• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Teori Tindak Tutur

2.2.2 Fungsi-fungsi Tindak Tutur

Fungsi-fungsi tindak tutur, dalam konteks ini fungsi-fungsi ilokusi (Leech, 1983:104-107; Oka, 1993:161-162; Subagyo, 2000:172-174; Pranowo, 2009:145-146) dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Searle (1983 dalam Rahardi, 2009:17) menggolongkan tindak tutur ilokusi dalam aktivitas bertutur ke dalam lima macam bentuk tuturan, yakni (1) asertif, (2) direktif, (3) ekspresif, (4) komisif, dan (5) deklarasi karena setiap bentuk tuturan ini menunjukkan fungsi-fungsi komunikatifnya tersendiri. Namun, Geoffrey Leech (1983) dan Blum-Kulka (1987) justru menyatakan hal yang berkebalikan dari Searle, yakni bahwa satu maksud atau satu fungsi bahasa dapat dinyatakan dengan bentuk tuturan yang bermacam-macam. Leech (1983 dalam Oka, 1993:20) menekankan istilah tujuan atau fungsi tuturan daripada makna yang dimaksud atau maksud penutur mengucapkan sesuatu tuturan. Dengan tujuan atau fungsi, tuturan itu lebih netral karena tidak membebani pemakainya dengan suatu kemauan atau motivasi yang sadar sehingga dapat digunakan secara umum untuk kegiatan-kegitan yang berorientasi tujuan.

Wijana (2011:15-16; Rahardi, 2011:163) memberikan contoh dan penjelasan yang memadai tentang tindak tutur (berbicara) sebagai aktivitasyang berorientasi tujuan (goals oriented activities). Bentuk-bentuk tuturan “Pagi”, “Selamat pagi”,

“Met pagi”, dan “Hei Suster, pagi, apa kabar!” dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, yakni manyapa lawan bicara (misalnya teman, guru, kolega, seorang suster, dan lain sebagainya) yang dijumpai pada pagi hari. Tuturan-tuturan tersebut jelas bertujuan tertentu. Tujuannya adalah menyapa mitra tutur sesuai konteks situasi ketika tuturan itu disampaikan. Terhadap mitra tutur yang sama, mungkin sekali akan dimunculkan bentuk tuturan yang berbeda, dalam nuansa yang berbeda pula oleh setiap penutur. Yang pasti adalah bahwa setiap tuturan itu (aktivitas bertutur) memiliki tujuan. Dengan contoh dan penjelasan ini, Rahardi (2011: Ibid.) menyimpulkan “tujuan itu memang lebih konkret, lebih nyata, karena memang keluar berbarengan dengan tuturan yang dilafalkan atau diungkapkan penutur.”

Analisis Leech tentang tujuan atau fungsi tindak tutur terfokus pada fungsi-fungsi ilokusi, atau sesuai dengan hubungan tujuan tindakan (tujuan ilokusi) itu dengan tujuan sosial. Tujuan ilokusi adalah tujuan atau maksud yang hendak dicapai seseorang dengan tuturannya, seperti menyangkal, memerintah, menyatakan ketidaksetujuan, atau mengucapkan selamat. Adapun tujuan sosial adalah tujuan bersama yang lazimnya ingin dicapai para anggota komunitas berupa pemeliharaan hubungan sosial yang harmonis, sopan, dan terhormat. Leech mengklasifikasikan fungsi-fungsi ilokusi atas empat jenis, sesuai dengan hubungan fungsi-fungsi tersebut dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan perilaku yang sopan dan terhormat. Keempat fungsi tersebut adalah:

(a) kompetitif (competitive), yaitu tujuan ilokusi bersaing (compete with) dengan tujuan sosial, misalnya memerintah, meminta, menuntut, mengemis;

(b) konvivial atau menyenangkan (convivial), yaitu tujuan ilokusi sejalan (coincide with) dengan tujuan sosial, misalnya menawarkan (bantuan), mengajak/mengundang, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat; (c) kolaboratif atau bekerja sama (collaborative), yaitu tujuan ilokusi tidak

menghiraukan (indifferent to) tujuan sosial, misalnya menyatakan, melaporkan, mengumumkan, dan mengajarkan; dan

(d) konfliktif atau bertentangan (conflictive), yaitu tujuan ilokusi bertentangan (conflict with) dengan tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyumpahi, memarahi.

Menurut Leech (1983:104; Subagyo, 2000:173) keempat ilokusi tersebut dibedakan berdasarkan kesopanan (politeness) yang terlibat di dalamnya. Pada ilokusi kompetitif, kesopanan bersifat negatif sebab tujuan-tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertatakrama (discourteous), misalnya meminta uang dengan nada paksa. Karena itu, kesopanan diperlukan untuk memperhalus sifat tidak sopan yang secara intrinsik terkandung di dalam tujuan itu. Sebaliknya, jenis ilokusi konvivial pada dasarnya memang bertatakrama, sehingga kesopanannya bersifat positif. Karena itu, adalah tindakan sopan jika ada yang teman yang sukses/berhasil atau berulang tahun seseorang mengucapkan selamat. Ilokusi kolaboratif tidak melibatkan kesopanan karena memang tidak relevan. Orang yang melaporkan, mengumumkan dan sejenisnya tidak perlu berpikir tentang kesopanan. Sementara itu, dalam jenis ilokusi konfliktif kesopanan tidak ada sama sekali sebab ilokusi ini memang bertujuan menimbulkan kemarahan atau ketakutan. Mengancam atau menyumpahi

orang, misalnya, tidak mungkin dilakukan dengan sopan, kecuali dilakukan dengan ironi.

Leech (1983:105) menjelaskan bahwa klasifikasi tindakan ilokusi yang dibuatnya didasarkan atas fungsi, sedangkan Searle (1979) mendasarkannya atas berbagai kriteria. Untuk itulah, Leech menguraikan hubungan dua jenis klasifikasi tersebut dilihat dari aspek sopan santunnya tindakan ilokusi tersebut.

1. Asertif (assertives) atau representatif: pada ilokusi ini penutur (dan bentuk tuturnya) terikat pada kebenaran proposisi yang diungkapan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemukakan pendapat, melaporkan. Dari segi sopan santun, ilokusi-ilokusi ini cenderung netral, yakni mereka termasuk kategori bekerja sama (collaborative). Pengecualiaannya adalah tindak membual biasanya dianggap tidak sopan. 2. Direktif (directives): ilokusi ini bertujuan menghasilkan suatu efek berupa

tindakan yang dilakukan oleh petutur (mitra tutur), atau bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan, misalnya memesan, memerintah, memohon, menuntut, memberi nasihat. Jenis ilokusi ini sering dapat dimasukkan ke dalam kategori kompetitif, karena itu itu mencakup juga kategori-kategori ilokusi yang membutuhkan sopan santun negatif. Namun, ada juga jenis ilokusi direktif yang secara instrinsik memang sopan, misalnya mengundang.

3. Ekspresif (expressives): fungsi bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan yang

tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengecam, memuji, mengucapkan belasungkawa. Ilokusi ekspresif cenderung menyenangkan, karena itu secara intrinsik ilokusi ini sopan, kecuali ilokusi-ilokusi ekspresif seperti „mengecam‟ dan „menuduh‟.

4. Komisif (commisives), yaitu bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau menawarkan, berkaul. Pada ilokusi ini, penutur (sedikit banyak) terikat pada suatu tindakan di masa depan. Jenis ilokusi ini cenderung berfungsi menyenangkan dan kurang bersifat kompetitif, karena tidak mengacu pada kepentingan penutur tetapi pada kepentingan mitra tutur. 5. Deklarasi (declarations), yaitu bentuk tutur yang menghubungkan isi tuturan

dengan kenyataannya. Artinya, berhasilnya pelaksanaan ilokusi ini akan mengakibatkan adanya kesesuaian antara isi proposisi dengan realitas, misalnya mengundurkan diri, membaptis, memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucilkan/membuang, mengangkat (pegawai), dan sebagainya. Jenis ilokusi ini menurut Searle bersifat khusus karena tindakan-tindakan ini biasanya dilakukan seseorang yang dalam kerangka acuan kelembagaan diberi wewenang untuk melakukannya.

Kelima fungsi umum tindak tutur beserta sifat-sifat kuncinya ini terangkum dalam tabel berikut.

Tabel 3. Lima Fungsi umum tindak tutur (menurut Searle, dalam Yule, 1996:95)

Tipe tindak tutur Arah penyesuaian P = penutur; X = situasi

Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X

Representatif Kata disesuaikan dengan dunia P meyakini X

Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X

Direktif Dunia disesuaikan dengan kata P menginginkan X

Komisif Dunia disesuaikan dengan kata P memaksudkan X

Analisis tentang fungsi tindak tutur dalam penelitian ini berdasar pada konsep fungsi tindak tutur Leech dan Searle – seperti yang telah dijelaskan pada bagian di atas. Oleh karena itu, bila pendapat Leech dan Searle itu dielaborasikan akan terlihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.Tindak Tutur dan Fungsi Tindak Tutur

Bentuk tindak tutur

Arah penyesuaian P = penutur; X = situasi Fungsi / Tujuan Tindak Tutur

Deklarasi Kata mengubah dunia P menyebabkan X -

Representatif /Asertif

Kata disesuaikan dengan dunia P meyakini X Kolaboratif

Ekspresif Kata disesuaikan dengan dunia P merasakan X Konvivial,

Konfliktif Direktif Dunia disesuaikan dengan kata P menginginkan X Kompetitif

Konvivial

Komisif Dunia disesuaikan dengan kata P memaksudkan X Konvivial

2.3 Teori Kesantunan Berbahasa