DIPLOMASI SOFT POWER DI DISTRIK SOTA
D. Peranan kerja sama pendidikan sebagai diplomasi soft power di perbatasan Sota.
Dalam era globalisasi ini, para aktor hubungan internasional juga semakin luas, tidak hanya meliputi negara (state actors) saja namun telah meluas pada aktoraktor selain negara (nonstate actors) seperti organisasi internasional, LSM, MNCs, media, kelompok kepentingan, individu, termasuk provinsi (regions) atau kota (cities). Hal itu membawa perubahan dalam praktik hubungan internasional dalam diplomasi modern ini.
Pertumbuhan dan perkembangan pesat kotakota di berbagai belahan dunia dalam dekade terakhir ini telah memperkuat kembali fenomena lama yang disebut ‘paradiplomacy’. Paradiplomacy yakni kota dan pemkot memiliki peran penting dalam mempengaruhi hubungan internasional.84 Dengan demikian posisi
kota (pemerintah kota) seolaholah berada di ranah periperi dalam rute diplomasi yang terjadi. Oleh sebab itu dapat dikatakan sebagai diplomasi kota (city diplomacy) . Hal tersebut seperti yang didefinisikan oleh Pluijm city diplomacy sebagai terlibatnya kota dalam institusiinstitusi dan prosesproses yang menghubungkan dengan aktoraktor lainnya di arena internasional lainya dengan tujuan saling mempresentasikan diri dan kepentingannya.85
Ada sejumlah alasan mengapa kotakota melakukan aktivitas diplomasi perlu dilakukan. Secara umum pengaruh keterlibatan figure berpengaruh dari kota itu sendiri dalam sejumlah isu politik internasional, karena dibandingkan dengan negara struktur yang mempengaruhi aktivitas diplomasi sebuah kota cenderung informal. Hubungan personal dari tokoh yang bersangkutan dengan aktoraktor internasionalnya ikut menentukan.86 Dalam konteks ini bisa dilihat
aktivitas diplomasi yang dilakukan oleh seorang kepala sekolah sebagai perintis kerja sama pendidikan.
Dalam usaha menjalin hubungan dengan negara lain untuk mencapai kepentingan nasional, negara dapat ditunjang dengan identitas diri yang baik dan citra positif yang didapatkan dari negara lain. Dalam arti lain, suatu negara untuk menjalin kerja sama dengan negara lain perlu melakukan diplomasi sebagai sarana dalam memenuhi kepentingan nasionalnya. Hal itu menunjukan
84 Nurul Isnaeni.op.cit. hlm. 9.
85 Rogier Vander Pluijm, City Diplomacy: The Expanding Role of Cities in International Politics, Clingendael Diplomacy Paper No. 10, (The HangueNetherlands Institute of International Relation Cligendael, 2007), hlm. 7.
86 Ibid, hlm. 10.
pentingnya unsur power yang dimiliki oleh suatu negara sangat mempengaruhi dalam proses diplomasi. Kepentingan tersebut dalam mempertemukan kepentingan yang sama. Diplomasi juga mempunyai makna untuk mempertemukan kepentingan yang berbeda di antara negara. Hal itu seperti dikatakan Soesilowati:
Dipomasi bukanlah suatu aksi yang pasif yang hanya ditentukan oleh satu pihak. Melalui diplomasi maka kepentingan yang berseberangan akan lebih mudah diidentifikasikan dan sebaliknya kepentingan yang sama dapat dipertemukan sehingga terjalin kerja sama. Dengan kata lain keberhasilan diplomasi ditentukan oleh kemampuan dan kapabilitas negara untuk meyakinkan atau bertemunya
kepentingan yang sama.87
Suatu pencapaian kepentingan nasional tidak dapat dilepaskan dari letak strategis wilayah di perbatasan yang memberikan tantangan sekaligus peluang bagi proses pencapaian kepentingan tersebut. Wilayah perbatasan adalah akhir dari kedaulatan negara yang bertemu dengan negara lain yang merupakan pintu gerbang bagi sebuah negara dalam pengembangan dan pengelola perbatasan Indonesia. Hal ini menyebabkan sering timbul masalah yang berdampak hubungan kedua negara. Persoalan yang menyebabkan munculnya permasalahan di perbatasan atau sengketa perbatasan dipicu tidak hanya oleh ketidakjelasan hukum atau perbedaan perspektif mengenai status perbatasan, malainkan dipicuh persoalan sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu, perlunya diplomasi soft power dalam mendukung diplomasi perbatasan (border diplomacy). Diplomasi perbatasan merupakan upaya yang dilakukan pemerintah suatu negara untuk menjamin kedaulatannya melalui pengelolaan wilayah perbatasan. Dalam rangka
mendukung diplomasi tersebut diplomasi soft power merupakan strategi yang efektif melalui diplomasi pendidikan yakni kerja sama pendidikan akan terjadi pertukaran informasi dan pengetahuan dari satu negara ke negara tetangga dan begitu sebaliknya. Seperti yang diungkap Donatus Pangamuye dalam wawancara penulis:
Harapanya membangun kerjasma yang baik, agar memupuk zona perbatasan menjadi istana damai dan cinta persaudaraan. Dengan demikian akan terjadi stabilitas, artinya wilayah itu akan terjadi isolasi. Secara budaya tidak bisa
dipisahkan dan secara hukum kita berbeda.88
Kebijakan di perbatasan Sota sejalan dengan diplomasi soft power RI khususnya melalui pendidikan dan kebudayaan berperan sangat signifikan dalam merealisasikan tujuan dan menjadi tumpuan yang realistis bagi tercapainya tujuan RI yakni keamanan di wilayah perbatasan. Kerja sama tersebut di perbatasan sebagai diplomasi soft power dalam meredam konflik di perbatasan juga mengarah pada upaya pencitraan yang baik tentang negara Indonesia melalui promosi ekonomi, demokrasi, kebhinneka tunggal ikaan dan lainnya terhadap negara PNG. Hal tersebut sebagai dampak positif bagi Indonesia. Seperti yang dikatakan oleh Nye bahwa diplomasi pendidikan dan kebudayaan akan memberikan efek positif dalam merengkuh ‘Heart and Mind’ suatu bangsa.89
Kerja sama kedua pihak di Sota merupakan bagian dari pengambilan keputusan dalam menyusun strategi, terkhususnya untuk meningkatkan kualitas
88 Wawancara Donatus Pangamuye (Kepala Subbidang SMK Dinas pendidikan dan
kebudayaan Kabupaten Merauke) Pukul 11:20 WIT, 19 Juli 2015. 89 Jospeh S, Jr Nye, loc.cit.
SDM pelajar asal PNG. Kerja sama pendidikan di wilayah perbatasan Sota dapat dianalisa sebagai bentuk diplomasi soft power dengan wujud diplomasi pendidikan. Wujud tersebut salah satu yang erat dengan tujuan nasional Indonesia misalnya meningkatkan internasionalisasi pendidikan.90
Dapat kita lihat contoh lain di Indonesia yang menjalankan diplomasi pendidikan di perbatasan. Indonesia memberikan beasiswa kepada warga Filipina khususnya di Mindanao sebagai suatu strategi untuk tidak hanya meningkatkan kapasitas para guru di Mindanao juga sebagai upaya Indonesia dalam kontribusinya untuk Peace Making di kawasan ini. Bagi Indonesia adalah penting untuk mempunyai kawasan/pulau perbatasan seperti Mindanao dalam kondisi aman. Pendekatan melalui pendidikan ini berbeda dengan pendekatan intervensi melalui keamanaan atau militer namun diyakini bahwa dampak dari diplomasi pendidikan ini lebih sustainable dan tidak menimbulkan sensitivitas bagi salah satu pihak yang berkonflik.91
Hal ini juga merupakan bagian dari strategi menjaga perdamaian di perbatasan dan membuat citra baik Indonesia di mata internasional khususnya negara yang berada di kawasan Pasifik. Seperti dalam kutipan kompas, dengan Kalfin Saya selaku perintis kerja sama lapangan:92
Kalvin boleh disebut visioner dalam mengatasi kerawanan keamanan di wilayah
area perbatasan negara RI dan PNG. Upaya merangkul siswa dari negara tetangga PNG setidaknya meredam konflik lintas batas RI dan PNG. Sejak SMK N 1 Sota,
90 Justyna Szczudlik Tatar, Soft Power in Chinas’s Foreign Policy, (The Polish Quarterly of International Studies, 2010), hlm. 34.
91 A.M., James, Diplomacy and International Society, (International Relation, 1980) , hlm. 6.
Meruake itu berdiri pada 2004, Kalvin selaku kepala sekolah tampil memotori perekrutan siswa warga PNG. Setiap tahun 2030 anak dari negara tetangga itu diajak bergaul dan membaur bersama anakanak Indonesia. Kalvin menyebutkan sekolah tersebut sebagai “ istana damai”. Disitulah, di bawah “ satu atap” sekolah, anakanak beragam suku bangsa ikut menganyam pendidikan. Anakanak PNG mengakrabi Indonesia melalui pergaulanya dengan siswa Indonesia yang terdiri dari beragam suku di Papua, Jawa dan Bali. Untuk diketahui, kawasan Sota memang terletak tak jauh dari lokasi transmigrasi di Merauke. Pendekatan kultural yang diwujudkan dalam tindakan nyata berupa pemberian bekal kecakapan hidup kepada anakanak lintas negara di tanah Papua itu dengan sendirinya mengangkat citra Indonesia di mata dunia internasioanal. Kelvinlah yang berupaya mewujudkan hal tersebut. Atas berbagai upaya itu, tak keliru jika tahun 2012 Pemerintah PNG secara khusus memberikan penghargaan dedikasi pendidikan kepada Kalvin. Ia dianggap mendorong kemajuan hubungan bilateral RIPNG
melalui bidang pendidikan. Dalam pembicaraan dengan kompas, beberapa waktu
lalu, ia setiap kali mendengar atau membaca berita seputar kehidupan masyarakat di area perbatasan RIMalaysia khususnya di wilayah Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Isi berita tersebut didominasi kisah yang melorotkan harkat bangsa di mata negara tetangga dan dunia internasional. “Bayangkan, warga RI berbondongbondong mencari nafkah ke Malaysia karena ekonomi setempat berakiblat ke negara jiran itu. Akibatnya anakanak lebih mengenal dan bangga pada Malaysia ketimbang Indonesia, negerinya sendiri. Disinilah anakanak negara tetangga malah antusias belajar mengenal Indonesia,” ujarnya. Keperihatinan Kalvin tidak berhenti diwacana atau pembicaraan sesaat, tetapi dia mewujudkan dalam kehidupan seharihari. Kalfin menekankan pembekalan kompetensi dan kecakapan hidup yang berbasis pada alam sekitar terhadap siswanya.
Beberapa tahun terakhir ini, Indonesia telah dalam menjalankan diplomasi
soft power yang bertujuan untuk meningkatkan persepsi baik tentang Indonesia di mata internasional. Salah satu implementasi dari soft power adalah diplomasi pendidikan dan kebudayaan. Diplomasi soft power melalui pendidikan dan kebudayaan menjadi cara yang paling strategis dan berkelanjutan dalam upaya
mencapai tujuan nasional. Indonesia telah memiliki kualitas pendidikan yang baik di perbatasan sebagai power dalam mendekatkan diri dengan negara PNG.
Kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Distrik Sota melalui SMK, sejalan dengan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah secara intensif menjalankan berbagai kegiatan kerja sama luar negeri antara lain: 1) mengirimkan pelajar, mahasiswa, staf pengajar, dan tenaga pendidik Indonesia ke luar negeri; 2) meningkatkan pemberian beasiswa pada siswa asing, 3) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) 4) mengikutsertakan para pejabatpejabat tingkat tinggi dalam berbagai forum internasional dan aktif melaksanakan pertemuan dengan pihak asing; 5) menggalang kerja sama dalam publikasi, riset, dan alih teknologi; 6) pemberian pelatihan dan pendirian sekolah untuk WNI di luar negeri; serta 7) memfasilitasi pertukaran kurikulum, double degree, dan sister city.
Dari klarifikasi di atas, dalam menjaga hubungan kedua negara di perbatasan diperlukan diplomasi soft power melalui sarana kerja sama pendidikan. Dengan demikian penyelenggaraan kerja sama pendidikan di perbatasan merupakan diplomasi soft power dalam upaya untuk mempertahankan dan menjaga hubungan baik dan meningkatkan citra baik tentang Indonesia di dunia internasional. Kerja sama pendidikan di perbatasan Sota dapat mencapai pada tujuantujuan politik Indonesia. Jika dilihat diplomasi sebagai kegiatan perumusan dan pelaksanaan politik luar negeri, maka diplomasi soft power di perbatasan dilakukan dengan cara negosiasi melalui, kerja sama pendidikan dan institusional. Pertama, upaya kerja sama pendidikan adalah upaya yang dilakukan pemeritah
dalam kerangka peningkatan sumber daya manusia masyarakat perbatasan. Hal ini menjadi penting karena kerawanan konflik perbatasan dapat muncul akibat adanya SDM masyarakat perbatasan yang rendah yang mengarah pada kesalahpahaman. Kedua, upaya institusinalisasi adalah upaya membuat suatu institusi pendidikan yang sendiri dalam menangani persoalan pendidikan di perbatasan dan bertanggung jawab terutama dalam merespon kebutuhan masyarakat kedua negara masingmasing. Institusi ini tidak harus menunggu instruksi dari pemerintah pemerintah pusat maupun daerah tetapi mampu membuat kebijakan dalam melihat kesempatan dan tantangan di perbatasan. Namun perlu adanya kordinasi dan konsultasi dengan pihak pimpinan Pemerintah Daerah, Keimigrasian, Badan Pengelola Kawasan Perbatasan dan Pemerintah Pusat yang terdiri seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Dalam Negeri. Maka, kerja sama pendidikan di perbatasan Sota sebagai sarana diplomasi soft power dalam kerangka menjaga hubungan baik kedua ngara yang berbatasan. Melalui lembaga pendidikan yang mendorong diplomasi pendidikan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan
Hubungan bilateral RI dan PNG mengalami perkembangan sejak pembukaan Konsulat Jendral di masingmasing negara. Perkembangan tersebut ditandai dengan penambahan beberapa bidang kerja sama kedua negara. Salah satu kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan PNG disepakati pada tanggal 2 Mei 1997.
Kerja sama pendidikan kedua negara sering dibicarakan dalam forum bilateral seperti BLM dan BLOM. Instansi yang bertanggung jawab atas kerja sama pendidikan adalah Joint Working Group on Education and Cultural.
Sejalan dengan adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah maka setiap daerah kota dan provinsi di Papua dapat melakukan kerja sama luar negeri
dengan pihak asing. Dasar otonomi tersebut termuat dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua. Oleh sebab itu, Pemerintahan yang paling kecil yakni Distrik dapat melakukan kerja sama dengan pihak luar negeri melalui koordinasi dengan pihakpihak terkait seperti Badan Pengelola Perbatasan di tingkat Provinsi maupun Kabupaten dan pimpinan daerah setempat.
Distrik Sota mengambil langkah dalam mendorong kerja sama pendidikan dengan Mohed PNG sejak 2006. Setelah dua tahun SMK N 1 Sota dibangun. Upaya kedua pihak di perbatasan menyepakati agar pelajar asal PNG mengikuti pendidikan di Sota. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kerja sama pendidikan di Sota yakni letak geografis yang dekat, kebudayaan yang sama, ekonomi yang cukup lebih baik, dan fasilitas pendidikan yang memadahi. Kerja sama kedua pihak dalam perjanjian internasional merupakan Perjanjian Jabatan Tangan (Handshake Agreement), karena perjanjian tersebut tidak memiliki dokumen perjanjian formal. Kerja sama model ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Hal tersebut yang dimaksud adalah Peraturan Khusus RI dan PNG ((Special Arrangement for Traditional and Customary Border Crossings Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of Papua New Guinea). Kerja sama kedua pihak di perbatasan Sota telah diketahui oleh Bupati Kabupaten Merauke, sehingga Pemerintah memberikan bantuan dana kepada SMK karena terdapat pelajar asal negara tentangga yakni Papua Nugini.
Terlihat kebijakan pihak RI dan PNG di perbatasan melakukan kerja sama pendidikan di perbatasan Sota sebagai dimensi unilateral. Kebijakan itu yang dimaksudkan adalah setiap penentu dalam pengambilan keputusan di kawasan perbatasan adalah program kebijakan negara RI maupun PNG yang dilakukan oleh dua pihak di perbatasan. Berdirinya SMK N 1 Sota merupakan program Departemen Pendidikan Nasional divisi Direktorat Pembinaan SMK untuk membangun SMK di perbatasan. Hal itu dilakukan karena RI dan PNG telah menandatangani MoU dalam bidang pendidikan (Memorandum of Understanding between The Departement of Education and Cultural of Republic Indonesia and The Ministry of Education of The Independent State of Papua New Guinea on Education and Culture Cooperation)
Kerja sama pendidikan yang berada di perbatasan Distrik Sota, bertujuan untuk saling menghormati integritas teritorial dan saling menguntungkan. Bagi Pemerintah Distrik Sota kerja sama pendidikan sebagai diplomasi soft power
dalam meminimalisir kerawanan di perbatasan dan mengangkat citra baik Indonesia di mata internasional.
Dalam menjaga integritas teritorial negara yakni kedaulatan dan keutuhan negara, perlu dilakukan diplomasi soft power dalam wujud diplomasi pendidikan dalam kerangka mendukung diplomasi perbatasan. Upaya tersebut karena faktor sosial dan ekonomi dapat memicu konflik di perbatasan kedua negara walaupun telah ada kepastian hukum dan masyarakatnya memiliki hubungan sosialbudaya sebagai rumpun Melanesia. Oleh sebab diplomasi soft power di perbatasan
dilakukan dengan cara negosiasi melalui kerja sama pendidikan dan institusional/lembaga pendidikan.
B. Saran
Diharapakan Pemerintah Kabupaten Merauke dan Western Province membuat payung hukum terkait nota kesepakatan atau MoU (Memorandum of Understanding). Mou yang dimaksudkan adalah pengaturan pelaksanaan mengenai pertukaran pelajar. Peraturan tersebut harus mengacu pada Nota Kesepakatan antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan Departemen Papua New Guinea mengenai kerja sama pendidikan yang ditandatangani pada tanggal 17 Juni 2013. Seperti kerja sama sister/ Province yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua (RI) dan Pemerintah Provinsi West Sepik (PNG). Tentunya sesuai dengan prosedural dalam Buku Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerja sama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah.
Perlunya payung hukum tersebut untuk mengatur secara teknis kerja sama pendidikan, karena Distrik Sota dan Mohed selama ini melakukan perjanjian Jabatan Tangan (Handshake Agreement). Perjanjian tersebut memiliki kelemahan yang bisa muncul kesalahpahaman, terutama pada masalahmasalah teknis,
sustainability kerja sama yang rendah dan apabila terjadi pergantian kepemimpinan daerah. Hal tersebut perlu dilakukan karena kerja sama pendidikan merupakan isu strategis dan berada di perbatasan.
Pihak RI maupun PNG wajib konsisten mendukung program kerja sama pendidikan di perbatasan Distrik Sota, baik dari segi pembiayaan maupun administratif. Mengingat sekolah perbatasan memuat di dalamnya prestise negara masingmasing, maka penulis menyarankan agar RI dan PNG dapat berpartisipasi dalam memfasilitasi berbagai pembiayaan operasional secara khusus pemerintah Kabupaten Merauke dan Western Province secara seimbang.
Mengingat sekolah di perbatasan Sota bersifat khusus karena terdapat siswa/i asal dua negara yang berbeda bahasa, maka diperlukan kurikulum khusus yang memuat nilainilai dua negara tersebut. Seperti kita ketahui bahawa Indonesia memiliki landasan ideologi Pancasila sedangkan PNG memiliki ideologi yang berbeda. Oleh sebab itu, penulis menyarankan landasan kedua negara itu diajarkan kepada siswa/i tersebut. Oleh sebab itu, perlu memasukkan nilai ideologi masingmasing negara dalam kurikulum pembelajaran.
Muridmurid dari dua negara yang memiliki perbedaan bahasa, seperti IndonesiaIndonesia dan PNGTokpisin, Motu dan Inggris. Penulis menyarankan agar kedua bahasa ini dimasukkan dan dipelajari dalam kurikulum sekolah tersebut. Mengingat letak kedua negara sangat dekat yang juga akan berpengaruh pada bahasa kedua negara di perbatasan.
Mengingat kerja sama ini sebagai salah satu bentuk kerja sama pendidikan yang termuat dalam MoU kedua negara, maka di sini terletak wajah pemerintah masingmasing di sekolah tersebut. Pemerintah kedua belah pihak perlu “memamerkan dirinya”. Usulan bagi hal tersebut bahwa kedua negara perlu
berkompetisi menunjukkan diri membangun sekolah secara fisik dan mutu secara prima.
DAFTAR PUSTAKA