikasi model, (2) ukuran desentralisasi fiskal (pendapatan dan pengeluaran daerah) belum dapat merepresentasikan secara utuh dari desentralisasi yang

(33)

menyangkut juga aspek struktural, pengambilan keputusan, sumberdaya, proses politik, dan kelembagaan, dan (3) jalur hubungan sebab akibat antara desentralisasi fiskal dan pertumbuhan ekonomi tidak tergambarkan secara utuh. Berbagai penelitian yang dilakukan umumnya membendakan secara dikotomi, antara desentralisasi dan sentralisasi, belum banyak melihat lebih detail, melihat derajat desentralisasi. Penelitian yang dilakukan juga lebih banyak mengupas aspek makro; sehingga pendekatan sektoral menjadi lebih menarik.

Penelitian ini mencoba menggali lebih detail, dengan melihat lebih jauh terhadap dampak pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian daerah, yang di rinci pada beberapa sektor utama perekonomian. Secara khusus pada sektor pertanian, juga dilihat dampak dari anggaran dari pemerintah pusat dalam bentuk dana dekonsentrasi dari Kementerian Pertanian dan pengeluaran pembangunan daerah pada sektor pertanian, untuk melihat anggaran yang lebih efektif. Pemilihan sektor pertanian menjadi fokus, karena sektor ini memiliki posisi strategis dalam perekonomian dan juga sebagian besar penduduk miskin berada pada sekor pertanian. Dengan demikian penelitian ini dapat dikaitkan langsung terhadap pengentasan kemiskinan. Disamping itu, kajian terhadap perilaku pemerintah daerah dalam memperoleh dan mengalokasikan anggaran, termasuk di dalamnya menganalisis terjadinya flypaper effect.

Peran strategis sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, meliputi: (1) kontribusi terhadap pendapatan nasional yang cukup besar, (2) penyerapan tenaga kerja, (3) penyedia bahan baku bagi sektor lain, (4) menyediakan bahan pangan bagi masyarakat, (5) sumber pendapatan devisa, dan (6) pasar bagi produk non pertanian. Secara umum kondisi pertanian Indonesia menghadapi berbagai masalah, antara lain: kemampuan penghimpunan modal yang kecil, infrastruktur yang terbatas, produktivitas petani yang relatif rendah, aksesibilitas petani terhadap pasar yang rendah, dan posisi tawar petani yang rendah. Peran pemerintah terhadap sektor memegang peranan penting dalam mendorong kinerja sektor pertanian yang meliputi pertumbuhan, penyerapan tenaga kerja, peningkatan nilai tambah, maupun daya saing produk pertanian.

Peranan pemerintah dalam pembangunan pertanian diwujudkan dalam alokasi anggaran pemerintah pada sektor pertanian. Dalam kerangka desentralisasi fiskal, alokasi anggaran pada sektor pertanian dapat diwujudkan melalui: (1) anggaran pemerintah daerah (APBD), (2) alokasi anggaran pusat melalui dana dekonsentrasi, (3) dana alokasi khusus sektor pertanian, dan (4)

(34)

pelaksanaan program pusat. Dari sisi alokasi, anggaran pemerintah dialokasikan terhadap berbagai sub sektor, tanaman pangan, hortikultura, peternakan, dan perkebunan.

1.2. Perumusan Masalah

Implementasi kebijakan desentralisasi ini sebenarnya lebih dominan didasarkan pada dorongan politik dibandingkan dengan pertimbangan ekonomi. Wilayah Indonesia yang luas dengan begitu besar keragaman sumberdaya, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakatnya mendukung justifikasi dilaksanakannya desentralisasi. Desakan politik yang besar, seiring dengan perubahan kondisi politik, menyebabkan desentralisasi fiskal terkesan dilaksanakan dengan terburu-buru, tanpa persiapan yang memadai, sehingga banyak pihak menyebutnya sebagai fenomena big bang desentralisasi.

Landasan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yang merupakan penyempurnaan dari UU No 22 dan 25 tahun 1999. Kedua UU ini mengatur pokok-pokok penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah serta pendanaan bagi pelaksanaan kewenangan tersebut. Selain itu, terdapat juga Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur tentang kewenangan Pemerintah Daerah dalam melakukan pemungutan kepada masyarakat daerah guna mendapatkan sumber pendanaan bagi pembangunan daerah.

Dengan prinsip money follows function, maka fungsi pemerintahan yang telah diserahkan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sesuai dengan UU 32 Tahun 2004, akan diikuti dengan pendanaan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi dimaksud, yang kemudian diatur dalam UU No 33 tahun 2004 dan UU No 28 tahun 2009, yang mengatur tentang kewenangan pemerintah daerah dalam memungut pajak (taxing power). Pengembangan taxing power daerah ini dalam kerangka desentralisasi dari aspek penerimaan. Dengan adanya kewenangan ini, maka penerimaan asli daerah (PAD) akan dapat meningkat, meskipun masih relatif terbatas. Daerah dapat menggali potensi penerimaan daerah dari sumber pajak dan retribusi.

(35)

Sesuai dengan UU No 34, tahun 2004, sumber-sumer keuangan daerah, selain berasal dari penerimaan sendiri, daerah juga mendapat anggaran yang berasal dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian, serta peluang mendapatkan hibah dan pinjaman daerah. Dana Perimbangan meliputi dana bagi hasil, alokasi umum, dan alokasi khusus dimana masing-masing mempunyai tujuan yang saling melengkapi. Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan instrumen untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pemerintah pusat dan daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) ditujukan untuk mengurangi kesenjangan antar daerah. Sementara itu, untuk membantu daerah dengan kemampuan keuangan yang relatif rendah, dialokasikan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendukung pencapaian tujuan dan prioritas nasional serta meningkatkan pemerataan akses terhadap layanan publik.

Bila dilihat dari perkembangan pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal, nampak bahwa terjadi peningkatan derajat desentralisasi, baik dilihat dari desentralisasi pendapatan maupun pengeluaran. Pendapatan asli daerah (PAD) mengalami peningkatan secara nominal maupun sharenya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Hal ini menunjukkan peningkatan kemandirian fiskal daerah dalam memenuhi kebutuhan anggaran daerah. Secara nominal, pada tahun 2009 dan 2010 jumlah keseluruhan PAD untuk provinsi dan kabupaten/kota masing-masing sebesar Rp 62.6 triliun (16.5 persen dari total pendapatan APBD) dan Rp 71.8 triliun (17.9 persen dari total pendapatan APBD) (Nota Keuangan RI, 2011). Sementara itu transfer ke daerah juga terus meningkat seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang dimulai sejak tahun 2001. Pada tahun 2005, alokasi transfer ke daerah sebesar Rp 150.5 triliun meningkat hingga menjadi Rp 344.6 triliun pada APBN-P tahun 2010 (Tabel 1).

Peningkatan tersebut terjadi pada semua jenis transfer ke daerah. DAU yang merupakan komponen terbesar dari transfer ke daerah meningkat dari Rp 88.7 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp 203.6 triliun pada tahun 2010. Sementara jumlah alokasi DAK pada tahun 2005 sebesar Rp 4 triliun, meningkat menjadi Rp 24.7 triliun pada tahun 2009 dan menurun pada tahun 2010 menjadi Rp 21.1 triliun.

(36)

Tabel 1. Perkembangan Transfer ke Daerah, Tahun 2005-2010 (Milyar Rupiah) Uraian 2005 2006 2007 2008 2009 2010 I. Dana Perimbangan 143 221.3 (5.1) 222 130.6 (6.7) 243 967.1 (6.2) 278 714.7 (5.6) 287 251.5 (5.1) 314 363.3 (5.0) a. Bagi hasil 50 479.2 (1.8) 64 900.3 (1.9) 62 941.9 (1.6) 78 420.2 (1.6) 76 129.9 (4.4) 89 618.4 (4.4) b. Dana Alokasi Umum 88 765.4

(3.2) 145 664.2 (4.4) 164 787.4 (4.2) 179 507.1 (3.6) 186 414.1 (3.3) 203 606.5 (3.3) c. Dana Alokasi Khusus 3 976.7

(0.1) 11 566.1 (0.3) 16 237.8 (0.4) 20 787.3 (0.4) 24 707.4 (0.4) 21 138.4 (0.3) II. Dana Otsus dan

Penyesuaian 7 242.6 (0.3) 4 049.3 (0.1) 9 296.0 (0.2) 13 718.8 (0.3) 21 333.8 (0.4) 30 249.6 (0.5) a. Dana Otonomi khusus 1 775.3

(0.1) 3 488.3 (0.1) 4 045.7 (0.1) 7 510.3 (0.2) 9 526 6 (0.2) 9 099.6 (0.2) b. Dana Penyesuaian 5 467.3 (0.2) 561.1 (0.0) 5 250.3 (0.1) 6 208.5 (0.1) 11 807.2 (0.2) 21 150.0 (0.3) Jumlah 150 463.9 (5.4) 226 179.9 (6.8) 253 263.1 (6.4) 292 433.5 (5.9) 308 585.2 (5.5) 344 612.9 (5.5) Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan persentase terhadap PDB

Sumber: Kementerian Keuangan, 2011

Dalam konteks yang lebih luas, sebenarnya dana Pemerintah yang bergulir ke daerah lebih besar dari dana yang dialokasikan melalui APBD, dalam kerangka pelaksanaan otonomi dan desentralisasi fiskal. Selain melalui DAU, DBH, DAK, DID, Pemerintah juga mengalokasikan dana untuk membiayai program dan kegiatan yang menjadi kewenangan Pemerintah pusat di daerah dalam bentuk Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan. Selain itu juga terdapat yang digulirkan ke daerah melalui program nasional yang menjadi Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga, seperti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS), serta program nasional melalui subsidi yang sebagian besar juga dibelanjakan di daerah, seperti subsidi energi dan subsidi non-energi.

Besarnya dana yang bergulir ke daerah, baik yang dikelola dalam APBD maupun APBN pada tahun 2010 mencapai hingga 60.62 persen dari total pengeluaran dalam APBN-P Tahun 2010 (Nota Keuangan RI, 2011). Tabel 2 menunjukkan jumlah anggaran negara yang di belanjakan di daerah, baik yang dikelola pemerintah pusat maupun daerah. Proporsi terbesar penyaluran anggaran negara kepada daerah dilakukan melalui transfer ke daerah yang masuk dalam APBD, yaitu mencapai 30.60 persen, sementara yang dilakukan melalui anggaran kementerian dan lembaga yaitu dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan dana vertikal sebesar 11.22 persen. Sementara alokasi subsidi

(37)

pemerintah mencapai 15.66 persen dan pembiayaan program nasional (PNPM, BOS dan Jamkesmas) sebesar 3.14 persen terhadap anggaran negara.

Tabel 2. Dana ke Daerah yang Dikelola dalam APBD dan APBNP,Tahun 2010 (Triliun rupiah) Melalui Angg K/L dan APP

(Program Nasional)

Melalui APP (subsidi) Melalui Angg. Transfer ke Daerah (Masuk APBD)

Melalui Angg K/L

- PNPM 10.42 0.93% - BBM 88.89 7.89% - DBH 89.62 7.96% - Dana Dekon 11.93 1.06% - BOS 19.84 1.76% - Listrik 55.10 4.89% - DAU 203.61 18.08% - Dana TP 7.64 0.68% - Jamkes 5.10 0.45% - Pangan 19.92 1.24% - DAK 21.14 1.88% - Dana Vertikal 106.80 9.48%

- Pupuk 18.41 1.63% - Otsus 9.09 0.81% - Penyesuaian 21.15 1.88%

Total 33.37 3.14% Total 176.33 15.66% Total 344.61 30.60 Total 126.37 11.22%

*) APP: Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan Sumber: Nota Keuangan dan RAPBN 2011

Berdasarkan uraian di atas, maka beberapa pertanyaan yang mendasari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perilaku penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah dalam kondisi keberagaman sumber penerimaan daerah (pendapatan asli daerah, transfer pemerintah pusat, dan alokasi anggaran pusat melalui kementerian dan lembaga)?

2. Bagaimana dampak pengeluaran pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan mengurangi jumlah penduduk miskin?, dan

3. Secara khusus, pada pengeluaran di sektor pertanian, apakah pengeluaran pembangunan sektor pertanian daerah memiliki dampak lebih dibandingkan dengan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari Kementerian Pertanian dalam mendorong kinerja sektor pertanian.

Dampak pengeluaran pemerintah yang berasal dari berbagai sumber dan alokasi pengeluarannya pada berbagai sektor diduga beragam. Besaran dampak pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian ini dapat digunakan sebagai indikator efektivitas pengeluaran pemerintah. Dengan demikian, analisis ini penting dilakukan dalam upaya peningkatan efektivitas alokasi anggaran pemerintah dan juga koordinasi program pembangunan pusat dan daerah. Indikator dampak pengeluaran pemerintah dilihat dari dampak multiplier dan dampak relatif pengeluaran pemerintah terhadap berbagai indikator kinerja ekonomi, seperti pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan kemiskinan. Analisis dilakukan dengan membedakan perilaku antar wilayah, yaitu Sumatera, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

(38)

1.3. Tujuan

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah serta dampak pengeluaran pemerintah terhadap perekonomian daerah dan pengentasan kemiskinan. Secara rinci, tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, dan terjadinya fenomena flypaper effect pada pengeluaran daerah.

2. Menganalisis dampak pengeluaran pembangunan pemerintah daerah terhadap kinerja ekonomi sektoral ekonomi daerah (pertumbuhan dan penyerapan tenaga), pengurangan angka kemiskinan dan indeks pembangunan manusia.

3. Menganalisis dampak pengeluaran pembangunan pertanian daerah dan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan Kementeria Pertanian terhadap kinerja sektor pertanian daerah.

4. Menganalisis dampak perubahan kebijakan terkait penerimaan dan alokasi pengeluaran daerah, baik pada sumber penerimaan daerah, maupun alokasi pengeluarannya melalui simulasi kebijakan.

5. Merumuskan rekomendasi kebijakan pengelolaan fiskal daerah yang lebih efektif.

1.4. Luaran

1. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, dan terjadinya fenomena flypaper effect pada pengeluaran daerah.

2. Hasil analisis terkait dengan dampak pengeluaran pembangunan pemerintah daerah terhadap kinerja ekonomi sektoral ekonomi daerah (pertumbuhan dan penyerapan tenaga), pengurangan angka kemiskinan dan indeks pembangunan manusia.

3. Hasil analisis tentang dampak pengeluaran daerah pada sektor pertanian dan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan Kementeria Pertanian terhadap kinerja sektor pertanian daerah.

(39)

4. Hasil simulasi dampak berbagai perubahan penerimaan dan alokasi pengeluaran daerah, baik pada sumber penerimaan daerah, maupun alokasi pengeluarannya.

5. Rumusan rekomendasi kebijakan pengeluaran pemerintah yang lebih efektif.

1.5. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pemerintah (Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, dan Pemerintah Daerah), sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan, khususnya terhadap alokasi anggaran, baik pemerintah pusat maupun daerah. Bagi kalangan akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi literatur yang terkait dengan desentralisasi fiskal, terutama berkaitan dengan dampak pengeluaran pemerintah, serta dapat memberikan inspirasi untuk pengembangan penelitian yang akan datang.

1.6. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Dalam sistem otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang saat ini diterapkan, pemerintah daerah memiliki berbagai sumber penerimaan pemerintah daerah, yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan dari Pemerintah Pusat, dan penerimaan lainnya, seperti hibah, pinjaman dan sebagainya. Dana perimbangan sendiri terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum dan dana alokasi khusus, dan dana perimbangan lain seperti dana percepatan pembangunan pada kawasan tertentu, dana otonomi khusus, serta dana penyesuaian. Sumber-sumber penerimaan daerah tersebut berpotensi memiliki karakteristik yang berbeda baik dari aspek penerimaannya maupun pengelolaan pengeluarannya. Penelitian ini mencoba melihat lebih detail terkait dengan perilaku penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah dan dampak terhadap perekonomian dari berbagai jenis sumber anggaran daerah tersebut.

Perubahan atas UU No 25 tahun menjadi UU No 34 tahun 2004, tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah telah memberikan ruang yang lebih besar bagi daerah untuk menggali sumber pendapatan asli daerahnya, dengan perluasan jenis pajak dan retribusi yang diserahkan kepada pemerintah daerah. Hal ini tertuang pada UU tentang pajak dan tertribusi daerah. Disamping itu, daerah juga menerima porsi bagi hasil yang lebih besar dari hasil pengelolaan

(40)

sumberdaya daerah seperti minyak bumi dan gas, tambang, kehutanan dan perikanan. Dengan demikian terdapat peluang peningkatan kapasitas fiskal daerah.

Terkait dengan “jalur” dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi yang belum dianalisis secara lebih jelas, maka dalam penelitian ini, dengan menggunakan sistem persamaan simultan, jalur dampak desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dianalisis dengan lebih baik. Terkait dengan perilaku pemerintah daerah dalam memperoleh penerimaan daerah dan responnya terhadap pengeluaran sektoral (pertanian, industri, jasa, infrastruktur, dan layanan umum) pemerintah daerah, penelitian ini juga mencoba menganalisis terjadinya fenomena flypaper effect.

Analisis dampak pengeluaran sektoral pemerintah daerah terhadap kondisi ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dilihat secara lebih rinci pada sektor utama perekonomian (pertanian, industri, dan jasa) serta pengurangan kemiskinan, dan indeks pembangunan manusia. Khusus pada sektor pertanian analisis dilakukan secara lebih detail pada sub sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Pada sektor pertanian dianalisis tingkat efektivitas antara dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari Kementerian Pertanian dan pengeluaran pembangunan pertanian pemerintah daerah terhadap pertumbuhan sektor pertanian daerah. Analisis ini memiliki nilai strategis, dimana sektor pertanian merupakan sektor yang masih dikelola bersama oleh pemerintah pusat dan daerah. Masalah koordinasi dan sinkronisasi program masih menjadi kendala dalam pencapaian program pembangunan pertanian. Dengan menggunakan pooled data tingkat provinsi, analisis dapat dilakukan dengan membedakan karakteristik berdasarkan wilayah, yaitu: Sumatera, Jawa dan Bali, Kalimantan, Sulawesi, serta Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Keterbatasan penelitian ini adalah: (1) Dalam sistem kebijakan fiskal yang berlaku saat ini, anggaran pemerintah di daerah berasal dari berbagai sumber. Dengan pertimbangan keterbatasan data, anggaran pemerintah pusat yang dikelola pusat melalui program nasional (misalnya subsidi, PNPM, BOS, Jamkesmas), dan anggaran yang dialokasikan kepada kementerian/lembaga pusat yang dikelola oleh kementerian/lembaga pusat, tidak termasuk dalam analisis; (2) Isu ketimpangan antar daerah, dampak kerusakan sumberdaya akibat eksploitasi yang berlebihan setelah otonomi daerah dan masalah terkait birokrasi serta kepemimpinan daerah yang sering dikaitkan sebagai salah satu faktor penting keberhasilan pemerintah daerah tidak tercakup dalam penelitian ini.

(41)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis Desentralisasi Fiskal

2.1.1. Desentralisasi Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi

Kebijakan desentralisasi dan distribusi pengelolaan sumberdaya telah menjadi topik diskusi yang panjang dalam konteks ekonomi politik (Bjornestad, 2009). Landasan Teori tentang federalisasi pertama kali disampaikan oleh Hayek, (1945). Dalam konsepnya Hayek menjelaskan bagaimaan pengetahuan dan informasi digunakan oleh masyarakat. Hayek menyatakan, karena pemerintah daerah (sub nasional) memiliki pengetahuan yang lebih baik terhadap kondisi masyarakat dan potensi daerahnya, sehingga dapat menyediakan fasilitas publik lebih baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dibandingkan dengan pemerintah pusat. Untuk itu desentralisasi akan menciptakan layanan publik yang lebih baik (Bjornestad, 2009).

Lebih dari satu dasa warsa setelah gagasan yang disampaikan oleh Hayek (1945), Tiebout (1956) mengemukakan konsep kompetisi antar pemerintah daerah dalam menyediakan barang publik bagi masyarakatnya. Melalui mekanisme kompetisi antara pemerintah daerah ini akan dihasilkan kesesuaian barang publik yang disediakan pemerintah dengan kehendak dan preferensi masyarakat. Konsep ini didasarkan pada asumsi bahwa mobilitas masyarakat antar wilayah berjalan dengan sempurna. Artinya masyarakat akan berpindah ke wilayah yang pemerintah daerahnya menyediakan fasilitas publik lebih baik. Dengan landasan konsep yang disampaikan oleh Tiebout ini, teori tentang pembiayaan publik berkembang, misalnya Musgrave (1959) dan Oates (1972), yang membangun teori desentralisasi fiskal (fiscal federalsm), dengan fokus utama pada pembagian atau penyerahan pendapatan pajak dan pengeluaran pemerintah pada berbagai tingkatan pemerintahan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Jin, et.al., 2000).

Oates (1972) membangun pemahaman, bahwa penyediaan barang publik oleh pemerintah daerah merupakan metode yang paling efisien. Dalam model yang dikembangkan, Oates membuat perbedaan antara barang publik nasional dan daerah. Pemerintah pusat menyediakan dan mendistribusikan barang publik yang bersifat nasional, sementara untuk barang publik yang bisa disediakan oleh

(42)

pemerintah daerah, akan lebih efisien diserahkan kepada pemerintah daerah, dibandingkan bila dilakukan oleh pemerintah pusat dengan keseragaman output pada semua tingkatan pemerintahan.

Oates (1999) memperkuat argumennya, bahwa pemerintah daerah, yang lebih dekat dengan masyarakat akan lebih responsif terhadap preferensi masyarakatnya yang merupakan konstituennya serta akan mampu menemukan cara untuk menyediakan layanan publik dengan lebih baik. Berdasarkan konsep desentralisasi, Oates (1999) menyimpulkan bahwa pemerintah pusat seharusnya memiliki tanggung jawab utama pada menjaga stabilitas ekonomi makro dan distribusi pendapatan, terutama kepada kelompok masyarakat miskin. Sementara penyediaan dan layanan publik lainnya akan lebih baik didesentralisasikan kepada pemerintah daerah. Melalui desentralisasi ini, pemerintah daerah akan dapat menyediakan fasilitas dan layanan publik yang sesuai dengan preferensi masyarakat pada masing-masing daerah, sehingga tingkat kepuasan masyarakat akan lebih tinggi dibandingkan dengan fasilitas dan layanan publik yang bersifat seragam dari pemerintah pusat. Oates (1993) mengatakan bahwa landasan ekonomi dari desentralisasi fiskal adalah meningkatkan efisiensi, dengan penyediaan barang dan layanan publik yang bersifat lokal spesifik sesuai dengan kebutuhan dan preferensi masyarakat akan menghasilkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bila disediakan pemerintah pusat secara seragam.

Dalam perspektif yang agak berbeda, Bahl and Linn (1992) menyatakan bahwa desentralisasi lebih nampak sebagai pencapaian tingkatan tertentu dari pembangunan ekonomi, sehingga ada batasan kondisi ekonomi tertentu dimana desentralisasi akan bisa lebih membawa manfaat. Dari perspektif ini, bahwa diperlukan prakondisi pembangunan ekonomi pada tingkatan tertentu terlebih dahulu, baru kemudian diikuti dengan desentralisasi.

Barro (1990) meletakan konsep desentralisasi fiskal dalam kerangka teori pertumbuhan ekonomi endogen (endogeneous growth model), pada tahun 1990. Barro (1990) membangun model dengan landasan model pertumbuhan ekonomi endogen, dengan membedakan antara investasi swasta dan investasi publik, dengan model pertumbuhan ekonomi yang bersifat constant-returns. Asumsi lain yang digunakan adalah bahwa sumber pendapatan pemerintah berasal dari pajak dan anggaran berimbang (pajak sama dengan pengeluaran pemerintah).

(43)

Dengan demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah diikuti dengan peningkatan tingkat pajak, dan sebaliknya.

Pengembangan tentang pengeluaran pemerintah oleh Barro (1990) mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi, dengan pengeluaran pemerintah sebagai instrumen utama dalam terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori yang digunakan adalah teori pertumbuhan endogen (endogeneous growth model) dengan menekankan pada perbedaan return dari investasi publik dan privat. Investasi privat diasumsikan bersifat diminishing return, sementara investasi publik diasumsikan bersifat constant return atau increasing return, karena adanya efek spillover dan eksternalitas. Model ini menekankan pada pilihan kebijakan pemerintah terkait dengan hubungan antara size of government, tingkat tabungan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Model dibangun dengan menunjukkan konsep pertumbuhan endogen dengan optimalisasi rumah tangga, dan masalah perencanaan pemerintah.

Pada bagian optimalisasi perilaku rumah tangga, dalam teori pertumbuhan endogen, diasumsikan bahwa model bersifat constant return terhadap kapital, rumahtangga bersifat infinite-lived, dan bertujuan memaksimumkan kepuasan. Dengan demikian, fungsi utilitas rumah tangga adalah:

 =  

∞ ρ



... 1

dimana ρ > 0, yang menunjukkan konstanta preferensi terhadap waktu. Fungsi utilitas adalah:

 =

σσ

,

... 2

dimana σ >0, sehingga marginal utiliti memiliki elastisitas yang konstan sebesar -σ. Setiap rumah tangga memiliki fungsi produksi:

 = 

,

... 3

dimana y adalah output per tenaga kerja, dan k adalah kapital per tenaga kerja. Setiap tenaga kerja memiliki sejumlah waktu tertentu, dan diasumsikan tidak ada waktu untuk leasure. Sehingga akan diperoleh kondisi yang memaksimumkan utilitas dalam persamaan (1), dan berimplikasi pada kondisi tingkat pertumbuhan konsumsi adalah:

 

=



σ





ρ



,

... 4

dimana f’ adalah marginal produk dari kapital. Dengan asumsi diminishing return, (f”>0). Namun bila diasumsikan fugsi produksi bersifat konstan return terhadap kapital, dengan fungsi produksi spesifik:  = , dan A>0, yang merupakan

Gambar

Gambar  3  menunjukkan  perkembangan  besarnya  dana  transfer  ke  pemerintah  daerah  yang  berupa  dana  perimbangan  dan  dana  otonomi  khusus  dan dana perimbangan dari tahun 2005
Gambar  7.  Kerangka  Pemikiran  Pembangunan  Daerah  Desentralisasi Fiskal
Tabel 35.   Hasil Estimasi  Alokasi Pengeluaran Pembangunan Sektor Jasa  Variable  Parameter  Standard Error  Pr > |t|  Elastisitas
Tabel 51. Hasil Estimasi  Indeks Keparahan Kemiskinan  Variable     Parameter Estimate  Standard Error    Pr > |t|    Elastisitas  SR  LR  Intercept  -0.13175  0.154074  0.3939
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan komunikasi dan pemecahan masalah siswa dalam pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle

Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah adalah salah satu nama tarekat yang berkembang di Indonesia.Ajaran-ajaran yang diterapkan di dalam Tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah

Chapter I is introduction, which consists of the background of the study, review of the previous study, problem statement, objective of the study, limitation of the study, the

Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diungkapkan, permasalahan utama yang akan dikaji dalam tugas akhir ini adalah bagaimana bentuk Disaster Recovery Plan

Mereka yang terbunuh di dalam penjara adalah orang-orang yang berasal dari kelompok etnik tertentu di Indonesia.. Karena masing-masing kelompok memiliki pengawal dan pembelanya

[r]

Berdasarkan hal tersebut, permasalahan penelitian ini adalah: (1) bagaimanakah peningkatan keterampilan menulis skenario sandiwara melalui media film animasi pada siswa kelas XII

Hasil dari penelitian ini bukanlah merupakan hasil penelitian yang sempurna, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan asesmen kinerja dalam