• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala klinik

Dalam dokumen PERDOSSI (Halaman 44-47)

Manifestasi klinik stroke sangat tergantung kepada daerah otak yang terganggu aliran darahnya dan fungsi daerah otak yang menderita iskemia tersebut. Karena itu pengetahuan dasar dari anatomi dan fisiologi aliran darah otak sangat penting untuk mengenal gejala-gejala klinik pada stroke.

Berdasarkan vaskularisasi otak, maka gejala klinik stroke dapat dibagi atas 2 golongan besar yaitu:

1. Stroke pada sistem karotis atau stroke hemisferik

2. Stroke pada sistem vertebro-basilar atau stroke fossa posterior

Salah satu ciri stroke adalah timbulnya gejala sangat mendadak dan jarang didahului oleh gejala pendahuluan (warning signs) seperti sakit kepala, mual, muntah, dan sebagainya. Gejala pendahuluan yang jelas berhubungan dengan stroke adalah serangan iskemia sepintas (TIA) dan ini diketahui melalui anamnesis yang baik pada stroke akut. Selain gejala-gejala yang timbul mendadak dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam dari mulai serangan sampai mencapai maksimal. Tidak pernah terjadi dalam beberapa hari atau apalagi dalam 1-2 minggu. Kalau terjadi demikian, bukan disebabkan stroke tetapi oleh sindroma stroke (stroke-syndromes) karena tumor, primer maupun metastatik, trauma, peradangan dan lain-lain.

Gejala klinik pada stroke hemisferik

Seperti kita ketahui, daerah otak yang mendapat darah dari a. karotis interna terutama lobus frontalis, parietalis, basal ganglia, dan lobus temporalis. Gejala-gejalanya timbul sangat mendadak berupa hemiparesis, hemihipestesi, bicara pelo, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan umum:

 Kesadaran: penderita dengan stroke hemisferik jarang mengalami gangguan atau penurunan kesadaran, kecuali pada stroke yang luas. Hal ini disebabkan karena struktur-struktur anatomi yang menjadi substrat kesadaran yaitu formasio retikuralis di garis tengah dan sebagian besar terletak dalam fossa posterior. Karena itu kesadaran biasanya kompos mentis, kecuali pada stroke yang luas.

 Tekanan darah: biasanya tinggi, hipertensi merupakan faktor resiko timbulnya stroke pada lebih kurang 70% penderita.

 Fungsi vital lain umumnya baik jantung, harus diperiksa teliti untuk mengetahui kelainan yang dapat menyebabkan emboli.

 Pemeriksaan neurovaskuler adalah langkah pemeriksaan yang khusus ditujukan pada keadaan pembuluh darah ekstrakranial yang mempunyai hubungan dengan aliran darah otak yaitu: pemeriksaan tekanan darah pada lengan kiri dan kanan, palspasi nadi karotis pada leher kiri dan kanan, arteri temporalis kiri dan kanan dan auskultasi nadi pada bifurkatio karotis komunis dan karotis interna di leher, dilakukan juga auskultasi nadi karotis interna pada orbita, dalam rangka mencari kemungkinan kelainan pembuluh ekstrakranial.

Pemeriksaan neurologis

a. Pemeriksaan saraf otak: pada stroke hemisferik saraf otak yang sering terkena adalah:

 Gangguan n. fasialis dan n. hipoglosus. Tampak paresis n. fasialis tipe sentral (mulut mencong) dan paresis n. hipoglosus tipe sentral (bicara pelo) disertai deviasi lidah bila dikeluarkan dari mulut.

 Gangguan konjugat pergerakan bola mata antara lain deviasi konjugae, gaze paresis ke kiri atau ke kanan, dan hemianopia. Kadang-kadang ditemukan sindroma horner pada penyakit pembuluh karotis. Gangguan lapangan pandang: tergantung kepada letak lesi dalam jarak perjalanan visual, hemianopia kongruen atau tidak. Terdapatnya hemianopia merupakan salah satu faktor prognostik yang kurang baik pada penderita stroke.

b. Pemeriksaan motorik:

Hampir selalu terjadi kelumpuhan sebelah anggota badan (hemiparesis). Dapat dipakai sebagai patokan bahwa jika ada perbedaan kelumpuhan yang nyata antara lengan dan tungkai hampir dipastikan bahwa kelainan aliran darah otak berasal dari daerah hemisferik (kortikal), sedangkan jika kelumpuhan sama berat gangguan aliran darah dapat terjadi di subkortikal atau pada daerah vertebro-basilar.

c. Pemeriksaan sensorik dapat terjadi hemisensorik tubuh. Karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan gangguan motorik ringan.

d. Kelainan fungsi luhur: manifestasi gangguan fungsi luhur pada stroke hemisferik berupa: disfungsi parietal baik sisi dominan maupun nondominan. Kelainan yang paling sering tampak adalah disfasia campuran dimana penderita tak mampu berbicara atau mengeluarkan kata-kata dengan baik dan tidak mengerti apa yang dibicarakan orang kepadanya. Selain itu dapat juga terjadi agnosia, apraxia dan sebagainya.

Gejala-klinik stroke vertebro-basilar

Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah vertebro-basilar, tergantung kepada cabang-cabang sistem vertebro-basilar yang terkena, secara anatomik, percabangan arteri basilaris di golongkan menjadi 3 bagian:

a. Cabang-cabang panjang: misalnya a. serebeli inferior posterior yang jika tersumbat akan memberikan gejala – gejala sindroma Wallenberg, yaitu infark di bagian dorso-lateral tegmentum medula oblongata.

b. Cabang-cabang paramedian: sumbatan cabang-cabang yang lebih pendek memberikan gejala klinik berupa sindroma Weber hemiparesis alternans dari berbagai saraf kranial dari mesensefalon atau pons.

c. Cabang-cabang tembus (Perforating branches) memberi gejala-gejala sangat fokal seperti internuclear ophtalmoplegia (INO).

Diagnostik kelainan sistem vertebro-basilar adalah:

1. Penurunan kesadaran yang cukup berat (dengan diagnosis banding infark supratentorial yang luas, dalam hal ini yang terkena adalah formasio retikularis). 2. Kombinasi berbagai saraf otak yang terganggu disertai vertigo diplopia

dan gangguan bulbar

3. Kombinasi beberapa gangguan saraf otak dan gangguan long-tract sign: vertigo disertai paresis keempat anggota gerak (ujung-ujung distal). Jika ditemukan

long-tract sign pada kedua sisi maka penyakit vertebro-basilar hampir dapat dipastikan.

4. Gangguan bulbar juga hampir pasti disebabkan karena stroke vertebro-basilar. Beberapa ciri khusus lain adalah: parestesia perioral, hemianopia altitudinal dan skew deviation.

Gejala - tanda klinik emboli serebral

Costillo dan Bougousslausky (1997) mengajukan enam ciri stroke embolik, yaitu :

a. Timbul secara mendadak pada penderita yang sadar, tanpa defisit neurologi yang berfluktuasi atau yang progresif.

b. Defisit neurologi pada pembuluh superfisial atau berupa infark yang luas.

c. Tidak ada riwayat TIA pada daerah vaskular yang sama.

d. Riwayat stroke sebelumnya di daerah teritorial lain, diantaranya adalah emboli sistemik.

e. Jantung yang abnormal pada pemeriksaan fisik/tambahan. f. Tidak ada sebab emboli arterial lain atau sebab stroke yang lain. Tanda-tanda tambahan pada pemeriksaan neuro-imajing adalah :

a. Adanya infark hemoragik pada CT, atau MRI otak pada distribusi arteri kortikal.

b. Oklusi cabang teritorial arteri otak, tanpa ditemukan kelainan arteri-arteri proksimal atau carotis ekstrakranial pada pemeriksaan transcranial doppler (TCD), pada pemeriksaan duplex ultrasound sistem karotis, pada Magnetic Resonance Arteriography (MRA) atau pada arteriografi kontras jika dilakukan. c. Ditemukan adanya sumber emboli atau sangat mungkin ada sumber

emboli pada pemeriksaan kardiologi.

Emboli kardiak lebih sering menyebabkan kombinasi infark kortikal dan subkortikal hingga daerah infark lebih luas tampak pada kardiogenik dibanding dengan emboli arteri ke arteri. Caplan (1993) menyebutkan bahwa emboli kardiak mempunyai tempat prediksi, misalnya daerah posterior dari arteri serebri media.

Khusus mengenai atrial fibrilasi, terutama pada non reumatik, dan merupakan panyebab terbesar emboli kardiak, tidak selalu emboli sistemik menjadi penyebab stroke. Dalam jumlah yang sedikit, AF dapat disebabkan karena stroke yang berat. Warlow dkk. (1995) merujuk penelitian Daniel (1993) menemukan bahwa hanya 13% dari penderita AF ditemukan trombus pada arteri dengan transesophageal echocardiography (TEF). Peningkatan risiko emboli sistemik pada AF dikaitkan dengan kombinasi beberapa faktor seperti umur, riwayat emboli sebelumnya, hipertensi, diabetes, disfungsi ventrikel kiri dan pembesaran atrium kiri (SPAF 1992, AFI 1994). Adanya emboli kardiak sistemik dapat juga dipastikan dengan adanya spontaneus echo contrast pada atrium kiri yamg dideteksi sengan TCD.

Dalam dokumen PERDOSSI (Halaman 44-47)