• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Teori Tindak Tutur

2.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur

2.2.1.4 Jenis-jenis Tindak Tutur Berdasarkan Teknik Penyampaian

Selain klasifikasi atas tiga jenis tindak tutur di atas (lokusi, ilokusi, dan perlokusi), Wijana (2011:28) mengklasifikasikan tindak tutur atas dua, yaitu (1) tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung; dan (2) tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal. Wijana(1996:30) mengemukakan“berdasarkan teknik penyampaiannya, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. Berdasarkan interaksi makna, tindak tutur dapat diklasifikasikan menjadi tindak tutur literal dan tindak tutur nonliteral”. Jenis-jenis tindak tutur ini akan dijelaskan sebagai berikut.

2.2.1.4.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung

Yule (1996) menyebutkan bahwa dalam konteks tindak tutur,antara tiga tipe struktural (deklaratif, interogatif, dan imperatif) dan tiga fungsi komunikasi umum (pernyataan, pertanyaan, dan perintah/permohonan) terdapat hubungan yang erat. Menurut Wijana (2011), secara formal atau struktural, berdasarkan modusnya kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita digunakan untuk memberikan suatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan, dan permohonan. Bila mengacu kepada konsep konvensional ini maka tindak tutur untuk mengatakan sesuatu, bertanya, dan menyuruh, mengajak, meminta, memohon, dan sebagainya

berbentuk tindak tutur langsung (direct speech act). Jadi, apabila ada hubungan langsung antara struktur dan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur langsung. Misalnya,

(18) Rani memiliki dua ekor kucing. (19) Di manakah letak pulau Jawa? (20) Ambilkan baju saya!

Sebagai tuturan dalam bentuk kalimat berita, kalimat (18) memberitakan bahwa Rani memiliki dua ekor kucing; kalimat tanya, kalimat (19) menanyakan di manakah letak pulau Jawa; dan kalimat perintah, kalimat (20) menyuruh ambilkan baju saya. Ketiga kalimat ini berbentuk tindak tutur langsung.

Dalam konteks tertentu, apabila ada hubungan tidak langsung antara struktur dengan fungsi, maka terdapat suatu tindak tutur tidak langsung.Inilah yang disebut tindak tutur tidak langsung (indirect speech act). Misalnya, untuk berbicara secara sopan, perintah dapat disampaikan dalam kalimat berita atau kalimat tanya sehingga orang yang diperintah tidak merasa diperintah. Misalnya,

(21) Ada makanan di almari. (22) Di mana sapunya, ya?

Kalimat tuturan (21) bila diucapkan kepada seseorang yang membutuhkan makanan, dimaksudkan untuk memerintahkan lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di lemari yang dimaksud, bukan sekadar untuk menginformasikan bahwa di almari ada makanan. Pada kalimat tuturan (22), bila itu diutarakan oleh seorang ibu kepada anak, tidak semata-mata bermaksud menanyakan di mana letak sapu itu, tetapi juga secara

tidak langsung memerintah sang anak untuk mengambil sapu itu. Perluasan konteks kedua kalimat itu bisa dilihat berikut.

(23) + Ran, perutku kok lapar, ya? - Ada makanan di almari.

+ Baik, kuambil semua, ya?

(24) Ibu : Di mana sapunya, ya?

Anak : Sebentar Bu, akan saya ambilkan.

Tuturan yang diutarakan secara tidak langsung biasanya tidak dijawab secara langsung, tetapi harus segera dilaksanakan maksud yang terimplikasi di dalamnya. Modus kalimat perintah tidak dapat digunakan untuk mengutarakan tuturan secara tidak langsung. Penggunaan modus kalimat yang menunjukkan kelangsungan tindak tutur dapat digambarkan demikian.

Tabel 2. Jenis Tindak Tutur Berdasarkan Modus Kalimat

Modus Kalimat Tindak Tutur

Langsung Tidak Langsung

Berita Memberitakan Menyuruh

Tanya Bertanya Menyuruh

Perintah Memerintah -

Dalam temuan Rahardi (2005:116), modus kalimat perintahmenyuruh melakukan sesuatu ternyatadapat juga digunakan untuk mengutarakan tuturan secara tidak langsung, yakni melarang melakukan sesuatu. Hal ini dapat ditemukan pada uraiannya tentang tuturan yang mengandung makna pragmatik imperatif “Ngelulu”. Kata “ngelulu” berasal dari bahasa Jawa, yang bermakna seperti menyuruh mitra tutur melakukan sesuatu namun sebenarnya yang dimaksud adalah melarang melakukan sesuatu.

2.2.1.4.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak Literal

Tindak tutur literal (literal speech act) adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya, sedangkan tindak tutur tidak literal (nonliteral speech act) adalah tindak tutur yang tidak sama atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya (Wijana, 2011:30-31). Perhatikan beberapa contoh berikut.

(25) Penyanyi itu suaranya bagus

(26) Suaranya bagus, (tapi tak usah nyanyi saja). (27) Radionya keraskan! Aku ingin mencatat lagu itu.

(28) Radionya kurang keras. Tolong keraskan lagi. Aku mau belajar.

Kalimat tuturan (25) dan (26) adalah tindak tutur literal karena penutur sebenarnya memuji atau mengagumi kemerduan suara penyanyi yang dibicarakan, dan karena penutur benar-benar menginginkan lawan tutur untuk mengeraskan volume radio untuk dapat secara lebih mudah mencatat lagu yang diperdengarkan itu. Akan tetapi, kalimat tuturan (27) dan (28) adalah tindak tutur nonliteral. Contoh-contoh lain tentang tindan tutur literal dan tindak tutur tidak literal dapat dilihat berikut ini.

(29)Penanganan masalah pakaian dinas luar biasa cepatnya. Sampai-sampai kita semua bosan menunggunya.

(30)Laporan Pertanggungjawaban Bupati disusun dengan sangat rapi sehingga kita semua dapat membaca dengan sangat cepat dan enak.

(31)Rapat Paripurna dimulai 30 menit setelah jam 9 karena para anggota datang on time.

(32)Siaran langsung Rapat Paripurna oleh RSPD membantu masyarakat mengetahui perkembangan Dewan dengan sangat cepat sehingga masyarakat dapat segera menyampaikan tanggapannya.

Pada tuturan (29) dan (31) maksud disampaikan dengan tidak menggunakan makna sebenarnya dari kata-kata yang merangkainya. Tuturan Penanganan masalah pakaian dinas luar biasa cepatnya. Sampai-sampai kita semua bosan

menunggunyaadalah janggal jika diartikan sesuai dengan kata-kata yang menyusunnya. Dari tuturan tersebut dapat diketahui bahwa sebenarnya penanganan masalah pakaian dinas berjalan lamban. Maksud tersebut dapat diketahui dari tuturan berikutnya, yakniSampai-sampai kita semua bosan menunggunya. Pada tuturan (31) tidak mungkin Rapat Paripurna bisa terlambat 30 menit yang disebabkan karena para anggota datang on time. Tuturan (29) dan (31) ini dikategorikan sebagai tuturan nonliteral.

Pada tuturan (30) dan (32) penutur menyampaikan maksudnya sesuai dengan makna kata-kata yang menyusun tuturan-tuturan itu. Laporan Pertanggungjawaban Bupati disusun dengan sangat rapi sehingga kita semua dapat membaca dengan sangat cepat dan enak memang demikian maksudnya. Demikian pula, siaran langsung Rapat Paripurna oleh RSPD membantu masyarakat mengetahui perkembangan Dewan dengan sangat cepat sehingga masyarakat dapat segera menyampaikan tanggapannya memiliki maksud seperti apa yang terdapat pada makna kata-kata yang menyusunnya. Dengan demikian, tuturan (30) dan (32) di atas dikategorikan sebagai tuturan literal.

Tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung bila disinggungkan dengan tindak tutur literal dan tindak tutur tidak literal akan didapatkan penggolongan tindak tutur ini:

1) Tindak tutur langsung literal 2) Tindak tutur tidak langsung literal 3) Tindak tutur langsung tidak literal

4) Tindak tutur tidak langsung tidak literal