B. Konsep Wilayah Perbatasan
2. Konsep Kerja sama Sister city/Sister Province
Lahirnya kebijakan kerja sama internasional antarkota diberbagai negara di dunia yang dalam hal ini salah satunya diistilahkan dengan istilah sister city yang dilakukan oleh kedua pemerintah kota tersebut. Aspek historis dari
49 Tien Virginia Arisoi, Analisis Kegagalan MoU Border Liaison Meeting Dalam Mengatasi Masalah Ancaman Keamanan Non Tradisional di Kawasan Perbatasan RI dan PNG 20082011, (Jakarta: Tesis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Departemen Program Hubungan Internasional, Program Pasca Sarjana, 2012), hlm. 2728.
berlangsungnya hubungan kerja sama luar negeri oleh Pemerintah Daerah adalah berawal dari lahirnya Municipal International Cooperation (MIC). Menurut Asosiasi Pemerintah Daerah Belanda bahwa MIC adalah suatu hubungan kerja sama antara dua atau lebih komunitas. Setidaktidaknya satu dari pelaku utamanya adalah pemerintah kota, distrik, provinsi dan negara bagian:50 MIC mulamula muncul sebagai suatu fenomena penting diakhir dasawarsa 1940 an yang terwujud dalam bentuk kota kembar di negaranegara Eropa Barat. Pasca perang dunia kedua hubungan kerja sama yang menyangkut masalah rekonsiliasi, persahabatan, dan perdamaian menjadi agenda penting. Untuk Eropa kota kembar
tadi dikenal dengan sebutan jumelages yang berarti penyatuan entitasentitas yang
terpisah yang masingmasing mencerminkan citra sama. Selanjutnya Jean Brata (salah seorang pendiri dewan pemerintahan kota Eropa dan Kawasan) mengartikan
jumelages sebagai pasangan permanen antara dua atau lebih kota/daerah yang
mempromosikan pertukaran ilmu pengetahuan dan pengalaman serta melibatkan
entitas masyarakat yang berbeda.51
Sejarah panjang perjalanan sister city berkembang atas dasar dari ide Presiden Eisenhower pada tahun 1960an yang terjadi pada saat itu di Amerika Serikat. Ide tersebut bertujuan untuk meningkatkan diplomasi antara masyarakat atau people to people diplomacy. Hal ini mengakibatkan terbukanya pintu bagi masyarakat internasional secara lebar untuk menjalin hubungan terhadap masyarakat dalam sebuah negara. Hal itu mengakibatkan berinteraksinya entitas entitas masyarakat yang berbedabeda antara satu sama lain.
Berubahnya sistem sentralisasi pemerintahan di Indonesia menuju desentralisasi membawa harapan baru bagi pembangunan di negara ini. Ditandai dengan runtuhnya orde baru dan derasnya gelombang reformasi sehingga
50 Jemmy Rumengan, Perspektif Hukum dan Ekonomi atas Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah, (Jurnal Hukum Internasional, Vol 6, No.2, 2009), hlm. 241.
menciptakan kebebasan yang disambut baik oleh semua PemerintahPemerintah Daerah di Indonesia yakni otonomi daerah. Lahirnya otonomi daerah yang memberikan wewenang bagi Pemerintah Daerah untuk mengelola dan membangun daerahnya dengan segala sumber daya yang dimiliki namun tetap dalam pengawasan pemerintah pusat.
Melalui otonomi daerah, pemerintahpemerintah daerah di Indonesia seakan berlomba untuk mengejar ketertinggalan pembangunan di daerahnya tentu dengan mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki masingmasing daerah. Daerah daerah di Indonesia seolah bersaing untuk membuktikan diri dan keberhasilan pembangunan di mata pemerintah pusat. Penghargaan demi penghargaan diberikan oleh pemerintah pusat sebagai bentuk reward dan apresiasi Pemerintah Pusat kepada daerahdaerah yang membawa peningkatan dan kemajuan dalam pembangunannya
.
52Kemandirian Pemerintah Daerah yang ditanamkan dalam otonomi daerah dan semangat mengejar ketertinggalan pembangunan dari daerahdaerah lain di Indonesia mampu mengerahkan segala sumber daya yang ada. Tidak sedikit Pemerintah Daerah di Indonesia yang melihat sebuah peluang dari iklim globalisasi yang begitu menggeliat saat ini, bagi jamur di musim hujan dengan menawarkan dan menjual potensipotensi daerah yang dimiliki ke dunia internasional. Hal ini berguna untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari dunia internasional yang diyakini dapat memberikan sumbangsih yang signifikan bagi pembangunan di daerahnya.
52 Salah satu penghargaan yang diterima oleh PemerintahPemerintah Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri adalah BintangBintang Otonomi Daerah.
Kebutuhan akan investasi, pertukaran informasi dan komunikasi, ilmu pengetahuan, teknologi, pengelolahan sumber daya alam, peningkatan perekonomian, peningkatan kesejahteraan sosial, serta pemecahan masalah masalah perkotaan lainnya. Dilihat sebagai alasan Pemerintah Daerah untuk melakukan langkahlangkah kerja sama dan menjalin hubungan dengan negara negara di dunia. Adanya kebutuhan dan ketergantungan dan saling melengkapi kedua belah pihak antara kotakota di dunia yang saling melakukan kerja sama sehingga melahirkan kerja sama dalam bentuk G to G (Government to Government). Kerja sama G to G yang tercipta perlahan membuat hubungan kerja sama tersebut menjelma menjadi kerja sama sister city.
Sister city merupakan sebuah istilah yang akrab digunakan untuk menyebut kerja samakerja sama antarkota di Indonesia dengan kotakota di negara lain. Istilah ini sesungguhnya dalam bahasa Indonesia disebut kota kembar atau twining city, kerja sama ini dilakukan baik itu berupa antarkota luar negeri maupun dalam negeri di mana kerja sama tersebut bersifat luas, disepakati secara resmi dan bersifat jangka panjang.
Terdapat perbedaanperbedaan dalam penyebutan dan pemaknaan istilah
sister city di beberapa negara di dunia, sebut saja Moskow (Russia) yang hanya menyandingkan istilah sister city dengan kotakota bekas negaranegara pecahan Uni Soviet. Hal ini menurut negaranegara tersebut, terminologi sister city hanya boleh dipergunakan untuk kerja sama antardua kota yang sebelumnya memiliki hubungan darah (heritage) atau hubungan emosional yang kuat.53 Sehingga istilah
lain yang diberlakukan selain istilah sister city adalah partnership city, friendship city, twin cities, jumelage dan partnerstad.
Terkhususnya menyangkut penamaan dan penggunaan istilah sister city di Indonesia oleh Pemerintah Pusat berdasarkan surat edaran Menteri dalam negeri Nomor. 193/1652/PUOD resmi menggunakan istilah sister city dan sister
province dalam menyebut bentukbentuk kerja sama antar kotakota di Indonesia baik itu dalam ranah lokal maupun internasional. Istilah tersebut resmi dikeluarkan oleh kementerian terkait yakni Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dan kekeliruan kedepannya. Di sisi lain, hal tersebut menjadi simbol, kontrol, dan pengawasan di bawah kendali Pemerintah Pusat yang memantau kerja samakerja sama internasional yang dilakukan daerahdaerah di Indonesia.
Kerja sama sister city ini dikembangkan di AS tahun 1960an. People to people diplomacy sebagai sarana peningkatan “capacity building” dalam rangka
good governance. Kerja sama sister city/sister province terbentuk karena:54
1) Persamaan kedudukan dan persamaan adminstrasi; 2) Persamaan ukuran luas wilayah dan persamaan fungsi;
3) Pesamaan karakteristik sosiokultural dan topografi kewilayahan; 4) Persamaan permasalahan yang dihadapi;
5) Komplementaritas antara dua pihak menimbulkan aliran barang dan jasa pertukaran kunjungan pejabat dan pengusaha.
Sister city adalah konsep penggandengan dua kota yang berbeda lokasi dan administrasi politik dengan tujuan menjalin hubungan budaya dan kotrak sosial antarpenduduk.55 Sister province umumnya memiliki persamaan keadaan
demografi dan masalahmasalah yang dihadapi. Pembentukan kerja sama siter city/sister province telah diatur dalam pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 03 Tahun 2008. Dalam pasal itu disebutkan bahwa jika ada daerah yang hendak mengadakan kerja sama sister city dengan daerah lain baik internal maupun lintas negara, maka harus memperhatikan lima hal yaitu: 1) Kesetaraan status sdministrasi 2) Kesamaan karakteristik 3) Kesamaan permasalahan 4) Upaya saling melengkapi; dan 5) Peningkatan hubungan kerja sama 6) Syarat khusus pembentukan sister city
Selain itu, dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 03 Tahun 2008 diberikan penegasan bahwa sebelum menjalin sebuah kerja sama sister city, Pemerintah Daerah setempat harus memenuhi berbagai persyaratan:
1) Hubungan Diplomatik.
Daerah yang diajak kerja sama harus memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Tidak membuka kantor perwakilan di luar negeri. Pertemuan antarperwakilan daerah tidak bersifat diplomatik tetapi hanya berupa pendelegasian.
2) Merupakan urusan Pemerintah Daerah.
Segala permasalahan dan perjanjian yang dilakukan selama program sister city menjadi tanggung jawab setiap pemerintah daerah yang terlibat.
3) Tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam negeri. 4) Sesuai dengan kebijakan dan rencana pembangunan.
5) Kerja sama sister city tidak boleh dilaksanakan secara insidental.
Usulan Kerja sama sister city bisa diprakarsai oleh Pemerintah Daerah itu sendiri, Pihak Luar kepada Pemerintah Daerah, atau Pihak Luar melalui Menteri Dalam Negeri kepada Pemerintah Daerah. Kepala Daerah menyampaikan usulan kerja sama tersebut kepada DPRD dan meminta persetujuan terkait pelaksanaannya. DPRD diberi waktu 30 hari untuk mempertimbangkan rencana kerja sama tersebut, jika dalam 30 hari DPRD tidak memberikan pendapat maka dianggap telah menyetujui rencana tesebut. Setelah disetujui, Kepala Daerah bertugas untuk membuat Memorandum of Understanding (MoU) terkait dengan kerja sama tersebut dan dikonsultasikan kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri guna mendapat persetujuan dari Pemerintah.
Perjanjian kerja sama pembentukan sister city atau dengan istilah lain kota kembar pada umumnya berupa nota kesepahaman atau Memorandum of Understanding. Nota Kesepahaman tersebut harus mengatur berbagai hal terkait dengan pelaksanaan Sister City atau dalam ilmu hukum dikenal dengan istilah unsur essensialia. Diantaranya meliputi: Pertama, adanya dua pemerintahan kota yang otonom. Perjanjian yang ditandatangani dalam nota tersebut harus menjelaskan adanya kerja sama antara kedua pihak. Dalam kasus ini, Pemerintah
Kabupaten Merauke sebagai pemerintahan otonomi khsusus Papua dan pihak Distrik Mohed, di bawah admidnistrasi Kota Moresby, Daerah Otonom Papua Nugini. Kedua, adanya unsur work atau pekerjaan/bidang kerja sama. Unsur work
dalam hal ini yaitu lingkup kerja sama atau bidang yang disepakati dan akan dilakukan oleh kedua belah pihak, biasanya meliputi pendidikan, perekonomian, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, pariwisata, dan lingkungan hidup, serta bisnis dan investasi. Ketiga, adanya jangka waktu kerja sama. Harus ada ketentuan terkait pemberlakuan, masa berlaku, dan penghentian.
Bentukbentuk Kerja sama antardaerah:
a) Handshake Agreement
Handshake Agreement, yang dicirikan oleh tidak adanya dokumen perjanjian kerja sama yang formal. Kerja sama model ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerja sama seperti ini dapat berjalan pada daerahdaerah yang secara historis memang sudah sering be dalam berbagai bidang. Bentuk kerja sama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masingmasing pemerintah daerah. Meski begitu, kelemahan model ini adalah potensi munculnya kesalahpahaman, terutama pada masalahmasalah teknis, dan sustainability yang rendah, dan terutama apabila terjadi pergantian kepemimpinan daerah. Oleh karena itu, bentuk kerja sama ini sangat jarang ditemukan pada isuisu strategis.
Sistem ini, pada dasarnya adalah satu daerah “menjual” satu bentuk pelayanan publik pada daerah lain. Misalnya air bersih, listrik, dan sebagainya, dengan sistem kompensasi (harga) dan jangka waktu yang disepakati bersama. Keunggulan sistem ini adalah bisa diwujudkan dalam waktu yang relatif cepat. Selain itu, daerah yang menjadi “pembeli” tidak perlu mengeluarkan biaya awal
(startup cost) dalam penyediaan pelayanan. Akan tetapi, biasanya cukup sulit untuk menentukan harga yang disepakati kedua daerah.
c) Joint Agreements (pengusahaan bersama).
Model ini, pada dasarnya mensyaratkan adanya partisipasi atau keterlibatan dari daerahdaerah yang terlibat dalam penyediaan atau pengelolaan pelayanan publik. Pemerintahpemerintah daerah berbagi kepemilikan kontrol, dan tanggungjawab terhadap program. Sistem ini biasanya tidak memerlukan perubahan struktur kepemerintahan daerah (menggunakan struktur yang sudah ada). Kelemahannya, dokumen perjanjian (agreement) yang dihasilkan biasanya sangat rumit dan kompleks karena harus mengakomodasi sistem birokrasi dari pemdahpemdah yang bersangkutan.
d) Jointlyformed authorities (Pembentukan otoritas bersama).
Di Indonesia, sistem ini lebih populer dengan sebutan Sekretariat Bersama. Pemdapemda yang bersangkutan setuju untuk mendelegasikan kendali, pengelolaan dan tanggung jawab terhadap satu badan yang dibentuk bersama dan biasanya terdiri dari perwakilan dari pemdahpemdah yang terkait. Badan ini bisa juga diisi oleh kaum profesional yang dikontrak bersama oleh pemdahpemdah yang bersangkutan. Badan ini memiliki kewenangan yang cukup untuk
mengeksekusi kebijakankebijakan yang terkait dengan bidang pelayanan publik yang diurusnya, termasuk biasanya otonom secara politis. Kelemahannya, pemdahpemdah memiliki kontrol yang lemah terhadap bidang yang diurus oleh badan tersebut.
e) Regional Bodies.
Sistem ini bermaksud membentuk satu badan bersama yang menangani isu isu umum yang lebih besar dari isu lokal satu daerah atau isuisu kewilayahan. Seringkali, badan ini bersifat netral dan secara umum tidak memiliki otoritas yang cukup untuk mampu bergerak pada tataran implementasi langsung di tingkat lokal. Lebih jauh, apabila isu yang dibahas ternyata merugikan satu daerah, badan ini bisa dianggap kontradiktif dengan pemerintahan lokal. Di Indonesia, peranan badan ini sebenarnya bisa dijalankan oleh Pemerintah Provinsi.56
Perlu dipahami bahwa kerja sama tersebut adalah kerja sama antarkota sehingga segala sesuatu yang dapat dilakukan merujuk pada hak dan kewenangan setingkat kota. Dengan demikian perlu adanya kejelasan apa yang harus dilakukan kedua belah pihak ketika nantinya muncul kendala atau permasalahan yang harus diselesaikan di luar kewenangan kedua belah pihak/kota tersebut. Dalam penelitian ini, kerja sama antara Distrik Sota dan Mohed termasuk dalam bentuk kerja sama daerah dengan pihak asing yang Handshake Agreement, yang dicirikan oleh tidak adanya dokumen perjanjian kerja sama yang formal.
56 Mardiasmo, Format Kerjasama Keuangan Daerah Dalam Wilayah Jabodetabekjur, Makalah yang disampaikan pada acara Loka karya dengan topik: Sinergi Penataan Ruang dan Revitalisasi Kerjasama Antar Daerah (KAD) di wilayah Jabodetabekjur, Jakarta, Maret 2006.
Kerja sama model ini didasarkan pada komitmen dan kepercayaan secara politis antardaerah yang terkait. Biasanya, bentuk kerja sama seperti ini dapat berjalan pada daerahdaerah yang secara historis memang sudah sering be dalam berbagai bidang. Bentuk kerja sama ini cukup efisien dan lebih fleksibel dalam pelaksanaannya karena tidak ada kewajiban yang mengikat bagi masingmasing pemerintah daerah.
Kerja sama daerah tersebut di wilayah perbatasan karena memiliki persamaan karakteristik sosiolbudaya dan topografi kewilayahan serta persamaan permasalahan yang dihadapi dalam bidang pendidikan. D. Konsep diplomasi soft power Definisi dan makna dari diplomasi secara umum seringkali dikaitkan dengan aksi, proses, aktivitas, negosiasi yang dilakukan secara damai oleh suatu negara dalam menjalin hubungannya dengan negara lain dengan maksut untuk mencapai kepentingan nasionalnya sekaligus meningkatkan power suatu negara. “Diplomacy is peaceable coercion to promote the interest of the state and nation”.57 Diplomasi bukanlah suatu aksi yang pasif yang hanya ditentukan oleh
satu pihak. Melalui diplomasi maka kepentingan yang berseberangan akan lebih mudah diidentifikasi dan sebaliknya kepentingan yang sama dapat dipertemukan sehingga terjalin kerja sama. Dengan kata lain keberhasilan diplomasi ditentukan oleh kemampuan dan kapabilitas negara untuk meyakinkan atau bertemunya kepentingan yang sama.
57 Chas Freeman, The Diplomat’s Diary, (National Defence: Univeersity Press, 2006), hlm. 72.
Diplomasi juga adalah juga suatu proses. Bagi salah satu pihak diplomasi berarti juga proses untuk memasarkan ide atau keinginan, berupaya untuk mendapatkan simpati, dan pada akhirnya mempengaruhi pihak lain untuk melakukan keinginan yang diinginkan. Bagi pihak lain diplomasi juga berarti upaya untuk menyamakan atau memahami ideide serta kemudian mengkalkulasi keinginan pihak lain apakah sesuai atau setimpal dengan kepentingannya sekaligus juga memperhitungkan untuk memaksimalkan perolehanya.
Dalam proses diplomasi, unsur power sangat diperlukan dalam suatu negara yang sangat berpengaruh. Dalam perspektif realist, negara yang mempunyai keunggulan power dibandingkan negara lain cenderung akan lebih mudah untuk mempengaruhi negara lain untuk memaksakan pihak lain melakukan keinginannya.
Pengertian ini berbeda dengan diplomasi soft power yang saat ini telah populerkan, seperti yang disampaikan Josep Nye, power sebagai “the ability of a state to get other countries to want what it wants dan ability to get what you want through attraction rather than coercion or payment”.58 Dalam pengertian ini maka
caracara diplomasi tanpa paksaan dan lebih menggunakan ‘attraction’ yang sebetulnya lebih efektif dalam mencapai tujuan negara dan membuat negara lain untuk menjalankan keinginan. Dengan kata lain, melalui diplomasi soft power
yaitu ‘culture attraction, ideology, and international institutions’59, maka
58 Jospeh Nye, S Jr, Soft Power and American Foreign Policy, (Political Science Quarterly Volume 199, No 2, 2004), hlm. 12.
kepentingan nasional suatu negara akan tercapai. Negara yang menjalankan soft power diplomasi akan lebih mengutamakan dan mengoptimalkan kekuatan pengaruh nilai, ideologi yang dipunyai serta berpegang pada normanorma berlaku dakan tatanan internasional. Kerja sama yang dilakukan lewat diplomasi
soft power akan lebih sustainable atau berlangsung lama dibandingkan kepentingan material, karena yang dipertemukan yang utama adalah kepentingan bersama akan nilai.
Wilayah strategis yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai kepentingan nasional adalah wilayah perbatasan antarnegara. Karena letak suatu wilayah perbatasan bisa dapat memberikan keuntungan maupun kerugian. Dalam hal ini tentunya akan berdampak pada kedaulatan negara. Kedaulatan negara tidak cukup dilakukan dengan menggunakan diplomasi perbatasan, perlu juga diplomasi soft power sebagai pendukung. Biasanya dari segi yuridis telah ada ketetapan dan kesepakatan garis batas negara tetapi ada permasalahan sosial ekonomi sering terjadi yang mengakibatkan konflik di wilayah perbatasan negara.
Salah satu diplomasi soft power yang dapat dimanfaatkan di wilayah perbatasan RI dan PNG adalah diplomasi pendidikan dan kebudayaan. Pentingnya diplomasi ini karena Indonesia memiliki kesamaan ras melanesia dengan PNG. Kemudian secara umum masyarakat di wilayah perbatasan Papua lebih maju kualitas sumber daya manusia dibandingkan masyarakat PNG. Ini merupakan keunggulan Indonesia yang dapat dilakukan di wilayah perbatasan yang tentunya dapat dimanfaatkan sebagai sarana diplomasi Indonesia. Diplomasi pendidikan dan kebudayaan merupakan cara yang paling trategis di wilayah perbatasan
karena dengan diplomasi ini kedua negara dapat membuka diri dari berbagai perspektif negatif negara lain. Selain itu dapat mengangkat citra baik Indonesia di mata internasional.