• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi kawasan perbatasan

B. Konsep Wilayah Perbatasan 

4. Fungsi kawasan perbatasan

Perbatasan dapat diartikan sebagai suatu unit legal­politis yang mempunyai  berbagai  fungsi  unik  sekaligus  strategis  bagi  suatu  negara,  dalam  konteks  pemahaman semacam ini perbatasan memiliki fungsi militer­strategis, ekonomis,  konstitutif,  identitas,  kesatuan  nasional,  pembangunan  negara,  dan  kepentingan  domestik.  Bagi  setiap  negara  berdaulat  perbatasan  setidaknya  memiliki  tujuh  macam fungsi menurut Ganewati:

1) Fungsi militer strategis

35 Badan Pengelola Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Provinsi Papua, Pengaturan  Khusus  Bagi  Kegiatan  Lintas  Batas  Tradisional  dan  Kebiasaan  antara  Republik  Indonesia  dan  Papua New Guinea, (Jakarta, 1993), hlm. 20.

Dalam  konteks  ini  perbatasan  berfungsi  untuk  memenuhi  kebutuhan  militer  strategis  suatu  negara,  terutama  pembangunan  sistem  pertahanan  laut,  darat  dan udara untuk menjaga diri dari ancaman eksternal.

2) Fungsi ekonomis

Perbatasan  berfungsi  sebagai  penetapan  wilayah  tertentu  untuk  negara  melakukan kontrol terhadap arus modal, perdagangan antarnegara, investasi  asing,  pergerakan  barang  antarnegara.  Fungsi  ekonomis  perbatasan  juga  memberikan patokan bagi suatu negara untuk melakukan eksplorasi sumber­ sumber alam secara legal pada wilayah tertentu.

3) Fungsi konstitutif

Berdasarkan  konsep  hukum  international  modern  suatu  negara  berdaulat  wajib memiliki wilayah perbatasan yang terdefinisikan dengan jelas. Artinya,  perbatasan menetapkan posisi konstitutif  negara tertentu di dalam komunitas  internasional.  Suatu  negara  memiliki  kedaulatan  penuh  atas  wilayah  yang  merupakan teritorialnya sebagaimana ditetapkan oleh perbatasan yang ada. 4) Fungsi identitas nasional

Sebagai  pembawa  identitas  nasional,  perbatasan  memiliki  fungsi  pengikat  secara  emosional  terhadap  komunitas  yang  ada  dalam  teritori  tertentu.  Kesamaan pengalaman dan sejarah, secara langsung maupun tidak langsung  telah mengikat masyarakat secara emosional untuk mengklaim identitas dan  wilayah tertentu.

Melalui  pembentukan  identitas  nasional  perbatasan  ikut  menjaga  persatuan  nasional.  Untuk  menjaga  persatuan  dan  kesatuan  nasional,  para  pemimpin  negara biasanya mengombinasikan simbol dan jargon dengan konsep teritori  dan perbatasan. Konsep­konsep seperti kekuatan maritim dan kekuatan darat  biasanya  dipakai  untuk  mendorong  warga  agar  menjadi  persatuan  dan  kesatuan nasional.

6) Fungsi pembangunan negara bangsa 

Perbatasan sangat membantu dalam pembangunan dan pengembangan negara  bangsa  karena  memberikan  kekuatan  bagi  negara  untuk  menentukan  bagaimana  sejarah  bangsa  dibentuk,  menentukan  simbol­simbol  apa  yang  dapat diterima secara luas, dan menentukan identitas bersama secara normatif  maupun kultural.

7) Fungsi pencapaian kepentingan domestik

Perbatasan  berfungsi  untuk  memberikan  batas  geografis  bagi  upaya  negara  untuk  mencapai  kepentingan  nasional  di  bidang  politik,  sosial,  ekonomi,  pendidikan,  pembangunan  infrastruktur,  konservasi  energi,  dan  sebagainya.  Perbatasan  juga  menetapkan  sampai  sebatas  mana  negara  dapat  melakukan  segala upayanya untuk mencapai kepentingan nasionalnya.36

Selanjutnya fungsi dari kawasan perbatasan sebagai berikut: Tabel  2. Fungsi Perbatasan

         Guo (2005)       Van Well (2006)

1) Sebagai  fungsi legal,  di  mana  garis  1) Sebagai  barrier/pembatas,  yaitu 

36 Wuryandari, Ganewati, Pengelolaan Keamanan Perbatasan: Kajian Teoretis,  (Jakarta: P2P LIPI & Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 36­37.

perbatasan  membagi  wilayah  secara  formal dalam kewenangan negara;

2) Sebagai  fungsi  kontrol  di  mana 

tercatatnya  setiap  kegiatan  di 

perbatasan  sebagai  kontrol 

pemerintah;

3) Sebagai  fungsi  fiscal,  berkaitan 

dengan  fungsi  keuangan  pada  sebuah  negara.

membagi secara jelas mengenai aspek 

ekonomi,  administrasi,  hukum, 

kebudayaan, dan psikologi;

2) Sebagai jembatan,  fungsinya  adalah 

menjembatani  sebuah 

program/jaringan  strategis, 

peningkatan kapasitas;

3) Batas sumber daya (resources), yaitu 

adanya  kesempatan  ekonomi  dan  politis  dalam  pemanfaatan  sumber  daya di kedua wilayah;

4) Sebagai simbol identitas

lambang identitas suatu wilayah/ bangsa/negara.

Sumber: Guo (2005); Van Well (2006)

Perbatasan  suatu  negara  memiliki  kesatuan  dengan  yang  bergerak  dari 

frontier (wilayah terdepan) menjadi barrier (pembatas), kemudian menuju border  (perbatasan) sebagai filter kemudian menjadi border region sebagai zona kontak  kerja  sama  pembangunan  lebih  lanjut.37  Kawasan  perbatasan  ini  secara  esensial 

menjelaskan  kunci  karakteristik  dari  pengembangan  kawasan  perbatasan,  sehingga  setiap  tahapan  dapat  diidentifikasikan.  Hal  ini  berfokus  pada  faktor  penting  yang  berkontribusi  ataupun  yang  menghalangi  dalam  pengembangan  wilayah  perbatasan.38  Perkembangan  sebuah  kawasan  perbatasan  dapat  dilihat 

37 Ratti, R.,  How Can Existing Barrier and Burdens Effect of Borders: A Theoretical  Approach  in Cappellin, R. and Batey, P. J. W. (eds). Regional Network, Border Region and  European Integration. (London: Pion, 1993), hlm. 60­69.

dengan mengetahui berbagai faktor terkait dengan elemen penting dalam sebuah  kawasan perbatasan. 

Kawasan  perbatasan  memiliki  karakteristik  khusus  yang  berbeda  dengan  wilayah lainnya, berbagai tinjauan di atas menunjukan bahwa kawasan perbatasan  terkait dengan kondisi fisik wilayah, pergerakan barang dan manusia, kebijakan,  dan infrastruktur pendukung. Hal itu dapat menentukan tipologi sebuah kawasan  perbatasan.  Penentuan  tipologi  kawasan  dengan  berawal  dari  tinjauan  secara  karakteristik  sangat  penting  bagi  sebuah  kawasan  perbatasan.  Hal  ini  terkait  dengan  konsep  penanganan  yang  berbeda  dan  pendekatan  yang  berbeda  pula  dalam penanganannya.

Berdasarkan  pada  fungsi  perbatasan  tersebut,  maka  setiap  negara  perlu  untuk melakukan tindakan yang dapat menjamin keamanan di wilayah perbatasan.  Dalam konteks perbatasan Indonesia dan Papua Nugini dari segi fungsi perbatasan  tersebut  kedua  negara  mempunyai  kepentingan  yang  sama.  Oleh  karena  itu,  supaya  kepentingan  kedua  negara  tersebut  bisa  tercapai  maka  penetapan  batas  wilayah  antara  Republik  Indonesia  dan  PNG  harus  berdasarkan  pada  keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan kedua negara. Fungsi perbatasan  secara ekonomis otomatis akan kedua negara karena sebagai jalan masuk proses  perdagangan  antarnegara  didukung  dengan  kerja  sama­kerja  sama  sebagai 

softpower diplomacy dalam menjaga hubungan kedua negara. C. Teori Perjanjian Internasional

38  Wu,  C.  T.,  Cross­Border  Development  in  a  Changing  World:  Redefining  Regional  Development Policies In Edgington, D.W., Fernandez, A. L. and Hoshino, C.(eds).,New Regional  Development Paradigm, Vol. 2. (London: Greenwood Press, 2001), hlm. 25.

Menurut Mocthar Kusumaatmadja perjanjian internasional adalah perjanjian  yang  dilakukan  oleh  masyarakat  bangsa­bangsa  dan  bertujuan  mengakibatkan  akibat­akibat  hukum.39  Dalam  hal  samapun  menurut  Boer  Mauna,  perjanjian 

internasional  (treaty)  yang  pada  hakikatnya  merupakan  sumber  hukum  internasional  yang  utama  adalah  instrumen  yuridis  yang  menampung  kehendak  dan persetujuan negara atau subjek hukum internasional lainnya untuk mencapai  tujuan bersama. Persetujuan bersama yang dirumuskan dalam perjanjian tersebut  merupakan  dasar  hukum  internasional  untuk  mengatur  kegiatan­kegiatan  negara  atau subjek internasional lainnya di dunia.40

Dalam  proses  pembuatan  perjanjian  internasional,  pembuatan  perjanjian  internasional dapat dilakukan oleh para pihak. Pihak­pihak yang dimaksud untuk  membuat  atau  merumuskan  suatu  perjanjian  internasional,  biasanya  melakukan  pendekatan  baik  yang  bersifat  formal  maupun  informal.  Misalnya  pendekatan  pejabat  kedua  negara  yang  berwenang  dalam  masalah  yang  sama  seperti  antara  menteri  pendidikan  dan  kebudayaan  dari  dua  atau  lebih  negara  yang  bermaksut  untuk    mengadakan  kerja  sama  dalam  bidang  pendidikan  yang  bersifat  bilateral  maupun multilateral.

Di  samping  pendekatan  itu,  dapat  dilakukan  melalui  forum  organisasi  internasional.  Pendekatan­pendekatan  informal  ataupun  formal  tersebut  ditindaklanjuti  dengan  tahapan  pembuatan  perjanjian  internasional  sebagaimana  diatur dalam Konvensi Wina 1969 maupun Konvensi Wina 1986. Aturan tersebut 

39 Mochtar Kusumaatmadja  dan Etty R. Ageos, Pengantar Hukum Internasional,   (Bandung: PT Alumni, 2003), hlm. 117.

40 Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era  Dinamika Global, (Bandung: PT Alumni, 2008),  hlm. 82.

dengan melakukan penunjukan wakil­wakil masing­masing pihak yang diberikan  tugas dalam kewenangan untuk mengadakan perundingan, penyerahan surat kuasa  atau  pertukaran  kuasa  penuh (full  powers)  oleh  wakil  masing  masing  pihak.  Perundingan  yang  akan  dibahas  materi  yang  akan  dimasukan  sebagai  klausul  perjanjian penerimaan naskah perjanjian (adoption of the text), pengontentikasian  naskah perjanjian (authentication of the text), pernyataan persetujuan untuk terikat  pada  perjanjian (consent  to  be  bound  by  a  treaty), penentuan  saat  berlakunya  perjanjian  internasional  (entry  to  force  of  a  treaty);  penyimpanan  naskah  perjanjian (depository of a treaty), serta pendaftaran dan pengumuman perjanjian 

(registration and publication).41

Setelah suatu naskah perjanjian resmi diterima sebagai naskah yang otentik  perjanjian itu belum mengikat para pihak  dan dengan demikian belum memiliki  kekuatan  mengikat    sebagai  hukum  internasional  positif,  kecuali  jika  disepakati  bahwa  pengotentikasian  sekaligus  juga  sebagai  pernyataan  persetujuan  untuk  terikat pada suatu perjanjian.42 Persetujuan maupun penolakan  untuk terikat pada 

suatu perjanjian adalah manifestasi  dari kedaulatan setiap negara. Sebagai negara  yang berdaulat tentunya tidak bisa dipaksa oleh kekuatan apapun untuk menerima  sesuatu yang tidak dikehendakinya.

Persetujuan untuk terikat dalam sebuah perjanjian dapat dilakukan dengan  pertukaran  dokumen/instrumen  yang  pada  dasarnya  merupakan  perjanjian  internasional (biasanya menggunakan instrumen Exchange of Letter/Note, Agreed 

41  I  Wawan  Parhiana,  Hukum Perjanjian Internasional, (Bandung: Penerbit Mandar   Maju, 2002),  hlm. 94.

Minutes, Summary Records, Modus Vivendi, Memorandum of Understanding dan  lain  sebagainya).  Dalam  hal  ini  negara  peserta  menghendaki  bahwa  sejak  dipertukarkannya  instrumen/dokumen  tersebut,  negara­negara  telah  menyatakan  terikat  pada  perjanjian.  Cara  pengikat  terhadap  perjanjian  seperti    ini  umumnya  dilakukan  pada  perjanjian­perjanjian  sederhana  yang  menyangkut  kerja  sama  dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, teknik, perdagangan, kebudayaan,  pelayaran niaga, penghindaran pajak berganda, penanaman modal, dan perjanjian­ perjanjian  bersifat  teknis.  Perjanjian  tersebut  biasanya  materinya  memerlukan  penerapan dalam jangka waktu singkat tanpa mempengaruhi peraturan perundang­ undangan nasional yang bersifat fundamental.

Persetujuan terikat pada perjanjian dengan pertukaran instrumen dilakukan   oleh  organ  pemerintah  yang  berwenang  dari  masing­masing  pihak.  Dengan  demikian  wakil­wakil  pihak  dari  negara  peserta  setelah  mengadopsi  ataupun  mengontentikasi  naskah  perjanjian,  harus  menyampaikan  naskah  perjanjian  itu  kepada  organ  pemerintahnya  yang  berwenang.  Selanjutnya,  organ  pemerintah  yang berwenang itulah yang akan memutuskan apakah akan setuju untuk terikat  pada  perjanjian,  dengan  cara  pertukaran  instrumen  tentang  pembentukan  perjanjian itu.43

Secara  prosedural  pembuatan  perjanjian  internasional  seperti  diatas,  yang  berlaku  juga  bagi  perjanjian  internasional  yang  dibuat  oleh  dua  negara  atau  disebut dengan kerja sama bilateral.