• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRODUKSI BERSIH

3. Metanogenesis Produk utama dari proses anaerobik dapat terjadi melalui dua cara Cara utama adalah fermentasi produk utama pada fase pembentukan

3.4. Gambaran Kegiatan Pengolahan dan Pemasaran Kopi Robusta

Bulan panen kopi biasanya terjadi antara bulan Mei hingga bulan September dengan puncak panen antara Juli-Agustus. Penanganan pasca panen yang umum dilakukan oleh petani kopi rakyat di Desa Sidomulyo adalah pengolahan kering. Beberapa kelompok tani pernah melakukan pengolahan basah pada tahun 2004. Sejak tahun 2010, Kelompok Tani Sidomulyo memulai kembali melakukan pengolahan basah yang bekerja sama dengan Community Development (Comdev) dari I-MHERE (Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency) Project–UNEJ (Universitas Jember), dan Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao). Petani lebih memilih sistem pengolahan kering karena proses pekerjaan lebih mudah dan tidak membutuhkan air seperti pengolahan basah, sehingga metoda ini dinilai petani kopi di Desa Sidomulyo sebagai cara pengolahan kopi yang paling efektif dan efisien. Selain itu kopi yang diproduksi di daerah ini umumnya digunakan sebagai campuran untuk pengolahan kopi bubuk.

Pengolahan kering yang diterapkan di Desa Sidomulyo adalah pengolahan kering pecah kulit. Pemanenan buah kopi umumnya untuk buah kopi petik merah dan kuning umumnya dilakukan selama 3 kali masa panen selama bulan Juli hingga September. Setelah panen, buah kopi dipecah menggunakan alat yang disebut kneuzer. Buah kopi yang telah dipecah dikeringkan selama 7 – 10 hari di atas lantai semen hingga mencapai kadar air 13 – 15%. Kopi pecah kulit yang telah kering kemudian dikupas menggunakan huller. Tahap akhir adalah proses sortasi jika diinginkan oleh pembeli.

Pada pengolahan basah, petani menerapkan pemetikan selektif sejak di pohon. Setelah pemetikan buah kopi merah, buah kopi dikupas (pulping). Setelah pengupasan kulit buah, biji kopi difermentasi selama ± 12 - 24 jam dalam bak fermentasi. Pencucian biji kopi dilakukan secara manual ataupun menggunakan mesin pencucian (washer). Biji kopi kemudian dikeringkan selama 4 - 5 hari

untuk mencapai kadar air 12%. Pada saat ini, pengeringan biji kopi olah basah untuk ekspor tidak dilakukan hingga kadar air 12% tapi hingga kering angin dengan kadar air ± 40% untuk selanjutnya diolah kembali di tingkat eksportir.

Sortasi Buah Pemetikan Buah Pengeringan Pengemasan Olah Kering Pecah Kulit Pemecahan Kulit Buah (Kneuzer) Pengupasan Kulit Sortasi Buah Pemetikan Buah Pengupasan Kulit Buah (Pulping) Sortasi Buah Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling) Pengeringan Pencucian (Washing) Fermentasi Pengemasan Pengeringan KA ± 40% Olah Basah

Gambar 22 Pengolahan kopi di Desa Sidomulyo

Selama masa panen puncak, praktek pengolahan terutama difokuskan pada kuantitas dan kecepatan pengolahan bukan faktor kualitas. Pemanenan dimulai sejak pagi hari hingga siang hari dengan total waktu panen sekitar 7-8 jam. Setelah panen, pada hari yang sama atau keesokan harinya, buah yang telah dipanen dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok pertama adalah buah yang masak, terlalu masak, dan agak masak. Kelompok kedua adalah buah yang belum matang. Buah ini cukup lunak untuk dapat dikupas menggunakan pulper. Buah yang belum masak dapat merusak mesin, sehinggga diproses berbeda. Pekerjaan ini terutama dilakukan oleh wanita, pada saat kaum lelaki bekerja memanen kopi di kebun. Proses sortasi ini dapat menghabiskan waktu yang lama. Terutama pada saat panen puncak proses pengolahan ini dapat berlangsung hingga malam hari.

Pengeringan kopi pada pengolahan basah di pabrik menggunakan teknik penjemuran para-para (kopi yang sudah di cuci ditiriskan lalu dijemur hal ini untuk mempercepat pengeringan). Pembuangan limbah di pabrik dibuat oleh kelompok tani, koperasi, dan pihak terkait. Limbah padat kopi yang dihasilkan pernah diuji coba sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik padat dan cair oleh mahasiswa PKP (Praktek Kerja Profesi) I-MHERE Project dan KKT (Kuliah Kerja Terpadu) LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat) dari Universitas Jember.

Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pengelolaan usaha tani kopi rakyat di Desa Sidomulyo berasal dari tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Upah yang berlaku untuk tenaga kerja pada umumnya adalah sebanyak Rp 12.000 hingga Rp 15.000/orang/hari. Sistem upah yang berlaku di Desa Sidomulyo dibedakan berdasarkan jenis kelamin (antara pria dan wanita nilainya tidak sama). Selain itu upah yang diberlakukan juga dilihat dari tingkat kesulitan pekerjaan yang berat, seperti: sulaman, pemupukan, rempesan, tokokan, dan sebagainya dilakukan oleh tenaga kerja pria, sedangkan tenaga kerja wanita melakukan pekerjaan yang lebih ringan, seperti sortiran, petik bubuk, petik raya, racutan, dan lelesan.

Industri pengolahan kopi yang terdapat di Desa Sidomulyo termasuk kategori industri kecil dan industri rumah tangga. Melalui koperasi, kelompok petani kopi melakukan pengolahan sendiri menjadi biji kopi dan kopi bubuk yang dipasarkan ke daerah-daerah lain di Jawa Timur. Kopi bubuk yang dipasarkan umumnya masih dikemas secara sederhana menggunakan plastik. Sehingga masih membutuhkan perbaikan kemasan untuk menjamin kualitas aroma dan rasa kopi yang dipasarkan.

Pemasaran biji kopi yang dilakukan oleh petani pada umumnya adalah dengan cara langsung dijual oleh para anggota kelompok tani kepada kelompok tani lain, koperasi, dan pedagang pengumpul yang ada di Desa Sidomulyo sehingga meniadakan biaya transportasi. Akan tetapi selain dijual kepada pedagang pengumpul di Desa Sidomulyo sendiri, ada juga beberapa anggota kelompok tani yang menjual hasil kopinya di luar Desa Sidomulyo, yaitu Sempolan melalui Toko Baru sebagai pedagang pengumpul di daerah Sempolan dan sekitarnya.

Para anggota kelompok tani tidak memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan harga jual kopi ke pedagang pengumpul. Antara anggota kelompok tani yang satu dengan anggota kelompok tani yang lainnya memiliki harga jual yang berbeda-beda, karena mereka akan memilih para pedagang pengumpul yang bersedia membeli hasil kopinya dengan harga yang lebih tinggi. Harga kopi pada tahun 2011 berkisar antara Rp. 20.000 hingga Rp. 24.000, tahun 2010 berkisar antara Rp 18.000/kg hingga Rp 20.000/kg kopi beras. Pada tahun sebelumnya, harga kopi rata-rata berkisar antara Rp 15.000/kg hingga Rp 16.000/kg kopi beras. Ketidakpastian harga kopi dunia yang berubah-ubah setiap tahun turut mempengaruhi petani. Apabila harga kopi rendah maka sebagian besar petani dapat beralih ke usaha lain, sehingga perawatan tanaman kopi berkurang yang akhirnya mempengaruhi mutu biji kopi. Apabila harga kopi tinggi, petani cepat- cepat menjual biji kopinya. Setelah selesai panen, biji kopi dijemur beberapa hari, dilakukan pengolahan kering dan kemudian langsung dijual tanpa disortasi terlebih dahulu. Kendala lain adalah kebiasaan petani untuk mengambil buah kopi sebelum matang di pohon sehingga pada saat panen buah kopi masih tercampur antara buah kopi yang matang, belum matang, dan terlalu matang. Hal ini tentu tidak akan menghasilkan kopi yang baik terutama setelah menjadi bubuk dan diolah menjadi minuman. Kebiasaan ini mereka lakukan terutama karena keinginan mereka untuk mendapatkan uang lebih cepat, terutama bagi petani yang hanya mengandalkan pada kebun kopi.

Anggota kelompok tani kopi di Desa Sidomulyo memiliki kerjasama pemasaran dengan PT Indokom Citra Persada (PT ICP). Pada tahun 2007, PT Indokom Citra Persada menargetkan jumlah ekspor kopi untuk wilayah Kecamatan Silo Utara (meliputi daerah Garahan dan Sidomulyo) sebanyak 290 ton kopi beras, sedangkan Desa Sidomulyo mampu memenuhi ekspor kopinya sekitar 40 ton. Salah satu kelompok tani di Desa Sidomulyo yaitu Kelompok Tani Sidomulyo I telah mendapatkan sertifikat kopi layak ekspor dari Utz Certified sebagai kopi organik melalui PT ICP. Utz Certified merupakan sertifikat yang diberikan oleh Utz Kapeh Foundation sebagai salah satu lembaga sertifikasi komoditas kopi yang berpusat di Amsterdam, Netherlands yang dipercaya oleh PT ICP untuk menilai kelayakan mutu kopi yang akan diekspor. Utz Certified berarti

kopi yang baik di dalam bahasa Maya, memberikan jaminan kualitas sosial, dan lingkungan dalam produksi kopi yang diharapkan oleh pabrik atau konsumen. Kopi yang bersertifikat Utz Certified berarti telah diproduksi menurut kriteria Code of Conduct (Utz Certified, 2010).

Melalui sertifikat tersebut, produsen kopi untuk segala ukuran dan asal dapat menunjukkan bahwa kopinya menggunakan praktek pertanian yang baik, pengelolaan usaha tani yang efisien, dan produksi yang bertanggung jawab. Untuk pembeli dan roaster kopi, sertifikat tersebut merupakan jaminan produksi kopi yang bertanggung jawab. Pengawasan internal untuk kopi rakyat di Desa Sidomulyo berada di bawah PPL (Petugas Penyuluh Lapang). Penerapan teknik budidaya kopi yang ramah lingkungan merupakan tanda bahwa petani kopi Desa Sidomulyo memiliki kemauan untuk meningkatkan pendapatan dan melakukan perbaikan terhadap kualitas kopi yang dihasilkannya.

PT Indokom Citra Persada (PT ICP) umumnya membeli kopi hasil produksi petani dengan kualitas asalan sehingga diperlukan sortasi dalam perusahaan untuk memisahkan antara biji kopi yang akan diekspor dengan biji kopi yang hitam, pecah dan substandar lainnya. Apabila kadar air dalam biji kopi masih di atas standar ekspor, maka perusahaan melakukan pengeringan ulang hingga mencapai kadar air yang diinginkan. Mutu kopi yang bagus dipasarkan untuk kebutuhan ekspor, sedangkan mutu kopi yang kurang memenuhi standar ekspor dipasarkan untuk kebutuhan lokal. Kadar air yang belum memenuhi syarat ekspor dapat menyebabkan harga kopi di tingkat petani rendah, karena eksportir harus mengolahnya hingga diperoleh standar mutu yang dipersyaratkan dalam perdagangan. Kadar air yang tinggi dapat menimbulkan tumbuhnya jamur serta berbagai bentuk cacat lain, seperti bau apek, pemucatan warna, dan akhirnya menurunkan harga jual.

PT ICP juga membeli kopi beras hasil olah basah petani dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditawarkan untuk kopi beras hasil olah kering. Petani pernah melakukan olah basah pada tahun 2004 dan 2005 akibat rendahnya harga kopi olah kering berturut-turut sebesar Rp. 5.725,- dan Rp. 8.423,- per kg. PT ICP membeli kopi hasil olah basah petani 25,5% lebih tinggi dari harga yang ditawarkan untuk kopi beras hasil olah kering atau senilai Rp. 7.000,- pada tahun

2004 dan Rp. 11.000,- pada tahun 2005 (lebih tinggi 30,6% dari kopi beras olah kering). Tetapi pada tahun 2006 dan 2007, petani tidak melakukan olah basah karena harga kopi olah kering yang relatif tinggi, berturut-turut Rp. 12.450,- dan Rp. 15.657,- per kg kopi beras.