• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Puskesmas

2.2.2 Fungsi Puskesmas

1. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk

pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.

2. Pusat Pemberdayaan Masyarakat

Puskesmas selalu berupaya agar per orangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan, termasuk sumber pembiayaannya serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan per orangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat.

3. Pusat Pelayanan Kesehatan Strata Pertama

Puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi:

a. Pelayanan Kesehatan Per orangan

Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan per orangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan. Untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya (Depkes RI, 2004).

Dalam melaksanakan fungsinya, puskesmas menempuh langkah-langkah antara lain:

1) Mengumpulkan informasi keadaan lingkungan geografis, demografis, morbiditas, sosio budaya dan sosio ekonomi penduduk serta keadaan infra struktur untuk melakukan analisis situasi dan menetapkan situasi serta menetapkan diagnosis masalah masyarakat di wilayah kerjanya.

2) Berdasarkan hasil diagnosis masalah masyarakat, menyusun rencana kerja sesuai dengan kebijaksanaan dan petunjuk yang diberikan dari Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II sebagai atasannya.

3) Memberikan pelayanan kesehatan secara langsung kepada masyarakat dengan memperhatikan kebutuhannya, mutu pelayanan dan kepuasan masyarakat yang dilayaninya (Depkes RI, 1999).

2.3 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan paling erat kaitannya dengan kapan

seseorang memerlukan pelayanan kesehatan dan seberapa jauh efektivitas pelayanan tersebut. Berbicara kapan memerlukan pelayanan kesehatan, umumnya akan menjawab bila merasa ada gangguan kesehatan (sakit). Seseorang tidak pernah tahu dan tidak dapat menjawab dengan pasti, kapan akan sakit. Hal ini menjelaskan, bahwa selaku konsumen pelayanan kesehatan, seseorang selalu dihadapkan pada masalah ketidakpastian.

Menurut Kasl dan Cobb (1966), alasan untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan (medis) ada 3 hal yaitu (1) Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat); (2) Untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala penyakit yang dirasakan (perilaku sakit); dan (3) Untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan sehat seperti sediakala atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit – sick role behavior). (Becker dkk, dalam Muhazam F, 1995).

Dalam ilmu ekonomi yang terpenting dari pelayanan kesehatan adalah kesehatan itu sendiri dan sekaligus akan menghasilkan dampak yang lainnya. Dari sudut pandang permintaan, masyarakat ingin memperbaiki status kesehatannya sehingga memerlukan pelayanan kesehatan sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatannya. Alasan mengapa masyarakat memerlukan status kesehatan yang lebih

baik, mungkin disebabkan oleh adanya keinginan untuk dapat menikmati hidup yang lebih baik dibanding bila mereka mengalami gangguan kesehatan.

Menurut Arrow (1963), hubungan antara keinginan sehat dan permintaan akan pelayanan kesehatan hanya kelihatannya saja sederhana, tetapi sebenarnya sangat kompleks. Penyebab utamanya adalah karena misalnya persoalan informasi yang umumnya dilakukan oleh para ahli kesehatan kepada masyarakat. Dari informasi yang mereka sebarkan itulah masyarakat kemudian terpengaruh untuk melakukan permintaan dan penggunaan pelayanan kesehatan (Tjiptoherijanto, 1994).

Menurut Department of Health Education and Welfare, USA (Lapau, 1997), faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu: 1. Faktor regional dan residence

regional misalnya ; Jakarta, Jawa Barat,dll. residence misalnya ; Rural dan Urban

2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan a. Tipe dari organisasi, misalnya ; rumah sakit, puskesmas,dll. b. Kelengkapan program kesehatan.

c. Tersedianya fasilitas dan tenaga medis. d. Teraturnya pelayanan.

e. Hubungan antara dokter/ tenaga kesehatan lainnya dengan penderita. f. Adanya asuransi.

4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan.

a. Faktor sosio demografis yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar keluarga, kebangsaan, dan suku bangsa, serta agama.

b. Faktor sosio psikologis, yang meliputi sikap/ persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelayanan kesehatan sebelumnya.

c. Faktor ekonomis yang meliputi status sosioekonomis (pendidikan dan pekerjaan) dan pendapatan.

d. Dapat digunakannya pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah penderita dengan tempat pelayanan kesehatan.

e. Variabel yang menyangkut kebutuhan (need) yang meliputi morbidity, gejala penyakit yang dirasakan oleh penderita, status terbatasnya keaktifan yang kronis, hari-hari di mana tidak dapat melakukan tugas dan diagnosa.

Andersen dan Newman (1979) seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), menyatakan model penggunaan pelayanan kesehatan ini dapat membantu atau memenuhi satu atau lebih dari lima tujuan berikut:

a. Untuk melukiskan hubungan-hubungan kedua belah pihak antara faktor-faktor penentu (determinan) dari penggunaan pelayanan kesehatan.

b. Untuk menentukan apakah ada atau tidak adanya pelayanan dari pemakaian pelayanan kesehatan yang berat sebelah.

c. Untuk meringankan dan mengantisipasi kebutuhan masa depan dari pelayanan kesehatan.

d. Untuk menyarankan cara-cara manipulasi kebijaksanaan yang ada dan berhubungan dengan variabel-variabel, agar dapat memberikan perubahan perilaku terhadap penggunaan pelayanan kesehatan.

e. Untuk menilai program yang sudah dilakukan, terutama dalam pemeliharaan/ perawatan kesehatan yang baru.

Andersen dan Anderson membuat 7 kategori model penggunaan pelayanan kesehatan yang didasarkan pada tipe-tipe variabel yang digunakan sebagai penentu (determinan-determinan) penggunaan pelayanan kesehatan. Ketujuh model tersebut adalah sebagai berikut:

1) Model Demografi (Kependudukan)

Dalam model ini variabel-variabel yang dipakai adalah umur, jenis kelamin, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel ini digunakan sebagai ukuran mutlak atau indikator fisiologis yang berbeda (umur dan jenis kelamin), dan juga siklus hidup (status perkawinan dan besarnya keluarga) dengan asumsi bahwa penggunaan pelayanan kesehatan sedikit banyaknya berhubungan dengan variabel di atas.

2) Model-model Struktur Sosial (Social Structure Models)

Dalam model ini variabel-variabel yang dipakai adalah pendidikan, pekerjaan, dan kebangsaan. Variabel-variabel ini mencerminkan keadaan sosial dari individu atau keluarga di dalam masyarakat. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang dengan latar belakang, status sosial tertentu akan menggunakan pelayanan kesehatan dengan cara tertentu pula.

3) Model-model Sosial Psikologis (Psychological Social Models)

Dalam model ini variabel-variabel yang dipakai adalah pengertian kerentanan terhadap penyakit, pengertian keseluruhan daripada penyakit, keuntungan yang diharapkan dari pengambilan tindakan menghadapi penyakit, kesiapan tindakan individu. Dalam model ini variabel yang digunakan merupakan ukuran dari sikap dan keyakinan individu.

4) Model-model Sumber Keluarga (Family Resource Models)

Dalam model ini variabel-variabel yang dipakai adalah pendapatan keluarga, cakupan asuransi keluarga atau sebagai anggota asuransi kesehatan dan pihak- pihak yang membiayai pelayanan kesehatan keluarga dan sebagainya. Model ini menggambarkan tingkat ekonomi keluarga dan digunakan untuk mengukur kemampuan membayar individu atau keluarga untuk pelayanan kesehatan mereka.

5) Model-model Sumber Daya Masyarakat (Community Resource Models)

Dalam model ini variabel-variabel yang dipakai adalah penyediaan pelayanan kesehatan dan ketercapaian dari pelayanan kesehatan, serta sumber dari masing- masing dalam masyarakat. Model ini selanjutnya menggambarkan suplai ekonomis yang berfokus pada ketersediaan di masyarakat.

6) Model-model Organisasi (Organization Models)

Dalam model ini variabel yang dipakai adalah gaya hidup (style) praktek pengobatan, sifat dari pelayanan tersebut, letak dari pelayanan kesehatan, dan

petugas yang pertama kali kontak dengan pasien. Model ini mencerminkan perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayanan kesehatan.

7) Model Sistem Kesehatan (Health System Models)

Model sistem kesehatan mengintegrasikan ke enam model di atas menjadi satu yang sempurna. Dengan demikian apabila hendak dilakukan analisa terhadap penggunaan pelayanan kesehatan maka akan diperhitungkan keenam model di atas (Notoatmodjo, 2003).

Selanjutnya, kenyataan menunjukkan bahwa problem kesehatan ditandai oleh kegagalan orang atau masyarakat untuk menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang dilakanakan oleh provider. Kegagalan ini memunculkan teori yang menjelaskan perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior) yang oleh Becker (1974) dikembangkan menjadi model kepercayaan kesehatan (health belief model). (Notoatmodjo, 2003).

Rendahnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (1999) dapat disebabkan oleh:

1. Jarak yang jauh ( faktor geografi)

2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi) 3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)

4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya)

Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh menurut Depkes (1999) dapat dipengaruhi oleh:

1. Keterjangkauan lokasi tempat pelayanan

Tempat pelayanan yang tidak strategis/ sulit dicapai, menyebabkan berkurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh para ibu hamil.

2. Jenis dan kualitas pelayanan yang tersedia

Jenis dan kualitas pelayanan yang kurang memadai menyebabkan rendahnya akses ibu hamil terhadap pelayanan kesehatan.

3. Keterjangkauan informasi

Informasi yang kurang menyebabkan rendahnya penggunaan pelayanan kesehatan yang ada.

Dari uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan maka dalam penelitian ini akan dibahas lebih mendetail adalah faktor tenaga kesehatan, sarana dan prasarana serta tarif di Puskesmas.

2.3.1 Tenaga Kesehatan

Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/ atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Wijono, 1999).

Tenaga kesehatan terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, dan tenaga keteknisian medis (Wijono, 1999).

Secara terperinci, tenaga medis adalah tenaga dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi. Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. Tenaga Kesehatan Masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. Tenaga Gizi meliputi nutrisionis dan dietisien. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis (Wijono, 1999).

Menurut Wijono seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-syarat, yakni:

1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh Menteri. 4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian

lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi, diatur oleh Menteri. (Wijono, 1999).

2.3.2 Sarana dan Prasarana

Salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat.

Untuk masa mendatang kebutuhan sarana kesehatan akan disusun dengan memperhatikan beberapa asumsi dasar, yaitu :

1. Terjadinya pergeseran peran pemerintah dari penyelenggara pelayanan yang dominan, menjadi penyusunan kebijakan dan regulasi dengan tetap memperhatikan kebutuhan pelayanan bagi penduduk miskin

2. Makin meningkatnya potensi sektor swasta dalam penyediaan pelayanan kesehatan, khususnya yang bersifat kuratif dan rehabilitatif

3. Teratasinya krisis ekonomi dan politik dalam waktu yang tidak terlalu lama (Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, 1999)

Pembangunan sarana dan prasarana kesehatan ke depan akan diselenggarakan secara bersama-sama oleh pemerintah dan swasta dengan memperhatikan faktor efisiensi dan ketercapaian bagi seluruh penduduk.

Selain itu langkah peningkatan kuantitas pembangunan sarana dan prasarana kesehatan harus diikuti dengan peningkatan kemampuan manajerial yang profesional dan didukung oleh peningkatan kemampuan teknis tenaga pemberi pelayanan untuk menjamin keberhasilan dan kelestrian upaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh.

2.3.3 Tarif

Tarif adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan seseorang untuk memperoleh jasa pelayanan. Tarif tidak sama dengan harga. Harga adalah besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan barang. Sekalipun perbedaan tarif dengan harga cukup jelas, namun bagi kebanyakan anggota mayarakat, perbedaan ini sulit dimengerti. Oleh masyarakat pemakai jasa pelayanan kesehatan, tarif diartikan sama dengan seluruh biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Pengertian seperti ini jelas tidak sesuai, karena dalam pengertian biaya tersebut telah termasuk harga barang, misalnya obat-obatan, yang pengelolaannya sering dilakukan terpisah dengan pengelolaan pelayanan kesehatan.

Peranan tarif dalam pelayanan kesehatan amat penting. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan, setiap sarana kesehatan harus menetapkan besarnya tarif yang dapat menjamin total pendapatan yang lebih besar dari total pengeluaran. Untuk itu, beberapa faktor perlu diperhitungkan. Faktor-faktor yang dimaksud untuk suatu sarana pelayanan, secara umum dapat dibedakan atas 4 macam :

1. Biaya investasi

2. Biaya kegiatan rutin, terdiri dari direct cost dan indirect cost. 3. Biaya rencana pengembangan

4. Besarnya target keuntungan. (Azwar, 1996).

Tarif puskesmas merupakan biaya pelayanan kesehatan yang diberikan suatu puskesmas, yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk suatu periode tertentu. Dalam perdagangan umum, tarif berlaku menurut hukum pasar yang

berfluktuasi dari waktu ke waktu. Dalam pelayanan swasta, tarif pelayanan juga dapat berfluktuasi, tetapi tidak secepat perubahan pada komoditas tertentu. Tarif puskesmas yang ditetapkan pemerintah umumnya tidak berfluktuasi dan cenderung berlaku untuk masa 3 – 6 tahun. Akibatnya, tarif tersebut tidak selalu dapat menutupi biaya-biaya untuk memproduksi jasa pelayanan di puskesmas.

Besarnya tarif Upaya Pelayanan Kesehatan Swasta di bidang Medis berpedoman kepada komponen biaya yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan dari organisasi profesi setempat (Wijono, 1999).

Selain pertimbangan organisasi profesi, perhitungan tarif biasanya juga mempertimbangkan:

1. Jasa Konsultasi Dokter

2. Biaya Suntikan dan Obat-Obatan 3. Jasa Tindakan Medik

4. Jasa Penunjang Medik 5. Jasa Perawatan

6. Komponen lain yang berhubungan dengan penunjang pelayanan kesehatan

Dari uraian teoritis diatas tentunya diperlukan penetapan tarif yang tepat, dengan memperhatikan kemampuan dan kemauan masyarakat dalam membayar di satu sisi dan biaya sebenarnya yang dikeluarkan untuk menghasilkan pelayanan yang baik pada sisi lainnya.

2.4 Landasan Teori

Menurut Sorkin (1984), pemanfaatan pelayanan kesehatan pada konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain faktor demografi, struktur sosial, belief, akses pelayanan kesehatan, status kesehatan berdasarkan evaluasi klinis.

Seorang konsumen yang mempunyai persepsi dan keyakinan yang baik tentang status kesehatannya akan mempunyai demand dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Seorang konsumen yang mempunyai persepsi dan keyakinan yang baik tentang pelayanan petugas kesehatan akan mempunyai demand dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Seorang konsumen yang mempunyai persepsi dan keyakinan yang baik tentang keberadaan sarana prasarana Puskesmas akan mempunyai demand dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Seorang konsumen yang mempunyai persepsi dan keyakinan yang baik tentang pembiayaan kesehatan akan mempunyai demand dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas.

Menurut Fuchs (1998), Zubkoff (1981), faktor-faktor yang mempengaruhi demand pelayanan kesehatan antara lain: kebutuhan berbasis pada aspek fisiologis, penilaian pribadi akan status kesehatannya, variabel-variabel ekonomi seperti tarif, ada tidaknya asuransi dan penghasilan, pendidikan, variabel-variabel demografis dan organisasi. Disamping itu, faktor lain yang mempengaruhi adalah: pengiklanan,

pengaruh jumlah tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan dan pengaruh inflasi. Faktor-faktor ini satu sama lain terkait secara kompleks (Trisantono, 2006).

2.5 Kerangka Konsep

Dalam penelitian ini faktor yang berpengaruh terhadap demand masyarakat memanfaatkan puskesmas adalah faktor pelayanan tenaga kesehatan, sarana dan prasarana Puskesmas serta tarif. Berdasarkan hal di atas, maka kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

PELAYANAN TENAGA KESEHATAN TARIF SARANA/ PRASARANA PUSKESMAS DEMAND MASYARAKAT MEMANFAATKAN PUSKESMAS