• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Histopalogi NAFLD

Dalam dokumen EFEK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH (Halaman 40-45)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hati

2.2 Penyakit Perlemakan Hati Non-Alkoholik .1 Definisi .1 Definisi

2.2.5 Gambaran Histopalogi NAFLD

NAFLD secara histopatologi dikategorikan menjadi NAFL dan NASH non-alkoholic fatty liver (NAFL) dan non-alcoholic steatohepatitis (NASH).

NAFL di temukan oleh adanya steatosis hepatik tanpa bukti cidera hepatoseluler dalam bentuk ballooning hepatosit. NASH di temukan oleh keberadaan steatosis hati yang disertai peradangan dan cidera (balon) hepatosit dengan atau tanpa fibrosis (Chalasani, et al., 2012).

Steatosis merupakan akumulasi lemak (trigleserida) di intrahepatoseluler (Lawrence, 2014). Steatosis hepatoseluler lebih dari 5% merupakan ciri khas NAFLD dan merupakan persyaratan penting dalam menegakkan diagnosis NAFLD. Steatosis hepatoseluler dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu makrovesikuler dan mikrovesikuler. Steatosis makrovesikuler merupakan suatu lipid droplet besar yang menempati sitoplasma hepatosit dan mendorong inti sel ke pinggir. Sedangkan mikrovesikuler sitoplasma hepatosit diisi dengan lipid droplet kecil sehingga inti masih terpusat di sel. Steatosis pada NAFLD biasanya berupa makrovesikuler tetapi kadang-kadang juga terdapat steatosis mikrovesikuler 10% dan steatosis NAFLD pada zona III (Takahashi, 2014).

Degenerasi lemak ditandai adanya mikrovesikular (vakuola lemak) dan peningkatan jumlah granule sitoplasma (round glass appearance), sel membengkak (balloned cell), membran sel rusak, inti sel terdesak ke tepi (crescent cell), inti sel hiperkromatin, dan tampak nekrosis sel yang ditandai adanya fragmen sel, sel tanpa pulasan inti, atau tidak tampaknya sel disertai reaksi radang, kromatin menggumpal menjadi untaian kasar, inti mengkerut, memadat, dan menjadi sangat basofilik (biru tua), yang disebut piknosis; inti piknosis pecah menjadi peningkatan jumlah partikel basofilik kecil (karioreksis) atau mengalami lisis (kariolisis) (Dewi dan Sutejo, 2011).

Kerusakan sel hati akibat degenerasi lemak pada NAFLD dapat diamati secara histopatologi dengan diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu; steatosis, ballon sel dan inflamasi lobular berdasarkan persentase rerata sel hati yang mengalami degenerasi tiap lapangan pandang (Brunt, 2016) dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini;

Tabel 2.2 Skoring degenerasi lemak pada NAFLD (Brunt, 2016)

Skor Steatosis Balloning Inflamasi Lobular

0 < 5% Tdk ada ballon sel Tdk ada inflamasi

1 5-33% Sedikit ballon sel 1-2 foci/200x

2 34-66% Banyak ballon sel 2-4 foci/200x

3 >66% > 4 foci/200x

Keterangan:

≤ 2 : tidak NASH (negatif) 3-4 : borderline

≥ 5 : NASH (positif)

Perlemakan hati pada NAFLD juga dibagi pada empat tipe yaitu tipe I, hanya terdapat steatosis oleh trigleserida pada hepatosit, tipe II terdapat steatosis disertai infiltrasi polimorfonuklear leukosit (PMN) yang menyebabkan inflamasi

dan steatohepatitis, tipe III terdapat steatosis, dan hepatosit injuri, inflamasi, degenerasi ballooning dan pembentukan badan mallory yang mengindikasikan kerusakan sel hepatosit, tipe IV selain hepatosit injuri juga terbentuk fibrosis periselular dan perisentral yang mengarah pada perkembangan sirosis (Anania and Parekh, 2007) (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Gambaran histopatologi NAFLD; tipe I, II, III dan IV A. Steatosis:

adanya trigleserida dalam hepatosit yang ditunjukkan oleh anak panah, B. Polimorfonuklear leukosit (PMN) infiltrasi, yang dapat menyebabkan peradangan dan steatohepatitis yang ditunjukkan oleh lingkaran, C. Cidera hepatosit, balloning, pembentukan badan malory yang di tujukkan dengan anak panah, D. Steatosis dan fibrosis pericelular dan pericentral mengindikasikan steatohepatitis dan sirosis yang ditujukan dengan anak panah (Anania and Parekh, 2007).

Inflamasi lobular dan portal yang terjadi pada NASH, biasanya masih ringan dan terdiri dari infiltrasi sel radang seperti limfosit, neutrofil, eosinofil dan sel kuffer. Inflamasi portal yang kronis biasanya dikaitkan dengan sejumlah besar lokasi steatosis, ballooning dan fibrosis. Hepatosit ballooning ditandai dengan sitoplasma hepatosit jernih dan adanya cidera hepatoseluler. Hepatosit tampak menggelembung oleh adanya lipid droplets dan badan mallory. Balloning

Apoptosis badan asidopil merupakan bentuk lain dari cidera hepatosit dan fitur sel mati terprogram yang umum terjadi pada NASH. badan asidopil sebagai biomarker NASH merupakan fitur histopatologi ketika diagnosis NASH tidak pasti ditegakkan (Brunt, et al., 2010).

NASH juga ditandai oleh adanya fibrosis perisinusoid atau periseluler.

Fibrosis dapat diamati dengan adanya reaksi nekroinflamasi yang aktif dan apabila berlanjut ke portal/periportal, akan menjembatani terjadinya sirosis. Bila NASH berkembang menjadi sirosis maka derajat steatosis dan nekroinflamasi berkurang dan status ini dikenal sebagai brunt-out NASH, keadaan ini mengarah pada sirosis kriptogenik (sirosis tanpa penyebab yang pasti) (Takahashi, 2014).

Fibrosis juga dapat dilihat dengan kolagen lebih tebal hingga terbentuk rangkaian fibrosis atau septa, dimana serabut halus kolagen ini berperan untuk menyokong sinusoid dan hepatosit (Setyowati, 2015). Untuk skoring fibrosis dapat dilihat pada ( Tabel 2.3) dibawah ini;

Tabel 2.3 Skoring fibrosis (Brunt, 2016).

Skor Kriteria

F0 Tidak ada fibrosis

F1 Zona 3 perisinusoidal

F2 Zona 3 perisinusoidal dan periportal

F3 Bridging

F4 sirosis

2.2.6 Pengobatan

Terapi NAFLD terutama NASH sangat dibutuhkan, diantaranya yang dapat digunakan untuk pengobatan NAFLD adalah statin dan atorvastatin yang memiliki efek untuk menurunkan dislipidemia, enzim liver terutama menurunkan

ALT (alanin transaminase), untuk mengurangi perkembangan fibrosis dan menurunkan resiko HCC (hepatocellular carcinoma) (Chalasani, et al., 2012).

Pengobatan NASH juga di targetkan pada sensitifitas insulin seperti penggunaan obat metformin yang di indikasikan pada penurunan resistensi insulin dan aminotransferase, dapat mengurangi resiko kanker hati pada pasien dengan DM tipe 2, tetapi tidak signifikan untuk perbaikan hati secara histopatologi.

Pengobatan yang lain adalah golongan thiazolidinedion diantaranya pioglitazon dan rosiglitazon yang efektif untuk memperbaiki aminotransferase dan steatosis hepatik, ballooning, dan inflamasi tetapi tidak untuk perbaikan fibrosis (Chalasani, et al., 2012).

Stress oksidatif dianggap sebagai kunci dari mekanisme terjadinya cidera hepatoselular dan perkembangan penyakit NASH, oleh sebab itu perlu pilihan terapi sebagai antioksidan; seperti vitamin E yang berfungsi menurunkan aminotransferase, memperbaiki steatosis, peradangan, ballooning sel dan perbaikan steatohepatitis pada orang dewasa, namun tidak untuk perbaikan fibrosis (Chalasani, et al., 2012).

Bahan aktif antioksidan di Indonesia selain vitamin E adalah; vitamin C, pro vitamin A, organosulfur, α-tocopherol, flavonoid, thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin (Werdhasari, 2014). Antioksidan lain seperti ubiquinon dan beta caroten adalah antioksidan larut lemak yang akan menangkap radikal pada membran sel dan plasma lipoprotein. Selain antioksidan larut lemak juga ada berbagai antioksidan yang larut air seperti ascorbat, asam urat, dan derivate polifenol yang berasal dari tanaman. Antioksidan tersebut sebagai antioksidan

yang akan menangkap radikal larut air, kemudian membentuk radikal yang relatif stabil dan dapat bertahan cukup lama sampai bereaksi dengan produk non-radikal.

Berdasarkan pada kerja antioksidan tersebut maka mengkonsumsi antioksidan akan lebih baik bila diberikan tidak dalam bentuk tunggal, tetapi kombinasi (Widayati, 2012).

Dalam dokumen EFEK EKSTRAK ETANOL RIMPANG JAHE MERAH (Halaman 40-45)