DIPLOMASI SOFT POWER DI DISTRIK SOTA
B. Latar belakang dan wujud kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan di Distrik Sota
2. Kerja sama pendidikan antara Distrik Sota dan Mohed
Kebijakan kedua belah pihak di perbatasan dapat dilihat sebagai dimensi unilateral yaitu, di mana setiap penentu dalam pengambilan keputusan di kawasan perbatasan adalah program kebijakan negara RI maupun PNG yang dilakukan oleh dua pihak di perbatasan. Kebijakan tersebut sejalan dengan program desentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah RI yang menghasilkan produk otonomi daerah Provinsi Papua termasuk pengambilan kebijakan di daerah perbatasan. Berbagai kegiatan lintas negara sesuai bidang masingmasing di bawah koordinasi Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri Provinsi maupun Badan Pengelola Kawasan Perbatasan Kabupaten sebagai lembaga pemerintah daerah yang berwenang dalam melakukan kebijakan pengelolaan kawasan perbatasan.75
Adanya kebijakan di perbatasan merupakan bagian dari pertimbangan para pengambil keputusan dan salah satu jawaban dari tekanan yang berasal dari kejadiankejadian eksternal dan desakkan internal. Oleh sebab itu, otonomi daerah ini membawa peluang yang sangat besar bagi pemerintah Provinsi Papua untuk
74Ibid.
75 Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 13 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Lembaga Teknis Daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Papua.
melakukan kerja sama dengan lingkungan eksternal yakni dunia internasional, dalam meningkatkan kesejateraan di perbatasan kedua negara.
Undangundang No. 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Pasal 4 ayat (6) berbunyi:76 Perjanjian internasional yang dibuat oleh
pemerintah yang hanya terkait dengan kepentingan Provinsi Papua dilaksanakan setelah mendapat pertimbangan Gubernur dan sesuai dengan peraturan perundangundangan. Dan ayat (7), di mana Provinsi Papua dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembaga atau badan di luar negeri yang diatur dengan keputusan bersama sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Hasil otonomi daerah provinsi Papua membawa dampak positif bagi Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten yang berada di perbatasan negara dalam melakukan kerja sama dengan pihak asing melalui lembaga yang berwenang. Dalam hal kerja sama pendidikan sesuai tugas dan fungsi dilakukan oleh Dinas pendidikan baik tingkat provinsi maupun daerah yang harus fasilitasi oleh Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri (BPPKLN) dan bertanggung jawab kepada pimpinan daerah. Pembicaraan mengenai kerja sama pendidikan di RI dan PNG di perbatasan melalui forum Border Liasion Meeting (BLM). Landasan hukum forum BLM bagi Indonesia adalah UU Nomor 21 Tahun 2001.
Atas dasar pelimpahan hak kepada daerah, maka Distrik Sota dapat melakukan kerja sama pendidikan dengan Mohed. Kedua pihak melakukan Perjanjian Jabatan Tangan (Handshake Agreement). Perjanjian ini dicirikan oleh
76 Direktur Jendral Hukum dan Perjanjian Internasional Departemen Luar Negeri, Panduan Umum Tata Cara Hubungan Internasional oleh Pemerintah Daerah, Cetakan III, Jakart, 2006), hlm. 11.
tidak adanya dokumen perjanjian kerja sama pendidikan yang formal (nota kesepakatan). Kerja sama pendidikan ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Hal tersebut yang dimaksudkan adalah Nota kesepakatan yang telah disepakati Kementerian kedua negara dalam bidang pendidikan. Selain itu, secara politik kedua pihak memiliki historis kerja sama dalam berbagai bidang yang dimuat dalam perjanjian khusus
(special arrangements) RI dan PNG.
Berdirinya SMK N 1 sota pada tahun 2004 menjadi salah satu pembicaraan kerja sama RI dan PNG dalam bidang pendidikan di tingkat pemerintah daerah dalam forum BLM. Forum ini memberi keputusan untuk SMK Negeri 1 Sota mengambil langkah dalam mendorong kerja sama pendidikan dengan Distrik Mohed. Pertimbangan kerja sama ini dilihat dari adanya keingina kedua belah pihak untuk meningkatkan mutu pendidikan bagi masyarakatnya masingmasing negara di wilayah perbatasan.
Kerja sama pendidikan antara Distrik Sota dan Mohed dimulai dari tahun 2006, yang diawalai dengan perekrutan oleh delegasi Pemerintah Kabupaten Merauke khususnya Distrik Sota yang dipimpin oleh Kalvin Saya. Kerja sama pendidikan tersebut terlihat sedikit berbeda yang biasanya terjadi pertukaran pelajar antara negara yang menyepakati nota kesepakatan tetapi dalam konteks kerja sama ini terlihat berpusat di Distrik Sota. Adanya kerja sama tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor yakni geografis, kebudayaan dan ekonomi.
Dalam berbicara perbatasan negara, tidak akan lepas dari persoalan persoalan pengelolaan perbatasan oleh kebijakan negara masingmasing. Dalam ilmu pengetahuan kita kenal dengan istilah geografi. Perbatasan yang menyangkut dengan wilayah kebijakan suatu negara merupakan masalah yang tidak akan pernah berhenti, demikian masalah yang dialami kedua negara yang samasama memiliki cara pandang dan aturan yang berbeda untuk mempertahankan kebijakan negara, yang dapat mempengaruhi kedaulatan negara RI dan PNG.
Pertamatama adalah konsep geografispasial menjadi konsep sosial ketika kita berbicara tentang masyarakat yang menghuni atau melintas perbatasan, sebagai konsep geografis masalah telah diselesaikan ketika negara RI dan PNG yang memiliki perbatasan telah menyepakati batasbatas wilayah, namun permasalah akan muncul ketika perbatasan dilihat sebagai persepktif sosial karena pada saat itulah perbatasan yang sifatnya konvensial, perbatasan memperoleh makna yang baru sebagai konstruksi sosial dan kultur yang tidak lagi terkait pada pengertian yang bersifat teritorial.77
Batas geografis RI dan PNG memiliki pengaruh pada aktivitas lintas batas masyarakat yang lebih condong dengan pengaruh kedekatan pos lintas masing masing negara. Pembangunan pos lintas batas karena dengan pertimbangan wilayahwilayah yang tinggi dengan aktivitas lintas batas. Pospos tersebut terlihat dalam tabel di bawa ini:
Tabel 3. Pos Lintas Batas RI dan PNG
77 Perbatasan Sebaiknya di Kelola Dengan Pendekatan Non Tradisonal, diakses melalui: www.http.//bintang papua.com, pada 29 Juni 2009 pukul 16.00 WIT
Republik Indonesia Papua New Gunea Skouw Wembi Waris Senggi Yuruf Batom Okyop Iwur Waropko Mindiptana Bupul Bupul Erambu Sota Sota Kondo Wutung Bewani Imonda Amanab Green river Idam Yepsiel Tabubil Ningerum Kiunga Lake Murray Alambak Nakakau Morehead Weam Balamuk Sumber: Badan Pengelola Perbatasan dan Kerja sama Luar Negeri Provinsi Papua Tahun 2014
Sesuai dengan standar internasional bahwa, pos pemeriksaan lintas batas (PPLB) adalah tempat pemerinksaan Bea Cukai, Keimigrasian, Karantina, dan Keamanan (TNI/POLRI). Adanya pos lintas sangat diperlukan dalam menjaga kedaulatan kedua negara masingmasing di wilayah perbatasan tersebut. Hal itu,
karena tingginya aktivitas lintas batas yang akan memicuh konflik kedua negara di perbatasan. Wilayah perbatasan sebagai daerah rawan apabila tidak diawasi oleh negara sebagai pembuat kebijakan dan aktor utama di wilayah perbatasan. Memahami pengertian kawasan perbatasan sebagaimana tercantum pada pasal 1 angka 6 UndanganUndang Nomor 43 Tahun 2008 yang menyatakan:
Kawasan perbatasan adalah bagian dari wilayah negara yang terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan. Khusus bagi
Provinsi Papua adalah Distrik.78
Perjanjian batas wilayah antara Belanda dan Inggris dalam dua klarifikasi yaitu batas yang terjadi karena buatan manusia maupun batas yang sudah secara alam. Perjanjianperjanjian yang dilakukan oleh kedua negara mengenai perbatasan adalah produk dari sejarah koloni konsep arificial boundaries biasanya di tandai dengan adanya tanda seperti tembok, tugu, mercu suar dan pagar, sedangkan konsep natural bounderies seperti sungai, gunung dan batasbatas kultural yang bersifat abstrak namun mempunyai makna yang nyata.79 Perbedaan
pemahaman terhadap konsep garis batas tersebut membuat membuat persoalan masyarakat Sota beranggapan sungai Torasi masuk dalam wilayah tanah adat orang sota, namun menurut garis batas negara sungai Torasi masuk negara PNG, karena perbatasan yang telah disepakati tidak bisa merubah perbatasan tradisional oleh penduduk yang berada di kawasan RI dan PNG. Dalam mengatasi persoalan tanah adat, pemerintah menyediakan solusi bagi pelintas batas tradisional yakni:
78 UndanganUndang Nomor 43 Tahun 2008 ,Tentang Wilayah Negara, Diakses melalui: http://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/UU_2008_43.pdf
79 Erniaty J., Herry Yogaswara, Hubungan Sosial Budaya Penduduk Perbatasan RI dan PNG: Kekerabatan, Ekonomi dan Mobilitas, (Bandung: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 1997), hlm. 306.
kedua negara tetap mengakui dan mengijinkan pergerakan dilakukan oleh penduduk tradisional dan warga perbatasan yang merupakan warga negara masingmasing negara Terutama karena kelahiran atau perkawinan tinggal di kawasan perbatasan untuk melintas perbatasan yang terkait dengan kegiatan kegiatan tradisional di dalam kawasan perbatasan seperti hubungan sosial dan upacaraupacara termasuk perkawinan, berkebun, berburu, pengumpulan dan penggunaan perdagangan tradisional di perbatasan, olah raga dan aktivitas aktivitas kebudayaan. Halhal tersebut merupakan hakhak tradisional untuk menggunakan tanah dan air namun bukan merupakan hak kepemilikan atas benda benda tersebut. Pelintas batas tradisional untuk melakukan perjalanan lintas batas dengan disepakati menggunakan Kartu Lintas Batas berlaku di seluruh perbatasan RI dan PNG. Dalam kenyataan di lapangan di wilayah perbatasan Distrik Sota, terdapat pos lintas batas darat, petugasnya adalah TNIAD, Brimob, Karantina, Bea Cukai, Polri dan Kopassus. Terlihat penempatan pospos tersebut tidak sesuai dengan standar internsional. Pos lintas batas sebagai pihak yang memfasilitas pelintas batas dari Weam dan Mohed dalam melakukan aktivitas ekonomi, kunjungan kekeluargaan, kunjungan kebudayaan, aktivitas olahraga dan pendidikan. Sesuai kesepakatan RI dan PNG dalam sebuah perjanjian khusus terkait masalah lintas orang, barang dan jasa di wilayah perbatasa Provinsi Papua yaitu (Special Arrangement for Traditional and Customary Border Crossings Between The Government of The Republic of Indonesia and The Government of Papua New Guinea).
Sebuah kemajuan di kawasan perbatasan Distrik Sota pada tahun 2006, karena terbukanya sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Sota sebagai bagian terbukanyan akses bagi penduduk kawasan perbatasan untuk mendapatkan bagian dari dunia globalisai, pos perbatasan yang ramai setiap tahun menjadikan sekolah ini dalam mendidik dua bangsa dan menjadi pusat pendidikan di kawasan perbatasan Distrik Sota dan Mohed. Dalam proses administrasi di pos lintas batas tersebut berdasarkan pada Perjanjian Khusus (Basic Arrangement), pelintas batas dalam menggunakan Kartu Lintas Batas (KLB) sebagai pengganti pasport dan visa. Pada prinsipnya kegiatan pendidikan tersebut sesuai kesepakatan merupakan sebagai kepentingan tradisional dan kebiasaan bagi penduduk tradisional dan warga perbatasan.
Suatu kemudahan yang dirasakan oleh masyarakat lokal dari Weam dan Mohed karena melihat kondisi geografis yang susah dijangkau ke ibu kota negara Port Moresby untuk mendapatkan akses pendidikan. Hal lain yang dapat berpengaruh terhadap kemudahan, adalah terkait dengan lintas batas kendaraan antara Sota dengan beberapa daerah di PNG. Untuk sementara ini, terbukanya transportasi darat kedua negara dapat berpengaruh terhadap arus lintas barang dari Sota ke wilayah PNG.
Banyaknya pelajar setiap tahun di wilayah Distrik Sota, secara tidak langsung RI melihat kawasan tersebut sebagai kawasan politik yang merupakan wajah RI yang bertetangga dengan PNG yang sebagai top leader bagi negara kawasan pasifik lainnya. Point penting bagi Indonesia dapat membuat citra baik Indonesia di dunia internasional. Secara tidak langsung SMK Sota membuka
isolasi terhadap negara PNG, dalam arti Indonesia membuka diri bagi PNG atas kondisi dan situasi yang telah dialami pelajar asal PNG selama mengikuti pendidikan. Selain faktor geografis yang memudahkan pelajar PNG tersebut, ada hubungan kekeluargaan dengan masyarakat di Sota, sehingga ketika bersekolah sebagian pelajar menetap dengan kerabat mereka di Sota.
b. Kebudayaan
Masyarakat sota dan Weam secara spesifik merupakan suku kanume yang masuk dalam rumpun Ras Melanesia sehingga penduduk memiliki kesamaan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dari fisik yakni rambut keriting pada umumnya, bola mata hitam, kulit coklat dan sawo matang, umumnya berbadan tinggi dan besar, face muka yang hampir sama yakni memiliki rahang yang lebar dan umumnya penduduk yang tinggal semakin jauh dari tepi pantai akan membentuk tubuh semakin pendek sama halnya penduduk yang berada di PNG.
Perbatasan RI dan PNG yang awalnya tidak penting namun sekarang menjadi perhatian pemerintah karena kawasan perbatasan merupakan suku bangsa di sota terutama menjadi halaman depan NKRI di Provinsi Papua. Distrik Sota yang memiliki perbatasan darat secara umum terdapat dua suku yang mendiami sepanjang garis di wilayah perbatasan Distrik Sota bagian selatan Kanume dan Yeinan.
Kawasan perbatasan Merauke lebih dikenal karena keberadaan Distrik Sota yang langsung berbatasan dengan Weam dan Mohed memiliki wilayahwilayah adat di Weam yang memiliki perbatasan darat dengan Distrik Sota. Dapat dilihat keluarga Ndimar dari sota mempunyai tanah adat/ulayat bernama kumber, yakur,
kepreyawar, ngatimbar, yarwasu, wah dan wapok di Weam. Secara struktur masyarakat dari kampun Sota, Yanggandur dan Rawa (RI) dan kampung Weam Mohed (PNG) yang mengikuti garis keturunan ayah (Patrilineal). Menurut sktruktur adat pimpinan kampungkampung, memiliki satu ondoafi untuk suku kanume antara beberapa kampung Distrik Sota dan Weam. Marga utama yang berada di wilayah Distrik Sota Ndimar, Ndiken, Mbanggu, Sanggra, Mayawa, Yapau dan bikanes. Marga tersebut sebaliknya ada di wilayah Weam. Ondoafi memiliki peran dalam mengawasi, mengatur dan memutuskan segala hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat kedua kampung.
Secara umum orang Papua adalah kelompok masyarakat yang sangat menghargai adatistiadat dan kebudayaan, menjadi aturan atau normanorma dalam kehidupan masyarakat sosial yang terlihat jelas keturunan Papua pada umumnya memiliki identias dengan sebutan Klen atau Marga dalam antropologi. Sehingga dapat dikatakan Klen dan Marga adalah identitas diri bagi orang Papua maupun PNG di daerah perbatasan RI dan PNG terutama masyarakat yang satu suku dan adat istiadat. Masyarakat Kanume di wilayah Sota dan masyarakat di wilayah Weam dan Mohed memiliki hubungan kekerabatan yang selalu terjalin baik.
Bahasa menjadi faktor penting karena satu suku bangsa dibedakan dengan bahasa yang digunakan oleh suku bangsa tertentu sehingga bahasa juga menjadi faktor penting dalam memahami dan membedakan sesuatu suku bangsa. Selain bahasa, hak ulayat tanah juga yang sering muncul di kawasan darat. Kepemilikan tanah secara tradisional ada aturannya yang sudah ditetapkan oleh masyarakat
secara tradisional dan sudah turuntemurun dari nenek moyang dengan batas tradisional. Namun seiring dengan perubahasan zaman politik kepentingan manusia tidak pernah puas maka seringkali hak ulayat tanah menjadi faktor antarsuku bangsa, antarklen, antarmarga bahkan satu keluarga kandung.
Kepemilikan hal ulayat tanah ini memberikan alasan bagi pelintas batas tradisional dengan mudah akses wilayah perbatasan untuk kepentingan pendidikan anakanaknya. Sistem kekerabatan dan persamaan ras, suku, dan bahasa, walaupun sudah ada pemisah batasbatas hukum dan administrasi negara, akan tetapi kegiatan saling berkunjung anggota kerabat di PNG masih dilakukan sebagai jaringan sosial antarwarga RI dan PNG. Dengan memiliki hubungan kekeluargaan dan memiliki hak ulayat tanah di perbatasan Sota memberi alasan bagi pelajar asal PNG dengan mudah mengakses ke Sota, karena memiliki kerabat yang menetap di Distrik Sota.
c. Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, era globalisasi dan keterbukaan komunikasi akan sangat berpengaruh terhadap hubungan ekonomi antarnegara. Pemenuhan kebutuhan pokok, pemasaran produk daerah maupun jasa dan lainlain akan menjadi isuisu yang akan mewarnai kondisi perbatasan. Meningkatnya kualitas masyarakat di kawasan perbatasan sebagai dampak pembangunan kedua wilayah, berpengaruh terhadap adanya pergeseranpergeseran kebutuhan. Semakin bervariasinya kebutuhan masyarakat di kawasan perbatasan berdampak pada pergerseranpergeseran kondisi perdagangan lintas batas, barangbarang yang
diperjualbelikan tidak lagi terbatas pada barangbarang perdagangan tradisional dan kebiasaan sesuai dengan pengaturan Persetujuan Dasar, namun sudah bervariasi mulai dari barangbarang kemasan maupun elektronika.
Demikian juga dengan pelaku ekonomi, seperti yang ada di kawasan Pos Lintas Batas Sota, bukan lagi hanya pedagang tradisonal dan kebiasaan, namun penduduk dari luar daerah perbatasan. Demikian perdagangan di kawasan perbatasan Sota bukan lagi terbatas pada perdagangan tradisional dan kebiasaan, tetapi sudah mengarah pada perdagangan umum.
Berkembangnya wilayah perbatasan Sota, berpengaruh terhadap aktivitas perekonomian di kawasan perbatasan kedua negara, akibat fasilitas yang lebih baik, harga yang murah, regulasi yang lebih mudah mengakibatkan tingginya pergerakan orang dari wilayah Weam dan Mohed. Perkembangan dalam perdagangan di Kawasan Pos Lintas Batas (PLB) Sota, berpengaruh terhadap stablitas ekonomi Weam dan Mohed. Dengan berkembangnya, arus barang dari wilayah perbatasan Sota akan relatif tinggi. Hal tersebut terutama disebabkan harga yang relatif rendah dibandingkan dengan Weam dan Mohed.
Pada umumnya alat tukar yang dipergunakan dalam perdagangan di kawasan perbatasan Sota adalah uang Kina, namun sebaliknya untuk wilayah perbatasan Weam dan Mohed yang digunakan adalah Rupiah. Telihat uniknya berbelanja di wilayah Distrik tersebut, bisa menggunakan dua jenis mata uang, yaitu Rupiah dan Kina. Mata uang Rupiah maupun Kina bisa digunakan untuk membeli semua kebutuhan di wilayah perbatasan Sota. Wilayah perbatasan Sota
dan Mohed ini adalah tidak terdapat tempat penukaran uang yang resmi dan bertanggung jawab, ketika para pembisnis hendak melakukan perjalanan ke Kota Merauke harus menukar mata uang Kina dengan Rupiah, maka akan ditukar kepada para pedagang yang berjualan di lokasi perbatasan Sota yang umumnya dari suku Jawa, NTT dan Bugis serta Papua yang bukan masyarakat lokal tersebut. Satu Kina dapat ditukar menjadi Rp 5.000,00. Tingginya mata uang Kina buat Rupiah dapat memberi keuntungan bagi pedagang di wilayah perbatasan Sota terutama para pedagang RI dapat melayani tranksaksi pembelian menggunakan Kina dan Rupiah. Tentunya daapat memudahkan pelajar asal PNG dalam memenuhi kebutuhan mereka.