3. METODOLOGI PENELITIAN
4.2 Gaya Hidup
Gaya hidup nampaknya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat modern. Seperti yang dinyatakan oleh Chaney (2011) gaya hidup merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa disebut modernitas, siapapun yang hidup dalam masyarakat modern akan menggunakan gagasan tentang gaya hidup untuk menggambarkan tindakannya sendiri maupun orang lain. Gaya hidup adalah pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Ia juga mendefinisikan gaya hidup sebagai suatu cara kehidupan yang khas dijalani oleh kelompok sosial tertentu dimana didalamnya terdapat perilaku yang ekspresif dan dapat dikenali melalui pola-pola tindakan yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Melalui gaya hidup dapat membantu memahami apa yang orang lakukan , mengapa mereka melakukannya dan apakah yang mereka lakukan bermakna bagi dirinya maupun orang lain.
Pola gaya hidup dapat dicirikan oleh 3 elemen (Blyton et al. 2009:141). yaitu : (1) aktivitas individual dalam menghabiskan waktu dan bersama siapa; (2) makna, nilai dan seberapa pentingnya aktivitas, (3) objek yang dikonsumsi. Menurut Robinson (1977) aktivitas individu yang menjadi elemen gaya hidup dibatasi oleh 2 kategori waktu yaitu waktu „wajib‟ dan waktu „bebas‟ (dikutip dari Wilson, 1980 : 22). Waktu „wajib‟ merupakan waktu yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas seperti bekerja, mengurus pekerjaan rumah, mengurus rumah tangga, mengurus anak, memenuhi kebutuhan fisiologis seperti makan dan tidur, serta melakukan perjalanan yang dibutuhkan seperti perjalanan menuju kantor atau sekolah. Sedangkan pada waktu bebas, individu sudah terlepas dari aktivitas yang merupakan kewajibannya sehingga dapat diisi dengan aktivitas yang dapat ditentukannya sendiri. Istilah waktu bebas ini selanjutnya pada penelitian ini disebut dengan istilah waktu luang.
Pada waktu luang tersebut individu tidak merasakan tekanan ekonomi, hukum, moral dan desakan sosial serta keperluan fisiologis sehingga dapat secara leluasa memanfaatkan waktu ini untuk berbagai keperluan yang ditentukannya sendiri (Surya, 2007:176). Dalam konteks gaya hidup, aktivitas waktu luang menjadi signifikan menggambarkan gaya hidup yang dimiliki seseorang. Hal tersebut disebabkan dari pilihan individu dalam aktivitas waktu luang yang
59
ditentukannya sendiri mencerminkan minat dan seberapa pentingnya makna aktivitas tersebut bagi dirinya.
Robinson (1977) mengklasifikasi aktivitas yang dilakukan pada waktu luang tersebut menjadi : (1) aktivitas organisasi (partisipasi pada organisasi tertentu, menghadiri kegiatan organisasi), (2) mengkonsumsi media massa (menonton film, membaca buku atau majalah, internetan, mendengarkan radio), (3) sosialisasi dan rekreasi (bertemu teman/kerabat, bepergian, berolahraga, menjalankan hobi, relaksasi) (dikutip dari Wilson, 1980 : 22)
Selanjutnya, objek yang dikonsumsi pada aktivitas waktu luang juga merupakan elemen penting dalam menggambarkan gaya hidup. Bourdieu dalam “Distinction” menyatakan bahwa tujuan utama dari konsumsi yaitu menjadi eksis dalam ruang sosial. Bourdieu juga menjelaskan bahwa struktur konsumsi terbagi menjadi 3 berdasarkan objeknya yaitu : konsumsi makanan, konsumsi kultural, serta konsumsi penampilan (Bourdieu, 1984 : 184).
4.2.1 Aktivitas Waktu Luang
Berdasarkan penjelasan mengenai keterkaitan antara gaya hidup dengan aktivitas waktu luang diatas, maka pola gaya hidup yang mencirikan kelas menengah pada anggota komite Hijabers Community dapat terlihat dari aktivitas waktu luang dan objek yang dikonsumsi pada aktivitas tersebut. Aktivitas yang dilakukan pada waktu luang dapat menggambarkan pilihan aktivitas yang mereka tentukan sendiri sesuai minat dan dipilih karena memiliki makna penting bagi mereka. Ragam pilihan aktivitas waktu luang anggota komite Hijabers
Community cukup luas dan lebih banyak aktivitas yang bersifat rekreasi dan
sosialisasi
Tabel 4.5 Ragam Aktivitas Waktu Luang Komite Hijabers Community
Sumber : Survey, 22-24 Juli 2011
Selanjutnya terkait dengan „teman‟ dalam menjalani aktivitas waktu luang komite Hijabers Community, sebagai berikut :
Diagram 4.3 Bersama Siapa Komite Hijabers Community dalam Aktivitas Waktu Luang
Sumber : Survey, 22-24 Juli 2011
Diagram diatas menunjukkan ternyata sebagian besar komite Hijabers
Community ternyata lebih memilih melakukannya bersama keluarga Pada anggota
komite Hijabers Community diatas menggambarkan melakukan aktivitas waktu luang bersama keluarga dimaknai sebagai suatu hal yang „wajib‟ oleh Hijabers
Community setelah sibuk dengan aktivitas pekerjaan serta aktivitas lainnya diluar
rumah :
Aktivitas organisasi Mengkonsumsi media massa Rekreasi dan sosialisasi Melaksanakan kegiatan
Hijabers Community Internetan Karaoke
Mengikuti seminar Menonton TV Sketching
Mengikuti workhop Membaca majalah BBM-an
Mengikuti pengajian Mengedit foto
Perawatan ke salon/spa Membuat kerajinan
Berkebun Jalan jalan ke mall
Berbelanja Pergi bersama keluarga
Pergi bersama teman Silaturahmi dengan kerabat Makan di restoran atau kafe
61
“kalo gue kebeneran bukan kerja di perusahaan sih ya, jadi kalo waktu luang ya suka-suka gue jujur aja, gue bisa manage waktu gue sendiri, paling waktu luang tuh minggu pokoknya buat hari libur gue, buat spending time buat keluarga gue. Senin sampe Jumat bahkan sampe Sabtu lebih banyak ngurusin usaha aku, HC juga, bantu suami..”
(Informan JN, 6 Juli 2011 pkl 13:19 WIB) “keluarga itu satu sendiri kalo temen sama pacar itu bareng, jadi aku
jarang pergi berduaan aja jadi kalo jalan entah bareng sama teman temen dia atau temen temen aku rame bareng bareng, tapi kalo keluarga aku mesti nyempetin waktu kalo gak aku digorok sama mamaku hahaha ya fifty- fifty lah harus imbang”
(Informan AP, 22 Juli 2011 pkl 15:45 WIB)
Namun terdapat perbedaan pada komite yang sudah menikah dengan komite yang masih lajang terkait dengan „teman‟ untuk menjalani aktivitas waktu luangAnggota komite yang sudah menikah lebih banyak menghabiskan waktu luang dengan keluarga dibandingkan dengan komite yang belum menikah. Hal tersebut disebabkan oleh komite yang belum menikah menghabiskan waktu dengan keluarga dianggap sama pentingnya dengan menghabiskan waktu luang bersama teman yang ditunjukkan dari presentase yang sama antara pilihan keluarga dengan teman. Selain itu anggota komite yang belum menikah juga cenderung mempunyai pilihan yang lebih banyak untuk „teman‟ menjalani waktu luang dibandingkan dengan komite yang sudah menikah.
4.2.2 Objek yang Dikonsumsi pada Aktivitas Waktu Luang
Dari berbagai pilihan aktivitas waktu luang anggota komite Hijabers
Community yang telah dijelaskan diatas, peneliti tertarik mengkaji lebih dalam
aktivitas browsing internet, blogging, jalan-jalan ke mall, berbelanja, makan di restoran atau kafe. Sebab aktivitas-aktivitas tersebut dapat merepresentasikan struktur konsumsi yang dipaparkan Bourdieu (1984) dibedakan dari objeknya yaitu konsumsi makanan, konsumsi kultural dan konsumsi penampilan untuk menggambarkan pola gaya hidup anggota komite.
Berdasarkan struktur konsumsi dikemukakan Bourdieu maka aktivitas-aktivitas tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Tabel 4.6 Tabel Struktur Konsumsi Komite Hijabers Community Konsumsi makanan Konsumsi kultural Konsumsi penampilan Makan di restoran atau kafe Konsumsi media massa Berbelanja kebutuhan
berbusana
Travelling
Konsumsi makanan
Konsumsi makanan pada masyarakat kontemporer tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik melainkan juga untuk menunjukkan posisi sosial. Menurut Bourdieu pilihan jenis makanan dan bagaimana makanan itu dikonsumsi dapat menentukan kelas seseorang yang memakannya. Sistem diferensiasi antar kelas menjadi jelas dengan melihat lebih dekat pada pola pembelanjaan pada makanan (Bourdieu, 1984). Suatu kelompok dapat meneguhkan posisi sosialnya melalui pilihan jenis makanan, cara dan tempat makan. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan aktivitas makan di restoran atau kafe. Makan di restoran atau kafe kini telah menjadi bagian gaya hidup masyarakat di perkotaan, berbagai restoran dan kafe tersedia yang disesuaikan dengan selera dan kemampuan ekonomi masyarakat.
Pada anggota komite, bagaimana aktivitas makan di restoran atau kafe menjadi bagian dari kebiasaan mereka terlihat dari frekuensi makan di restoran atau kafe dalam sebulan berikut ini :
Diagram 4.4 Frekuensi Makan Di Restoran atau Kafe dalam Sebulan Anggota Komite Hijabers Community
63
Dari data diatas, frekuensi rata-rata makan di restoran atau kafe yang dilakukan oleh anggota komite yaitu 4 kali dalam sebulan. Hal-hal yang melatarbelakangi mereka sering melakukan aktivitas makan di restoran atau kafe yaitu seperti kesibukan sehari-hari, pekerjaan dan hobi. Pada Informan NH, kesibukannya sehari-hari dan kondisinya yang tinggal sendiri membuatnya lebih memilih makan di restoran atau kafe:
“kalo makan hampir seringnya makan diluar lagian kan aku hidup sendiri
jadi suka males masak udah sibuk ngurus apartemen sendiri kan aku tinggal di apartemen, jadinya paling kalo makan di restoran atau pesen delivery, nonton jarang...paling apalagi ya..paling kalo jalan tuh makan”
(Informan NH, 26 Juni 2011 pkl 13:40 WIB)
Selain itu urusan pekerjaan yang mengharuskan untuk pertemuan di restoran atau kafe dengan rekan kerja menjadi hal yang menyebabkan seringnya makan di restoran atau kafe, seperti yang dialami informan DP berikut:
“agak sering sih hehe... tiap weekend sih pasti makan di mall atau kafe,
tapi hari biasa kalo meeting atau janjian di restoran”
(Informan DP, 8 Agustus 2011 pkl 14:05)
Selanjutnya kegiatan makan di restoran atau kafe juga kini menjadi hobi yang populer dengan istilah „wisata kuliner‟. Kesenangan yang didapat dari mengkonsumsi makanan di restoran atau kafe membuat aktivitas tersebut menjadi hobi bagi informan JN:
“Hobby aku..aku seneng banget kayak emmm..nanti ketawa lagi
dengernya, aku suka makan... iya jadi kalo pergi sama suamiku pergi kemanapun yang pertama banget diomongin itu makanan, suka banget wisata kuliner. Asli suka banget!.. nah ini nih kalo travelling yang dipikirin Cuma makan-makan sama suamiku. Kebetulan kan kakakku ada di KL tapi kalo ke KL jalan-jalan nyari-nya makanan hahaha karena aku suka banget makan”
(Informan JN, 6 Juli 2011 pk 14:17 WIB) Pilihan jenis makanan yang mereka konsumsi makan direstoran atau kafe yaitu seafood, makanan Jepang serta makanan Western. Makanan ala Western seperti
steak, pasta , pizza memang sudah populer dan tidak asing lagi bagi lidah
masyarakat Indonesia, namun makanan ala Jepang seperti sushi, ramen, udon,
justru kini menjadi pilihan kuliner baru yang berbeda sehingga digandrungi oleh masyarakat.
Bila dilihat dari pilihan jenis makanan pada saat makan di restoran atau kafe seperti seafood , makanan internasional seperti Jepang dan Western merupakan makanan yang memiliki nilai prestise tersediri dibandingkan dengan makanan pokok serta makanan lokal yang sehari-hari dikonsumsi. Hal tersebut disebabkan oleh harganya yang tidak murah dan makanan internasional memiliki citarasa yang cenderung berbeda bagi lidah masyarakat Indonesia. Oleh karena itu hanya orang-orang dengan „selera tertentu‟ yang dapat menyukai dan merasakan kenikmatan dari citasara makanan internasional. Hal ini memberikan ekslusivitas tersendiri terhadap jenis makanan tersebut. Sedangkan dari segi pilihan tempat makan, Sushi Tei merupakan restoran Jepang bernuansa modern dan elegan yang ditujukan pada segmen konsumen menengah keatas dan hanya terdapat di mal-mal besar seperti Pondok Indah Mall, Gandaria City serta Plaza Indonesia. Sedangkan untuk Gourmet World merupakan salah satu kafe di kawasan Kemang yang populer sebagai „tempat nongkrong anak muda‟.
Terkait dengan penjelasan diatas, melalui frekuensi dan pilihan tempat makan merefleksikan kemampuan ekonomi anggota komite Hijabers Community. Sedangkan pilihan jenis makanan terkait dengan selera yang mereka miliki. Secara keseluruhan aktivitas makan di restoran atau tersebut menggambarkan bagaimana konsumsi makanan pada komite Hijabers Community tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan tubuh namun juga dalam rangka usaha untuk meneguhkan identitas kelas menengah-nya.
Gambar 4.4 Aktivitas Makan di Restoran Komite Hijabers Community
65
Pada data diatas memaparkan mengenai aktivitas makan direstoran atau kafe yang telah menjadi kebiasaan individual dari anggota komite. Ternyata aktivitas tersebut juga terbawa saat mereka berada pada kelompok. Hal tersebut terlihat dari mereka sering makan bersama di restoran atau kafe setelah melaksanakan kegiatan-kegiatan Hijabers Community. Selain itu aktivitas makan di restoran atau kafe juga dijadikan pilihan aktivitas untuk kegiatan gathering komite yang diagendakan sebulan sekali. Tujuan dari gathering tersebut agar anggota komite menghabiskan waktu bersama untuk melepas penat dari segala kegiatan Hijabers Community yang telah dilaksanakan dan mendekatkan anggota komite satu sama lain. Pada gathering yang sebelumnya pernah dilakukan diisi dengan aktivitas makan bersama di salah satu kafe di kawasan Kemang yaitu Gourmet World.
Konsumsi kultural
Berdasarkan data yang didapatkan, konsumsi kultural anggota komite dapat dilihat dari aktivitas mengkonsumsi media massa seperti „internetan‟, membaca majalah, menonton TV serta aktivitas travelling. Pada aktivitas
internetan , terdiri dari browsing, blogging chat, BBM-an, menonton video di youtube, serta mengakses jejaring sosial seperti twitter dan facebook. Pada
aktivitas internetan tersebut, pilihan situs-situs yang paling sering diakses oleh anggota komite adalah sebagai berikut:
Diagram 4.5 Situs yang Paling Sering Diakses Anggota Komite Hijabers Community
Sumber : Survey, 22-24 Juli 2011
Dari data diatas terlihat bahwa hampir separuh anggotakomite Hijabers
Community paling sering mengakses blog. Hal te rsebut dilatarbelakangi oleh 16
dari 31 komite memang merupakan blogger aktif. Pada blog pribadi mereka dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyalurkan minat mereka seperti fashion dan fotografi serta promosi produk dari label fashion yang mereka miliki.
Contoh komite yang memiliki blog fashion yaitu informan DP dan PU. Pada blog fashion, berisikan artikel-artikel yang berisi tentang info trend busana terbaru dengan melampirkan foto-foto diri dalam berbagai tema atau suasana dan mencantumkan produk dari label fashion apa saja yang digunakan dalam foto tersebut. Sedangkan komite yang memiliki blog fotografi yaitu informan NH. Pada blog fotografi miliknya lebih menonjolkan foto-foto terkait aktivitasnya atau tempat-tempat menarik yang pernah dikunjungi. Sedangkan pada blog promosi, contohnya blog yang dimiliki oleh informan JN dan RM. Pada blog promosi tersebut secara keseluruhan berisi artikel dan foto mengenai informasi label
fashion yang mereka miliki serta produk-produk yang dijual.
Pada aktivitas membaca majalah, terdapat 2 jenis pilihan majalah yang konsumsi para komite yaitu jenis majalah fashion & lifestyles dan majalah
parenting. Majalah fashion & lifestyles yang sering dibaca para Hijabers Community ternyata tidak hanya majalah terbitan lokal namun juga majalah yang
berskala internasional. Untuk majalah fashion & lifestyles lokal yaitu seperti Femina, Gogirl, Dewi sedangkan untuk majalah berskala internasional seperti Cosmopolitan, Bazaar, Elle, Look, Female, Marie Claire dan Kenken. Selain itu majalah fashion & lifestyles internasional tersebut ternyata juga tidak semuanya dipasarkan secara luas melainkan hanya tersedia di toko buku khusus :
“aku suka majalah Gogirl hahaha, gak tau aku suka aja..aku orangnya
seneng baca baca trus liat liat terus kalo beli majalah dan buku yang berhubungan dengan fashion biasanya, terus selain gogirl ada majalah Jepang & China gitu kaya Kenken..kamu tau gak? pokoknya yang selalu ada di kinokuniya dan Sogo gitu”
(Informan JN, 6 Juli 2011 pkl 13:20 WIB) Pemilihan jenis majalah fashion & lifestyle dilatarbelakangi pekerjaan mereka pada bidang fashion dan terdapat beberapa komite. Majalah fashion & lifestyles digunakan untuk mencari inspirasi atau referensi trend fashion untuk usaha online shop dan fashion label yang mereka jalani. Selain pilihan majalah fashion &
lifestyles umum, ternyata mereka memilih majalah fashion & lifestyles Islami
seperti Noor, Aulia, Paras dan Aquila Asia. Sedangkan pemilihhan jenis majalah
parenting seperti majalah Ayahbunda, disebabkan oleh adanya 6 komite Hijabers Community yang telah memiliki anak.
67
Sedangkan pada aktivitas menonton TV pilihan saluran TV yang ditonton cukup banyak, mulai saluran lokal hingga saluran luar negeri yang diakses melalui TV kabel atau satelit. Untuk saluran TV lokal yang sering ditonton yaitu Transtv, Trans7, MetroTV RCTI dan TVOne. Sedangkan untuk pilihan saluran TV luar negeri yaitu Starmovies, Starworld, KBS World, LiTV, HBO dan fashion TV.
Salah satu hal yang melatarbelakangi mereka memilih saluran TV luar negeri yaitu untuk mendapatkan infomasi terkait fashion, seperti yang dikatakan oleh informan RM dan JN berikut:
“gak ada patokan sih, kalo ada acara ya nonton tapi sekarang kan dari TV dan internet juga ada terus (acara fashion show) biasanya ya di fashion TV..”
(Informan RM, 9 Juli 2011 pkl 13:05 WIB) “fashion TV sih yang pasti..kayak dalam sehari..seengaknya kudu ada
nonton..karena sekarang banyak acara TV yang bajunya lucu lucu kayak Gossip Girl itu kan bajunya lucu-lucu keren keren, kadang bukan merhatiin jalan ceritanya tapi merhatiin baju-bajunya”
(Informan JN, 6 Juli 2011 pkl 13:21 WIB)
Dari pernyataan diatas, pekerjaan informan JN dan RM sebagai desainer membuat mereka membutuhkan informasi terkait fashion untuk dijadikan referensi dan informasi tersebut bisa mereka dapatkan melalui aktivitas menonton TV.
Sedangkan untuk aktivitas travelling, dapat terlihat seberapa sering mereka melakukan travelling dalam setahun melalui tabel berikut:
Tabel 4.7 Frekuensi Aktivitas Travelling Ke Kota Lain dalam Setahun Komite Hijabers Community
Frekuensi travelling ke
luar kota dalam setahun Jumlah presentase
>3 kali 19 61%
3-5 kali 9 29%
>5 kali 3 10%
Total 31 100%
Tabel 4.8 Frekuensi Aktivitas Travelling Ke Negara Lain dalam Setahun Komite Hijabers Community
Frekuensi travelling ke negara lain
dalam setahun Jumlah Presentase
0 kali 6 20% 1 kali 22 71. % 3 kali 1 3 % 4 kali 1 3 % 5 kali 1 3 % Total 31 100 %
Sumber : Survey, 22-24 Juli 2011
Dari tabel diatas menggambarkan bahwa dalam setahun, mereka rata-rata melakukan 2 kali travelling ke kota lain dan 1 kali ke negara lain. Travelling ke kota atau negara lain pada umumnya bertujuan untuk berlibur, namun pada anggoya aktivitas travelling juga terkait dengan pekerjaan yang dijalani :
“tergantung yah soalnya travelling aku juga berhubungan sama kerja yah jadi kalo dalam setahun bisa 5 sampe 10 kota yang di Indonesia blm diluar negeri, kayak Medan,Palembang,Pontianak, Semarang, Surabaya. Kalo keluar negeri itu sekitar 3 sampe 4 kali dalam setahun karena berhubungan sama kerjaan aku aja kayak tahun lalu aku ke Melbourne, Kairo, Yordania, Dubai kalo tahun ini ke Plestine, Yordania tterus aku ke London kemaren aku umroh juga itu bagian dari travelling juga kan. Terus abis lebaran ini insyaallah aku mau ke Kairo terus akhir tahun pengen ke Eropa. Saking sukaya travelling aku sampe punya jadwal sendiri.... biasanya aku cari inspirasi, jalan jalan travelling keluar kota atau keluar negeri atau mentok mentok ke mall deh insyaallah dapat inspirasi lagi”
(Informan DP, 18 Agustus 2011 pkl 13: 15 WIB) Pernyataan diatas juga menggambarkan bahwa aktivitas travelling dimaknai dapat memberikasn inspirasi bagi DP yang berprofesi sebagai fashion desainer dan hal tersebut dapat menunjang pekerjaannya.
Aktivitas konsumsi kultural pada level individu diatas, ternyata beberapa diantaranya juga dilakukan pada level kelompok. Terlihat dari aktivitas internetan dan travelling juga terbawa pada saat anggota komite berada dalam kelompok. Para anggota komite yang aktif mengakses facebook dan twitter juga blog membuat mereka saat berada dalam kelompok terlihat aktif dalam mengupdate situs jejaring sosial tersebut serta blog Hijabers Community untuk
69
mempromosikan dan mendokumentasikan kegiatan yang mereka laksanakan. Selain itu dari aktivitas travelling, mereka juga terlihat pernah pergi travelling ke kota lain secara bersama-sama.
Gambar 4.5 Aktivitas Travelling Hijabers Community
Sumber : Dokumentasi pribadi Hijabers Community
Berdasarkan pemaparan data tentang konsumsi kultural anggota komite
Hijabers Community , terlihat bahwa pilihan yang mereka miliki cukup beragam
mulai dari budaya yang populer atau budaya yang yang sesuai dengan selera kebanyakan orang, hingga yang sedikit bersentuhan dengan high culture atau budaya yang dapat dinikmati oleh kelompok dengan status tertentu. Budaya populer yang dikonsumsi oleh anggota komite seperti: majalah fashion &
lifestyles yang diminati sebagian besar oleh para wanita, menonton saluran TV
lokal, mengakses situs internet yang populer. Namun yang menarik, ternyata dari konsumsi kultural komite Hijabers Community juga tidak terlepas dari “sentuhan”
high culture yang memberikan nilai ekslusivitas yaitu: majalah dan saluran TV
internasional yang didapatkan dengan biaya yang lebih tinggi, serta aktivitas travelling ke berbagai kota dan negara lain.
Konsumsi penampilan
Konsumsi penampilan dapat dimanifestasikan melalui aktivitas berbelanja kebutuhan berbusana. Konsumsi penampilan lebih banyak dilakukan oleh perempuan dibandingkan laki-laki dan tingkat pembelian meningkat sesuai dengan hirarki sosial (Bourdieu, 1984 : 201). Oleh karena itu pada kelas menengah cenderung mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk kebutuhan berbusana dibandingkan dengan kelas bawah. Busana dalam kaitannya dengan fashion, dapat digunakan untuk mengkonstruksikan serta menandai posisi status ekonomi. Hal tersebut terkait dengan 3 norma yang ada fashion yaitu prinsip pemborosan yang mencolok, prinsip kesenangan yang mencolok, busana harus selalu “up to date” (Veblen, 1992: 122).
Dengan demikian busana selalu berganti terus untuk tiap suasana yang berbeda dan tidak layak dipakai jika tak lagi up to date. Kemampuan seseorang untuk mengganti pakaian tiap waktu atau suasana tergantung dari “kekuatan uang” yang dimilikinya yang juga sebagai bukti kemakmuran seseorang. Selain itu Rouse (1989) menyatakan sebagai indikator nyata bagaimana pakaian dapat menunjukan posisi status ekonomi seseorang, label dan logo adalah salah satu cara untuk menunjukkan daya beli seorang konsumen (Barnard 2009 :158). Polhemus (1996) menyatakan label atau merk pakaian terkenal dengan harga yang mahal dapat membawa efek pretisius dan meneguhkan posisi sosial dan ekonomi