Sunarti
ABSTRAK
Penggunaan minyak goreng berulang metode deep frying oil/DFO menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan asam lemak trans. Asam lemak tersebut dapat menyebabkan Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Penelitian ini bertujuan mengetahui efek ekstrak etanol rimpang jahe merah/EERJM terhadap pencegahan perlemakan hati non-alkoholik tikus Wistar jantan yang diberi DFO. Sampel penelitian sebanyak 54 ekor yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 9 kelompok perlakuan.
Kelompok K0 diberi aquadest, K1 dan K2 diberi DFO 3 dan 6 kali penggorengan dosis 10 µl/g BB/hari selama 30 hari. Pada kelompok perlakuan P1, P3, P5 dan P2, P4, P6 diberikan DFO 3 dan 6 kali penggorengan dan dosis EERJM bertingkat 100, 200, dan 400 mg/kg BB. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna pada degenerasi hepatosit dan derajat NASH antara K1 dan K2, dan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada 3 dan 6 kali penggorengan. Sedangkan antar kelompok perlakuan dosis 200 mg/kg BB pada 3 kali penggorengan (P3) lebih efektif dibanding kelompok lainnya, dan pengukuran fibrosis adalah F0.
Kata kunci: NAFLD, EERJM, DFO, degenerasi lemak, derajat NASH, fibrosis
ABSTRACT
The use of recycled frying oil with deep frying oil (DFO) method makes the increase in free fatty acid and trans fatty acid. These fatty acids can cause Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD).The aim of this research is to investigate the effect of ethanol extract of rimpang jahe merah/ EERJM on liver histopathology image in non-alcohol fatty liver of male Wistar mice induced by deep frying oil. The samples were 54 male Wistar mice that consisted of nine treatment groups. K0 was given aquadest, K1 and K2 were given DFO 3 and 6 times the frying dosage of 10 μl/g BB/day after 30 days. The treatment groups of P1, P3, P5 and P2, P4, P6 were given DFO 3 and 6 times of frying, and the dosages of EERJM from 100, 200, to 400 mg/kg BB. The result is no significant difference in the degeneration of hepatocytes and NASH between K1 and K2, and between the control group to the treatment group at 3 and 6 times the frying pan. While among the treatment group a dose of 200 mg/kg BB in the three times frying (P3) is more effective than other groups, and fibrosis is F0.
1. PENDAHULUAN
Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan penyakit hati yang secara histopatologis ditandai oleh adanya steatosis hati makrovesikular 5-10% tanpa mengkonsumsi alkohol berat.14
Berdasarkan survey 90% masyarakat menggunakan minyak goreng berulang 4-8 kali per hari.20 Pengulangan minyak pada proses memasak atau memanaskan makanan dalam jumlah banyak, dan suhu yang tinggi atau yang disebut deep frying oil akan menghasilkan asam lemak bebas dan asam lemak trans.19 Penelitian sebelumnya pada 12 tikus Wistar jantan dengan pemberian minyak trans meningkatkan peroksidasi lipid ditandai dengan peningkatan malondialdehyde (MDA), menurunkan enzim antioksidan seperti catalase (CAT), superoxide dismutase (SOD) serta glutathion peroxidase (GPx) sehingga menyebabkan stres oksidatif.8 Hasil penelitian pada 38 Mencit jantan dengan pemberian minyak jelantah 1 ml/100 g BB per hari selama 14 hari dapat menyebabkan degenerasi hepatosit yang merupakan perkembangan penyakit perlemakan hati.7
Pencegahan penyakit perlemakan hati non-alkoholik perlu dilakukan sebagai suatu alternatif penanganan agar tidak terjadi komplikasi yang membahayakan kesehatan akibat efek obat yang digunakan dalam jangka lama. Salah satunya adalah dengan mengkonsumsi jahe merah yang merupakan komponen aktif sebagai anti oksidan dan anti hiperkolesterol.24
Hasil penelitian menyebutkan bahwa jahe merah (Zingiber officinale roxb var rubrum) mampu menghambat peroksidasi lipid dan meningkatkan enzim antioksidan, mengatur reseptor LDL dan 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme-A (HMG-CoA) yang bekerja untuk mempengaruhi penyerapan kolesterol di dalam hati pada tikus yang diberikan diet tinggi lemak.15, 21
Dengan latar belakang diatas peneliti ingin melakukan penelitian secara histopatologi tentang efek ekstrak etanol rimpang jahe merah (EERJM) dosis 100, 200, dan 400 mg/kg BB pada perlemakan hati non-alkoholik tikus Wistar jantan yang diinduksi DFO 3 dan 6 kali penggorengan.
2. METODE
Penelitian ini dilakukan sesuai Ethical clearance dari Komite Etik Penelitian Hewan FMIPA USU Medan.
Penelitian ini merupakan penelitian eksprimental dengan pendekatan randomize post-test only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Wistar berumur berumur 2-3 bulan dengan berat 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Sampel penelitian sebanyak 54 ekor yang dipilih secara acak dan dibagi dalam 9 kelompok perlakuan.
DFO dibuat dengan memanaskan minyak goreng sawit kemasan Bimoli sebanyak 2,5 liter untuk menggoreng lele 5 kg pada suhu 200ºC (diukur dengan termometer masak) sebanyak 3 dan 6 kali penggorengan, masing-masing selama 8 menit. Tiap sekali penggorengan minyak didinginkan ±5 jam kemudian dilanjutkan dengan penggorengan berikutnya. Dosis DFO yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 µl/ gr BB tikus per hari selama 30 hari.22
Proses pembuatan EERJM yaitu rimpang jahe merah yang berasal dari Raya Simalungun dibersihkan, kemudian dikering anginkan dan dipotong tipis dengan ketebalan 3 mm. Pengeringan dilakukan di rak-rak lemari pengering dengan suhu 60 C.
Simplisia yang sudah mengering lalu dihaluskan dan dimaserasi dengan etanol 96%. Filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator pada
kisaran temperatur 40ᵒC - 60ᵒC hingga diperoleh ekstrak kental. Kemudian ekstrak kental dibuat suspensi dengan CMC 1%.
Suspensi ini kemudian diberikan secara oral dengan dosis 100, 200 dan 400 mg/kg BB.
Pemberian intervensi dilakukan berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk kontrol yaitu; kelompok 0 (kontrol negatif) diberikan pakan standar dan aquadest + CMC 1% sebanyak 1 ml. Kelompok 1 (Kontrol positif) diberikan DFO 3 kali + aquadest + CMC 1% sebanyak 1 ml, dan kelompok K2 (Kontrol positif) diberikan DFO 6 kali + aquadest + CMC 1% dianastesi dengan menggunakan ketamine xylazine dengan dosis 75-100 mg/kg + 5-10 mg/kg secara intraperitoneal dengan durasi selama 10-30 menit (Susianti, 2014), Pembedahan dilakukan untuk mengambil organ hati kemudian di fiksasi dengan buffer formalin 10% dan dikirim ke laboratorium Histologi untuk pembuatan sediaan mikroskopis dengan metode pewarnaan Masson’s Trichrome dan H&E. Prosedur pembuatan preparat/slide meliputi fiksasi, washing, dehidrasi, clearing, embeding, sectioning, affixing, staining dengan Masson’s trichrome untuk kelompok A dan pewarnaan H&E untuk kelompok B, kemudian mounting dan labeling, dan membaca slide dengan mikroskop cahaya.
Penetapan standarisasi ekstrak berdasarkan Dep.Kes 2000.6 dan metabolit kimia sekunder berdasarkan Harborne, 2007.11
Data yang diperoleh dari hasil
SPSS versi 20.0. Hasil penelitian dianalisis secara statistic dengan uji normalitas data Kolmogorov-Smirnov, dan uji varians dengan uji Levene. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka dilakukan uji One Way Anova. Jika varian data tidak berdistribusi normal maka alternatif dipilih uji Kruskal-Wallis. Kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antara kelompok perlakuan.
Hipotesis dianggap bermakna jika p< 0,05.5 3. HASIL
3.1 Hasil standarisasi ekstrak etanol rimpang jahe merah adalah sebagai berikut;
3.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etanol rimpang jahe merah adalah sebagai berikut;
3.3 Nilai rendemen simplisia dan ekstrak etanol rimpang jahe merah adalah sebagai berikut;
3.4 Gambaran histopatologi hepar yang mengalami degenerasi lemak dan fibrosis
A B
C D
Keterangan:Si=sinusoid,He= sel hepatosit, Vs= vena sentralis, a. steatosis b. Balloning c. Inflamasi lobular d. serat kolagen normal pada vena sentralis
3.5 Hasil perhitungan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak
Tabel 3.5.1 Efek ekstrak etanol rimpang jahe merah terhadap perlemakan hati non-alkoholik (jumlah steatosis, lobular inflamation, hapatosit balloning dan derajat NASH) pada tikus Wistar jantan yang diinduksi DFO pada 3 kali penggorengan.
Penyajian data analisis univariat yang akan dilanjutkan dengan uji Kruskal- Wallis dan Mann-Whitney (n=6)
Tabel 3.5.2 Efek ekstrak etanol rimpang jahe merah terhadap perlemakan hati non-alkoholik (jumlah steatosis, lobular inflamation, hapatosit balloning dan derajat NASH) pada tikus Wistar jantan yang diinduksi DFO pada 6 kali penggorengan.
Penyajian data analisis univariat yang akan dilanjutkan dengan uji Kruskal- Wallis dan Mann-Whitney(n=6)
Berdasarkan hasil uji Kruskal- Wallis, diperoleh bahwa nilai p= 0,001 untuk steatosis, inflamasi lobular, dan NASH, serta nilai p= 0,000 untuk nilai hepatosit balloning, sehingga secara keseluruhan (p< 0,05), dapat diambil kesimpulan paling tidak terdapat perbedaan jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak; steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH antar kelompok.
Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan pada 3 kali penggorengan terhadap jumlah hepatosit yang mengalami steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH diperoleh hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai P> 0,05. Hanya ada perbedaan bermakna terhadap jumlah steatosis antara kelompok kontrol (K1) dengan kelompok perlakuan (P1) yaitu pada dosis 100 mg/kg BB. Hal ini terlihat pada hasil bahwa jumlah steatosis kelompok P1 lebih tinggi dari kelompok kontrol (K1).
Hasil uji Mann-Whitney antara kelompok kontrol dengan kelompok
perlakuan pada 6 kali penggorengan terhadap jumlah hepatosit yang mengalami steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH diperoleh hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai P> 0,05.
Hasil uji Mann-Whitney antar kelompok kelompok perlakuan pada 3 kali penggorengan terhadap jumlah hepatosit yang mengalami steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH diperoleh hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai P> 0,05. Hanya ada perbedaan bermakna terhadap jumlah steatosis dan derajat NASH antara kelompok perlakuan (P1) dengan kelompok perlakuan (P3) yaitu pada dosis 100 dangan 200 mg/kg BB. Hal ini terlihat pada hasil bahwa dosis 200 mg/kg BB jumlah steatosis dan derajat NASH lebih baik pada pemberian DFO 3 kali penggorengan.
Hasil uji Mann-Whitney antar kelompok perlakuan pada 6 kali penggorengan terhadap jumlah hepatosit yang mengalami steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH diperoleh hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai P> 0,05.
Hasil uji Mann-Whitney antar kelompok perlakuan 3 dengan 6 kali penggorengan terhadap jumlah hepatosit yang mengalami steatosis, inflamasi lobular, hepatosit balloning dan derajat NASH diperoleh hasil tidak ada perbedaan bermakna dengan nilai P> 0,05.
4. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan fitokimia didapatka EERJM memiliki kandungan antioksidan yaitu flavanoid.
Flavonoid adalah senyawa yang termasuk golongan fenolik. Golongan fenolik pada jahe merah yang utama adalah gingerol dan
Fenolik memiliki satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah yang mengandung oksigen serta mengandung satu gugus hidroksil atau lebih .16 Gugus hidroksil dalam fenolik adalah gugus yang memiliki aktivitas antioksidan dan berperan penting menangkap radikal bebas, karena gugus hidroksil ini mendonorkan atom hidrogen sehingga menstabilkan senyawa radikal bebas.1,28 , dan sekaligus pencegahan radikal hidroksil yang menginduksi peroksidasi lipid atau oksidasi lemak untuk mencegah kerusakan hepar.3 Dan mencegah NAFLD akibat akumulasi lemak yang berlebihan.26
Pada penelitian ini pembentukan asam lemak di hati akibat akumulasi berlebihan setelah pemberian DFO bekas penggorengan lele sebanyak 10 µl/g BB selama 30 hari. Akumulasi ini lebih tinggi terjadi pada kelompok K2 dibanding dengan K1. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa pemanasan minyak pada suhu tinggi untuk menggoreng lele akan menurunkan kualitas minyak yang kandungannya dan dapat menginduksi NAFLD.22 Dalam keadaan steatosis gambaran histopatologi minimal harus 5%
dari sel hepatosit terdapat tetesan lemak baik tanpa ada tanda-tanda inflamasi maupun kerusakan hepatoselular.25 Dengan demikian DFO 3 maupun 6 kali penggorengan dapat menginduksi NAFLD.
Kadar asam lemak bebas akan meningkat seiring dengan penggunaan minyak berulang terutama pada minyak goreng curah akan meningkat setelah penggorengan ketiga dan minyak goreng bermerek terjadi pada penggorengan kelima.19, sehingga pada penelitian ini terlihat jelas makin tinggi pengulangan penggorengan akan semakin tinggi pula degenerasi lemak dan derajat NASH.2 Penggorengan dengan suhu tinggi yaitu 200ᵒC akan terbentuk asam lemak trans
oksidasi setelah penggorengan pengulangan kedua selama 30 menit.19 Asam lemak trans akan menghambat enzim metabolisme lipid (fatty acid desaturase elongase dan lecithin cholesterol acyl transferase; LCAT) yang berperan memetabolisme HDL untuk membuang kolesterol dari hati dan pembentukan lipoprotein .18
Minyak hasil DFO memiliki kandungan TFA yang tinggi.4 TFA akan menurunkan efisiensi sistem enzimatik antioksidan dengan cara meningkatkan signal pro-inflamasi, sehingga meningkatkan stress oksidatif di hati. Secara in vitro terbukti bahwa TFA dapat menyebabkan kegagalan hati dalam mensintesis apolipoprotein 100 (apo B-100) untuk mengangkut lemak dari hati, mencegah akumulasi trigleserida dan NAFLD.8
Perkembangan NAFLD yaitu NAFL menjadi NASH setelah pemberian DFO pada dosis 10 µl/ g dengan penggorengan 3 dan 6 kali tidak hanya menyebabkan steatosis tetapi juga menyebabkan ballon cell, dan inflamasi lobular walaupun tidak sampai menyebabkan jaringan fibrosis, Hal ini mungkin pemberian hanya selama 30 hari. Untuk membentuk jaringan fibrosis perlu waktu lebih lama dan pengulangan penggorengan juga perlu lebih banyak
Pemberian EERJM apabila ditinjau dari pengaruh dosis, maka ditemukan pada dosis 200 mg/kg BB/hari merupakan dosis yang efektif dalam menurunkan degenerasi lemak terutama menurunkan derajat steatosis, inflamasi lobular dan derajat NASH dibanding kelompok kontrol K1 dan K2. Keefektifan EERJM dosis 200 mg/kg BB/hari, hal tersebut membuktikan akan konsep pemakaian obat maupun mengkonsumsi vitamin, karena setiap obat maupun vitamin memiliki aturan dosis yang berbeda-beda sehingga tidak sampai membahayakan atau menimbulkan penyakit baru. Keefektifan dosis 200 mg/kg BB/hari
lebih cenderung baik pada pemberian DFO setelah 3 kali penggorengan sebab pada 3 kali penggorengan dengan minyak kemasan belum terbentuk asam lemak bebas. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa EERJM dosis 200 mg/kg BB/hari secara histopatologi menurunkan kerusakan hepatosit dan menurunkan kadar SGPT tikus yang di papari allethrin.9 Hasil penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa EERJM dosis 200 mg/kg BB secara bermakna menurunkan sitokin pro-inflamasi seperti (IL-1β, IL-2, IL-6 danTNF-α).10
EERJM dosis 100 mg/kg BB dalam 3 kali penggorengan menunjukkan peningkatan derajat steatosis dan NASH hasilnya ada perbedaan bermakna dibanding kelompok kontrol K1. Dan dosis 100 mg/kg BB dalam 6 kali penggorengan terjadi peningkatan derajat steatosis, inflamasi lobular dan derajat NASH hasilnya tidak ada perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol K2. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemberian ekstrak jahe merah dengan dosis 100 mg/kg BB mampu menurunkan stress oksidatif yang dipicu oleh radikal bebas pada tikus yang di induksi cadmium chloride melalui peningkatan enzim antioksidan seperti catalase (CAT) superoxide dismutase (SOD), glutathione (GSH), glutathione peroxidase (GPx), serta menurunkan enzim hati seperti alanine aminotransferase (ALT) dan Aspartate aminotransferase (AST) begitu juga jaringan histopatologi di parenkim hati berada dalam keadaan normal dengan kongesti fokal pada pembuluh darah hepatik).17 Hasil penelitian lain pemberian ekstrak etanol jahe merah dosis 125 mg/kg BB menurunkan vakuola lemak dan meringankan peradangan pada vena portal hati tikus yang diinduksi dengan oksitertrasiklin.12 Hal ini mungkin dikarenakan bahwa dosis 100 mg/kg BB/hari belum mencapai dosis efektif
sebagai antioksidan yang dapat menyeimbangkan kadar radikal bebas dalam tubuh akibat pemberian DFO serta resiko resistensi insulin akibat peningkatan asam lemak dalam tubuh dengan pemberian DFO.
EERJM dosis 400 mg/kg BB/hari pada 3 kali penggorengan dan 6 kali penggorengan meningkatkan derajat steatosis dan derajat NASH dan hanya menurunkan hepatosit balloning, hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa dosis 400 mg/kg BB menurunkan perlemakan hati non-alkoholik melaui kerjanya yang dapat menurunkan enzim HMG-CoA dan mengatur reseptor LDL pada tikus yang diberi diit tinggi lemak.15 Hal ini mungkin dikarenakan dosis tersebut sudah mengalami efek toksik pada tubuh sendiri yang berakibat pada penurunan kerja obat dan memicu pembentukan generasi toksik reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS dari efek toksik obat dan Oksidasi asam lemak bebas (FFA) akibat pemberian DFO mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga menyebabkan peroksidasi lipid.
Peroksidasi lipid secara langsung akan merusak DNA mitokondria dan meningkatkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, TGF-β, IL 6, dan IL 8 serta mengaktifasi NF-kB.29,30 Pengaktifan sitokin pro-inflamasi akan mengakibatkan injuri yang berpotensi mengganggu metabolisme intraseluler dan selanjutnya merusak struktur sel hingga terjadi degenerasi sel.7, selain itu juga mengganggu β-Oksidasi mitokondria sehingga semakin meningkatkan steatosis, terbentuknya nekrosis serta fibrosis yang berkontribusi pada penyakit perlemakan hati non-alkoholik (NAFLD).13 Begitu juga penggunaan dosis tinggi pada EERJM akan meningkatkan pemasukan gingerol dalam tubuh. Senyawa gingerol merupakan senyawa yang bersifat pedas, sehingga
iritasi dan perdarahan yang berpotensi pada peningkatan jejas di hati sehingga akan memperburuk steatosis pada induksi DFO 5. SIMPULAN
a. terjadi peningkatan degenerasi lemak pada kelompok yang diberikan DFO 3 dengan 6 kali penggorengan, namun tidak ada perbedaan bermakna
b. jumlah hepatosit yang mengalami degenerasi lemak dan derajat NASH pada kelompok yang diberi EERJM pada dosis 200 mg/kg BB/hari lebih rendah dibanding dosis 100 dan 400 mg/kg BB/hari , namun tidak ada perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol.
c. jaringan hepatosit tidak mengalami fibrosis atau derajat 0 (F0) dimana serat kolagen terlihat normal pada vena sentralis, vena porta dan sinusoid, hal ini besar kemungkin karena penginduksian DFO terlalu singkat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adawiah, Sukandar, D., Muawanah, A.
(2013). Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Komponen Bioaktif Sari Buah Namnam. Jurnal Kimia Valensi, 1 (2): 127-122
2. Alfiani, S., Triyasmono, L., Ni’mah, M.
(2014). Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Dalam Minyak Hasil Penggorengan Berulang Dengan Metode Titrasi Asam Basa dan Spektrofotometer Fourier Transformation Infra Red (FITR).
Jurnal Pharmascience, 1 (1): 7-13 3. Attia, A., Ibrahim, F., Nabil, G, Aziz, S.
(2013). Antioxidant Effects of Ginger (Zingiber officinale Roscoe) Against Lead Acetate-Induced Hepatotoxicity in Rats Afr. J. Pharm. Pharmacol, 7 (20):
1213-1219
Frying Riview Article. European Journal of Lipid Science and Technology, 116: 707-7015
5. Dahlan, M. S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Edisi 5.
Salemba Medika: Jakarta. pp. 20-40 6. Depkes. (2000). Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan dan Obat Obat Tradisional.
Depkes: Jakarta. pp. 3-25
7. Dewi Rosita, Sutejo Ika, R. (2011).
Pemberian Minyak Goreng Bekas Pakai Dalam Menimbulkan Kerusakan Sel-Sel Hati Mencit dan Penurunan Kadar Albumin Serum Mencit. Moluca Medica, 4: 61 -69 Trans Fatty Acid Levels Differentially Induces Oxidative Stress and Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) in Rats. BioMed Central, 8 (65): 1-12
9. Fathir, A. (2010). Pengaruh Ekstrak Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc),Terhadap Kadar SGPT dan Gambaran Histologis Hepar Tikus Putih (Rattus nurvergicus) yang Terpapar Allethrin. Skripsi. UIN: Malang
10. Fouda, A., Berika, M. (2009).
Evaluation of the Effect of Hydroalcoholic Extract of Zingiber officinale Rhizomes in Rat Collagen-induced Arthritis. Journal compilation Nordic Pharmacological Society Basic
& Clinical Pharmacology &
Toxicology, 104: 262-271
11. Harborne JB. 2007. Phytochemical Methods: A Guide to Modern
Techniques of Plant Analysis. London:
Chapman and Hall
12. Helal, E., Samia., Wahab, Atef, Sharaf, M., Zedan, G. (2012). Effect of Zingiber officinale on Fatty Liver Induced by Oxytetracycline in Albino Rats. Egyptian Journal of Metabolic Syndrome Reviews. NR Gastro, 7: 251-264
14. Kelishadi, R., Farajian, S., Mirlohi, M.
(2013). Probiotics As A Novel Treatment for Non-Alcoholic Fatty Liver Disease; A Systematic Review on the Current Evidences. Hepat Mon, 13 (4) : 1-8
15. Nammi, S., Moon, S., Gavande S.N, George, Q., Roufogalis, B. (2009).
Regulation of Low-Density Lipoprotein Receptor and 3-Hydroxy-3 Methylglutaryl Coenzyme A Reductase Expression by Zingiber officinale in The Liver of High-Fat Diet-Fed Rats.
Nordic Pharmacological Society Basic
& Clinical Pharmacology &
Toxicology, 106: 389-395
16. Redha, A. (2010). Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif dan Peranannya Dalam Sistem Biologis. Jurnal Bellan, 9 (2): 196-202
17. Saber, T., Ali, H. (2013). Ginger Protects Rats Against Cadmium-Induced Hepatotoxicity. International Journal of Advanced Research, 1 (6):
3000-3006
18. Sartika, R.A.D. (2008). Pengaruh Asam Lemak Jenuh, Tidak Jenuh dan Asam Lemak Trans terhadap Kesehatan.
Kesehatan Masyarakat Nasional, 2 (4):
154-160
19. Sartika, R.A.D. (2009). Pengaruh Suhu dan Lama Proses Menggoreng (Deep Frying) Terhadap Pembentukan Asam Lemak Trans. Makara Sains, 13 (1): 23-28
20. Siswanto, W., Mulasari, S. A., (2015).
Pengaruh Frekuensi Penggorengan Terhadap Peningkatan Peroksida Minyak Goreng Curah dan Fortifikasi Vitamin A. Kesmas, 9 (1). 1-10
21. Sunaryo, H., Rahmania, R,A., Dwitiyanti., Siska. (2015). Aktivitas Antioksidan Kombinasi Ekstrak Jahe Gajah (Zingiber offiinale rosc.) dan Zink Berdasarkan Pengukuran MDA, SOD dan Katalase pada Mencit Hiperkolesterolemia dan Hiperglikemia Dengan Penginduksi Streptozotosin.
Jurnal Kefarmasian Indonesia, 13 (2):
187-193
22. Susianti. (2014). Pengaruh Minyak Goreng Bekas yang Dimurnikan Dengan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Gambaran Histopatology Hepar dan Jantung Tikus. MKA, 37 (2): 54-60
23. Stoilova, Krastanov, Stoyanova, Denev, G. (2007). Antioxidant Activity of A Ginger Extract (Zingiber officinale).
Food Chemistry, 102 (2007): 764–770 24. Winarti, C., Nurdjanah,N. (2005),
Peluang Tanaman Rempah dan Obat Sebagai Sumber Pangan Fungsional.
Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian:
Bogor
25. Takahashi, Y., Fukusato, T. (2014).
Histopathology of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease/ Nonalcoholic Steatohepatitis. World J Gasrtoenterol, 20 (42): 15539-15548
26. Tannaz, E., Sareh, E., Poustchi, H., Azita, H. (2015). Recent Advances in Dietary Supplementation, in Treating Non-Alcoholic Fatty Liver Disease.
World J Hepatol, 7 (2): 204-2012 27. Tanweer, S., Shehzad, A,. Butt, M.,
Shahid, M. (2016). Radical Scavenging Linked Antioxidant Comparison and Quantification of Conventional and Supercritical Fluid Ginger Extracts. J Nutr Food Sci, 6 (4): 1-7
28. Vamanu, E. (2013). In Vitro Antimicrobial and Antioxidant Activities of EthanolicExtract of Lyophilized Mycelium of Pleurotus ostreatus PQMZ91109. Molecules, 17:
3653-3671
29. Verónica, M.D., Rosario, G.C., Jorge, M.J.R., Luisa, G.B., Ricardo, M.O., (2013). Pathogenesis, Diagnosis and Treatment of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease. Rev EspEnferm Dig, 105 (7):
409-420
30. Yusri, D.J., Sayoeti, Y., Elfitrimelly.
(2014). Peran Anti Oksidan pada Non- Alkoholik Fatty Liver Disease (NAFLD). Jurnal Kesehatan Andalas, 3 (1): 1-6