Letak geografis suatu negara dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan nasionalnya, salah satunya adalah wilayah perbatasan negara. Wilayah perbatasan merupakan paradigma baru dalam pengembangan wilayah. Munculnya wilayah baru tersebut sebagai hasil dari globalisasi ataupun desentralisasi dalam kebijakan. Kawasan perbatasan yang berkembang beberapa dekade terakhir menuntut adanya kerja sama bilateral yang saling resiporokal, memahami, dan menguntungkan, serta berinteraksi satu negara dengan negara tetangga. Kerja sama bilateral biasanya dalam isuisu strategis yakni politik, ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, dan olahraga.
Bentuk interaksi di kawasan perbatasan tersebut dapat dianalisa melalui tingkat kohesi sosial (etnis, ras, bahasa, agama, budaya, kesadaran serta warisan bersama), kohesi ekonomi (polapola perdagangan), kohesi politik (tipetipe rezim dan ideologi), dan kohesi organisasi (keberadaan organisasi yang sifatnya
formal).60 Adanya interakasi kedua negara di kawasan perbatasan didasarkan pada
kedekatan geografis.
Letak geografis Indonesia yang berupa kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke, merupakan sebuah tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk dapat memakmurkan dan meratakan pembanguan disegala bidang terhadap pulau dan kepulauan NKRI di tengah regionalisme yang terus berkembang. Kebijakan desentralisasi yang oleh Pemerintah Indonesia ditetapkan dan diyakini merupakan salah satu solusi yang efektif dan efisien saat ini untuk meratakan pembangunan di tiaptiap daerah di kepulauan Indonesia. Salah satu bentuk nyata dari implementasi kebijakan desentralisasi yang diterapkan oleh Pemerintah Negara Republik Indonesia yakni kebijakan otonomi daerah. Otonomi ini adalah salah satu bentuk pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintahpemerintah daerah di tiap provinsi dan kota untuk mengelola daerahnya masingmasing dengan tetap berpegang teguh terhadap UndangUndang Dasar Negara. Pada akhirnya diharapkan dapat mewujudkan secara nyata penyelenggaraan pemerintahan yang efektif efisien, dan berwibawa demi mewujudkan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Pengertian otonomi daerah menurut UU Nomor 22 Tahun 1999:
Pengertian otonomi daerah menurut UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 huruf (h) yang kemudian direvisi menjadi UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004 (5) yaitu: otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
60Andrew Hurrell, Regionalism in World Theoritical Perspective, dalam Louise Fawcett and Andrew Hurrell (Eds.), Regionalism in World Politics: Regional Organization and International Order, New York, Oxford University Press., 1995, hlm. 38. Dikutip oleh May Rudy, Studi Strategis Dalam Tansformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin, (Bandund:Refika
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.61
Selanjutnya merupakan daerah otonomi yang dalam UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 huruf (i) yang kemudian direvisi menjadi Undang –Undang Nomor 32 Tahun 2004 (6) disebutkan bahwa : Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batasbatas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.62
Berdasarkan paragraf di atas disimpulkan bahwa otonomi daerah adalah merupakan sebuah hak dan wewenang serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur urusan daerahnya masingmasing. Selanjutnya hak, wewenang, dan kewajiban tersebut diatur dalam UndangUndang Negara 1945. Hal ini, membuat tiaptiap pemerintah daerah menjadi lebih leluasa dan bebas berkreatif untuk mampu membangun dan mengembangkan daerahnya. Otonomi daerah membawa semangat positif dalam pembangunan daerah. Hal ini membuat tiaptiap daerah tersebut mampu bergerak bebas untuk mengelola dan mengatur pemerintahannya. Dalam hal ini pemerintah daerah menjadi lebih berani untuk mewujudkan aspirasi rakyat di daerah, mengeksplorasi segala potensi yang dimiliki dan bebas untuk menjalin kerja sama baik itu dalam level lokal maupun internasional.
Dalam konteks otonomi daerah, Provinsi Papua memiliki otoritas khsuus dalam bentuk pelimpahan hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan oleh Pemerintah Pusat. Dalam pelaksanaan Otonomi Khusus di Indonesia pada 3 Provinsi yaitu: Provinsi Papua, Papua Barat dan Provinsi Aceh. Pelaksanaa otonomi khusus bagi Provinsi Papua dapat melakukan perjanjian dan kerja sama
61UndangUndang Republik Indonesia Nomor Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah di Kutib dalam buku UndangUndang Republik Indonesia Tahun 2009 Tentang Otonomi Daerah dan pilkada, Edisi Lengkap, Cet. I. Penerbit Wacana Intlektual.
dengan pihak asing yang saling menguntungkan demi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Papua.
Era globalisasi membawa peluang dan tantangan bagi pelaksanaan otonomi daerah. Perkembangan transportasi dan arus informasi menjadi semakin tak terbendung serta tak mengenal ruang dan waktu. Perkembangan ini membawa hal hal positif untuk pembangunan bagi pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah mulai mengkreasikan dan kreatif serta membuka diri dengan dunia luar dalam melakukan kerja sama baik bilateral maupun multilateral.
Diplomasi dipahami sebagai sebuah aktifitasaktifitas yang bertujuan untuk menjalin relations dan kerja sama antarnegara. Saat ini diplomasi mengalami perkembangan yang signifikan baik itu dari segi cara berdiplomasi maupun aktor aktornya. Dalam hal ini diplomasi tidak lagi hanya dilakukan oleh diplomat diplomat resmi pemerintah (negara), akan tetapi saat ini individu, organisasi, dan bahkan pemerintah daerah telah mampu melakukan tugastugas seorang diplomat. Diplomasi terbagi menjadi dua bagian penting yaitu diplomasi tradisonal atau diplomasi konvensional (first track diplomacy) atau diplomasi modern yang disebut diplomasi publik (second track diplomacy dan multitrack diplomacy). Akan tetapi dalam penulisan skripsi ini penulis lebih menitikberatkan pada diplomasi modern atau diplomasi publik sebagai kerangka konseptual.
Diplomasi publik dalam aktivitasaktivitasnya tidak lepas dari peranan publik dalam menjalankan aktivitasnya. Diplomasi publik saat ini sangat dibutuhkan untuk melengkapi aktivitas diplomasi tradisional. Hal ini dilakukan dengan keyakinan pada sebuah asumsi bahwa pemerintah pusat selaku aktor
dalam diplomasi tradisional terkadang tidak selalu mampu menjawab berbagai tantangan dalam isuisu diplomasi yang semakin kompleks yang disebabkan oleh karakter diplomasi tradisional yang cenderung kaku.
Diplomasi publik memungkinkan masyrakat, baik secara individu maupun dalam kelompok epistemik yang dibentuk pemerintah, untuk berperan dalam memberi masukan bagi kebijakankebijakan dalam dan luar negeri. Melalui diplomasi publik, masyarakat dapat berperan dan terlibat dalam aktivitasaktivitas yang dirancang oleh pemerintah untuk menumbuhkan opini yang baik di negara lain. Selain itu, diplomasi publik juga mencakup interaksi kelompok dengan kelompok kepentingan tertentu di suatu negara dengan negara lain, pelaporan politik luar negeri dan pengaruhnya pada kebijakan, komunikasi, dan komunikasi antarbudaya. Masalah utamanya adalah arus komunikasi antar negara. Maka kepentingan nasional dipromosikan melalui peningkatan saling pengertian, penyebaran
informasi dan mempengaruhi opini publik di negara lain.63
Dengan adanya diplomasi publik memberikan ruang lebih kepada pemerintah daerah khususnya untuk mangatur strategi kebijakan pembangunan di berbagai daerahnya. Pemerintah daerah memiliki harapan bahwa dengan upaya diplomasi publik akan mampu membawa citra positif dan membantu negara dalam mewujudkan kepentingan nasional dalam politik internasional. Di samping itu, pemerintah daerah pun berharap hal ini dapat membuka pintu bagi masyarakat internasional untuk melakukan kerja sama dalam pembangunan, pertukaran informasi, perdagangan, pendidikan, dan pertukaran budaya.
Dalam melihat potensi tersebut pemerintah daerah melakukan berbagai cara untuk memperoleh peluang dari diplomasi publik ini dengan menawarkan potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Di antaranya ditempuh dengan bekerja sama dengan masyarakat internasional, NGO, perusahaan multinasional, dan dengan pemerintah kota atau daerah dari negara lain. Hal ini pun dilakukan dengan
63 Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori & Praktik, (Jakart: Graha Ilmu, 2008), hlm. 12.
berbagai cara dan bentuk yang salah satu di antaranya adalah kerja sama dalam bentuk sister city (kota kembar). Kerja sama dalam bentuk ini banyak terjalin dan diaplikasikan oleh hampir sebagian besar kotakota di Indonesia dengan kotakota di negara lain di dunia, baik itu dalam level kota kecil, kota besar (metropolitan, bahkan cosmopolitan).
Sister city dalam pengertiannya sering juga disebut twining city atau dalam bahasa Indonesia kota kembar. Kerja sama antarkota bersifat luas, yang disepakati secara resmi dan bersifat jangka panjang.64 Dengan begitu sister city ini hanya
dapat diterapkan oleh dua diantara pemerintah kota atau daerah di kedua belah pihak, yang terkadang didukung dan disponsori oleh NGO, lembagalembaga nonprofit, bahkan komunitas masyarakat internasional. Di samping itu, pula ranah kerja sama antarkota ini bersifat luas baik mencakup kerja sama ekonomi, pembangunan, pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam, pendidikan, dan kebudayaan yang kemudian disetujui secara formal melalui nota penandatangan oleh kedua belah pihak.
Seperti yang dituliskan oleh Andi Oetomo awal diterapkan dan diperkenalkan sister city, ketika kotakota di negara maju, seperti di Amerika dan Eropa saling bekerja sama, sehingga terjadi keseimbangan dan kesetaraan kondisi sosial dan ekonomi. Namun, seiring dengan globalisasi yang semakin tidak terbendung, arus informasi yang cepat dan niat untuk bekerja sama demi mencapai kepentingan sehingga menimbulkan munculnya sister city antara kota
64Andi Oetomo, Apa itu Sister City ?, (Kelompok Keahlian Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Kebijakan Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan InstitutTeknologi Bandung, diakses melalui http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/upload/data _artikel/edisi3i.pdf
kota di negara maju dengan negara berkembang, bahkan kotakota antarnegara berkembang.65 Akan tetapi, hal itu terus dilakukan selama memiliki understanding, manfaat yang positif dan niat baik untuk bekerja sama demi mencapai tujuan dan kepentingan masingmasing. Dalam hal ini, kerja sama Indonesia dan PNG di wilayah perbatasan Distrik sota, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua. Skema 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam Bidang Pendidikan di Wilayah Perbatasan Distrik Sota Dimensi Unilateral 65 Ibid. hlm. 2. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Distrik Sota Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Papua Nugini Handshake Agreement dalam pendidikan MoU kerjasama pendidikan dan kebudayaan Distrik Mohed Perbatasan Distrik Sota
Dimensi Bilateral
Keterangan:
: Kebijakan Desentralisasi dan sasaran Diplomasi soft power
: Handshake Agreement Sota dan Mohed
: Payung MoU Kementerian RI dan PNG
Dari skema tersebut di atas penulis mendeskripsikan alur kerja sama pendidikan oleh kedua negara. Kerja sama yang dilakukan oleh pihak Pemerintah RI dan PNG dalam menjalin kerja sama bilateral dalam bidang pendidikan menjadi payung hukum bagi kedua pihak di daerah perbatasan. Oleh sebab itu, penulis melihat bahwa payung hukum tersebut sebagai dimensi bilateral yang menjadi dasar yang utama bagi pemerintah di perbatasan sebagai dimensi unilateral yang mengambil kebijakan dalam melakukan kerja sama dengan pihak PNG. Kerja sama kedua pihak di perbatasan Sota merupakan Perjanjian Jabatan Tangan (Handshake Agreement). Di samping itu, kerja sama tersebut sebagai peluang untuk melakukan Diplomasi soft power dalam mendukung Diplomasi perbatasan.
F. Hipotesis
Fokus penelitian ini adalah kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di wilayah perbatasan Distrik Sota. Peneliti berasumsi bahwa kerja sama pendidikan di perbatasan Distrik Sota karena memiliki fasilitas
pendidikan yang cukup baik, letak geografis sangat dekat, memiliki hubungan sosial budaya dan ekonomi yang murah membuat Distrik Sota menjadi pusat pendidikan bagi pelajar asal PNG khususnya dari wilayah Distrik Mohed. Berdasarkan itu peneliti membuat hipotesa yang akan diuji kebenarannya:
1. Kerja sama Indonesia dan Papua Nugini dalam bidang pendidikan di wilayah perbatasan Distrik Sota, dapat dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi bilateral dan unilateral. 2. Kerja sama pendidikan oleh Distrik Sota dan Mohed merupakan dimensi unilateral dalam membuat Handshake Agreement. BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang merupakan analisis deskriptif, data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui observasi dan studi literatur. Penelitian kualitatif digambarkan sebagai penelitian yang memberi pemahaman pada dunia sosial lewat penelitian yang memberikan data yang didapatkan pada bidang sosial tersebut. Selain itu, penulis juga melakukan pengamatan langsung di Distrik Sota, Kabupaten Merauke dan Propinsi Papua. Observasi dan pengamatan langsung dalam bentuk wawancara, pengambilan data dan foto kepada pihakpihak yang terkait.
Menurut Alan Bryman, dalam bukunya Social Research Methods terdapat empat tahapan utama dalam penelitian kualitatif. Tahap pertama, adalah
pemilihan pertanyaan penelitian.66 Pertanyaan dalam penelitian kualitatif dapat
dinyatakan dengan beberapa cara, antara lain dengan pengungkapan secara general yang di gabungkan dengan penulisan tujuan dari artikel ataupun dinyatakan secara eksplisit. Tahap kedua, pemilihan lokasi dan dan subyek penelitian yang relevan, kemudian mengumpulkan data dan interpretasi data yang dihasilkan dalam penelitian. Tahap ketiga yaitu, penyusunan konsep dan teori. Tahap ini dilakukan dengan dua cara, yaitu merincikan spesifikasi dari pertanyaan penelitian, lalu mengumpulkan data yang lebih lengkap. Dan, tahap empat adalah penulisan akhir penelitian dan kesimpulan. Secara signifikan penulis mencoba mengikuti langkahlangkah di atas agar hasil karya yang dapat dihasilkan oleh penulis memiliki nilai ilmiah.